Pendidikan Islam Nonformal (Filsafat & Teori)

Download Report

Transcript Pendidikan Islam Nonformal (Filsafat & Teori)

MEDIA
FILSAFAT DAN TEORI PENDIDIKAN
ISLAM NONFORMAL
Andi Thahir, S.Pt,S.Psi,M.A
Pendidikan Agama Islam IAIN Raden Intan Lampung
Ooee,,,, oeeee,..
2
MATI DALAM HIDUP
1.
2.
3.
4.
5.
Merasa bahwa tidak ada sesuatu yang PERLU dipelajari lagi
Merasa bahwa tidak ada sesuatu yang HARUS dicapai lagi
Merasa bahwa tidak ada sesuatu yang BISA dipercaya lagi
Merasa bahwa tidak ada sesuatu yang MAU membantu lagi
Merasa bahwa tidak ada sesuatu yang DAPAT diharapkan
lagi
3 PRIBADI ADVERSITY
1.
QUITTERS (Orang yang berhenti)
1.
2.
3.
2.
CAMPERS (Orang yang berkemah)
1.
2.
3.
3.
Menolak kesempatan
Berhenti mendaki
Menghindari kewajiban
Pergi tidak begitu jauh
Merasa cepat puas
Trimo ing pandum
CLIMBERS (Orang yang mendaki)
1.
2.
3.
Terus berjuang
Selalu mencari peluang
Pantang menyerah
(Paul G. Stoltz)
Dasar Filosofis

Dalam Islam tak ada pembagian pendidikan formal dan non
formal. Rasulullah SAW berkata:
‫لى الل َََّحْ ِد‬
َ ‫ا ُ ْطلُبُوُ ا ال ِع ْل َم ِم َن ال َم ْه ِد ِا‬
“Tuntutlah ilmu itu sejak dari ayunan sampai masuk liang lahat
(mati).” (Al-Hadist)

Artinya, pendidikan dan mencari ilmu itu tak dibatasi. Metodenya
ditentukan diri kita sendiri.
Dasar Filosofis



Dan dalam Hadist lain bersabda Nabi SAW:
“Menuntut ilmu itu kewajiban bagi tiap-tiap laki-laki muslim
dan perempuan muslimah.”(HR. Baihaqi)
Tuntulah ilmu itu walaupun di Negeri China.” (HR. Ibnu Abdul
Barr)
Terlepas dari dhaif-nya salah satu hadits tersebut,
sesungguhnya nabi telah mengajarkan bahwa menuntut
ilmu itu bebas dari sekat usia, gender, organisasi, tempat
dan Formal atau Nonformal
Sistematika Filsafat

Adapun Bidang-bidang kajian/sistimatika filsafat antara
lain adalah :
Al-Jarnuzi



Bidang filsafat yang meneliti hakikat wujud/ada (on =
being/ada; logos = pemikiran/ ilmu/teori).
Filsafat yang menyelidiki tentang sumber, syarat serta
proses terjadinya pengetahuan (episteme =
pengetahuan/knowledge; logos = ilmu/teori/pemikiran)
Bidang filsafat yang menelaah tentang hakikat nilainilai (axios = value; logos = teori/ilmu/pemikiran)
Epistemologi
Aksiologi
ONTOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Kalau kita membicarakan ilmu hakikat ini sangat luas,
apakah hakikat dibalik alam nyata ini, menyelidiki
hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata yang
terbatas oleh panca indera kita. Hakikat ialah realitas,
realitas ialah ke-real-an, real yakni kenyataan yang
sebenarnya, kenyataan yang sesungguhnya, keadaan
sebenarnya sesuatu, bukanlah keadaan yang sementara
atau keadaan yang menipu, bukan pula keadaan yang
berubah dan bukan sesuatu yang fatamorgana. Jadi,
ontologi pendidikan adalah menyelami hakikat dari
pendidikan Islam, kenyataan dalam pendidikan Islam
dengan segala pola organisasi yang melingkupinya:
ONTOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Hakikat Pendidikan Islam dan
Ilmu Pendidikan Islam
 Hakikat Tujuan Pendidikan Islam
 Hakikat Manusia Sebagai Subjek
Pendidikan (Pendidik dan Peserta
Didik)
 Hakikat Kurikulum Pendidikan
Islam

EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Pengertian dan Ruang Lingkup Epitemologi
 Apa sebenarnya epistemologi itu? Dari beberapa literatur dapat
disebutkan bahwa Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu
membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan
dari obyek yang ingin dipikirkan.
 Epistemologi yang lebih jelas, diungkapkan oleh Azyumardi Azra
bahwa epistemologi sebagai ilmu yang membahas tentang
keaslian, pengertian, struktur, metode, dan validitas ilmu
pengetahuan.
EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM

Hal inilah yang kemudian menjadi tekanan dalam
pembahasan filasafat Barat modern dan
berusaha untuk disosialisasikan ke seluruh dunia,
sehingga terjadilah apa yang disebut dengan
“imperialisme epistemologi”. Sementara itu,
epistemologi Barat memiliki ciri-ciri pendekatan
skeptis, rasional-empirik, dikotomik, dan
pendekatan yang menentang dimensi spiritual.
Oleh karena itu, epistemolog Barat setidaknya
masih sulit dipertemukan dengan pesan-pesan
Islam, bahkan dalam banyak hal bertentangan
dengan ajaran Islam. Hal inilah yang dipandang
dapat membahayakan umat Islam
EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Melihat kenyataan tersebut, dipelopori oleh Ziauddin Sardar, Ismail Raji al-Faruqi, Syed
Mohammad Naquib al-Attas dan lainnya, epistemologi Islam mulai dibangun.
Epistemologi yang berdasarkan Alquran dan hadis ini dirancang dengan
mempertimbangkan konsep ilmu pengetahuan, islamisasi ilmu pengetahuan dan karakter
ilmu dalam perspektif Islam yang bersandar pada kekuatan spiritual. Dari sinilah
kemudian muncul epistemologi pendidikan Islam.
Perlu disadari bahwa selama ini ilmu pendidikan Islam belumlah didasari dengan
epistemologi pendidikan Islam yang kokoh. Jika pendidikan menjadi penentu kemajuan
dan kejayaan peradaban, maka pendidikan Islam harus diperkokoh dengan pondasi yang
kuat. Dan pondasi yang kuat itu dapat eksis bila didasari oleh epistemologi yang mapan.
EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Harus ditegaskan terlebih dahulu, sebelum mengulas
epistemologi di perguruan tinggi Islam, bahwa yang
dimasudkan dengan perguruan tinggi Islam tidak hanya sebatas
lembaga pendidikan tinggi yang sudah masyhur dalam sejarah
pendidikan Islam seperti madrasah (misalnya Nizamiyah), dan
al- Jami’ah (seperti al-Azhar).
Dua lembaga terakhir ini merupakan pengembangan
selanjutnya dari pendidikan tinggi Islam. Namun, perguruan
tinggi Islam adalah pelaksanaan proses belajar-mengajar yang
dapat dikategorikan dalam jenjang pendidikan tinggi, yang
dipraktikkan dalam mayarakat Islam, meskipun masih dalam
bentuk yang non-formal atau informal sebelum kehadiran
madrasah.
EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Hal ini berarti, sebagaimana yang dikatakan Bayard Dodge, proses
belajar-mengajar yang masuk kategori jenjang pendidikan tinggi
dalam lembaga masjid, majlis maupun halaqah ataupun di lembagalembaga lain dapat dikategorikan sebagai perguruan tinggi Islam.
Penegasan ini dirasakan perlu karena memang yang menjadi fokus
telaah bukanlah persoalan manajemen, organisasi dan
