HO_pertemuan_9-10_TEORITIK_HTN.pptx

Download Report

Transcript HO_pertemuan_9-10_TEORITIK_HTN.pptx

Pertemuan 9-10
DASAR TEORETIK
HUKUM TATA NEGARA
INDONESIA
KONSEP NEGARA HUKUM
Dapat diartikan bahwa konsepsi Negara hukum merupakan perwujudan dari
teori kedaulatan hukum (Suwarma : 1993).
Pemaknaan dari Negara hukum selalu dikaitkan sebagai kebalikan dari
konsepsi Negara kekuasaan. Oleh Karena itu Negara hukum menunjuk
kepada system konstitusional. Artinya sistem konstitusional merupakan ciri
utama dari konsepsi Negara hukum.
Pembukaan UUD 1945 merumuskan bahwa “…maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Indonesia….”. secara tegas bahwa system konstitusional dalam wujud
Undang-Undang Dasar yang dianut Negara Indonesia. Dalam penjelasan UUD
1945 dijelaskan lebih j
elas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum.
Dirumuskan “ 1. Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum
(rechstaats) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat).
Secara Yuridis konstitusional dalam kerangka studi Hukum Tata Negara
kita akan menemukan kaidah-kaidah sebagai berikut :
1.
Negara berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasarkan
kekuasaan belaka (machstaat).
2. Pemerintah berdasarkan atas system konstitusional (hukum dasar)
tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak tak terbatas).
3. Kekuasaan Presiden “tidak tak terbatas” artinya dibatasi oleh
undang-undang dasar.
4. Kekuasaan kehakiman oleh sebuah Mahka mah Agung dan lainlainbadan kehakiman menurut undang-undang. (pasal 24:1).
5. Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan
undang-undang. (pasal 24:2).
6. Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai
hakim ditetapkan dengan undang-undang.(pasal25).
7. Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah (Penjelasan UUD
1945).
Konsep Hirarkhis
Hans Kelsen 1945 dalam bukunya yang berjudul “General
Theory of law and state”mengemukakan teori yang terkenal
dengan sebutan “stufentheoy”. Pada esensinya teori ini
menyatakan hukum bersifat hirarkhis, tersusun yang
menunjukan bahwa hukum yang kedudukannya berada di
bawah tidak boleh bertentangan dengan hukum yang
berada di atasnya atau derajatnya yang lebih tinggi.
Teori ini kemudian digambarkan dalam bentuk piramida. Di
mana yang paling tinggi berada pada puncak piramida
tersebut yang disebut groundnorm yang ditafsirkan untuk
susunan hukum di Negara kita adalah norma dasar seperti
yang terkandung dalam dasar dan falsafah Negara pancasila
Kemudian teori ini dikemukakan lebih lanjut oleh muridnya
Hans Nawiasky dengan teori “Theori vom stufenbau der
Rechsordemmg” Tujuannya terutama untuk kepentingan
aktualisasinya dengan kondisi yang muncul kemudian.
Aplikasi konsep Hirarkhis sebagai sifat dari hukum ini, muncul pada
saat membicarakan tentang mana yang paling tinggi kedudukannya
antara UUD 1945 dengan Tap MPR. Hal ini berkenaan dengan
beberapa pasal 3 dan pasal 37 UUD 1945 dimana MPR sebagai
lembaga pembentuk.
Bentuk-bentuk Perundangan Republik Indonesia menurut
UUD 1945 adalah sebagai berikut :
1.Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
2.Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
3.Peraturan pemerintah
4.Peraturan Presiden
5.Peraturan Daerah: Provinsi, Kabupaten/Kota, Perdes
Gambar 1
Theorie von Stufenbau der Rechtsordnung dari Nawiasky
STAATSFUNDAMENTALNORM
STAATSGRUNDGESETZE
FORMELLE GESETZE & VERORDNUNGEN
Dalam teori tersebut pada intinya dikemukakan ada tiga lapisan normanorma hukum, yakni lapisan pertama grundnorm (Norma dasar), lapisan
kedua Grundgesetze (Aturan-aturan Dasar), lapisan ketiga dan
formilleGesetze (peraturan perundang-undangan Verordnungen serta
autome Satzengen yang dapat digolongka dalam peraturan-peraturan
pelaksanaannya.
