Oleh : AHMAT SUGIANTO Angkatan 2012 kelas B (124254222) Latar belakang “Negara Indonesia adalah negara Hukum “ (pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen.

Download Report

Transcript Oleh : AHMAT SUGIANTO Angkatan 2012 kelas B (124254222) Latar belakang “Negara Indonesia adalah negara Hukum “ (pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen.

Oleh :
AHMAT SUGIANTO
Angkatan 2012 kelas B
(124254222)
Latar belakang
“Negara Indonesia adalah negara Hukum “ (pasal 1 ayat
3 Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-3). Negara
hukum artinya negara yang berdasarkan hukum dan bukan
berdasarkan kekuasaan belaka. Negara hukum didirikan
berdasarkan ide kedaulatan hukum sebagai kekuasaan
tertinggi. Sebagai Negara hukum, Indonesia dipenuhi oleh
berbagai perilaku politik dari para warganegarannya. Perilakuperilaku politik itu membentuk pola yang berulang-ulang
dilakukan sehingga terbentuklah budaya yang disebut dengan
budaya politik.
Latar belakang
Lanjutan…..
Sebagai Negara hukum, Indonesia dipenuhi oleh
berbagai perilaku politik dari para warganegarannya. Perilakuperilaku politik itu membentuk pola yang berulang-ulang
dilakukan sehingga terbentuklah budaya yang disebut dengan
budaya politik. Sistem politik suatu negara selalu diliputi oleh
berbagai perilaku politik yang ditampilkan oleh warga
negaranya . Setiap perilaku yang ditampilkan mempunyai
karakteristik tersendiri yang berbeda satu sama lain contohnya
pemilu.
Latar belakang
Lanjutan…..
salah satu contoh budaya politik di Indonesia adalah
pemilu. indonesia adalah Negara yang demokrasi yang
mengutamakan rakyat dan suara bersama, tapi kadang di
dalamnya tidak disejajarkan dengan partisipasisnya dalam
pelaksanaan pemilu, rakyat kadang lebih suka pasif ketimbang
aktif dalam hal politik atau Golput, mungkin karena mereka
sadar bahwa pemilu hanya sebagai simbolik mengatas
namakan rakyat tapi sebenarnya untuk keuntungan oknumoknum tertentu.
pembahasan
Hasil evaluasi Pemilu sebelumnya menunjukkan bahwa
tingkat
partisipasi
masyarakat
Indonesia
dalam
penyelenggaraan Pemilu
selalu menurun. Hal ini dapat diketahui dengan semakin
meningkatnya angka pemilih yang tidak menggunakan hak
pilihnya/menjadi golongan putih (golput) dalam Pemilu.
Pada tahun 1955, angka golput mencapai hampir 13
persen, pada Pemilu tahun 1971, jumlah pemilih yang tidak
hadir mencapai 6,67 persen. Pada Pemilu 1977 jumlah golput
naik menjadi 8,40 persen dan kemudian angka golput sedikit
turun pada Pemilu 1987 yaitu 8,39 persen.
pembahasan
Lanjutan…
Namun angka golput ini kembali mengalamai kenaikan
pada Pemilu 1992 yaitu 9,05 persen dan semakin naik pada
Pemilu 1997 dengan angka 12,07 persen. Angka golput terus
meningkat pada pemlu 1999 yang mencapai 10,4 persen dan
pada Pemilu 2004 sebesar 23,34 persen, serta Pemilu Anggota
Legislatif pada tahun 2009 mencapai angka 29,01 persen.
