materi 5-6, pertumbuhan, kemiskinan & distribusi

Download Report

Transcript materi 5-6, pertumbuhan, kemiskinan & distribusi

MATERI :
PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI
PENDAPATAN DAN KEMISKINAN
PENGANTAR
 Di negara-negara miskin, perhatian utama terfikus pada
dilema antara pertubuhan ekonomi vs distribusi
pendapatan.
 Pembangunan ekonomi mensyaratkan GNP yang tinggi
sehingga pertumbuhan yang lebih tinggi merupakan
pilihan yang harus diambil.
 Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi lebih berarti
apabila diikuti oleh pemerataan atas hasil-hasil
pembangunan.
 Berbagai kebijakan ekonomi untuk menumbuhkan
produksi akan lebih berarti apabila dirasakan manfaatnya
oleh masyarakat luas atau pemerataan kesejahteraan
sehingga orientasi pemerataan seharusnya menjadi
muara dari seluruh kegiatan perekonomian suatu bangsa.
 Pemerataan hasil-hasil pembangunan biasanya dikaitkan
dengan masalah kemiskinan. Dengan demikian, orientasi
pemerataan merupakan usaha untuk memerangi
kemiskinan.
 Penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan
pendapatan merupakan masalah pokok dalam
pembangunan dan sasaran utama kebijakan
pembangunan di suatu negara.
 Secara logika, jurang pemisah (gap) yang semakin lebar
antara kelompok penduduk kaya dan miskin berarti
kemiskinan semakin meluas dan sebaliknya.
 Persoalan pemerataan dan kemiskinan, pada akhirnya
indikator pemerataan merupakan evaluasi tahap akhir
keberhasilan pembangunan.
• Ada berbagai tolak ukur untuk menghitung tingkat pemerataan pendapatan,
al. Gini Coeffisient atau Gini Ratio, Kuznet’s Index, Oshama’s Index dan
Theil Decomposition Index.
• Dari sekian tolak ukur tsb. yang paling populer dipakai adalah Gini
Coeffisient.
1. Gini Coeffisient
Rumus GC sbb.:
n
GC = 1 - ∑ (X i+1 – Xi) (Yi + Y i+1) atau
1
Ket:
n
GC = 1 - ∑ fi (Y i+1 + Yi)
1
GC = Angka Gini Coeffisient.
Xi = Proporsi jumlah RT kumulatif dalam kelas i
fi
= Proporsi jumlah RT dalam kelas i
Yi = Proporsi jumlah pendapatan RT kumulatif dalam kelas i
Kelas i, jika dibagi 5 kelas menjadi:
• 20% termiskin, 20% ke-2, 20% ke-3, 20% ke-4, 20% terkaya
Kelas i, jika dibagi 3 kelas menjadi:
• 40% miskin, 40% menengah, 20% terkaya
CATATAN :
• Angka GC berkisar antara 0 sd 1
• Angka GC = 0 (merata mutlak), angka GC = 1 (tidak merata mutlak) adalah
tindak mungkin terjadi dalam kenyataan.
• Untuk negara-negara sedang berkembang, dinyatakan bahwa distribusi
pendapatan sangat timpang apabila angka gini terletak antara 0,5 sd 0,7
dan relatif sama ketimpangan distribusi pendapatannya apabila angka gini
terletak antara 0,2 sd 0,35.
• Menurut H.T. Oshima, ketimpangan rendah apabila angka gini < 0,3;
ketimpangan sedang apabila angka gini terletak antara 0,3 sd 0,4;
ketimpangan tinggi apabila angka gini > 0,4.
.2. Relative Inequality
• Pola distribusi pendapatan masyarakat yang didasarkan pada hasil
perhitungan gini ratio baru menggambarkan tingkat pemerataan
pendapatan secara global. Berapa bagian yang diterima kelompok
berpendapatan terendah/miskin belum nampak jelas.
• Pusat Penelitian Bank Dunia dan Lembaga Studi Pembangunan
Universitas Sussex, memberikan gambaran lebih jelas mengenai masalah
ketidakadilan (inequality) melalui indikator yang disebut relative inequality.
• Relatif inequality merupakan ketimpangan dalam distribusi pendapatan
yang diterima oleh berbagai golongan masyarakat.