Gambar 2
Cerminannya di Indonesia menurut Hamid A. D.
(Padmo Wahyono dkk, 1984 ): 140)
PANCASILA
UUD 1945
TAP MPR
HUKUM DASAR TAK TERTULIS
UNDANG-UNDANG
PERATURAN PELAKSANAAN
HUKUM TAK TERTULIS
Prinsip Hukum Dasar
konstitusi merupakan hukum dasar atau dikatagori
sebagai aturan dasar. Norma fundamental ini tidak
hanya bersifat tertulis akan tetapi juga
mencangkup hukum yang tidak tertulis. Hukum
yang tidak tertulis dalam wujud kebiasaan yang
dikemukakan
praktek
ketatanegaraan
dikatagorikan sebagai konvensi. Oleh karena
konvensi keberadaannya diakui oleh hukum tata
Negara. Bahkan konvensi ini merupakan salah satu
unsur dari sumber hukum yang penting bagi
pembentukan HTN. Perhatikanlah bagan berikut
yang didaptasi dari pembagian konstitusi.
Perhatikanlah gambar pada halaman berikut:
Kedudukan pembagian hukum dasar:
Hukum Dasar Tertulis
UUD
Hukum Dasar
Hukum Dasar Tidak
Tertulis
Konvensi
Sovornin Logman mengemukakan tiga unsur dalam konstitusi antara lain:
1. Konstitusi sebagai perwujudan dari perjanjian sosial (kontrak sosial) menurut
pandangan ini konstitusi merupakan hasil dari kesepakatan masyarakat untuk
mewujudkan Negara dan pemerintahan.
2. Konstitusi merupakan piagam jaminan hak asasi manusia, mejamin hak-hak dan
memuat penentuan batas-batas hak dan kewajiban warga Negara.
3. Konstitusi sebagai formas regiminis, sebagai kerangka bangunan pemerintahan
atau struktur pemerintahan.
Inti dari konstitusi mesti paling tidak memuat ketiga konsep pokoknya yaitu
pertama proses pembentukannya merupakan wujud dari perjanjian sosial. Kedua isi
memuat jaminan tentang hak asasi manusia dan ketiga mengatur tentang kerangka
bangunan Negara dan pemerintahan.
Sistem hukum dasar merupakan sumber Hukum Tata Negara. Didalamnya memuat
tentang norma-norma dasar tentang struktur pemerintahan Negara. Struktur
pemerintahan Negara itu sebagai cerminan nilai jaminan hak asasi manusia
berdasarkan kesepakatan masyarakat.
Prinsip Keputusan Politik Dalam Pembukaan UUD 1945
Dan Proklamasi
Keputusan politik tertinggi dari suatu bangsa merupakan sumber hukum. Pembukaan
UUD 1945 dan Proklamasi yang merupakan keputusan politik tertinggi dari bangsa
Indonesia merupakan sumber Hukum bagi HTN. Inti dari keduanya secara politik
merupakan pernyataan kemerdekaan. Keduanya memiliki hubungan baik secara historis,
spiritual dan material.
Secara historis Pembukaan dirumuskan dari Piagam Jakarta yang merupakan
“Gentelement Agrement” perjanjian luhur dari bangsa Indonesia . Memiliki wujud
kekuatan refleksi dari teori perjanjian sosial dalam wujud kehendak untuk membangun
Negara Indonesia Merdeka dengan berdaulat adil dan makmur. Bahkan perjanjian ini
dilandasi oleh kesadaran religius yang tinggi tidak sekedar perjanjian manusiawi, yaitu
ditandai kesadaran spiritual berkat rahmat AllahYang Maha Kuasa.
Naskah Proklamasi dan Pembukaan UUD 1945 memiliki hubungan spiritual, seperti
dikemukakan Padmo Wahjono (1986 : 3) Bahwa “Naskah Proklamasi kemerdekaan kita
pada tanggal 17 Agustus 1945, yang memuat keinginan bangsa Indonesia untuk
melaksanakan ide bernegaranya. “Hubungan spiritual terletak dari tujuan luhurnya
membangun Negara Indonesia yang merdeka”
Dengan dibentuk terlebih dahulu Staat Fundamentalnorm yang bersumber pada
Pancasila dalam wujud rancangan UUD 1945, menunujukan bahwa Negara kita
dibentuk atas dasar konsepsi Negara hukum. Ini merupakan ciri dari Negara modern.