.
pembahasan
Lanjutan…
Potensi golput juga semakin tinggi, salah satunya
dengan melihat hasil survei yang dilakukan Lingkaran Survei
Indonesia (LSI) pada Tanggal 1-12 Februari 2012 terhadap
2.050 responden dengan metode acak bertingkat. Hasil survei
menyatakan bahwa lebih dari 50 persen responden berpotensi
tidak akan memilih pada Pemilu 2014. Hanya 49 persen
responden yang sudah mantap menentukan pilihan. Sebanyak
25 persen belum menentukan pilihan dan 26 persen masih
ragu-ragu dan belum mantap dengan pilihannya.
pembahasan
Diagram angka golput
1. Tingkat partisipasi
indonesia
Pembahasan
Budaya Parokial
Ditandai oleh adanya orang-orang yang sama sekali
tidak menyadari / mengabaikan adanya pemerintahan dan
politik. MASYARAKAT PRA-INDUSTRIAL. Contohnya
masyarakat pedesaan, buta huruf, petani.
Pembahasan
Budaya Subjek
Ditandai oleh ciri-ciri orientasi warga negara yang secara pasif patuh kepada pejabatpejabat pemerintahan dan UU, tetapi tidak melibatkan diri dalam politik ataupun
memberikan suara dalam pemilu. Budaya ini ditandai :
Perhatian perhatiannya rendah dan kesadaraannya sebagai actor politik, boleh
dikatakan nol.
Posisinya sebagai kaula, pada pokoknya dapat dikatakan posisi yang pasif.
Mereka menganggap dirinya tidak berdaya untuk memengaruhi atau mengubah
sistem dan oleh karna itu, menyerah pada segala kebijakan dan keputusan-keputusan
para pemegang jabatan dalam masyarakatnya
Segala keputusan (dalam arti output) yang dimbil oleh pameran politik(dalam arti
pemangku jabatan politik) dianggap sebagai seseuatu yang tak dapat diubah,
dikoreksi, apalagi ditentang.
MASYARAKAT SISTEM OTORITER. Contohnya negara yang
pemerintahannya berpusat pada satu orang saja.
Pembahasan
Budaya Partisipan
Ditandai oleh adanya orientasi warga negara yang
melibatkan diri dalam kegiatan politik sangat tinggi, seperti
dalam pemungutan suara dan memperoleh informasi cukup
banyak tentang kehidupan politik.
MASYARAKAT INDUSTRI. Contohnya : PNS, dosen,
masyarakat perindustrian.
Pembahasan
Melihat hasil survei diatas tentang tingkat partisipasi
masyarakat Indonesia dalam pelaksanaan pemilu, boleh saja
dikhawatirkan angka golput setiap tahun diatas cukup tinggi,
khususnya pemilu dinilai rendah atau mengalami penurunan.
Apalagi bila dilihat dari ramainya perbincangan masyarakat
terhadap masalah pemilu
Tapi dalam hal memilih mereka malas karna mereka
mengetahui banyak hal, apa yang berguna bagi mereka atau
tidak berguna bagi mereka,
mereka lebih suka menerima hasil akhirnya dari pada
berpartisipasi.
2,
Pembahasan
. Berbagai pemberitaan seputar pemilu yang ada di media
massa sebetulnya menunjukkan adanya gairah menyambut
pemilu. Setiap orang yang diminta komentar tentang
pemilihan wakil rakyat, juga soal pemilihan presiden selalu
memberi pendapatnya. Hanya harus diakui tidak semua
komentar bernada positif namun hal itu tetap menunjukkan
adanya sikap yang memperdulikan pemilu.
2
Pembahasan
. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat kesadaran politik
rakyat sesungguhnya cukup terlihat. Lebih jauh, tingkat
partisipasi politikpun sebenarnya cukup tinggi. Masalahnya,
memang ada rasa tidak puas rakyat terhadap kinerja dan
prilaku elit politik selama ini. Berarti ciri-ciri budaya yang
seperti diatas (partisipasi masyarakat indonesia dalam
pelaksanaan pemilu) ini masuk dalam BUDAYA POLITIK
KAULA karena budaya politik kaula itu masyarakatnya sudah
mengentahui dan paham dengan pemilu tapi pasif dalam hal
melaksanakan hal tersebut dan lebih memilih Golput
ketimbang memilih.