• Kriteria relative inequality sbb.:
High inequality, apabila 40% penduduk berpendapatan terendah menerima
<12% dari bagian pendapatan nasional (GNP) atau distribusi sangat pincang.
Moderate inequality, apabila 40% penduduk berpendapatan terendah
menerima antara 12% sd 17 dari bagian pendapatan nasional (GNP) atau
kepincangan dianggap sedang.
Low inequality, apabila 40% penduduk berpendapatan terendah menerima
>17% dari bagian pendapatan nasional (GNP) atau distribusi pendapatan
tidak terlalu pincang.
3. Relative Inequality dan Absolute Poverty
• Dimensi permasalahan distribusi pendapatan dalam relative inequality
belum lengkap apabila tidak memperhatikan tingkat kemiskinan absolut
(absolute poverty) dalam masyarakat.
• Relatifve inequality dan absolute poverty merupakan dua aspek kembar
dalam konsep keadilan dalam proses perkembangan masyarakat.
• Absolute poverty berdasarkan studi penelitian di negara-negara sedang
berkembang oleh Montex S. Ahluwalia dengan mempergunakan dua
ukuran, yaitu:
1. tingkat pendapatan US $ 50
2. tingkat pendapaan US $ 75 per tahun/jiwa
selanjutnya, mengetahui hubungan antara Relatifve
inequality dan absolute poverty yaitu menjawab pertanyaan berupa
jumlah orang dalam kelompok berpendapatan rendah (40% miskin)
yang hidup dibawah garis kemiskinan US $ 75 per tahun/jiwa.
• Langkah-langkah sbb.:
1. Menghitung nilai GNP atau pendapatan nasional total:
2. Menghitung bagian yang diterima oleh 40% kelompok berpendapatan
rendah/miskin berdasarkan distribusi:
3. Menghitung bagian yang diterima 40% kelompok miskin secara per
kapita:
• Persoalan
TGNP = GNPkap . P
Dis = x% . TGNP
YP =
Dis
40% . P
Keterangan:
TGNP
GNPkap
P
x%
Yp
= nilai total GNP
= GNP perkapita
= jumlah seluruh penduduk
= % bagian GNP yang diterima 40% kelompok berpendapatan rendah
= pendapatan penduduk miskin
Misalnya:
• Pendapatan per kapita rata-rata penduduk Indonesia US $128,
jumlah penduduk 120 juta jiwa dan 40% penduduk
berpendapatan rendah menerima 15% dari seluruh pendapatan,
maka dapat dihitung pendapatan per kapita penduduk miskin
sbb.
1. Nilai pendapatan total penduduk:
= 120 juta x $128 = $15.360 juta
2. Bagian yang diterima oleh 40% penduduk berpendapatan
rendah:
= 15% x $15.360 = $2.304 juta
3. 40% penduduk berpendapatan rendah secara per kapita akan
menerima:
= $2.304 juta/ 40% x 120 juta = $48
Jadi 40% penduduk berpendapatan rendah secara per kapita
menerima $48 dan angka ini masih dibawah $50 atau $75 sebagai
batas garis kemiskinan internasional. Bagaimana sekarang?
4. Tingkat Kemiskinan dan Garis Kemiskinan
• Garis kemiskinan merupakan patokan terpenting untuk mengukur tingkat kemiskinan
sehingga kebijaksanaan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan perkiraan tentang
kemiskinana terkait dengan tolok ukur garis kemiskinan tsb.
• Dalam pembahasan ini, tingkat kemiskinan dan garis kemiskinan akan diuraikan
secara tersendiri untuk memudahkan pemahaman kita.
1) Tingkat Kemiskinan
 Pada dasarnya terdapat dua pendekatan di dalam mengukur tingkat kemiskinan yaitu:
Head-count measure, yaitu memperkirakan jumlah orang yang berada di bawah garis
kemiskinan.
Poverty gap, yaitu memperhitungkan jumlah dana yang diperlukan untuk mengatasi
masalah kemiskinan.
