Penilaian kualitas-2-sent

Download Report

Transcript Penilaian kualitas-2-sent

Kecernaan In Vitro
Eko Widodo
Metode in vitro
Pengukuran kecemaan in vitro mrupakan penentuan
kecemaan pakan yang dilakukan secara kimiawi di
laboratorium dengan meniru proses pencemaan yang terjadi
di dalam tubuh temak ruminansia (Van Soest, 1994).
Penentuan kecemaan secara in vitro memiliki kelebihan,
yaitu jumlah sampel yang diperlukan sedikit (0,5 g/tabung),
biaya lebih murah, dapat menentukan kecemaan banyak
sampel pakan dalam waktu yang relatif singkat (96 jam),
dapat dipelajari proses fermentasi yang terjadi di dalam
rumen dan aktivitas mikroba tanpa dipengaruhi oleh induk
semang dan pakannya (Johnson, 1966 dan Church, 1879).
Adapun menurut Ensminger (1978) kelebihan kecemaan
in vitro adalah sampel yang digunakan sedikit, banyak
sampel yang dapat dievaluasi secara bersamaan,
kecemaan dapat segera diketahui karena waktu relatif
pendek, terkontrol dan hasilnya mempunyai korelasi
positif dengan kecemaan in vivo.
Pengukuran kecemaan in vitro menurut metode Tilley
dan Terry (1963) terdiri dari dua fase, yaitu: fase I
pencemaan mikrobial dengan cairan rumen dan saliva
buatan dalam kondisi anaerob selama 48 jam dan fase II
pencemaan enzimatis dengan HC1 dan pepsin.
Prinsip pengukuran kecernaan secara in vitro adalah suatu
konsep yang praktis untuk meniru proses pencernaan yang
terjadi di dalam rumen, abomasum dan usus halus, yaitu:
- situasi an aerob
- suhu 39°C
- saliva buatan dari Mc.Dougall’s
- pH 6,9 - 7,0
- cairan rumen yang berisi mikroba rumen
- pemberian enzim pepsin - HCl
- gerakan rumen
- keadaan gelap (Van der Meer, 1980).
Hasil kecemaan in vitro dipengaruhi oleh:
•
ukuran partikel,
•
jumlah sampel,
•
penanganan cairan rumen,
•
kondisi lingkungan saat inkubasi dan
•
larutan bufer
Tilley dan Terry (1963) membagi proses pencernaan
ruminansia secara in vitro atas 2 fase :
1. Fase pencernaan fermentatif (fase pertama).
Pada fase pertama ini bahan pakan difermentasikan secara
an aerob dalam cairan rumen yang merupakan sumber
mikroba rumen dan larutan buffer yang merupakan saliva
buatan, suhu sekitar 39°C, kisaran pH 6,9 - 7,0 selama 48
jam.
Larutan penyangga fosfat-bikarbonat yang terdiri dari tiga
larutan, yaitu : 46.5 gr Na3HPO4.H2O3 ; 49,0 gr NaHC03 ;
2,35 gr NaCI ;2,85 gr KC1 Kemudian dilarutkan dalam air
sampai 1000 ml. Larutan 6 % MgCl2 . Larutan 4 % CaCl2
Tempat sampel yang diinkubasikan atau fermentor
dapat terbuat dari kaca atau polietilene. Pada fase
fermentatif keadaan an aerob diusahakan dengan cara
mengaliri gas CO2 (bubbling) dan ditutup rapat
dengan penutup karet busen valve.
Prinsip penutup bunsen valve ini sama dengan prinsip
pentil pada ban sepeda yaitu hanya bias
membebaskan udara di dalam tabung fermentor tapi
udara luar tabung sendiri tidak bisa masuk.
Mikroba rumen diperoleh dari cairan rumen, sedangkan
saliva rumen yang mempunyai sifat sebagai bufer atau
penyangga (menjaga keasaman) diperoleh dari larutan
Mc.Dougall’s yang dibuat dengan komposisi dan sifat-sifat
mirip saliva rumen. Adanya sifat buffer dari Mc.Dougall’s
karena mengandung fosfat dan bikarbonat. Gerakan rumen
ditiru dengan menempatkan sistem fermentasi dalam penangas
air bergoyang (shaker water bath) yang bersuhu konstan 39°C
atau dengan penggoyangan manual setiap 4 jam sekali. Tempat
fermentasi selain penangas air bergoyang bisa juga digunakan
oven yang bersuhu konstan 39°C.
Sisa sampel bahan makanan yang tidak larut setelah
proses fermentatif dan hidrolisis (endapan = residu)
merupakan bahan makanan yang tidak tercerna.
Dengan demikian selisih antara berat awal sampel
dengan berat endapan yang tidak larut tersebut
merupakan kecernaan suatu sampel yang diuji.
Endapan terakhir dari proses pencernaan ini
kemungkinan juga bukan hanya berasal dari sampel
yang diuji saja tetapi juga berasal dari bahan-bahan
lain seperti cairan rumen, Mc.Dougall’s dan
sebagainya, maka dalam pengukuran koeffisien cerna
perlu dikoreksi dengan menggunakan blanko.
Yang dimaksud blanko adalah menyertakan dalam inkubator,
fermentor tanpa sample yang diuji. Dengan cara ini maka nilai
koefisien cerna yang kita peroleh lebih mendekati sebenarnya.
Untuk lebih jelasnya :
KCBK =
BKawal
  BKresidu
 BKblangko

