sistem Hkm Singapore

Download Report

Transcript sistem Hkm Singapore

ORGAN NEGARA SINGAPORE
FATKHUL MUIN, SH.,LL.M
SEJARAH KONSTITUSIONAL DAN
HUKUM
• Sejak ditemukan oleh Sir Thomas Stamford
Raffles dari British East India Company di tahun
1819 hingga kemerdekaannya di tahun 1965,
perkembangan hukum Singapura telah sangat
berhubungan erat dengan majikan kolonial
Inggris-nya. Seringkali, tradisi-tradisi hukum,
kebiasaan-kebiasaan, kasus-kasus hukum dan
perundang-undangan menurut hukum Inggris
diserap tanpa banyak pertimbangan apakah hal
tersebut cocok dengan keadaan setempat
Singapura.
• Dengan kemerdekaannya, kemudian secara
bertahap – dan terus meningkat – terjadilah
pergerakan-pergerakan
menuju
perkembangan suatu sistem hukum lokal.
Prinsip kuncinya adalah setiap penyerapan
suatu praktek hukum atau norma harus sesuai
dengan kondisi budaya, sosial dan ekonomi
Singapura.
Kedatangan Inggris ke
Singapura (1819)
• Awal abad ke-19: Singapura berada di bawah
kekuasaan Sultan Johor, yang menetap di
kepulauan Riau-Lingga. Kombinasi tradisi
Melayu dan hukum adat (yaitu hukum dan
kebiasaan tradisional yang secara lokal berlaku
di Indonesia dan Malaysia) telah membentuk
dasar bagi sistem hukum awal yang berlaku
bagi masyarakat nelayan pada waktu itu yang
jumlahnya tidak lebih dari 200 orang.
• 29 Januari 1819: Pendirian Singapura modern
oleh Raffles, yang pada saat itu adalah LetnanGubernur Bengkulu. Raffles telah sanggup
meramal ke depan dan menentukan bahwa
Singapura sebagai lokasi yang strategis secara
geo-politis: hal ini telah menjadikan Singapura
sebagai titik kontrol yang sangat baik bagi
Kerajaan Inggris untuk mengawasi gerbang masuk
menuju Selat Malaka dan rute pelayaran utama
antara Asia Selatan dan Asia Timur Laut. Secara
cepat, Singapura telah berevolusi menjadi
pelabuhan dagang yang penting.
• 30 Januari 1819: Raffles membuat suatu
perjanjian awal dengan Temenggong Abdu'r
Rahman, perwakilan Sultan Johor di Johor dan
Singapura, untuk mendirikan suatu pusat
perniagaan (trading factory) di Singapura.
• 6 Februari 1819: Suatu perjanjian formal dibuat
antara Sultan Hussein dari Johor bersama
Temenggong Abdu’r Rahman, masing-masing
adalah penguasa de jure dan penguasa de facto
Singapura waktu itu, untuk
meresmikan
perjanjian awal yang telah dibuat sebelumnya.
Raffles kemudian menetapkan Singapura sebagai
bagian dari yurisdiksi Bengkulu, yang kemudian
berada di bawah pemerintahan Gubernur
Jenderal di Calcutta, India.
• 1819 - 1823: Agar pemerintahan di Singapura
berjalan dengan baik, Raffles menetapkan
suatu kitab undang-undang yang dikenal
dengan sebutan “Singapore Regulations” atau
“Peraturan-peraturan
Singapura”
dan
menetapkan suatu sistem hukum yang
mendasar namun bersifat fungsional dengan
penerapan hukum yang seragam yang berlaku
bagi semua penduduk.
Status Singapore Sebagai
Jajahan Inggris
• Maret 1824: Status Singapura sebagai daerah kekuasaan
Inggris ditegaskan dalam Perjanjian Anglo-Belanda (AngloDutch Treaty) dan Perjanjian Penyerahan Kekuasaan (Treaty
of Cession).
• Belanda mencabut semua keberatannya terhadap
pendudukan Inggris atas Singapura dan menyerahkan
Malaka, sebagai ganti pelepasan penguasaan Inggris atas
pabrik-pabrik di Bengkulu dan Sumatera kepada Belanda.
Kemudian, dalam tahun yang sama, perjanjian yang kedua
dibuat dengan Sultan Hussein dan Temenggong Abdu’r
Rahman,
berdasarkan
mana
Kesultanan
Johor
menyerahkan Singapura kepada Inggris sebagai ganti
peningkatan pembayaran uang tunai dan pensiun.