 Ukuran jumlah orang (head-count measure) di dalam menentukan tingkat kemiskinan
diperoleh dari :
K = q/n . 100
Ket:
K
q
n
= tingkat kemiskinan
= jumlah penduduk miskin atau berada dibawa garis kemiskinan
= jumlah penduduk
 Sedangkan ukuran kesenjangan kemiskinan (poverty gap) dilakukan berbagai bentuk
tergantung tujuan yang ingin dicapai dengan ukuran tsb.
 Di samping perkiraan jumlah dana yang harus disediakan untuk menghapus
kemiskinan, tidak jarang pula ukuran ini dinyatakan secara relative, yakni
perbandingan antara jumlah kesenjangan kemiskinan dengan variable lain seperti
PDB, jumlah pendapatan penduduk miskin, jumlah pendapatan penduduk tidak
miskin, jumlah pengeluaran pemerintah, jumlah BLN atau nilai ekspor.
 Perlu diketahui bahwa kesenjangan kemiskinan diukur dengan memperlihatkan
perbedaan tingkat pendapatan penduduk miskin dengan garis kemiskinan, rumus:
PG = GK – Yp
Ket :
PG = kesenjangan kemiskinan
GK = garis kemiskinan
Yp = pendapatan penduduk miskin
 Bila kesenjangan kemiskinan diukur secara relatif , dapat diperoleh dengan cara :
%PG = PG/ Vt . 100%
Ket:
%PG = kesenjangn kemiskinan relatif
Vt
= variabel tertentu secara per kapita, seperti PDB, bantuan luar negeri,
pendapatan penduduk miskin, jumlah pengeluaran pemerintah, dsb.
2) Garis Kemiskinan
 Perkiraan tentang garis kemiskinan dengan beberapa
pendekatan, misalnya kebutuhan minimum, atau kebutuhan
dasar. Perkiraan garis kemiskinan di Indonesia telah banyak
dilakukan oleh para ahli seperti Esmara, Sayogya, Booth
dsb.
 Dalam konsep kemiskinan mutlak, garis kemiskinan
merupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak
miskin. Sedangkan dalam konsep kemiskinan relatif,
pendapatan yang sudah di atas garis kemiskinan ,namun
masih jauh lebih rendah kondisinya dibandingkan keadaan
masyarakat sekitar, maka orang atau keluarga tersebut
masih berada dalam keadaan miskin.
 Pendapat ahli tentang ukuran garis kemiskinan di Indonesia.
Penelitian
Kriteria
Garis Kemiskinan
Esmara
Konsumsi beras per kapita/tahun (kg)
125
Sayogya
Tingkat pengeluaran ekuivalen beras per
orang/tahun (kg):
1. Miskin
2. Miskin Sekali
3. Paling Miskin
480 (kota)/320 (desa)
360/ 240
270/ 180
Ginneken
Kebutuhan gizi minimum per orang/ hari
(kalori)
2000
Anne Booth
Kebutuhan gizi minimum per orang/ hari
(kalori)
2000
Gupta
Kebutuhan gizi minimum per orang/ hari
(Rp)
24000
Hasan
Pendapatan minimum per orang/ tahun (US 125 (kota)/ 95 (desa)
$)
BPS
Konsumsi kalori per kapita/ hari
Pengeluaran per kapita/ bulan (Rp)
2100
13731 (kota)/ 7746 (desa)
Bank Dunia
Pengeluaran per kapita/ bulan (Rp)
6719 (kota)/ 4479 (desa)
Sumber: Suseno TW, 1990.
5. Kebutuhan Dasar dan Garis Kemiskinan
 Strategi kebutuhan dasar (basic needs) dipopulerkan ILO
tahun 1976 dengan judul “Kesempatan Kerja
pertumbuhan ekonomi, dan Kebutuhan Dasar : Suatu
Masalah bagi Satu Dunia”. Selanjutnya pendekatan
kebutuhan dasar ini diikuti oleh kelompok-kelompok lain,
lembaga-lembaga nasional dan internasional maupun
perorangan yang telah menarik pelajaran dari
pengalaman pertumbuhan ekonomi yang kurang
memperhatikan masalah kemiskinan, ketimpangan dan
pengangguran.
 Strategi kebutuhan dasar memang memberi tekanan
pada pendekatan langsung dan bukan cara tidak
langsung seperti trickle-down effect dari pertumbuhan
ekonomi yang tinggi.
