Kemitraan Usaha Perkebunan Perubahan struktur dan Ketimpangan dalam Usaha Perkebunan Pendahuluan • Pembangunan sub-sektor perkebunan ditujukan untuk mencapai pertumbuhan dan pemerataan terhambat karena persoalan laten peninggalan.

Download Report

Transcript Kemitraan Usaha Perkebunan Perubahan struktur dan Ketimpangan dalam Usaha Perkebunan Pendahuluan • Pembangunan sub-sektor perkebunan ditujukan untuk mencapai pertumbuhan dan pemerataan terhambat karena persoalan laten peninggalan.

Kemitraan Usaha
Perkebunan
Perubahan struktur dan Ketimpangan
dalam Usaha Perkebunan
Pendahuluan
• Pembangunan sub-sektor perkebunan ditujukan untuk mencapai
pertumbuhan dan pemerataan terhambat karena persoalan
laten peninggalan masa kolonialisme, yaitu ketimpangan
antara perkebunan besar dan perkebunan rakyat
• Realitas di lapangan , sinergi antara perkebunan besar dan
rakyat sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan kekuatan
bersama dalam menghadapi hambatan struktural dalam
tataran global dan kesenjangan dalam tataran lokal
• Program kemitraan usaha perkebunan diharapkan dapat
menjembatani dan memperbesar peluang dan manfaat usaha
sehingga dapat mendistribusikan peluang dan manfaat usaha
serta aset produksi kepada petani kecil
Variasi dan Perkembangan sistem Kemitraan
• NES
PIR-BUN
PIR-Trans
– Berupaya untuk mengintegrasikan secara formal struktur
usaha perkebunan besar dengan perkebunan rakyat
• Konsep PIR-BUN sebenarnya bukan asli Indonesia, konsep ini
merupakan pola baru dari sistem agribisnis modern di Amerika
akhir abad ke-19
• Munculnya konsep ini adalah sebagai jawaban atas kritikan
yang menganggap perusahaan besar terlalu mengeksploitasi
buruh dan mengakumulasi modal pada satu atau beberapa
tangan secara mencolok
• Melalui konsep PIR-BUN, persepsi demokratis dan partisipatif
dapat dimunculkan
•
Setelah generasi PIR-BUN berakhir karena tidak adanya
sumber dana yang menyertainya maka dibuatlah pola baru
dalam pengembangan perkebunan sesuai dengan SK
Menhutbun No 107/ kpts-II/ 1999
1.
2.
3.
4.
5.
Pola Koperasi Usaha Perkebunan (Pola KUP), dimana 100 %
saham dimiliki koperasi
Pola Patungan Koperasi Investor (Pola Pat K-I), dimana 65 %
saham dimiliki koperasi
Pola Patungan Investor dan Koperasi (Pola Pat I-K), dimana 35
% saham dimiliki koperasi
Pola Build, Operate and Transfer (Pola BOT), yaitu pola
pengembangan dan pengoperasian dilakukan oleh
investor/perusahaan yang kemudian pada waktu tertentu
seluruhnya dialihkan kepada koperasi.
Pola Build, Transfer and Negotiation (Pola BTN), yaitu pola
pengembangan dimana investor / perusahaan membangun
kebun dan atau pabrik yang kemudian akan dialihkan kepada
peminat/pemilik yang tergabung dalam koperasi
Sharing system yang timpang
• Praktek asimetris dan eksploitatif dalam hubungan pola
kemitraan usaha perkebunan
– Pengambilan keputusan dalam kegiatan usaha lebih banyak
ditentukan oleh pihak perusahaan inti atau pihak lain (seperti
pemerintah) yang mempunyai kekuatan lebih besar
– Tidak optimalnya distribusi manfaat nilai tambah yang
seharusnya dinikmati oleh para petani kecil
– Petani hanya berperan sebagai pelengkap dalam struktur
kemitraan
• Partisipasi petani baik secara individu maupun kolektif masih
sangat jarang (terutama dalam kegiatan pasca panen) akibat