profesionalisme kelembagaan, melainkan adalah bagaimana sumber
pengetahuan di perguruan tinggi tersebut & Cara memperoleh
pengetahuan tersebut serta pengembangannya.
EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Metode ilmiah mrpkan prosedur dlm
mendapatkan pengetahuan. Jadi, imu
pengetahuan mrpkan pengetahuan yg
diperoleh lewat metode ilmiah.
Dg demikian, metode ilmiah mrpkan
penentu layak-tidaknya pengetahuan
mjdi lmu, sehingga memiliki fungsi yg
sangat penting dalam bangunan ilmu
pengetahuan.
Dari pengertian, ruang lingkup, objek, &
landasan epistemologi ini, dapat kita
disimpulkan bahwa epistemologi
merupakan salah satu komponen filsafat
yang berhubungan dengan ilmu
pengetahuan, khususnya berkenaan
dengan cara, proses, dan prsedur
bagaimana ilmu itu diperoleh.
AKSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Pengertian Aksiologi
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu;
 axios yang berarti sesuai atau wajar.
 logos yang berarti ilmu.
Aksiologi dipahami sebagai teori nilai.
Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada
pemikiran atau suatu sistem seperti politik, social dan agama. Sistem
mempunyai rancangan bagaimana tatanan, rancangan dan aturan
sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat
terwujud.
AKSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk
perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is good?).
Tatkala yang baik teridentifikasi, maka memungkinkan seseorang
untuk berbicara tentang moralitas, yakni memakai kata-kata atau
konsep-konsep semacam “seharusnya” atau “sepatutnya”
(ought/should).
Demikianlah aksiologi terdiri dari analisis tentang kepercayaan,
keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangka menciptakan atau
menemukan suatu teori nilai
Pengujian filosofis pendidikan nonformal perlu
didasarkan pada faktor2 berikut:
1. Hakikat kehidupan yg baik menjadi tujuan pendidikan
nonformal. Kehidupan yg baik itu menyangkut norma
dan nilai2 kehidupan yg ideal yg harus dapat dicapai
oleh manusia melalui pendidikan, khususnya pendidikan
nonformal;
2. Hakikat masyarakat itu sendiri sehubungan dengan
pendidikan nonformal sebagai peroses yg terjadi di
tengah2 masyarakat luas diluar persekolahan.
Masyarakat senantiasa berubah sesuai dengan ruang
dan waktu;
Pengujian filosofis pendidikan nonformal perlu
didasarkan pada faktor2 berikut:
3.
4.
Hakikat manusia yg menjadi warga belajar pendidikan nonformal. Warga
belajar sebagai makhluk individual, religius, sosial dan unik memiliki
kesamaan dan perbedaan. Persamaannya ialah individu memiliki potensi
untuk berkembang, dan perkembangan itu akan mantap apabila melalui
pendidikan keterbatasan jangkauan pendidikan formal memberikan
tendensi bagi berlakunya pendidikan nonformal untuk berkiprah di
dalamnya secara luas;
Hakikat kebenaran yg menjadi kajian berbagai ilmu pengetahuan, termasuk
didalamnya pendidikan nonformal. Kebenaran itu berkaitan dg kebenaran
yg disepakati (agreement reality) dan kebenaran yg dialami (experiential
reality)
TEORI PENDIDIKAN ISLAM NONFORMAL
Pinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat:
(Michael W. Galbraith)