Integrasi Singapura Ke Malaysia
(1963 – 1965)
• 27 Mei 1961: Perdana Menteri Malaya, Tunku Abdul
Rahman, mengusulkan kerja sama politik dan ekonomi
yang lebih erat di antara Persekutuan Tanah Melayu
(Federation of Malaya), Singapura, Sarawak, Borneo
Utara dan Brunei, melalui suatu penggabungan. Partai
PAP lebih memilih penggabungan dengan Persekutuan
Tanah Melayu (Federation of Malaya) dengan alasan
demi kelangsungan perekonomian dan sebagai cara
untuk mencapai kemerdekaan politik dari Inggris. Para
pendukung kaum komunis memandang usulan ini
sebagai suatu skenario imperialis.
• 1 September 1962: Dilakukan suatu referendum
untuk
menentukan
ketentuan-ketentuan
penggabungan dan rencana penggabungan PAP
disetujui.
Ketentuan-ketentuan
utama
penggabungan menetapkan bahwa pemerintah
federal di Kuala Lumpur bertanggung jawab
untuk bidang pertahanan, urusan luar negeri dan
keamanan dalam negeri. Namun, ditetapkan pula
tentang otonomi lokal atas bidang keuangan,
pendidikan dan perburuhan. Singapura juga
diharuskan memiliki pemerintahan negara
sendiri.
• 16 September 1963: Malaysia – yang terdiri dari
Persekutuan Tanah Melayu (Federation of
Malaya), Singapura, Sarawak dan Borneo Utara
(sekarang Sabah) – dibentuk. Indonesia dan
Filipina menentang penggabungan ini. Presiden
Indonesia, Sukarno, meluncurkan kampanye
keras Konfrontasi melawan Malaysia. Dengan
penggabungan tersebut, sistem pengadilan
Singapura menjadi bagian dari sistem pengadilan
Malaysia. Mahkamah Agung Singapura diganti
dengan Pengadilan Tinggi Malaysia di Singapura.
Instansi pengadilan banding terakhir adalah
Pengadilan Federal (Federal Court) di Kuala
Lumpur.
Kemerdekaan Singapore dari
Malaysia (1965)
• 1965: Dalam waktu dua tahun sejak penggabungan, kesatuan itu
gagal karena berbagai alasan, mulai dari politik rasial Malaysia
sampai pertengkaran pribadi. Kesemuanya ini, ditambah dengan
ancaman dan ledakan kekerasan rasial serta ancaman komunis yang
sekalipun telah berkurang, telah memicu pemisahan Singapura dari
Malaysia pada tanggal 9 Agustus. Perjanjian tentang Kemerdekaan
Singapura (The Independence of Singapore Agreement) tanggal 9
Agustus 1965 mendeklarasikan bahwa, :
“… Singapura akan selamanya merupakan negara demokratis
yang berdaulat dan merdeka yang didirikan berdasarkan prinsipprinsip kemerdekaan, keadilan dan berusaha mencapai
kesejahteraan serta kebahagiaan bagi warganegaranya dalam
masyarakat yang lebih adil dan setara”.
• Desember 1965: Yusof bin Ishak terpilih
sebagai Presiden Singapura pertama pada
tanggal 22 Desember 1965. Pada tanggal yang
sama, Parlemen Singapura menyelesaikan
penyusunan ‘tata tertib
prosedur dan
formalitas konstitusional dan hukum’ agar
selaras dengan status Singapura sebagai
negara merdeka, termasuk membereskan
anomali Pengadilan Tinggi Singapura yang
merupakan bagian dari sistem yudikatif
Malaysia.
• Komite konstitusional kedua kemudian dibentuk,
dipimpin oleh Hakim Kepala Wee Chong Jin,
untuk menelaah bagaimana hak-hak golongan
minoritas (tentang ras, bahasa dan agama) dapat
secara
konstitusional
dilindungi.
Dalam
laporannya pada tahun 1966, Komite Wee (Wee
Commission) merekomendasikan ditetapkannya
ketentuan-ketentuan konstitusional mengenai
kemerdekaan fundamental, badan yudikatif,
badan legislatif, pemilihan umum, hak-hak
minoritas, kedudukan khusus orang Melayu dan
prosedur-prosedur perubahan (dalam hal ini,
untuk mengubah ketentuan-ketentuan tersebut
diperlukan proses [persetujuan] dua tahap: 2/3
mayoritas suara di Parlemen dan diikuti dengan
2/3 mayoritas suara pada referendum nasional).