keterbatasan kemampuan petani dalam mengikuti proses yang
berteknologi tinggi
Mengembangkan Kemitraan Usaha Perkebunan
• Pengembangan pola kemitraan usaha perkebunan
diperlukan, karena :
– Tuntutan masyarakat (lokal), diantaranya
meredistribusikan peluang usaha, aset produksi,
manfaat usaha kepada para petani
– Tantangan global dalam melakukan usaha
perkebunan, yaitu “merebut” industri hilir yang
menguasai margin terbesar dan merebut industri input
produksi yang membebani biaya produksi para petani
dan pengusaha perkebunan
Realitas dalam pola kemitraan
• Secara ideologis, perkebunan besar sering menuai kritikan
karena dianggap terlalu eksploitatif terhadap kaum buruh
dan mengakumulatif modal pada satu tangan secara mencolok
• Di lain pihak para petani sudah berani melakukan tuntutan
agar lahannya diberikan kepada para petani
• Menurut data dirjenbun, 2002,sepertiga luas areal dari PBS
dan seperlima dari PBN menjadi lahan yang disengketakan
antara perusahaan dengan para petani
– Salah satu penyebabnya adalah peluang usaha dan
kesempatan kerja
• Bila pola kemitraan sudah dilakukan seharusnya manfaat
kemitraan dapat dirasakan secara signifikan baik oleh petani
maupun perusahaan perkebunan
• Integrasi usaha perkebunan harus mampu menghasilkan
manfaat usaha yang lebih besar
• Dalam era globalisasi tantangan yang harus dihadapi
bersama pelaku kemitraan adalah bagaimana merebut
industri hilir yang sekarang banyak dikuasai oleh negara maju
melalui perusahaan multinasional (trans nasional coorporation/
TNCs).
• Gilbert dan Wingel ( 2000) menggambarkan dominasi TNCs
terhadap sektor perkebunan terutama pada intermediate
product dan final produt/ manufactur
Posisi TNCs dalam Prosesing dan Manufaktur
Komoditi Perkebunan
•
Lemahnya kekuatan petani mitra dan perusahaan
mitra akan memudahkan eksploitasi perusahaan
multinasional tersebut melalui dua jalur :
1. Jalur produksi bahan baku. Surplus petani mitra atau
perusahaan mitra dihisap dengan hanya mendapatkan
harga murah dengan bahan baku yang diproduksinya
2. Jalur pembelian input produksi. Petani dan perusahaan
mitra dibuat terhantung kepada input produksi yang
tidak dihasilkan sendiri sehingga untuk meningkatkan
produksi mereka harus membeli dengan harga yang
tinggi.
Beberapa Hasil Kemitraan yang Timpang
⌘
Dengan bergabung dua kekuatan mitra diharapkan
dapat meningkatkan dan memperbaiki hasil usaha
perkebunan
⌘ Realitas di lapangan, banyak hasil yang tidak sesuai
dengan harapan, diantaranya :
¤
¤
Pertumbuhan tanpa pemerataan
Menuai konflik sepanjang proses, penyebab :
Ketimpangan
dalam kepemilikan aset
Ketimpangan dalam hal persepsi dan konsepsi
Ketimpangan antara apa yang dikatakan dengan apa
yang dilakukan
Potensi Konflik dalam Proses Pelaksanaan Kemitraan
Usaha Perkebunan
Pemberdayaan dan Strategi Perbaikan
Kemitraan
• Masyarakat komunikatif sebagai landasan pemberdayaan
• Dengan komunikasi para pelaku usaha kemitraan akan
berusaha saling memahami dan mencapai klaim klaim
kesasihan, diantaranya :
– Klaim kebenaran (truth)
– Klaim ketepatan (rightness)
– Klaim kejujuran (sincerity)
– Klaim komprehensibilitas (comprehensibility)
• Dalam masyarakat komunikatif terdapat apa dikenal yang
dikenal argumentasi yang didalamnya terdapat diskursus dan
kritik

