BEDAH KASUS ACENG F

Download Report

Transcript BEDAH KASUS ACENG F

BEDAH KASUS
STATUS HUKUM ACENG FIKRI DAN
RASA KEADILAN MASYARAKAT
Oleh : :
Najamuddin Lawing,SH,MH.
(Staf Pengajar Universitas Muhammadiyah Tangerang, Pemangku Mata Kuliah
Filsafat Hukum, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Dan
Manajemen Advokasi)
Profil
• Nama
: Najamuddin Lawing, MH.
• TtL
: Makassar, 1 Maret 1949
• Pendidikan : -Ilmu Hukum Pidana (S1)
-Ilmu Hukum Konsentrrasi
Hukum Bisnis (S2)
• Profesi
: Advokat dan Staf Pengajar
Fk. Hukum Universitas Muha
mmadiyah Tangerang.
A. Pendahuluan
Bupati adalah jabatan politik, dengan
demikian penilaian yang dominan
terhadap kasus ini sangat sarat dengan
nuansa politik. Aceng Fikri adalah
Bupati Garut yang diduga melakukan
pelanggaran hukum karena telah
melakukan pernikahannya dengan
seorang perempuan yang bernama
Fany Octora yang bertempat tinggal di
wilayah Kabupaten Garut Jawa Barat.
Pernikahan ini diduga dilangsungkan
dengan cara nikah “sirri” karena tidak
melalui proses sebagai mana diatur
dalam undang-undang perkawinan
yang lazimnya dicatat di Kantor Urusan
Agama
setempat.
• Berawal dari perbuatan ingkar janji inilah kasus ini
makin hari makin ramai diperbincangakan, baik di
media cetak maupun di media elektronik termasuk
media jejaring sosial. Tanggapan
masyarakat terhadap
•
kasus ini memang bervariasi, ada yang pro ada pula
yang kontra.
• Hasil yang diperoleh Panitia Khusus ini dilaporkan
kepada Pimpinan DPRD Garut dan selanjunya ditindak
lanjuti melalui mekanime yang sudah ditentukan
berupa rapat paripurna. Rapat Paripurna DPRD Garut
dilaksanakan pada tanggal, 21 Desember 2012 dan
hasilnya berupa rekomendasi agar Aceng Fikri segera
dipecat atau diberhentikan dari jabatannya sebagai
Bupati Garut.
Hal ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan
sebagaimana diatur dalam UU.No.1 Tahun 1974,Tentang
Pokok-pokok Perkawinan dan UU.No.32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah. Pemberhentian Kepala
Daerah Dan Wakil Kepala Daerah diatur dalam Peraturan
Pemerintah No.6 Tahun 2005, Bab.X, Pasal 123 yang
bunyinya
sebagai
berikut
:
Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah berhenti
karena:
• Meninggal dunia;
• Permintaan sendiri; atau
• Diberhentikan.
Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah
diberhentikan karena:
• Berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat
yang baru;
• Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan
atau berhalangan secara berturut-turut selama 6 (enam)
bulan.
• Tidak lagi memenuhi syarat Kepala Daerah Dan/Atau
Wakil Kepala Daerah
• Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan Kepala
Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah.
• Tidak melaksanakan kewajiban Kepala Daerah dan /atau
Wakil Kepala Daerah.
B. Rumusan Masalah
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah pasal berapa dari
UU.No.1 Tahun 1974 yang dilanggar oleh Aceng Fikri dalam
kapasitasnya sebagai Bupati Garut.
• Apakah sudah tepat penerapan Pasal 123 Peraturan
Pemerintah,No.6 Tahun 2005, Tentang Pengangkatan dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala
Daerah ini yang juga dijadikan dasar atau landasan hukum
oleh DPRD Garut terhadap Aceng Fikri sebagai seorang
Bupati/Kepala Daerah Garut ?
• Apakah ada lagi aturan lain yang dilanggar dalam
hubungannya dengan jabatannya sebagai bupati?
KESIMPULAN
Diskusi ini merupakan telaah kritis akademis
dan netral, menghindari pemihakan dengan
tujuan kemungkinan lahirnya “HUKUM
PROGRESSIF DAN FUTURISTIK” ketika
peraturan perundang-undangan yang ada
tidak mampu lagi menyesuaikan diri dengan
masyarakat
yang
diaturnya.