Des-Perk08-kul1

Download Report

Transcript Des-Perk08-kul1

DESAIN PERKEBUNAN KELAPA
SAWIT
Prog. Khusus Instiper - 2012
Pertemuan I
PERTIMBANGAN UMUM DESAIN
1. Ukuran kebun
- Ukuran dan jenis lahan berbeda-beda,
bervariasi terhadap pengembangan kebun,
cakupan luasan dr yang kecil sampai besar.
- ada yang disebut kecil karena tidak memiliki
pabrik, ada yang kecil/besar dengan standar
luar, misalnya <50 ha. Secara umum yang
disebut perkebunan kecil adalah <200 ha.
- Di Indonesia, Malaysia, Papua Nugini,
biasanya petani memiliki 2-4 ha.
2. Pengelolaan Usaha Kecil
– Luasan yang besar saat ini kadang terdiri atas
luasan-luasan kecil per kelompok. Malaysia:
penempatan kelompok petani. Indonesia :bentuk
koperasi/kelompok kerja.
– Penempatan penduduk utk pengelolaan kebun
perlu pendekatan/pertimbangan sosial dan politik.
– Penempatan penduduk/masyarakat lebih cocok
bila masyarakat tersebut bersifat homogen dan
kohesif. Masy. dengan tradisi individual atau dari
budaya berbeda-beda lebih cocok untuk kebun
yang kecil-kecil
– Lokasi perumahan ditentukan dengan
pertimbangan aspek sosial
• Pd penempatan perkebunan kecil, satu kompleks
perumahan berisi 20 keluarga , mengelola ± 40 ha.
Perawatan dilaksanakan oleh masing-masing keluarga,
pemanenan mengikuti jadwal yang disepakati. Kelompok
petani ini biasanya diawasi oleh managemen/pengelola
yang kuat dlm hal keuangan dan kebijakan, misalnya
perusahaan besar, yang biasanya adalah perusahaan
Inti. Sebelum petani kuat/mandiri, petani tersebut
dipekerjakan oleh perusahaan.
• kelompok petani yang beranggota 20-30 orang di bawah
pembinaan pemerintah/perusahaan besar, di Indonesia
organisasi yang bisa menjadi jembatan adalah koperasi.
• Perumahan biasanya ditempatkan di pusat area
perkebunan, dimana tenaga listrik dan layanan umum
tersedia. Pada petani yang ditempatkan, disediakan
halaman sekitar rumah sekitar 0,5 ha/keluarga, untuk
penyediaan bahan pangan.
• Model pengembangan perkebunan kecil
tersebut hampir sama dg perusahaan besar,
dalam hal perencanaan, tata letak, dan
pengembangan.
• Pada tiap kompleks perkebunan tersebut harus
tersedia akses cukup untuk jalan masuk saprodi
dan pengangkutan hasil panen(tandan buah).
Perencanaan untuk jalan akses harus
dipertimbangkan dari awal. Petani biasanya juga
membangun jalan akses sendiri.
• Jarak antar jalan biasanya 1 km, sehingga tidak
ada titik yang lebih dari 500 m dari jalan.
• Rumah yang dibangun biasanya berupa blok-blok
individual berukuran kecil. Pusat perumahan
terdiri atas perumahan staf, sekolah, pusat
kesehatan, warung.
• Terdapat model dimana perumahan
dikembangkan sendiri oleh masyarakat, dalam
satuan kelompok atau koperasi. Kemudian
kelompok ini dibawah binaan perusahaan inti
• Keberadaan jalan perlu diyakinkan agar sesuai
untuk model transportasi yang diperlukan,
demikian juga supaya semua dapat mengakses
dengan baik, untuk menghindari masalah sosial.
Untuk ini diperlukan kajian terlebih dahulu
tentang legalitas lahan, jalan, dan penempatan
fasilitas.
3.Perusahaan Perkebunan
• Selain perancangan lapangan, persoalan
yang terkait perkebunan baru (atau
rekonstruksi) adalah penempatan pabrik dan
perumahan, dalam hubungannya dengan
kebun utama.
• Pabrik harus diletakkan sedapat mungkin di
tengah, untuk efisiensi transportasi saprodi
atau panen.