TIPE - TIPE BUDAYA POLITIK
•
•
•
•
•
•
•
Budaya politik
Budaya politik
Budaya politik
Budaya politik
Budaya politik
Budaya politik
Civic Culture
parokial
subjek/kaula
partisipan
subjek-parokial
subjek-partisipan
parokial-partisipan
BUDAYA POLITIK PAROKIAL
( PAROCHIAL POLITICAL CULTURE )
• Tipe budaya politik yang orientasi politik individu dan
masyarakatnya masih sangat rendah. Hanya terbatas
pada satu wilayah atau lingkup yang kecil atau sempit.
• Individu tidak mengharapkan apapun dari sistem politik.
• Tidak ada peranan politik yang bersifat khas dan berdiri
sendiri.
• Biasanya terdapat pada masyarakat tradisional.
• Yg paling menonjol adanya kesadaran anggota
masyarakat akan adanya pusat kewenangan/kekuasaan
politik dalam masyarakatnya.
BUDAYA POLITIK SUBJEK/KAULA
( SUBJECT POLITICAL CULTURE )
• Masyarakat dan individu telah mempunyai perhatian,
minat, dan kesadaran terhadap sistem politik secara
keseluruhan terutama output (kebijakan pemerintah),
menerima dengan pasrah apa adanya tanpa mau
mengkritisi/menilai kebijakan tsb.
• Posisinya pasif, menganggap dirinya tidak berdaya untuk
mempengaruhi atau mengubah sistem yg ada.
• Segala keputusan yg diambil oleh pemeran politik
dianggap sebagai sesuatu yang tak dapat diubah,
dikoreksi, atau ditentang, dan diterima apa adanya,
patuh, setia, dan menerima anjuran para pemimpin
politiknya.
• Orientasi yg nyata thd objek politik adalah dari
pernyataannya, baik berupa kebanggaan, sikap
mendukung, atau bermusuhan thd sistem.
BUDAYA POLITIK PARTISIPAN
( PARTICIPANT POLITICAL CULTURE)
• Merupakan tipe budaya yang ideal.
• Individu dan masyarakatnya telah
mempunyai perhatian, kesadaran dan minat
yang tinggi terhadap politik pemerintah.
• Individu dan masyarakatnya mampu
memainkan peran politik baik dalam proses
input (berupa pemberian dukungan atau
tuntutan terhadap sistem politik) maupun
dalam proses output (melaksanakan, menilai
dan mengkritik terhadap kebijakan dan
keputusan politik pemerintah).
BUDAYA POLITIK SUBJEK PAROKIAL
( PAROCHIAL SUBJECT POLITICAL
CULTURE )
• Budaya politik yang sebagian besar telah
menolak tuntutan masyarakat feodal atau
kesukuan.
• Telah mengembangkan kesetiaan terhadap
sistem politik yang lebih komplek dengan
stuktur pemerintah pusat yang bersifat
khusus.
• Cenderung menganut sistem pemerintahan
sentralisasi.
BUDAYA POLITIK SUBJEK PARTISIPAN
( PARTICIPANT SUBJECT POLITICAL
CULTURE )
• Sebagian besar masyarakatnya telah
mempunyai orientasi input yang bersifat
khusus dan serangkaian pribadi sebagai
seorang aktivis.
• Sementara sebagian kecil lainnya terus
berorientasi kearah struktur pemerintahan
yang otoriter dan secara relatif mempunyai
serangkaian orientasi pribadi yang pasif.
BUDAYA POLITIK PAROKIAL PARTISIPAN
( PARTICIPANT PAROCHIAL POLITICAL
CULTURE )
• Berlaku di negara-negara
berkembang yang masyarakatnya
menganut budaya dalam stuktur
politik parokial.
• Tetapi untuk keselarasan
diperkenalkan norma-norma yang
bersifat partisipan.