Pertemuan 5 – Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan

Download Report

Transcript Pertemuan 5 – Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan

Pengertian dan
Tinjauan Teori
Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan
 Merupakan 2 masalah besar di banyak Negara
Berkembang tidak terkecuali Indonesia
 Dikatakan besar karena bila kedua masalah ini
dibiarkan berlarut-larut dan parah, bisa
menimbulkan konsekuensi politik dan sosial yang
besar (ex: Kerusuhab Mei 1998 yang berakibat
jatuhnya rezim Soeharto)
Cont’d
 Fokus utama dalam kebijakan dan perencanaan
pembangunan Indonesia pada awal pembangunan
s/d akhir 1970-an adalah pertumbuhan ekonomi
yang tinggi
 Pembangunan ekonomi di pusatkan di Jawa
(infrastruktur memadai), terpusatkan pada beberapa
sektor saja yang menghasilkan nilai tambah bruto yg
tinggi
 Trickle-down effect dari pembangunan diharapkan dpt
mendorong sektor lainnya pada akhirnya
Cont’d
 Fokus utama dalam kebijakan dan perencanaan
pembangunan Indonesia pada awal pembangunan
s/d akhir 1970-an adalah pertumbuhan ekonomi
yang tinggi
 Pembangunan ekonomi di pusatkan di Jawa
(infrastruktur memadai), terpusatkan pada beberapa
sektor saja yang menghasilkan nilai tambah bruto yg
tinggi
 Trickle-down effect dari pembangunan diharapkan dpt
mendorong sektor lainnya pada akhirnya
Cont’d
 Namun sepanjang 40 tahun pembangunan ekonomi Indonesia,
efek menetes tersebut sangatlah kecil  Laju pertumbuhan
ekonomi tinggi, tetapi jumlah orang miskin tetap banyak dan
kesenjangan sosial semakin melebar
 Akhir 1970-an, strategi pembangunan PELITA III dirubah bukan
lagi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi peningkatan
kesejahteraan masyarakat
 Perhatian mulai diperhatikan pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat misalnya lewat pengembangan industri padat karya,
pembangunan perdesaan, dan modernisasi sektor pertanian
 Program yang diarahkan langsung untuk pengentasan
kemiskinan dan ketimpangan sosial misal Inpres Desa
Tertinggal, pengembangan industri kecil dan rumah tangga,
transmigrasi, pelatihan dan pendidikan
Distribusi Pendapatan
 Distribusi pendapatan nasional merupakan
indikator yang mencerminkan merata atau
timpangnya pendapatan nasional suatu negara di
kalangan penduduknya.
 Merupakan salah satu indikator ukuran
kemiskinan
 Ketidakmerataan pendapatan dapat terjadi antara
lapisan pendapatan masyarakat:
•
Antara daerah ( kota dan desa)
• Antara wilayah (regional propinsi atau
kabupaten)
• per sektor
 Proses transisi dari ekonomi perdesaan/tradisional
(pertanian) menjadi ekonomi perkotaan/modern
(industri) pada mulanya memperparah distribusi
pendapatan (karena urbanisasi dan industrialisasi), namun
setelah itu pada tingkat pembangunan yang lebih tinggi
ketimpangan akan menurun (pada saat sektor industri
sudah dapat menyerap sebagian besar tenaga kerja dari
sektor pertanian)
Metode Pengukuran:
-Kemiskinan
- Distribusi Pendapatan
Head-count Index
 Persentase penduduk yang berada di bawah Garis
Kemiskinan
 Garis Kemiskinan:
Penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM)
dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM).
Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran
perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan
dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Head-count Index
 Garis Kemiskinan Makanan:
Nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang
disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket
komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis
komoditi
 Garis Kemiskinan Non Makanan:
Kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang,
pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan
dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di
perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap
Index)
 Merupakan ukuran rata-rata kesenjangan
pengeluaran masing-masing penduduk miskin
terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai
indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran
penduduk dari garis kemiskinan.
Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity
Index)
 Memberikan gambaran mengenai penyebaran
pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin
tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan
pengeluaran diantara penduduk miskin
✏
Semakin tinggi nilai kedua indeks di suatu negara
mencerminkan semakin seriusnya masalah
kemiskinan di negara tersebut
Pendapatan Per-kapita
 Pendapatan perkapita yaitu rata-rata pendapatan
penduduk suatu negara yang diukur dengan
membandingkan antara pendapatan nasional
dengan jumlah penduduk
 Pendapatan perkapita seringkali dijadikan ukuran
pendapatan secara umum tetapi tidak dapat
dijadikan sebagai ukuran pemerataan tingkat
kesejahteraan
Kurve Lorenz (Lorenz curve)
 Kurve yang menggambarkan distribusi kumulatif
pendapatan nasional dikalangan lapisan penduduk.
 Kurve ini terletak dalam suatu garis bujur sangkar
dimana sisi tegaknya (vertical) melambangkan
presentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan
sisi mendatar (horizontal) melambangkan persentase
kumulatif penduduk. Garis diagonal melambangkan
distribusi pemerataan mutlak.
Todaro
Todaro
1
Todaro
5
2
8.9
3
14
4
19.8
5
27
6
36
7
49
8
71.5
9
100
10
A = desil 1
B = desil 1+2
C = desil 1+2+3
D = desil 1+2+3+4
E = desil 1+2+3+4+5
F = desil 1+2+…+6
G = desil 1+2+…+7
H = desil 1+2+…+8
I = desil 1+2+…+9
Todaro
Indeks atau ratio Gini (coefisien Gini)
 Suatu koefisien (nilai) berkisar antara 0 sampai
dengan 1 (0 < G < 1)yang menjelaskan kadar ketidak
merataan. Semakin kecil koefisiennnya atau
mendekati nol semakin merata distribusi
pendapatannya, semakin mendekati 1 semakin tidak
merata.
 Angka ratio Gini dihitung dari kurve Lorenz yaitu
dengan membagi antara luas garis melengkung
dengan garis segi tiga BCD, semakin kecil semakin
merata semakin besar semakin tidak merata.
Todaro
Rumus Gini Koefisien:
2


