Masa Demokrasi Liberal dan Terpimpin

Download Report

Transcript Masa Demokrasi Liberal dan Terpimpin

ASSALAMUALAIKUM
WR.WB
NAMA : ASWARI ANDHIKA
KELAS : XI IPA 2
Demokrasi
liberal adalah
sistem politik yang
melindungi secara
konstitusional hak-hak
individu dari kekuasaan
pemerintah.
Landasan hukum demokrasi liberal ialah UUD Sementara
1950
 Sebab-sebab jatuhnya kabinet :

 Berdasarkan
sistem pemerintahan parlementer/demokrasi
liberal ternyata partai-partai politik di Indonesia :
 partai-partai politik cenderung mementingkan


golongan masing-masing diatas kepentingan nasional
partai-partai politik juga bersaing satu sama
lain,saling menjelekkan & menjatuhkan sehingga
sering terjadi pergantian kabinet yang menyebabkan
instabilitas politik.
Parpol yang tidak berkuasa (tidak duduk dalam
parlemen) menjadi partai oposisi dengan berusaha
menjatuhkan parpol yang memerintah
Kabinet presidensial :
1. Presiden memegang kekuasaan sebagai
kepala negara juga kepala pemerintahan
2. Presiden dibantu satu orang wakil presiden
3. Presiden dibantu oleh menteri negara
(kabinet) yang diangkat dan diberhentikan
oleh presiden
4. Presiden tidak bertanggung jawab kepada
DPR/parlemen
5. Kabinet (dewan menteri) bertanggung
jawab kepada presiden.
1.
2.
3.
4.
5.
Kepala negara bisa presiden,sultan,raja dan sebagai
kepala pemerintahan adalah perdana menteri
Perdana menteri dibantu oleh dewan menteri
(kabinet) yang terdiri dari wakil perdana menteri dan
menteri menteri
Perdana menteri dan wakilnya juga menteri-menteri
(kabinet) diangkat & diberhentikan oleh
DPR/parlemen
Besarnya kekuasaan DPR/parlemen dalam mengawasi
jalannya pemerintahan,parlemen bisa menjatuhkan
mosi tidak percaya kepada pemerintah yang tidak
aspiratif. Parlemen bisa menjatuhkan & membubarkan
kabinet
Kabinet (dewan menteri) bertanggung jawab kepada
DPR/parlemen.

Kabinet Natsir merupakan kabinet koalisi yang berintikan partai
Masyumi.
 Program-program kabinet Natsir :
 Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman
 Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan
pemerintahan
 Menyempurnakan organisasi angkatan perang dan pemulihan
bekas anggota – anggota tentara dan gerilya dalam masyarakat
 Memperjuangkan organisasi angkatan perang dan pemulihan
bekas anggota – anggota tentara dan gerilya dalam masyarakat
 Mengembangkan dan memperkuat kekuatan ekonomi rakyat
sebagai dasar bagi melaksanakan ekonomi nasional yang sehat
Pemerintahan kabinet Natsir juga mempunyai
beban
berat
untuk
menyangkut
upaya
pengembalian Irian Barat ke tangan Indonesia. Pada
tanggal 4 Desember 1950 dilakukan perundingan
antara Indonesia dengan Belanda menyangkut Irian
Barat, tetapi menemui jalan buntu.
Tekanan semakin besar ketika Hadikusumo dari
PNIO menyatakan mosi tidak percaya sekitar
pencabutan PP No 39/1950 tentang DPRS dan DPRDS
yang diterima baik oleh parlemen sehingga kabinet
Natsir jatuh, dan pada tanggal 21 Maret 1951,
Natsir mengembalikan mandatnya kepada Presiden
Soekarno.