• Satu rekomendasi yang diterima adalah
dibentuknya Dewan Negara (State Council),
yaitu suatu badan penasehat yang
mengusulkan
nasehat-nasehat
kepada
Parlemen mengenai suatu peraturan yang
sedang diajukan dan dampaknya terhadap
golongan minoritas. Badan ini sekarang
dikenal dengan nama Dewan Kepresidenan
untuk Bidang Hak-hak Minoritas (Presidential
Council for Minority Rights).
Perkembangan Sistem Hukum
• Pada tahun 1970-an dan 1980-an terasa adanya
kemudahan secara implisit karena telah mewarisi tradisi,
kebiasaan dan hukum Inggris. Dorongan untuk menciptakan
sistem hukum sendiri telah meningkatkan momentum pada
akhir tahun 1980-an dan dipercepat dengan pengangkatan
Hakim Kepala Yong Pung How pada bulan September 1990
yang masih menjabat hingga saat ini. Peristiwa ini
berbarengan dengan masa penyusunan kembali secara
konstitusional dan intensif untuk mengembangkan sistem
pemerintahan dan parlemen sendiri milik Singapura.
Ditinggalkannya sistem parlemen yang terinspirasi gaya
Westminster telah dibuktikan melalui inovasi-inovasi, yang
diupayakan untuk mengatasi keadaan politik yang unik di
Singapura.
• 1979: Ketentuan-ketentuan konstitusional dibuat untuk
membentuk Komisaris Yudisial (Judicial Commissioners)
yang berfungsi memfasilitasi penyelesaian perkara di
Mahkamah Agung untuk suatu waktu yang terbatas yang
dapat diperbaharui, yaitu antara 6 bulan sampai 3 tahun.
Komisaris Yudisial juga dapat ditunjuk untuk memeriksa
dan memutuskan suatu kasus tertentu saja.
• Komisaris Yudisial melaksanakan wewenang dan fungsi
yang sama dengan Hakim Pengadilan Tinggi (High Court
Justice) dan memiliki imunitas seperti yang dimiliki Hakim
Pengadilan Tinggi, kecuali dalam hal tidak ada jaminan
tentang jangka waktu masa jabatan. Sebelumnya, pada
tahun 1971, Konstitusi Singapura telah diubah sedemikian
rupa agar memungkinkan diangkatnya hakim-hakim
tambahan, sehingga memungkinkan para Hakim Pengadilan
Tinggi, yang seharusnya sudah pensiun pada usia 65 tahun,
untuk tetap duduk di kursi hakim untuk masa jabatan yang
lebih panjang berdasarkan suatu kontrak.
• 1993: Penghapusan semua upaya banding ke
Dewan Penasehat (Privy Council) (pada 1989,
upaya-upaya banding ke Privy Council dilarang
keras). Suatu Pengadilan Banding (Court of
Appeal) yang permanen, dipimpin oleh Hakim
Kepala (Chief Justice) dan dua Hakim Banding
(Justices of Appeal), ditetapkan sebagai
pengadilan tertinggi Singapura. Pada bulan
November 1993, Undang-undang tentang
Penerapan Hukum Inggris (The Application of
English Law Act; Cap 7A, 1994 Rev Ed)
diberlakukan dan menentukan sejauh mana
hukum Inggris dapat diterapkan di Singapura.
• 11 Juli 1994: Suatu Pernyataan Praktek
tentang Preseden Yudisial (The Practice
Statement on Judicial Precedent) yang penting
menyatakan bahwa keputusan-keputusan
pengadilan Singapura terdahulu, yaitu Dewan
Penasehat (Privy Council), demikian juga
keputusan-keputusan Pengadilan Banding
(Court of Appeal) yang dikeluarkan
sebelumnya tidak lagi mengikat Pengadilan
Banding permanen.