 Kesulitan umum dalam penentuan indikator pertumbuhan
dasar adalah standar atau kriteria yang subyektif karena
dipengaruhi oleh adat, budaya, daerah dan kelompok
sosial. Di samping itu kesulitan penentuan secara
kuantitatif dari masing-masing komponen kebutuhan
dasar karena dipengaruhi oleh sifat yang dimiliki oleh
komponen itu sendiri, seperti misalnya selera konsumen
terhadap jenis makanan atau sepatu atau rumah.
 Namun demikian beberapa kelompok atau ahli telah
mencoba merumuskan mengenai konsep kebutuhan
dasar ini termasuk alat ukurnya. Dalam bab ini akan
dibahas mengenai komponen kebutuhan dasar,
karakteristik kebutuhan dasar dan hubungannya dengan
garis kemiskinan.
1). Komponen Kebutuhan Dasar
 Menurut United Nations (1961), komponen kebutuhan dasar
terdiri atas: kesehatan, bahan makanan dan gizi, pendidikan,
kesempatan kerja dan kondisi pekerjaan, perumahan,
sandang, rekreasi, jaminan sosal, kebebasan manusia.
 Menurut UNRISD (1966), terdiri atas: kebutuhan gizi,
perumahan dan kesehatan (kebutuhan fisik primer), kemudian
pendidikan, rekreasi dan ketenangan hidup (kebutuhan
kultural) dan kebutuhan atas kelebihan pendapatan.
 Menurut Ganguli dan Gupta (1976): menilai gizi, perumahan,
pelayanan kesehatan pengobatan, pendidikan, dan sandang
sebagai komponen primer.
 Menurut Green (1978): personal comsumption items (pangan,
sandang dan pemukiman) dan basic public services (fasilitas
kesehatan, pendidikan, saluran air minum, pengangkutan dan
kebudayaan) merupakan dua sasaran pokok.
Bagaimana komponen kebutuhan dasar untuk
bangsa Indonesia?
 Esmara melihat sandang, pangan, perumahan,
pendidikan dan kesehatan merupakan komponen
kebutuhan dasar primer.
 BPS melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) menyusun komposisi kebutuhan
dasar pangan dan bukan pangan seperti terlihat
dalam tabel 2 dan 3 berikut ini. Adapun indikator
untuk mengukur kebutuhan dasar adalah
pengeluaran per kapita di daerah kota maupun
pedesaan.
Tabel 2. Komposisi Pengeluaran Konsumsi Penduduk di Indonesia
Penelitian
A. Pangan
1. Padi-Padian dan Hasil-Hasilnya
2. Ubi-Ubian dan Hasil-Hasilnya
3. Ikan dan hasil-hasil ikan lainnya
4. Daging
5. Telur, susu dan hasil-hasil dari susu
6. Sayur-sayuran
7. Kacang-kacangan
8. Buah-buahan
9. Konsumsi lainnya
10. Makanan yang sudah jadi
11. Minuman yang mengandung alkohol
12. Tembakau, sirih
B. Bukan Pangan
1. Perumahan, bahan bakar, penerangan dan air
2. Barang-barang dan jasa-jasa
3. Pakaian, alas kaki dan tutup kepala
4. Barang-barang yang tahan lama
5. Keperluan pesta dan upacara
Sumber: Suseno TW, 1990.
Kebutuhan Dasar
Kota
Desa
V
V
V
V
Bukan Kebutuhan Dasar
Kota
Desa
V
V
V
V
V
V
V
(V)
V
(V)
V
V
V
V
V
V
(V)
V
(V)
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Cat: tanda V, memperlihatkan dipergunakan sepenuhnya dan tanda (V) dipergunakan sebagian
dari pengeluaran rata-rata jenis pengeluaran kategori kebutuhan dasar atau bukan kebutuhan
dasar.
a. Berdasarkan seluruh pengeluaran untuk konsumsi lainnya ini, diperkirakan 50%
dipergunakan untuk kebutuhan dasar bagi penduduk yang berdiam di kota dan
75% desa. Dalam kategori kebutuhan dasar ini termasuk garam, lada, gula
pasir, minyak goreng dsb.
b. Dalam kategori pengeluaran untuk barang-barang dan jasa-jasa ini, termasuk
pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan.