Program dari kabinet Sukiman
Keamanan, yaitu akan menjalankan tindakan-tindakan
yang tegas sebagai negara hukum.
 Sosial-ekonomi, yaitu mengusahakan kemakmuran
rakyat dan memperbarui hukum agraria agar sesuai
dengan kepentingan petani
 Mempercepat persiapan-persiapan pemilihan umum
 Politik luar negeri, yaitu menjalankan politik luar
negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian
Barat ke dalam wilayah RI

Masalah utama yang menyebabkan runtuhnya kabinet
ini adalah pertukaran Nota antara Menlu Soebardjo dengan
Duta Besar Amerika, Merle Cocran. Nota tersebut berisi
tentang pemberian bantuan ekonomi dan militer dari
pemerintahan Amerika kepada pemerintahan Indonesia
berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA).
Hal ini ditafsirkan bahwa Sukiman telah condong
kepada Blok Barat sehingga melanggar garis politik luar
negeri Indonesia yang bebas aktif.
Program kerjanya ditujukan pada persiapan pemilihan
umum, kemakmuran, pendidikan rakyat dan keamanan.
Sedangkan program luar negeri ditujukan pada penyelesaian
masalah hubungan Indonesia-Belanda, pengembalian Irian
Barat ke tangan Indonesia,menjalankan politik bebas aktif.
Pemerintahan kabinet ini dihadapkan pada kondisi
ekonomi yang kritis, yang disebabkan jatuhnya harga barang
ekspor Indonesia dan impor terus meningkat, sehingga
kabinet melakukan penghematan yang drastis, penurunan
penerimaan negara juga mengakibatkan defisit.
Kesulitan lain yang harus dihadapi adalah munculnya
provinsialisme dan separatisme di beberapa tempat di
Sulawesi
dan
Sumatera,
muncul
perkumpulanperkumpulan seperti paguyuban daya Sunda di Bandung
dan gerakan pemuda federal Republik Indonesia di
Ujungpandang.
Persoalan yang menggoyahkan Kabinet Wilopo
adalah peristiwa 17 Oktober 1952. peristiwa ini dimulai
dengan adanya upaya dari kalangan parlemen untuk
menempatkan TNI sebagai alat sipil seperti di negaranegara Barat.
Kabinet Ali I didukung oleh PNI dan NU, sedangkan Masyumi
memosisikan diri sebagai oposisi, kabinet ini diresmikan pada
tanggal 31 Juli 1953.
Kabinet ini menghadapi persoalan keamanan di daerahdaerah yang belum dapat dipulihkan, seperti pemberontakan
DI/TII di Jabar, Sulsel, dan Aceh. Pada tanggal 16 Mei 1954
Hadikusumo mengumumkan bahwa pemilihan umum untuk
memilih anggota parlemen akan diadakan pada tanggal 29
September 1955. Pada masa kabinet ini diadakannya
Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada tanggal 18-24 April
1955.
Pada tanggal 24 Juli 1955, Ali I menyerahkan
mandatnya kepada presiden disebabkan keadaan ekonomi
yang memburuk, dan sebab utamanya adalah masalah TNIAD sebagai kelanjutan peristiwa 17 Oktober 1952
Pada kabinet ini, diadakan Pemilu pertama 1955
Program yang segera dilaksanakan adalah pemilihan umum. Panitia
pemilihan umum putas telah menetapkan bahwa pemilu akan
dilaksanakan tanggal 29 September 1955, tetapi terjadi
pertentangan dalam kabinet.
Menjelang pemilu, ada 70 parpol yang mendaftar sebagai peserta
tetapi hanya 27 parpol yang lolos seleksi. Pada tanggal 29
September 1955 lebih dari 39 juta rakyat Indonesia memberikan
suaranya di kotak-kotak suara untuk memilih anggota parlemen.
Pada tanggal 15 Desember 1955 diadakan pemilu untuk anggota
konstituante. Pemilu menghasilkan 4 partai politik besar yaitu PNI,
NU, Masyumi dan PKI. Dengan berakhirnya pemilu, tugas kabinet
ini dianggap selesai dan kabinet Burhanuddin mengembalikan
mandatnya.
Program kabinet Ali Sastroamijoyo II :