• Pemilihan lokasi pabrik harus dengan
pertimbangan teknis seperti bentuk lahan,
ketersediaan air, pembuangan limbah, dsb.
• Perumahan tenaga kerja pabrik dan kebun biasanya dekat
dengan pabrik, untuk kemudahan shift kerja dan adanya
fasilitas pabrik. Hal-hal seperti arah angin, tinggi tempat
perlu dipertimbangkan untuk menjaga kenyamanan
manusia/tenaga kerja. Namun demikian ada model yang
menempatkan perumahan tenaga kerja disebar di lokasilokasi kebun, dengan konsekuensi penyediaan kebutuhan
hidup di masing-masing tempat.
• Perumahan/penempatan tenaga di sekitar
kantor/staf/managemen juga memudahkan komunikasi dan
pengawasan, mengurangi resiko kekerasan, kejahatan, dsb.
• Ukuran divisi perkebunan ditentukan terutama oleh letak
geografis, dan sebagian oleh kemudahan peletakan setelah
kompleks managemen pertama. Juga kemudahan
pengawasan terhadap kebun.
• Di Indonesia juga dipengaruhi oleh sistem training dan
supervisi, yaitu sekitar 500-750 ha/divisi.
• Seberapa pun ukuran kebun, yang harus
diperhatikan adalah kesiapan lahan agar kelapa
sawit berkembang optimal, infrastruktur tersedia,
biaya perawatan dan pengambilan hasil minimal. Hal
ini mempengaruhi ukuran dan pengaturan blok
kebun, jalan, jaringan komunikasi dan transportasi.
• Rancangan jalan tergantung pada ketersediaan
bahan konstruksi, serta ukuran /kapasitas kendaraan
pengangkut.
• Rancangan jembatan dan selokan
mempertimabngkan fungsi menaggung beban
kendaraan dan sebagai jalan banjir.
• Pertimbangan sistem drainase sangat perlu, untuk
menjaga genangan air dan mengendalikan muka air
saat kekeringan. Sebaliknya untuk daerah kering,
saluran irigasi perlu dipertimbangkan.
• Ukuran kebun ditentukan sebagian oleh faktor
geografi dan sebagian oleh kemampuan
pengelolaan/pengawasan dlm 1 divisi
• Area dg tanmn matang lebih mudah diawasi
drpd tanm dg berbagai umur, makin canggih
suatu divisi bisa makin besar luasan yg
ditangani
• Infrastruktur harus tersedia cukup, utk
perawatan dan pengambilan hasil panen
• Ukrn blok utk jalan/jaringan terkait dg sistem
komunikasi & trnsprt, dipengaruhi oleh sistem
mekanisasi
• Lahan miring perlu dibuatkan teras, untuk
mencegah erosi, maksimalkan produksi, dan
memudahkan pemanenan.
• Hindari polusi lingkungan dan minimalkan
gangguan alam sekitar, menjaga
keseimbangan alam semaksimal mungkin,
serta konservasi tanah dan air.
• Perlu diingat bahwa perkebunan akan berumur
paling tidak 25 tahun, selama itu kondisi akan
berubah, sehingga perlu diantisipasi misalnya
kemungkinan sistem mekanis di masa depan.
Batas Wilayah dan Studi pendahuluan
• Area yg dikelola harus jelas, identifikasi di peta
dan di lapangan. Skala Peta= 1:10.000 atau 1:
25.000
• foto udara dan peta Dapat digunakan bersama
• GIS dan foto satelit dpt membantu penentuan
batas di lapangan
• Batas harus diperjelas sebelum mulai tanam
• Idealnya studi kelayakan agronomi dilakukan
SEBELUM penguasaan lahan dan pendanaan
• GPS dan foto udara dpt membantu pembuatan
peta kontur sbg dasar survey lahan dg ukuran
jalur 1 km x 0,5 km . perlu SOIL SCIENTIST
• Bila jenis dan kondisi tanah hampir seragam, jumlah
sampel bisa diperkecil
• Informasi mengenai: derajad slope, arah dan aliran
drainase, sistem teras, jaringan jalan.