 Berdasarkan tabel 3, dijelaskan mengenai indikator kebutuhan minimum untuk
masing-masing komponen sbb.:
1) Pangan, dinyatakan dengan kebutuhan gizi minimum yaitu perkiraan kalori dan
protein.
2) Sandang, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan
pakaian, alas kaki, dan tutup kepala.
3) Perumahan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk sewa
rumah, listrik, minyak tanah, kayu bakar, arang dan air.
4) Pendidikan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan
biaya sekolah (uang sekolah, iuran sekolah, alat tulis, buku).
5) Kesehatan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk
penyediaan obat-obatan di rumah, ongkos dokter, perawatan termasuk obatobatan.
Tabel 3. Perkiraan Pengeluaran per Kapita untuk Memenuhi Kebutuhan Dasar menurut
Komponen dan seluruh Pengeluaran per Kapita di Indonesia (Rp/bulan)
Kebutuhan Dasar
1970
1980
Kota
Desa
Kota
Desa
Pangan
V
V
V
V
1. Padi-Padian dan Hasil-Hasilnya
x
x
x
x
2. Ubi-Ubian dan Hasil-Hasilnya
x
x
3. Ikan dan hasil-hasil ikan lainnya
x
x
x
x
4. Daging
x
x
x
x
8. Buah-buahan
x
x
x
x
6. Sayur-sayuran
x
x
x
x
7. Kacang-kacangan
x
x
Konsumsi lainnya
V
V
V
V
Sandang
V
V
V
V
Perumahan
V
V
V
V
Pendidikan
V
V
V
V
Kesehatan
V
V
V
V
Jumlah Rata-Rata Kebutuhan Dasar
1240
999
7770
5482
Pengeluaran Rata-Rata
1819
1272
12208
7212
Sumber: Suseno TW, 1990.
2). Karakteristik Pengeluaran per Kapita
•
Karakteristik pengeluaran per kapita untuk memenuhi kebutuhan dasar sebagai dasar
penentuan garis kemiskinan, dapat dilihat dari 3 hal, sbb:.
a). Komposisi Kebutuhan Dasar:
K = Cp/np .
Kd
100%
Ket
K
= komposisi kebutuhan dasar dalam persen
Cp/np = pengeluaran per kapita untuk pangan atau bukan pangan
Kd
= jumlah kebutuhan dasar rata-rata per kapita
a).Ratio Kebutuhan Dasar dan Pengeluaran per Kapita:
R= K.
C
Ket:
R
Kd
Kd
100%
= ratio kebutuhan dasar dan pengeluaran per kapita rata-rata dalam person
= jumlah kebutuhan dasar rata-rata per kapita
= pengeluaran rata-rata per kapita
a). Ratio Kota dan Desa:
Rkd = Kd kota .
Kd desa
Rc = C kota .
Cd desa
100%
Ket
Rkd = rasio kebutuhan dasar rata-rata per kapita kota terhadap
desa
Rc = rasio pengeluaran rata-rata per kapita kota terhadap desa
Kd = jumlah kebutuhan dasar rata-rata per kapita
C = pengeluaran rata-rata per kapita
3). Kebutuhan Dasar dan Garis Kemiskinan
Secara internasional, garis kemiskinan ditentukan berdasarkan
kebutuhan dasar:
 Atkinson, menyarankan garis kemiskinan ditentukan ½ dari
pengeluaran per kapita.
 McNamara, mengatakan 1/3 dari pengeluaran per kapita.
 Esmara, mengemukakan sekitar 2/3 (kota) dan ¾ (desa) dari
pengeluaran per kapita.
Sementara itu garis kemiskinan di Indonesia, Esmara membedakan
antara garis kemiskinan relatif dan mutlak, berdasarkan pengeluaran
per kapita untuk memenuhi kebutuhan dasar.
 Secara relatif, garis kemiskinan rakyat dihitung berdasarkan
realisasi pengeluaran per kapita untuk memenuhi kebutuhan dasar
(Kd).
 Secara mutlak, perkiraan pengeluaran per kapita untuk memenuhi
kebutuhan dasar diproyeksikan melalui IBM sehingga diperolah
menurut harga yang berlaku.