Perjuangan pengembalian Irian Barat
Pembentukan daerah-daerah otonom dan mempercepat terbentuknya
anggota-anggota DPRD
Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai
Menyenatkan perimbangan keuangan negara
Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional
berdasarkan kepentingan rakyat
Kabinet ini menghadapi kesulitan yaitu berkobarnya semangat anti-Cina
di masyarakat dan adanya kekacauan di beberapa daerah. Pembatalan
hasil KMB oleh presiden pada tanggal 3 Mei 1956 juga menimbulkan
permasalahan baru.
Pada tanggal 19 Maret 1956, Mr. Assaat menyatakan
bahwa pemerintah perlu mengeluarkan peraturan yang dapat
melindungi pengusaha-pengusaha nasional.
Masalah lain yang muncul adalah memuncaknya krisis di
berbagai daerah karena pemerintah dianggap mengabaikan
pembangunan di daerahnya. Selain itu, timbul perpecahan
antara Masyumi dan PNI yang mengakibatkan pada tanggal 14
Maret 1957, Kabinet Ali Sastroamijoyo terpaksa menyerahkan
mandatnya kembali kepada presiden.
Program-program kabinet ini antara lain:





Membentuk dewan nasional
Normalisasi keadaan republik
Melancarkan pelaksanaan pembatalan KMB
Perjuangan Irian Barat
Mempergiat pembangunan
Pada tanggal 14 September 1957 diadakan musyawarah nasional
di gedung proklamasi, membahas beberapa masalah pembangunan
nasional dan daerah, angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
Kabinet Djuanda berakhir setelah mengeluarkan Dekrit presiden 5
Juli 1959.
Pemilu dilaksanakan oleh suatu negara sebagai
bentuk partisipasi rakyat dalam pemerintahan
untuk menentukan wakil-wakil mereka di
parlemen/lembaga legislatif dalam
memperjuangkan aspirasi & kepentingan rakyat.
Pemilu menjadi sarana untuk melegitimasi
kekuasaan yang dikehendaki rakyat.
1.
2.
3.
4.
5.
Terjadinya berbagai penyimpangan dlm pelaksanaan
ketatanegaraan,seperti UUD,sistem multi partai dan
kabinet yg telah berdampak buruk terhadap kehidupan
sosial & politik
Tidak pekanya parlemen/DPR dalam memperjuangkan
aspirasi rakyat
Tidak mempunyai duet pemerintahan Soekarno-Hatta
dalam menyelesaikan berbagai persoalan kebangsaan
Belum ada legitimasi formal yg kuat atas duet
kepemimpinan Soekarno-Hatta diangkat menjadi
Presiden & wakilnya pada tanggal 18 Agustus 1945
Parpol-parpol yang ada hanya memperjuangkan
kepentingan pribadi/golongannya sendiri.
 TAHAP
KE I.
Tanggal 29 September 1955 untuk
memilih anggota DPR ( Parlemen ).
 TAHAP KE II.
Tanggal 15 Desember 1955 untuk
memilih anggota Konstituante.

Partai Nasional Indonesia (PNI)

Majelis Syuro Muslimin Indonesia
(Masyumi)

Nahdatul Ulama (NU)

Partai Komunis Indonesia (PKI)

Partai Syarikat Islam Indonesia
(PSII)

Partai Kristen Indonesia
(Parkindo)

Partai Katolik Republik Indonesia
(PKRI)

Partai Sosialis Indonesia (PSI)

Ikatan Pendukung Kemerdekaan
Indonesia (IPKI)

Pergerakan Tarbiyah Islamiyah
(Perti)

Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI)

Murba

Baperki

Persatuan Indonesia Raya (PIR)
Wongsonegoro

Grinda

Persatuan Rakyat Marhaen
Indonesia (Permai)

Persatuan Daya (PD)

PIR Hazairin

Partai Persatuan Tharikah Islam
(PPTI)

AKUI

Persatuan Rakyat Desa (PRD)

Partai Republik Indonesia Merdeka
(PRIM)

Partai Rakyat Nasional (PRN)

Partai Buruh Indonesia (PBI)

Angkatan Comunis Muda (Acoma)

Gerakan Pembela Panca Sila
(GPPS)

R.Soedjono Prawirisoedarso

Partai Rakyat Indonesia (PRI)
Burhanuddin Harahap selaku
kabinet yang berhasil
melaksanakan pemilu pertama
DN Aidit sedang
berkampanye untuk PKI
(Partai Komunis
Indonesia).
Mohammad Natsir sedang berkampanye
untuk Masyumi (Majelis Syuro Muslimin
Indonesia).
Sutan Syahrir sedang
berkampanye untuk Partai
Sosialis Indonesia (PSI)
Ali Sastroamijoyo sedang
berkampanye untuk Partai
Nasional Indonesia (PNI)
Presiden Soekarno sedang memasukan
surat suara kedalam kotak suara