G
x

y
x

10000
dimana:
x  nilai kelas ke-i (persentil/desil)
Y  data pada nilai kelas ke-i
Nilai Koefisien Gini Distribusi Pendapatan
Tingkat ketimpangan
< 0,4
rendah
Tingkat ketimpangan
0,4 - 0,5
sedang
Tingkat ketimpangan
> 0,5
tinggi
Contoh Perhitungan:
Country
1st
2nd
3rd
4th
5th
Brazil
2.1
4.9
8.9
16.8
67.3
Bangladesh
9.4
13.5
17.2
22.0
37.9
India
9.2
13.0
16.8
21.7
39.3
Pakistan
8.4
12.9
16.9
22.2
39.7
World
1.4
1.8
2.3
31.8
62.7
Contoh Perhitungan:
GINI Coefficient (Brazil)
2
10 000
 2
10 000
 2
10 000



(20-2.1)20-0 + (40-7)40-20 + (60-15.9)60-40 +
(80-32)80-60 + (100-100)100-80
(17.9)20 + (33)20 + (44.1)20 + (47.3)20 + (0)20
(2846)
= 0.5692
Cont’d
 Kriteria Bank Dunia (World Bank)
 Untuk mengukur distribusi pendapatan Bank
Dunia membagi porsi pendapatan nasional yang
dinikmati oleh lapisan penduduk:
 40% penduduk berpendapatan terendah
 40% penduduk menengah
 20% penduduk berpendapatan tertinggi (kaya)
Cont’d
 Ketimpangan atau ketidak merataan jika:
Parah
40 % penduduk menikmati < 12 % pendapatan
nasional
Moderat/sedang
40 % penduduk menikmati 12% - 17 % pendapatan
nasional
Lunak
40 % penduduk menikmati , > 17 % pendapatan
nasional
Data Indonesia
Kemiskinan
Jumlah Penduduk Miskin 1970 - 2013(juta orang)
80.00
70.00
60.00
Subsidi BBM
Krisis Moneter
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
Kota
Desa
Kota+Desa
Kemiskinan
Persentase Penduduk Miskin 1970 - 2013
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
Kota
Desa
Kota+Desa
Koefisien Gini
Koefisien Gini Indonesia
0.450
0.400
Koefisien Gini
0.350
0.300
0.250
0.200
0.150
0.100
0.050
0.000
1996
Gini 0.355
1999 2002
0.308 0.329
2005
0.363
2007
0.364
2008
0.35
2009
0.37
2010
0.38
2011
0.41
2012
0.41
2013
0.413
Provinsi
1996
1999
2002
(1
2005
2007
0,299 (2 0.268
2008
2009
2010
2011
2012
2013
0.270 0.290 0.300
0.330
0.320
0.341
0.310
Aceh
0.259 0.240
Sumatera Utara
0.301
0.254 0.288
0.327
0.307
0.320
0.350
0.350
0.330
0.354
Sumatera Barat
0.278
0.256 0.268
0.303
0.305 0.290 0.300
0.330
0.350 0.360
0.363
Riau
0.300
0.224
0.292
0.283
0.323
0.330 0.360 0.400
0.374
n.a
n.a
n.a
0.274
0.302 0.300 0.290 0.290
Kepulauan Riau
0.310
0.330
0.320
0.350
0.362
Jambi