 100 %
BKawal
KCBO =
BOawal   BOresidu
BOawal
 BOblangko

 100 %
2. Fase pencernaan hidrolitis (fase kedua).
Pada fase kedua ini merupakan pencernaan
hidrolisis atau enzimatis yaitu pencernaan oleh
larutan HCl-pepsin pada kondisi aerob, suhu
sekitar 39°C selama 48 jam.
2 gr pepsin (Merck. No.7190, 1 : 10.000).
- 1 liter 0,1 M HC1
Teknik riset evaluasi bahan pakan di dalam rumen secara
In vitro :
a. Sistim aliran kontinyu (continuous flow systems).
Pada sistim ini digunakan chemostat (continous culture
fermentors) yang dilengkapi alat pemberi pakan dan pengeluaran
produk-produk akhir yang teratur seperti keadaan di dalam
rumen yang sesungguhnya (intact animal). Dengan demikian
dapat menghitung secara kuantitatif proses mikrobial tertentu.
Evaluasi pakan terhadap aktivitas mikroba di dalam
rumen dapat disimulasi dengan baik apabila dilaksanakan
pengontrolan yang ketat terhadap pasokan pakan,
pembuangan produk akhir, pH, konsentrasi-konsentrasi
garam, potensial redoks, laju agitasi dan sebagainya.
Segi negatif alat ini kurang dapat diekstrapolasikan
terhadap keadaan rumen sesungguhnya terutama dari segi
absorpsi dan sintesis. Disamping itu sulit dilaksanakan
untuk sejumlah contoh sekaligus.
b. Sistim tertutup (closed system).
Sistim ini mengunakan tabung fermentasi (fermentor) yang
diisi bahan pakan tanpa pengeluaran produk-produk akhir
kecuali gas-gas (terutama CO2).
Alat ini berdesain
sederhana dan mampu menentukan kecernaan sejumlah
besar contoh pada setiap seri percobaan.
c. Teknik kultur murni (pure culture techniques).
Teknik ini diperlukan untuk mempelajari peranan mikroba
rumen dalam tapak jalan metabolisme sebenarnya.
C. Teknik kantong nilon (in sacco)
Teknik ini menggunakan bahan kantong yang tidak
dapat dicerna seperti nilon atau dakron yang diisi substrat
untuk diketahui kecernaannya kemudian kantong diikat
erat. Kantong tersebut diletakkan di dalam rumen ternak
berfistula dan diambil setelah beberapa saat. Persentase
substrat yang hilang di dalam kantong merupakan nilai
kecernaan yang diuji.
Faktor yang mempengaruhi:
Ukuran pori-pori
 Ukuran dan jenis kantong
 Ukuran partikel sampel
 Jumlah sampel
 Tempat dan waktu dalam rumen
 Pakan ternak yang digunakan