5 besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia (PNI)
mendapatkan 60 kursi DPR dan 119 kursi Konstituante (22,3 persen),
Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) 58 kursi DPR dan 112 kursi
Konstituante (20,9 persen), Nahdlatul Ulama (NU) 47 kursi DPR dan 91 kursi
Konstituante (18,4 persen), Partai Komunis Indonesia (PKI) 32 kursi DPR dan
80 kursi Konstituante (16,4 persen), dan Partai Syarikat Islam Indonesia
(PSII) 8 kursi DPR dan 16 kursi Konstituante (2,89 persen).

Partai-partai lainnya, mendapat kursi DPR di bawah 10. Yaitu PSII (Partai
Syarikat Islam Indonesia) 8 kursi, Parkindo (Partai Kristen Indonesia) 8
kursi, Partai Katolik 6 kursi, Partai Sosialis Indonesia (PSI) 5 kursi. Dua
partai mendapat 4 kursi (IPKI / Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
dan Perti / Pergerakan Tarbiyah Islamiyah). 6 partai mendapat 2 kursi (PRN
/ Partai Rakyat Nasional, Partai Buruh, GPPS / Gerakan Pembela Panca
Sila, PRI / Partai Rakyat Indonesia, PPPRI / Persatuan Pegawai Polisi RI,
dan Murba). Sisanya, 12 partai, mendapat 1 kursi (Baperki, PIR (Persatuan
Indonesia Raya) Wongsonegoro, PIR (Persatuan Indonesia Raya) Hazairin,
Grinda, Permai (Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia), Partai Persatuan
Dayak, PPTI (Partai Politik Tarikat Islam), AKUI, PRD (Persatuan Rakyat
Desa), PRIM (Partai Republik Indonesis Merdeka), ACOMA (Angkatan
Comunis Muda) dan R. Soedjono Prawirisoedarso.
1.
2.
3.
4.
Walaupun pemilu pertama dapat berlangsung dengan
aman, lancar dan tertib tetapi keadaan politik dan
keamanaan belum stabil,hal ini di sebabkan oleh :
Sering terjadi pertentangan antar partai politik.
Partai politik hanya mempertahankan keyakinan
partainya.
Anggota DPR hasil pemilu belum dapat memenuhi
harapan rakyat.
Badan kontituante gagal menyusun UUD.
 Kemacetan
politik dalam konstituante, bagi
militer merupakan situasi yang
membahayakan kelangsungan bangsa dan
negara, maka KSAD Letjen AH Nasution (atas
nama pemerintah / PERPU ) mengeluarkan
larangan bagi semua kegiatan politik mulai
tanggal 3 Juni 1959. larangan itu ditindak
lanjuti oleh Presiden Soekarno, dengan
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Pertimbangan Lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
1. Anjuran untuk kembali ke UUD 1945 tidak
memperoleh keputusan dari Konstituante.
2. Konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan
tugasnya karena sebagian besar anggotanya telah
menolak menghadiri sidang.
3. Kemelut dalam konstituante membahayakan
persatuan, mengancam keselamatan negara, dan
merintangi pembangunan nasional.
1.
2.
3.
Pembubaran Konstituante
Tidak berlakunya UUDS 1950 dan
berlakunya kembali UUD 1945
Pembentukan MPRS dan DPAS
Sisi Positif Dekrit Presiden 5 Juli 1959:
1. Menyelamatkan dari perpecahan dan
krisis politik berkepanjangan.
2. Memberikan pedoman yang jelas (UUD
1945) bagi kelangsungan negara.
3. Merintis pembentukan lembaga tertinggi
negara (MPRS) dan lembaga tinggi (DPAS)
yang selama masa Demokrasi Liberal
tertunda – tunda pembentukanya.
Sisi Negatif Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
1. Memberikan kekuasaan yang besar kepada
Presiden baik terhadap MPR maupun lembaga
tinggi negara.
2. Memberi peluang bagi kalangan militer untuk
terjun dalam bidang politik.
Dengan dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 maka
berakhirlah masa demokrasi
liberal di Indonesia.