0.246 0.240 0.260
0.311 0.306 0.280
0.270 0.300 0.340 0.340 0.348
Sumatera Selatan
0.300 0.260
0.291
0.311
0.316 0.300
0.310 0.340 0.340 0.400
0.383
0.313
Kepulauan Bangka
Belitung
n.a
n.a
0.247
0.281
0.259 0.260 0.290 0.300 0.300 0.290
Bengkulu
0.273
0.254
0.253
0.353
0.338
Lampung
0.276 0.288
0.254
0.375 0.390
0.350
0.370 0.360
0.356
DKI Jakarta
0.363
0.322
0.269
0.330 0.360 0.360 0.440 0.420
0.433
Jawa Barat
0.356 0.286 0.289
0.350 0.360 0.360
0.411
Banten
n.a
0.317
n.a
0.336
0.336 0.344
0.330 0.300
0.370 0.360
0.350 0.360
0.410
0.350 0.386
0.410
0.330
0.356
0.365 0.340
0.370 0.420 0.400 0.390 0.399
Jawa Tengah
0.291 0.264 0.284
0.306
0.326
0.320 0.340 0.380 0.380
DI Yogyakarta
0.353
0.337
0.367
0.415 0.366 0.360 0.380
Jawa Timur
0.311
0.291
0.311
0.356
0.337
0.310
0.330
0.387
0.410 0.400 0.430 0.439
0.330 0.340
0.370 0.360 0.364
Provinsi
1996
1999
2007
2008
2009
Bali
0.309
0.270 0.298
0.330
0.333
0.30
0.31
0.37
0.41
0.43 0.403
Nusa Tenggara Barat
0.286
0.261 0.266
0.318
0.328
0.33
0.35
0.40
0.36
0.35 0.364
Nusa Tenggara Timur
0.296 0.267
0.292
0.351
0.353
0.34
0.36
0.38
0.36
0.36
Kalimantan Barat
0.300
0.271
0.301
0.310 0.309
0.31
0.32
0.37
0.40
0.38 0.396
Kalimantan Tengah
0.271
0.237
0.245
0.283 0.297
0.29
0.29
0.30
0.34
0.33
0.350
Kalimantan Selatan
0.292 0.264
0.292
0.279
0.341
0.33
0.35
0.37
0.37
0.38
0.359
Kalimantan Timur
0.318
0.277 0.304
0.318
0.334
0.34
0.38
0.37
0.38
0.36
0.371
Sulawesi Utara
0.344
0.272
0.270
0.323
0.324
0.28
0.31
0.37
0.39
0.43 0.422
n.a
n.a
0.241
0.355 0.388
0.34
0.35
0.43
0.46
0.44
Sulawesi Tengah
0.302 0.286
0.283
0.301
0.320
0.33
0.34
0.37
0.38
0.40 0.407
Sulawesi Selatan
0.323 0.296
0.301
0.353
0.370
0.36
0.39
0.40
0.41
0.41 0.429
Gorontalo
Sulawesi Barat
Sulawesi Tenggara
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat
2002
2005
2010
2011
2012
2013
0.352
0.437
n.a
n.a
n.a
n.a
0.310
0.31
0.30
0.36
0.34
0.31
0.311
0.276
0.270
0.364
0.353
0.33
0.36
0.42
0.41
0.40 0.426
0.269
0.241
(1
0.258
0.328
0.31
0.31
0.33
0.41
0.38
0.370
n.a
n.a
n.a
0.261
0.332
0.33
0.33
0.34
0.33
0.34
0.318
0.386 0.360
(1
0.389
0.412
0.40
0.38
0.41
0.42
0.44 0.442
n.a 0.299
0.31
0.35
0.38
0.40
0.43
n.a
n.a
n.a
0.349
0.431