Sedangkan Proklamasi sebagai pernyataan politik secara resmi untuk mewujudkan
kehendak itu.
Keistimewaan dalam UUD 1945 adalah dengan adanya semangat spiritual seperti
telah dikemukakan di atas memperkuat posisi kemerdekaan sebagai hak asasi
manusia sebagai “…rahmat Allah Yang Maha Kuasa” ini merupakan refleksi dari teori
kedaulatan Tuhan dalam konteks teori kenegraan modern.
Dari uraian di atas dapat dilihat hubungan yang tak terpisahkan antara Pembukaan
dan Proklamasi terbukti baik secara histories, filosofis, maupun yuridis yang bermuara
dalam bentuk keputusan politik tertinggi. Konsekuensinya dalam studi Hukum Tata
Negara, perlu mengembangkan pendekatan yang menempatkan bahwa keduanya
sebagai produk keputusan politik tertinggi dari bangsa Indonesia.
Prinsip Kedaulatan Berada Di Tangan
Rakyat
Dalam Pasal 1 ayat (2) secara tegas merumuskan “Kedaulatan adalah di tangan rakyat
dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Jika dikaitkan
dengan teori yang secara tegas dalam UUD kedaulatan adalah kedaulatan rakyat.
Namun jika lebih lanjut dikaji dan dikaitkan dalam konteks keseluruhan naskah UUD
1945, maka sebenarnya tidak hanya teori kedaulatan rakyat saja yang dianut. Akan
tetapi teori kedaulatan Tuhan akan Nampak pula pada pasal 29, kedaulatan negara
akan tampak pada pasal yang mengatur kekuasaan pemerintahan pada bab III lihat
pasal 4, 5, yo. pasal 22.
Pada pasal tersebut tampak aplikasi dari teori kedaulatan negara, dimana peran
eksekutif mendapatkan pengaturan secara tegas dalam hal kekuasaan.
Oleh karena itu tidak dapat kita mengatakan bahwa HTN, tidak didasarkan atas dasar
teori tertentu. Namun karena bertitik tolak dari falsafah bangsa Pancasila maka
memungkinkan untuk menseleksi mana yang tepat dan cocok dengan dasar negara
tersebut.
Prinsip Integralistik Berakar Budaya Bangsa
Istilah Integralistik tidak terdapat dalam pembukaan dan Batang Tubuh maupun
Penjelasan UUD 1945. Istilah Integralistik tampak dalam pengertian negara kesatuan
yang diformulasikan dalam pasal 1 ayat 1 UUD 1945 sebagai negara yang dipandang
tepat untuk negara Indonesia yang tersirat pula dalam penjelasannya.
Cara Pandang Integralistik jika melihat sejarah perumusan UUD 1945, ternyata
pertamakali dikemukakan oleh Prof. Dr. R. Supomo yang diawali dengan memberikan
abstraksi dari berbagai aliran pikiran tentang kenegaraan di dunia pada saat itu.
Sampai kepada penilaiannya bahwa cara pandang integralistik dipandang tepat
apabila dihubungkan dengan menitik beratkan kepada kenyataan kehidupan budaya
bangsa Indonesia.
Sehubung dengan hal itu tersebut Supomo menjelaskan sebagai berikut:
“Negara persatuan tidak berarti negara atau pemerintah akan menarik segala
kepentingan masyarakat ke dirinya untuk dipeliharanya diri sendiri, akan tetapi
menurut alasan-alasan yang “doelmatig” akan membagi-bagikan kewajiban negara
kepada badan-badan pemerintahan di pusat dan daerah masing-masing atau akan
memasalahkan sesuatu hal untuk dipelihara oleh sesuatu golongan atau sesuatu orang
menurut masa tempat dan soalnya”.