Penerimaan Hukum Inggris
• Sebelum diundangkannya Undang-undang tentang
Penerapan Hukum Inggris (The Application of English
Law Act; Cap 7A, 1994 Rev Ed), Piagam Keadilan Kedua
(The Second Charter of Justice) menetapkan dasar
hukum bagi penerimaan secara umum prinsip-prinsip
dan aturan-aturan hukum Inggris (common law and
equity) dan undang-undang Inggris pra-1826 di
Singapura, dengan syarat harus memperhatikan
kecocokan dan modifikasi sesuai kebutuhan dalam
negeri. Namun, kesulitannya adalah tidak seorang pun
yang tahu dengan pasti yang manakah dari undangundang Inggris tersebut yang diterapkan di sini (bahkan
undang-undang yang di Inggris telah dicabut).
• Undang-undang tentang Penerapan Hukum
Inggris (The Application of the English Law Act)
menetapkan bahwa common law Inggris
(termasuk prinsip-prinsip dan aturan-aturan
tentang keadilan), sepanjang masih menjadi
bagian dari hukum Singapura sebelum 12
November 1993, akan tetap menjadi bagian dari
hukum Singapura. Section 3 dari Undang-undang
tersebut menetapkan bahwa bagaimanapun
common law akan tetap berlaku di Singapura
sepanjang hal tersebut dapat diterapkan pada
keadaan-keadaan di Singapura dan harus
dimodifikasi jika keadaan khusus di Singapura
mengharuskannya.
• Section 4, dibaca bersamaan dengan the First
Schedule,
menentukan
pengundangan
peraturan-peraturan Inggris (baik seluruhnya
maupun sebagian), dengan modifikasi yang
diperlukan, yang diberlakukan atau terus
diberlakukan di Singapura. Section 7
menetapkan berbagai perubahan pada
undang-undang dalam negeri, dengan
memasukkan peraturan hukum Inggris yang
relevan.
Undang-undang Tertinggi
(Supreme Law)
• Konstitusi (Constitution, 1999 Rev Ed) adalah undangundang tertinggi di Singapura. Diamanatkan bahwa setiap
peraturan yang bertentangan dengan Konstitusi adalah
batal.
• Ketentuan-ketentuan dalam Konstitusi hanya dapat diubah
berdasarkan persetujuan 2/3 suara dari jumlah total
Anggota Parlemen terpilih. Sehubungan dengan
perubahan-perubahan konstitusional tertentu untuk
mengubah wewenang-wewenang memutuskan dari
Presiden Terpilih dan ketentuan-ketentuan tentang
kemerdekaan fundamental, bagaimanapun, disyaratkan
juga persetujuan dari sedikitnya 2/3 dari jumlah total suara
yang diambil oleh para pemilih (electorate) dalam suatu
referendum nasional.
Organ-organ Negara Singapore
• Konstitusi mengandung ketentuan-ketentuan
yang secara tegas menentukan wewenang dan
tugas/fungsi berbagai organ negara, termasuk
badan
legislatif/Legislature,
badan
eksekutif/Executive
dan
badan
yudikatif/Judiciary.
BADAN LEGISLATIF
• Tugas utama Parlemen Singapura adalah
mengundangkan undang-undang yang mengatur
Negara.
• Anggota Parlemen yang dipilih berasal para calon
angggota yang memenangi pemilihan umum
yang diselenggarakan setiap 4 sampai 5 tahun.
Pada saat ini, Parlemen didominasi oleh partai
PAP yang sedang memimpin dan yang lain adalah
sedikit perwakilan dari beberapa partai politik
oposisi.
• Mereka (anggota dari partai politik oposisi)
berasal dari campuran antara daerah-daerah
pemilihan beranggota tunggal (single-member
constituencies) dengan Daerah Pemilihan dengan
Perwakilan Kelompok (Group Representation
Constituencies - GRCs). GRC yang didirikan pada
tahun 1988, saat ini terdiri dari 4 sampai 6
anggota, yang paling sedikit satu di antaranya
harus merupakan perwakilan yang dipilih dari
golongan minoritas. Tujuan utama GRC adalah
untuk menjalankan multirasialisme dalam dunia
politik Singapura.
• Di lain pihak, Anggota Parlemen yang tidak
dipilih tidak mempunyai hak suara dalam
pengambilan suara/voting untuk perubahanperubahan konstitusional, RUU keuangan dan
mosi tidak percaya pada Pemerintah. Anggota
Parlemen yang tidak dipilih ini terdiri dari dua
kategori yang berbeda, yaitu: Anggota
Parlemen Bukan Dari Daerah Pemilihan (NonConstituency Members of Parliament NCMPs) dan Anggota Parlemen Yang
Dicalonkan
(Nominated
Members
of
Parliament - NMP).