• Informasi mengenai topografi dan jenis vegetasi
• Perlu info detail lapangan karena foto satelit tdk lbh
rinci dr. 1 km
• Tingkat/probabilitas banjir perlu diperhitungkan
• Dimungkinkan utk tidak memanfaatkan areal lahan yg
jelek.
• Bila sdh ada perumahan/jaringan jalan bisa
dimanfaatkan, tetapi disesuaikan dng master plan
• Prioritas pertimbangan adalah perencanaan yg hati2
thdp sistem drainase, jalan dan lintasan, juga bentuk
lereng apakah bergunung, bergelombang, atau rata.
PROSEDUR IJIN PEMBUKAAN LAHAN
UNTUK PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
(konversi dari lahan hutan/areal tak terpakai)
Jenis lahan, menurut urutan penggunaan :
• APL
: areal penggunaan lain
• HPK
: hutan produksi konversi
• HP
: hutan produksi,
• HPT
: hutan produksi terbatas, atau HTI
• HL
: hutan lindung
Prosedur untuk lahan
Areal Penggunaan Lain (APL)
1. Ijin Prinsip atau Ijin Lokasi, berdasar tata ruang dari Bupati.
Bupati membentuk Tim Teknis (BPN, Dinas Pertanian,
Dinas Perkebunan & Kehutanan, Camat, kades)
2. Ijin Usaha Perkebunan, Ijin Penggunaan Lahan, dari Bupati
Menurut UU 18 Th 2004 ttg Perkebunan SK Menteri
Pertanian 26/Permentan/OT.140/2/2007, penggunaan
lahan perkebunan 80% utk perusahaan, 20% untuk
masyarakat
3. Sewa konsultan untuk pengecekan kembali areal rencana
kebun, terkait misalnya:
– kemiringan lahan (max 30 %)
– kesesuaian lahan: tanah, ,iklim, CH, hara tanah
4. Mulai pekerjaan operasional, pembukaan lahan. Areal
dibuka pertama adalah untuk pembibitan, dengan syarat
a.l: dekat sumber air (sungai), tanah mineral, datar
5. Survey dan analisa AMDAL (analisa mengenai dampak
lingkungan) oleh Bapepalda
6. Pengurusan Ijin Hak Guna Usaha, dengan luas sesuai hasil
survey konsultan (hanya lahan yang memenuhi syarat)
7. Pernyataan Perusahaan telah memasang tanda batas di
areal yang dimintakan HGU
8. Permohonan pengukuran peta oleh Kadastral. Setelah
pemetaan Kadastral, baru pengusulan HGU
9. Inventarisasi lahan oleh Badan Pertanahan Nasional, terkait
aspek penataan dan pemanfaatan lahan (lahan milik
adat/ulayat, dsb)
Keluaran dari kegiatan ini adalah Gambar situasi (Peta
GS) yang memberikan informasi rinci penggunaan
lahan.
Kewenangan BPN:
• < 10 Ha
: BPN Tk II
• 10-100 Ha : BPN Tk I
• > 100 Ha
: BPN Pusat
10.Bila mendirikan pabrik, ijin pendirian pabrik (Hak Guna Bangunan,
HGB)
11.Setelah survey selesai, dilakukan desain blok, misalnya ukuran
blok 300 x 1000 atau 400 x 1000.
Keterangan lahan berdasar topografi:
– datar
:0–3%
– berombak
: 4- 8 %
– bergelombang : 9 – 15 %
– bergunung
: > 40 %
• Bila yang akan digunakan adalah Lahan HPK, maka setelah ijin
lokasi/prinsip diperlukan rekomendasi Gubernur untuk pelepasan
kawasan hutan.
• Gubernur akan membentuk tim teknis untuk melakukan survey
mikro atas areal (hampir sama dengan survey inventarisasi
lahan).
• Setelah keluar rekomendasi Gubernur, mengajukan permohonan
ke Departemen Kehutanan (Menteri) untuk pelepasan kawasan
hutan. Karena kawasan APL menjadi wewenang BPN sedang
kawasan HP/HPT menjadi wewenang Deparemen Kehutanan.
• Setelah Menteri Kehutanan mengeluarkan Surat keterangan
pelepasan hutan, baru dapat dimintakan ijin HGU.