Paham Integralistik lebih jelas diperkuat oleh Moh Hatta pada sidang BPUPKI
tanggal 15 Juli ditegaskannya guna menyaring masuknya paham
individualisme dan paham otoriterisme. Dikatakannya bahwa negara
persatuan berdasar pada gotong royong dan usaha bersama dan tidak
memberikan kekuasaan yang tidak terbatas kepada negara untuk menjadi
negara kekuasaan.
Padmo Wahyono berpendapat bahwa pandangan integralistik Indonesia
merupakan pilihan bentuk ideal para pendiri negara untuk merancang bentuk
negara Kesatuan Republik Indonesia, yang selanjutnya berhasil
mewujudkannya dalam bentuk UUD 1945 di mana di dalamnya terdapat
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa.
Dapat disimpulkan berikut ini beberapa ciri dari paham Integralistik:
1.Cara pandang yang tumbuh pada akar budaya bangsa.
2. Paham kenegaraan yang dipandang tepat untuk mengkontruksi bentuk
negara yang berdasarkan Pancasila.
3. Paham negara kesatuan yang menolok paham individualisme, liberalisme,
dan totaliterisme.
4. Paham ini esensinya sebagai pendukung sistem negara kesatuan.
Prinsip Supel Dan Fleksibilitas
UUD hanya menjelaskan hal-hal yang pokok saja. Dijelaskan bahwa UUD hanya
menjelaskan 37 pasal. Pasal-pasal yang lain hanya memuat perihal dan
tambahan. Alasan mengapa UUD 1945 hanya memuat pasal sedikit menurut
pendapat Mr.Soepomo :”Maka telah cukup jikalau Undang-Undang Dasar
hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-garis besar sebagai
instruksi, kepada Pemerintah Pusat dan lain-lain penyelenggara Negara untuk
menyelenggarakan kehidupan Negara dan kesejahteraan sosial. terutama bagi
Negara baru dan muda”.
Mengamati penjelasan tersebut ternyata sudah menjadi paradigma berfikir
bahwa azas fleksibilitas dikaitkan dengan supel dalam arti yang memuat hal-hal
yang positif saja. Kita pula ada kaitannya dengan karakteristik dari aturanaturan pokok saja (fundamentalnorm). Oleh karena itu dalam rangka studi HTN
kaedah-kaedah pokok tersebut perlu dikembangkan dalam peraturan dan jenis
hukum lainnya yang lebih rendah yang memuat rinciannya secara operasional.
Lebih jelas lagi paradigma tersebut secara dinamis, harus melihat segala gerak
gerik kehidupan masyarakat dan Negara Indonesia.
Dapat disimpulkan bahwa dengan jumlah pasal yang relatif sedikit karena mengatur
hal yang pokok, UUD memiliki kekuatan internal ke arah memperkuat nilai
fleksibilitas. Hal ini sengaja dilakukan oleh para pembentuk konstitusi. Pertimbangan
ini dilakukan atas antisipasi mengamati perubahan secara futuristik dan terlepas dari
sikap tergesa-gesa karena situasi revolusi. Bahkan dapat dikatakan bahwa supel dan
fleksibilitas merupakan azas paradigma berfikir dari para perancang dan pembentuk
dalam mengkonstruksi UUD 1945.
Namun pengertian fleksibilitas diatas tidak diartikan seperti yang dikemukakan oleh
C.F. Strong seperti yang dikemukakan terdahulu bahwa “Flexible” pengertiannya
dihubungkan dengan kemudahan dalam melakukan perubahan konstitusi. Bahwa
konstitusi yang mudah untuk dilakukan perubahan seperti layaknya perubahan
Undang-Undang, maka dikatakan fleksibel, akan tetapi sebaliknya jika sulit untuk
dilakukan perubahan maka dikategorikan kaku.
Akhirnya fleksibilitas tersebut dikaitkan dengan kemampuan
suatu
konstitusi
untuk
memberikan
landasan
yuridis
kontitusional terhadap dinamika perubahan yang terjadi dalam
kehidupan bernegara. Kata “soepel” dalam penjelasan diartikan
elastis dengan cara tidak mudah ketinggalan Zaman. Terlihat
dengan melihat secara antisipatif kesadaran akan Negara baru
dengan menata dinamika perubahan yang akan terjadi dalam
praktek ketatanegaraan maupun dalam kehidupan masyarakat
dan berbangsa.