Dengan adanya dialog kritis, diharapkan para pelaku
lembaga kemitraan memiliki tindakan sbb :





Tindakan yang muncul baik di dalam maupun diluar lembaga
kemitraan harus bertujuan untuk membesarkan lembaga
kemitraan
Partisipasi yang dilakukan di dalam kegiatan lembaga
kemitraan adalah partisipasi yang bersifat genuine bukan
artifisial
Semua pelaku kemitraan harus bertindak dengan antusias dan
penuh inisiatif tanpa harus dikomandokan untuk melakukan
tindakan yang produktif
Kerjasama internal berjalan dengan kuat dan harmonis
Setiap pelaku berusaha meningkatkan kapabilitas terutama
untuk meningkatkan produkstifitas lembaga kemitraan
Pemberdayaan masyarakat Perkebunan: Penguatan,
Refleksi diri dan pengembangan social capital
• Syarat terjadinya masyarakat yang komunikatif adalah
harus pintar, lebih egalitarian, demokratis, dan bebas dari
dominasi
• Dalam struktur lembaga kemitraan yang ada pada saat
sekarang masih terdapat banyak kelemahan dan
kekurangan yaitu dari segi sumber daya manusia baik
dari petani mitra maupun perusahaan mitra
• Akibat lebih lanjut adalah pelaksanaan pola kemitraan
usaha perkebunan yang tidak sesuai dengan konsepnya
dan melanggengkan pola hubungan yang bersifat
asimetris - eksploitatif
۩
Kelemahan-kelemahan petani mitra :
Penguasaan akses informasi pasar (input;output) yang
lemah
 Input produksi yang dikuasai umumnya hanya lahan dan
tenaga kerja
 Tingkat pendidikan yang rendah membuat adopsi
teknologi baru menjadi kurang
 Pengelolaan usaha masih kurang baik
 Bargaining position yang lemah
 Tingkat kebutuhan masih rendah ( menghasilkan usaha
yang subsisten)
 Menghindari resiko kegagalan
 Pola hubungan bersifat pribadi (partikularisme)
 Banyak kepentingan (many standed)

₪
Kelemahan perusahaan mitra:
 Lemahnya kemampuan melakukan refleksi diri
dalam posisinya sebagai bagian dari
masyarakat sekitar
 Lemahnya kapabilitias untuk menjalankan peran
sebagai mitra yang harus memajukan petani
mitranya
 Rendahnya semangat dan penguasaan teknis dan
strategi managemen dalam merebut industri
tengah dan hilir
• Upaya peningkatan sumber daya petani mitra :
– Peningkatan penguasaan informasi pasar melalui program
pelatihan dan pendampingan
– Peningkatan penguasaan asset produksi melalui redistribusi
aset produksi
– Penyediaan kredit usaha
– Peningkatan bargaining position petani mitra dengan
mengkoordinasikan mereka dalam wadah ekonomi
(koperasi)
– Peningkatan penguasaan teknologi melalui program
pelatihan dan pendampingan
– Perubahan motif usaha, etos kerja dan pola hubungan
melalui program pendampingan
• Upaya peningkatan sumber daya Perusahaan
mitra :
–
–
–
–
Pengembangan motivasi serta pengetahuan teknis
dan strategi managemen untuk mengembangkan
industri hilir
Pelatihan identifikasi struktur dan prilaku petani mitra
serta komponen masyarakat terkait lainnya
Pelatihan perubahan sosial masyarakat
Pelatihan program pemberdayaan masyarakat
• Pada dasarnya program pengembangan petani mitra
merupakan program “community Development” yang
didasarkan pada prinsip prinsip sbb :
– Transformasi sosial yang berkelanjutan
– Mendorong/ mempercepat perubahan budaya, sosial, dan
ekonomi
– Mengembangkan kesadaran dan kapasitas untuk
mengelola isu sosial sebagai dorongan untuk membangun
kemitraan
– Memberdayakan dan menyertakan pranata/ lembaga
sosial yang berkembang dimasyarakat
– Masyarakat ditempatkan sebagai subjek dalam
perencanaan dan pelaksanaan
• Sejalan dengan prinsip prinsip community
development, maka pendekatannya harus
berupa :
– Community empowering, program untuk memberikan
akses yang luas kepada masyarakat untuk menunjang
kemndirian, penguatan kominitas lokal, dan
pengembangan kapasitas usaha
– Community Relation, peningkatan informasi dan
komunikasi
– Community service, pelayanan perusahaan untuk
memenuhi kepentingan masyarakat
• Refleksi diri dan pencerahan harus terjadi baik pada petani
mitra maupun perusahaan mitra
• Dengan berkembangnya dialog/ komunikasi diantara para
pelaku kemitraan diharapkan akan berkembang social capital
di dalam komunitas tersebut.
• Keberadaan social capital akan meningkatkan kemampuan
pelaku kemitraan dalam menjalankan institusi yang menjadi
acuan sehingga kemitraan usaha perkebunan akan lebih solid
dan harmonis
• Dalam pengembangan modal sosial, faktor ekonomi yang
menyebabkan kesenjangan harus dikelola agar dapat
bersinergi dengan modal sosial lain, sehingga kesenjangan
ekonomi dapat dikurangi dan kekuatan sosial tumbuh secara
mandiri