• Untuk menyalurkan suara politik yang berbeda
di Parlemen, anggota NCMPs dipilih dari para
calon anggota yang telah mengumpulkan
persentase suara tertinggi di antara mereka
“yang
kalah”
dalam
pemilihan
umum. Sebaliknya, anggota NMPs adalah
para tokoh masyarakat non-politikus yang
dicalonkan agar memberikan variasi yang lebih
besar pada pandangan-pandangan nonpartisan di Parlemen.
BADAN EKSEKUTIF
• Pemimpin Badan Eksekutif adalah Presiden Terpilih. Kualifikasi atau
persyaratan untuk jabatan kepresidenan sangatlah ketat. Di
samping integritas, karakter baik dan syarat-syarat lainnya, calon
presiden diharuskan telah menduduki jabatan tinggi selama tidak
kurang dari 3 tahun di posisi yang ditentukan secara konstitusional,
dewan resmi negara, perusahaan besar atau jabatan setingkat
lainnya dalam organisasi atau departemen yang mempunyai ukuran
besar dan kompleksitas yang setara (baik dari sektor publik maupun
swasta), yang telah memberikan pengalaman dan kemampuan yang
diperlukan untuk menjalankan tanggung jawab kepresidenan yang
akan dipikulnya. Komite Pemilihan Presiden (Presidential Elections
Committee) telah dibentuk untuk memastikan agar persyaratanpersyaratan tersebut terpenuhi.
• Presiden Terpilih mengemban tugas menjaga
cadangan devisa luar negeri negara dan
mempertahankan hak veto atas pengangkatan
para pegawai negeri yang memegang posisi
kunci. Jika Presiden akan melepaskan tugastugas konstitusional ini, maka Presiden
diharuskan berkonsultasi dengan Dewan
Penasehat Presiden (Council of Presidential
Advisers), suatu badan yang dibentuk
berdasarkan Konstitusi Singapura.
Kabinet
• Kabinet, yang berada di bawah wewenang
Perdana
Menteri
(Prime
Minister),
bertanggung jawab secara kolektif kepada
Parlemen. Perdana Menteri adalah seseorang
yang dipilih oleh Presiden Terpilih, yang atas
penilaian Presiden Terpilih dianggap akan
dapat
memperoleh
kepercayaan
dari
mayoritas Anggota Parlemen.
• Tidak ada pemisahan wewenang secara tegas
antara Badan Eksekutif dengan Badan Legislatif.
Dari segi komposisi, para anggota Kabinet dipilih
dari Anggota Parlemen (Members of Parliament).
Para
Sekretaris
Parlemen
(Parliamentary
Secretaries) selanjutnya dipilih dari para Anggota
Parlemen untuk membantu kerja para Menteri.
Selanjutnya, para Menteri dan badan-badan
pemerintah yang terkait bertanggung jawab
membuat peraturan-peraturan di tingkat yang
lebih rendah sebagai pelaksanaan dari peraturan
induk yang telah diundangkan oleh Parlemen.
BADAN YUDIKATIF
• Hakim di Singapura adalah arbiter baik dari segi
hukum maupun fakta. Sistem juri/jury system
telah secara keras dibatasi di Singapura dan
akhirnya dihapuskan sepenuhnya pada tahun
1970. Wewenang yudisial diberikan kepada
Mahkamah Agung/Supreme Court (yang terdiri
dari Pengadilan Banding Singapura/Singapore
Court of Appeal dan Pengadilan Tinggi/High
Court) dan kepada Pengadilan-pengadilan Yang
Lebih Rendah/Subordinate Courts.
Pengadilan Banding (Court of Appeal)
• Pengadilan tertinggi di Singapura adalah
Pengadilan Banding permanen/permanent
Court of Appeal, yang menangani kasus-kasus
banding baik perdata maupun pidana, yang
berasal dari Pengadilan Tinggi/High Court dan
Pengadilan-pengadilan
Yang
Lebih
Rendah/Subordinate Courts.