Prinsip Pembagian Kekuasaan
Dalam buku “ L’espirit des Lios “ ( Jiwa Undng-Undang ) yang di tulis oleh seorang pakar
di bidang filsafat kenegaraan asal Perancis bernama Charles de Scondat Montesquieu
1748 mengemukakan teori pemisahan kekuasaan. Teori ini dikenal dengan “ Trias
Politica” pada dasarnya teori ini mengemukakan bahwa sebuah Negara harus dibagibagi dalam tiga kekuasaan yang terpisah-pisah yaitu:
1.Legislatif yaitu kekuasaan pembentuk Undang-Undang
2.Eksekutif yaitu kekuasaan menjalankan Undang-Undang
3.Yudikatif yaitu kekuasaan mengadili pelanggaran terhadap Undang-Undang.
Tujuan dari teori ini adalah supaya kekuasaan pemerintahaan tidak terpusat pada satu
tangan. Prinsip adanya pemisahan secara tegas sehingga dengan mudah dapat dicegah
dengan adanya tindakan sewenang-wenang dan tujuan yang lainnya adalan menjamin
adanya kebebasan berpolitik dalam negara.
Pada abad 19 Van Vollenhoven menganjurkan bukan trias politika melainkan Kuartas
politika, sedangkan Jhon Locke kekuasaan negara dibagi secara terpisah juga menjadi
tiga kekuasaan juga yang meliputi:
1. Kekuasaan Legislatif
2. Kekuasaan Eksekutif dan
3. Kekuasaan Yudikatif
Logman mengemukakan pembagian kekuasaan pemerintah ini menjadi 5 fungsi yaitu:
1. Perundangan
2. Pelaksanaan
3. Pemerintahan
4. Peradilan
5. Polisi
Konsekuensinya dalam kerangka studi hukum tata negara, perlu di ingat bahwa
paradigma pemisahan kekuasaan tidak tepat untuk di jadikan pijakan study hukum
tatanegara berdasarkan pancasila. Beberapa factor mengapa teori tersebut tidak
dapat dilaksanakan secara konsekuen :
1. Walaupun ide dasarnya dapat di terima dalam memperkokoh demokrasi, namun
perkembangan demokrasi telah berkembang
2. Kondisi negara yang mempraktekan teori tersebut secara sosial budaya berbeda
dengan latar teori tersebut sehingga tidak memberikan dukungan secara penuh
3. Masalah
ketatanegaraan
dan
pemerintaha
dewasa
ini
muncul
sangat
multidimensional, sehingga menuntut kerjasama secara terintegrasi dalam
mengatasinya sehingga memerlukan lintas sektoral dalam mengawasinya
4. Negara yang hendak mengimplementasikannya berbeda secara ideologis dan
ideology yang mendasari teori tersebut
Dalam sistem pemerintah Indonesia yang berdasarkan UUD 1945, dikenal dengan
adanya pembagian tugas diantara lembaga-lembaga negara tersebut sekaligus
pemegang tugas dan kekuasaan,.
Prinsip Sistem Pemerintahan
Mekanisme pembagian kekuasaan terlihat dalam system pemerintahan, seperti yang
dijelaskan dalam penjelasan UUD 1945. berikut ini akan dibahas mengenai deskripsi dari
system tersebut:
1. Indonesia adalah Negara yang didasarkan atas hukum (Rechtsstaat), tidak
berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat)
2. Sistem Konstitusi (Hukum Dasar) tidak bersifat absolutisme, kekuasaan yang tidak
terbatas.
3. Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar.
4. Presiden ialah pemegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat
6. Menteri Negara ialah pembantu Presiden
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuh prinsip sebagai kaidah
untuk membangun sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945. dalam
kerangka studi hukum Tata Negara kaidah ini perlu dijadikan paradigma
dalam mempelajari aspek yuridis konstitusional system dan arah
mekanisme pemerintahan Negara.
Disamping itu perlu dikaji secara mendalam prinsip tersebut, untuk dapat
memahami keunikan dari system pemerintahan ini sehingga diperoleh
pemahaman yang benar. Perlu diingat sering muncul pemikiran diluar
paradigma tersebut, sehingga muncul pula hasil pemikiran diluar
kandungan makna falsafat pancasila, akibatnya tidak diperoleh makna
yang benar.
