PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PADA AKHIR TAHUN PAJAK-1 Pertemuan 12 Bab 14 Matakuliah

Download Report

Transcript PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PADA AKHIR TAHUN PAJAK-1 Pertemuan 12 Bab 14 Matakuliah

Matakuliah
Tahun
: F0452 / Akuntansi Perpajakan
: 2006
PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN
PADA AKHIR TAHUN PAJAK-1
Pertemuan 12 Bab 14
1
Ketentuan Umum Pajak Pertambahan
Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa, Dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Berikut akan dikemukakan hanya beberapa terminologi tersebut, para mahasiswa
dapat menemukan berbagai terminologi secara lengkap di dalam Undang-undang
Nomor 18 tahun 2000
 Daerah pabean sebagai wilayah berlakunya Undang-undang PPN dan PPn BM;
 Pengusaha dan Pengusaha Kena Pajak sebagai Subyek Pajak PPN dan PPn
BM;
 Penyerahan Barang dan Jasa Kena Pajak, Impor, dan Pemanfaatan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud;
2
Barang dan Jasa Kena Pajak sebagai Obyek Pajak PPN;
Menghasilkan Barang Kena Pajak;
Dasar Pengenaan Pajak (DPP);
Pembeli Barang dan Penerima Jasa Kena Pajak;
Faktur Pajak;
Pajak Masukan dan Pajak Keluaran;
Penyerahan Barang atau Jasa Kena Pajak kepada Badan atau Instansi
Pemerintah;
3
KOMPONEN PENGHASILAN KENA PAJAK
(PKP) SEBAGAI DASAR PENENTUAN PAJAK
PENGHASILAN YANG TERUTANG
• Undang-undang Pajak Penghasilan mengelompokkan Wajib Pajak ke dalam
dua kategori, yaitu Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak-luar negeri. Bagi
Wajib Pajak-dalam negeri pada dasarnya terdapat 3 alternatif cara untuk
menentukan jumlah Pengahasilan Kena Pajaknya, yaitu: (1) berdasar Norma
Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN), (2) berdasar norma Khusus (NPK),
dan (3) berdasar Pembukuan.
• Secara normatif, Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari setiap kelompok Wajib
Pajak- dalam negeri untuk setiap tahun pajaknya dapat ditentukan berdasar
formula perhitungan sebagai berikut:
4
Komponen Penghasilan Kena Pajak
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Penghasilan bruto
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan (biaya fiskal)
Penghasilan neto
Kompensasi kerugian
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Referensi
Psl 4 ayat (1)
Psl 6 ayat (1),
Psl 9 ayat (1), c, d,
dan e
Psl 6 ayat (2)
Psl 7 ayat (1)
WP-Bdn
WP-OP
A
A
B
C
D
B
C
D
F
E
F
5
Peredaran Bruto Sebagai Komponen Penghasilan
Kena Pajak
Seperti telah dikemukakan dalam bab terdahulu, tidak setiap penghasilan
merupakan obyek pajak. Bahkan untuk penghasilan yang termasuk dalam
kategori obyek pajak masih dibedakan lebih lanjut ke dalam dua kategori, yaitu:
(1) Penghasilan obyek pajak berdasar tarif umum Pasal 17, dan
(2) Penghasilan obyek pajak berdasar tarif tertentu, yang pada umumnya bersifat
final.
6
Penghasilan Neto Sebagai Komponen Penghasilan
Kena Pajak
Seperti tampak pada formula perhitungan-normatif Penghasilan Kena Pajak (PKP)
tersebut di atas Penghasilan Neto dapat dikatakan sebagai komponen Penghasilan
Kena Pajak yang krusial. Dikatakan demikian karena di sanalah terletak salah satu
perbedaan di antara kedua alternatif metode penentuan jumlah Penghasilan Kena
Pajak-PKP (Metode Pembukuan dan Norma Penghitungan)
7
Metode Pembukuan
Dengan metode pembukuan, penghasilan neto sebagai komponen penghasilan
kena pajak (PKP) ditentukan sepenuhnya berdasar informasi yang dihasilkan dari
proses penggolongan, pengakuan, pengukuran dan/atau penilaian efek transaksi
yang terjadi dalam suatu tahun pajak, khususnya yang menyangkut peredaran
usaha dan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau
biaya fiskal, yang secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut.
PENGHASILAN NETO – (PERBEDAAN BRUTO) – (BIAYA FISKAL)
8
Norma Penghitungan
Norma penghitungan terdiri dari dua macam, yaitu Normat Penghitungan
Peredaran Bruto (NPPB) dan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).
Pada dasarnya, setiap Wajib Pajak termasuk mereka yang bermaksud akan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) sebagai dasar
untuk menentukan penghasilan neto diwajibkan untuk menyelenggarakan
pencatatan tentang peredaran brutonya. Norma Penghitungan Peredaran Bruto
(NPPB) diterapkan terhadap Wajib Pajak yang peredaran bruto sebenarnya tidak
dapat diketahui sebagai akibat dari:
9
(a) Bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan, yang tidak bersedia
memperlihatkan pembukuan atau catatan peredaran bruto atau bukti-bukti yang
mendukung pembukuan atau pencatatan peredaran bruto;
(b) Bagi Wajib Pajak yang dianggap menyelenggarakan pembukuan;
(c) Bagi Wajib Pajak yang telah menyatakan keinginannya kepada Direktur
Jenderal Pajak untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto, yang tidak atau tidak sepenuhnya
menyelenggarakan pencatatan peredaran brutonya.
Dengan Norma Penghitungan, pada dasarnya penghasilan neto sebagai
komponen penghasilan kena pajak (PKP) ditentukan berdasar formula yang secara
matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:
PENGHASILAN NETO – (% NORMA PENGHITUNGAN) x (PEREDARAN
USAHA)
10
Penghasilan Kena Pajak sebagai Dasar Penentuan Pajak
Penghasilan Terutang
Peredaran bruto dan penghasilan neto memang bisa ditentukan berdasar
pembukuan dan norma penghitungan dengan segala konsekuensinya termasuk
tidak adanya fasilitas kompensasi kerugian, bahkan norma penghitungan khusus
untuk Wajib Pajak tertentu. Namun terlepas dari metode yang digunakan untuk
menentukan peredaran bruto dan penghasilan neto, pada akhirnya harus diperoleh
suatu jumlah Penghasilan Kena Pajak yang akan dipakai sebagai dasar penentuan
jumlah PPh yang terutang oleh Wajib Pajak; yang secara diagramatik dapat
digambarkan sebagai berikut:
11
Metode Penentuan Penghasilan Kena Pajak
WAJIB PAJAK-BADAN
WAJIB PAJAK-ORANG PRIBADI
METODE PEMBUKUAN
METODE PEMBUKUAN
METODE PEMBUKUAN
PENGHASILAN BRUTO
PENGHASILAN BRUTO
PEREDARAN BRUTO
(-)
(-)
(x)
BIAYA FISKAL
BIAYA FISKAL
% NPPN
(-)
(-)
(-)
PENGHASILAN NETO
(-)
PENGHASILAN NETO
(-)
PENGHASILAN NETO
KOMPENSASI KERUGIAN
KOMPENSASI KERUGIAN
(-)
(-)
PTKP
PTKP
PENGHASILAN KENA PAJAK
12