Pengadilan Tinggi (High Court)
• Para Hakim Pengadilan Tinggi/High Court Judges menikmati
jaminan masa tugas untuk jangka waktu tertentu,
sementara para Komisaris Yudisial/Judicial Commissioners
diangkat berdasarkan kontrak jangka pendek. Namun
demikian, keduanya mempunyai wewenang yudisial dan
imunitas yang sama. Wewenang yudisial mereka meliputi
yurisdiksi tingkat awal (original) maupun tingkat banding
(appellate) baik untuk perkara perdata maupun pidana.
Pengangkatan para Hakim Pengadilan Tinggi baru-baru ini,
yang khusus untuk menangani perkara arbitrase di
Pengadilan Tinggi, telah menambah 2 jenis pengadilan
khusus yang telah ada, yaitu: Pengadilan Maritim/Admiralty
Court dan Pengadilan Hak Milik Intelektual/Intellectual
Property Court.
Tribunal Konstitusional
(Constitutional Tribunal)
• Suatu Tribunal Konstitusional/Constitutional
Tribunal khusus juga telah dibentuk yang
berada di bawah yurisiksi Mahkamah
Agung/Supreme Court, untuk menangani
pertanyaan-pertanyaan yang berdampak pada
ketentuan-ketentuan konstitusional yang
diserahkan oleh Presiden Terpilih.
Pengadilan-pengadilan Yang Lebih
Rendah (Subordinate Courts)
• Pengadilan-pengadilan Yang Lebih Rendah/Subordinate
Courts (yang terdiri dari Pengadilan Negeri/District Courts,
Pengadilan Magistrat/Magistrates’ Courts, Pengadilan
Anak-anak/Juvenile Courts, Coroners Courts serta Tribunal
Gugatan Kecil/Small Claims Tribunals) juga telah dibentuk
dalam hirarki yudisial Singapura untuk melaksanakan
keadilan dalam masyarakat. Dengan adanya peningkatan
kecanggihan dalam dunia transaksi bisnis dan hukum, barubaru ini telah dibentuk Pengadilan Negeri Urusan Niaga
Perdata dan Pidana/Commercial Civil and Criminal District
Courts dalam Subordinate Courts, untuk menangani kasuskasus yang lebih kompleks.
•
Pengadilan Negeri (District Courts) dan
Pengadilan Magistrat (Magistrates’ Courts)
• Pengadilan Negeri/District Courts dan Pengadilan
Magistrat/Magistrates’ Courts mempunyai wewenang
yang sama dalam penanganan masalah-masalah
tertentu seperti gugatan-gugatan yang mengandung
unsur kontraktual dan perbuatan melawan hukum atas
utang, tagihan atau kerugian dan tindakan-tindakan
untuk pengembalian uang. Namun, yurisdiksi mereka
dibatasi oleh besarnya nilai perkara, yaitu untuk kasuskasus perdata senilai $ 60.000 Dolar Singapura untuk
Pengadilan Magistrat dan $ 250.000 Dolar Singapura
untuk Pengadilan Negeri.
• Pengadilan-pengadilan itu juga mempunyai
perbedaan dari segi wewenang menghukum
secara pidana. Batasan masa kurungan yang
ditetapkan Pengadilan Magistrat adalah 2
tahun, sedangkan batasan masa kurungan
yang ditetapkan Pengadilan Negeri adalah 7
tahun.
Tribunal untuk Gugatan Kecil (Small
Claims Tribunals)
• Di lain pihak, Tribunal untuk Gugatan
Kecil/Small Claims Tribunals, dapat menangani
kasus secara lebih cepat, hemat dan dengan
proses yang tidak terlalu formal untuk
memutuskan kasus-kasus gugatan kecil
dengan batasan sebesar $20.000 Dolar
Singapura (asalkan para pihak yang
bersengketa sama-sama menyetujui secara
tertulis).
Pengadilan Keluarga (Family Courts)
• Di samping pengadilan-pengadilan yang
disebutkan
di
atas,
Pengadilan
Keluarga/Family Courts menangani masalahmasalah perceraian, pemeliharaan, perwalian
dan adopsi.
Pengadilan dan Teknologi Informasi
• Badan Yudikatif juga telah mengambil
langkah-langkah
penting
dalam
memanfaatkan teknologi informasi di
pengadilan, yang telah meningkatkan tingkat
efisiensi, setidaknya untuk sebagian hal.
Pengadilan Berteknologi, misalnya, telah
didirikan untuk memungkinkan adanya
information sharing di antara para pengacara
dan hakim dan pengajuan bukti-bukti oleh
para saksi melalui konferensi video.