Hak Azasi Manusia
Konstitusi secara garis besar harus memuat pengakuan dan jaminan konstitusional
tentang hak azasi manusia dan kerangka system pemerintahan Negara. Dengan
demikian HAM tidak dapat dipisahkan dari konstitusi, sama halnya konstitusi dengan
demokrasi. Bahkan nilai intrinsik dari sebuah konstitusi itu mengakui dan menghormati
HAM tersebut.
Sejarah pembentukan konstitusi seperti telah dikemukakan, erat kaitannya dengan
reaksi terhadap kekuasaan yang mutlak akibat adanya pemusatan kekuasaan di tangan
raja, yang akibatnya dirasakan banyak melanggar hak-hak dasar manusia pada saat
itu.
Oleh karena itu semangat implementasi konstitusi tidak lain adalah semangat
pengakuan dan penegakkan hak asasi manusia. Dengan demikian semangat
“penyelenggara Negara” adalah semangat pengakuan dan penegakkan hak asasi
manusia. Sejak abad ke-17 telah dikembangkan pemikiran kenegaraan tentang jaminan
HAM ini, antara lain dikemukakan oleh john locke (1632-1704) yang melahirkan teori
“hukum alam” jaminan dan pengakuan HAM secara konstitusional antara lain di
Amerika dalam bentuk “declaration of indefendence” (1777) Di Prancis dengan
“declaration des droits de I’homme et du citoyen” (1789). Kemudian pada abad modern
PBB pada tanggal 10 desember 1948 merumuskan “declaration of human Rights”
deklarasi universal hak asasi manusia.
Untuk menghayati HAM sekaligus membangun (hukum hak asasi manusia) hak HAM,
menurut Prof.A. Masyhur effendi, S.H., M.S. paradigm yang harus dihayati adalah
sebagai berikut :
1. Kesadaran hak asasi manusia sebagai hak dasar yang suci dan melekat pada setiap
manusia adalah pemberian tuhan selamanya, ketika menggunakan haknya tidak
boleh merugikan anggota masyarakat lainnya.
2. Dalam memenuhi hak asasi manusianya, lebih dahulu mengedepankan
kepuasan/kebutuhan batin (spiritual need) dan kebutuhan lahir (biological need)
setiap warga Negara.
3. Domain hak asasi manusia berkembang terus seirama/sesuai dengan
kebutuhan/tuntutan nurani, perkembangan pemikiran, budaya dan cita-cita
manusia.
4. Manusia tanpa hak asasi berubah menjadi “robot” hidup, kehilangan martabat dan
sifat kemanusiaannya.
5. Kesadaran bahwa hak asasi itu adalah suci, menuntut manusia pada tataran aplikasi
dibarengi dengan kesadaran akan kewajiban asasi dan tanggung jawab asasi,
sehingga tiga elemen berjalan beriringan. Pencabutan HAM hanya diizinkan atas
perintah hukum/undang-undang yang jelas/tegas.
6. Negara/pemerintah dengan seluruh pejabat/aparat yang ada menjadi pihak utama
dan pertama pelindung hak asasi manusia. Hal ini merupakan konsekuensi logis atas
kesediannya mengemban tugas sebagai pejabat/aparat dengan seluruh fasilitas
yang tersedia, sehingga salah satu tugas utamanya melindungi/menghormati HAM
dan mencegah pelanggaran HAM.
Demokrasi Pancasila
Prof. Dardji Darmodihardjo,S.H.
Demokrasi pancasila adalah Paham demokrasi yang bersumber pada
kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang perwujudannya
seperti dalam ketentuan-ketentuan seperti dalam pembukaan UUD 1945.
Demokrasi Pancasila dalam Kehidupan:
1. Demokrasi Pancasila dalam Aspek Politik.
2. Demokrasi Pancasila dalam Aspek Ekonomi.
3. Demokrasi Pancasila dalam Aspek Sosial-Budaya.
4. Demokrasi Pancasila dalam Aspek Pertahanan Keamanan.