Self determination (menentukan
sendiri).
Self help (menolong diri sendiri)
Leadership
development (pengembangan
kepemimpinan)
Localization (lokalisasi)
Integrated delivery of
service (keterpaduan
pemberianpelayanan)




Reduce duplication of service.
Accept diversity (menerima
perbedaan)
Institutional responsiveness
(tanggung jawab
kelembagaan)
Lifelong learning
(pembelajaran seumur hidup)
Pinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat:
(Michael W. Galbraith)



Self determination (menentukan sendiri). Semua anggota masyarakat memiliki hak dan tanggung
jawab untuk terlibat dalam menentukan kebutuhan masyarakat dan mengidentifikasi sumbersumber masyarakat yang bisa digunakan untuk merumuskan kebutuhan tersebut.
Self help (menolong diri sendiri) Anggota masyarakat dilayani dengan baik ketika kemampuan
mereka untuk menolong dirimereka sendiri telah didorong dan dikembangkan. Mereka menjadi
bagian dari solusi dan membangun kemandirian lebih baik bukan tergantung karena mereka
beranggapan bahwa tanggung jawab adalah untuk kesejahteraan mereka sendiri.
Leadership development (pengembangan kepemimpinan) Para pemimpin lokal harus dilatih dalam
berbagai ketrampilan untukmemecahkan masalah, membuat keputusan, dan proses kelompok
sebagai cara untuk menolong diri mereka sendiri secara terus-menerus dan sebagai upaya
mengembangkan masyarakat.
Pinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat:
(Michael W. Galbraith)
 Localization (lokalisasi). Potensi terbesar untuk tingkatpartisipasi
masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat diberikesempatan
dalam pelayanan, program dan kesempatan terlibatdekat dengan
kehidupan tempat masyarakat hidup.
 Integrated delivery of service (keterpaduan pemberianpelayanan)
Adanya hubungan antaragensi di antara masyarakatdan agenagen yang menjalankan pelayanan publik dalammemenuhi tujuan
dan pelayanan publik yang lebih baik.
 Reduce duplication of service. Pelayanan Masyarakat
seharusnyamemanfaatkan secara penuh sumber-sumber fisik,
keuangan dansumber dava manusia dalam lokalitas mereka dan
mengoordinirusaha mereka tanpa duplikasi pelayanan.
Pinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat:
(Michael W. Galbraith)
Accept diversity (menerima perbedaan) Menghindari pemisahanmasyarakat berdasarkan
usia, pendapatan, kelas sosial, jeniskelamin, ras, etnis, agama atau keadaan yang
menghalangipengembangan masyarakat secara menyeluruh. Ini berartipelibatan warga
masyarakat perlu dilakukan seluas mungkin danmereka dosorong/dituntut untuk aktif
dalam pengembangan,perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan dan aktifitasaktifitas kemasyarakatan.
Institutional responsiveness (tanggung jawab kelembagaan) Pelayanan terhadap
kebutuhan masyarakat yang berubah secaraterus-menerus adalah sebuah kewajiban dari
lembaga publiksejak mereka terbentuk untuk melayani masyarakat. Lembagaharus dapat
dengan cepat merespon berbagai perubahan yangterjadi dalam masyarakat agar
manfaat lembaga akan terusdapat dirasakan.
Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup) Kesempatanpembelajaran formal dan
informal harus tersedia bagi anggotamasyarakat untuk semua umur dalam berbagai jenis
latarbelakang masyarakat.
Eksistensi dan pentingnya pendidikan nonformal secara
fundasional memiliki konsep dasar yg mengacu pada filsafat
pendidikan, atau aliran filsafat lainnya.
Konsekuensi tersebut memberikan isyarat bahwa mengapa
pendidikan nonformal penting, karena konsekuensi filosofis
pendidikan nonformal secara fundamental tidak
bertentangan dg atribut yg diinginkan oleh aliran dan
filsafat pendidikan
(Mustofa Kamil, Pendidikan Nonformal, 2009)
Hakikat Pendidikan:
Al Syaibany memaknai pendidikan adalah suatu proses pertumbuhan membentuk
pengalaman dan perubahan yang dikehendaki dalam tingkah laku individu dan
kelompok hanya akan berhasil melalui interaksi seseorang dengan perwujudan dan
benda sekitar serta dengan alam sekelilingnya, tempat ia hidup, benda dan
persekitaran adalah sebagian alam luas tempat insan itu sendiri dianggap
sebagai bagian dari padanya. Dari pengertian tersebut dinyatakan bahwa al
Syaibany memahami bahwa pendidikan tidak hanya dipengaruhi dari individu
lain, akan tetapi adanya interaksi dengan alam sekelilingnya dimana ia berada
dan ia menjadi bagian di dalamnya.
Omar Muhammad al Toumy al Syaibany, Falsafatut Tarbiyah Islamiyah, terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, tt), 57.
Hakikat Pendidikan:
Menurut Ali Ashraf, bahwa pendidikan adalah sebuah aktivitas
tertentu yang memiliki maksud tertentu, yang diarahkan untuk
mengembangkan individu sepenuhnya. Berbeda pula dengan
apa yang diungkapkan oleh Ali Ashraf, bahwa dalam memaknai
pendidikan bisa memerlukan suatu pengaruh, bimbingan ataupun
panduan, namun bisa juga tidak, yang terpenting jelas adanya
aktifitas tertentu dalam rangka mengembangkan individu secara
penuh.
Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), 1.
Hakikat Pendidikan:
Azyumardi Azra menyatakan bahwa pendidikan lebih daripada
sekedar pengajaran, yang dapat dikatakan sebagai suatu proses
transfer ilmu belaka, bukan transformasi nilai dan pembentukan
kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Jelas bahwa
apa yang dinyatakan Azra, pengajaran lebih berorientasi pada
pembentukan tukang-tukang atau para spesialis yang terkurung
dalam ruang spesialisasinya yang sempit, karena itu perhatian dan
minatnya pun lebih bersifat teknis.
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 3.
VISI EDUKASI
1.
LEARNING TO KNOW
2.
LEARNING TO DO
3.
LEARNING TO BE
4.
LEARNING TO LIVE TOGETHER
(DIKDASMENUM, 2002)
TIADA KEKAYAAN LEBIH
UTAMA DARIPADA AKAL.
TIADA KEPAPAAN LEBIH
MENYEDIHKAN
DARIPADA KEBODOHAN.
TIADA WARISAN LEBIH
BAIK DARIPADA
PENDIDIKAN
(SAYIDINA ALI BIN ABI THALIB)
‫السالم عليكم‬
16x9