20. Section Kartu Kredit

Download Report

Transcript 20. Section Kartu Kredit

Kartu Kredit
MAIZA FIKRI, ST, M.M
Blog : Meiza86
[email protected]
Pengertian Kartu Kredit:
 Kartu kredit atau yang lebih dikenal dengan
credit card ini adalah suatu kartu plastik yang
hampir sama dengan ukuran KTP, yang
diterbitkan oleh issuer (penerbit) dan
dipergunakan oleh cardholder (pemegang kartu)
dan berfungsi sebagai alat pengganti pembayaran
uang tunai dan pihak penerima adalah kaum
usahawan/pedagang (merchant) yang telah
ditentukan oleh penerbit.
Contoh
Perusahaan Penerbit dan Data
Pengguna Kartu Kredit:
 Di Indonesia banyak sekali perusahaan penerbit kartu
kredit seperti : Citibank, HSBC, BCA, Bank Mandiri, BII,
Permata Bank, BNI, BRI dan Beberapa Bank serta Lembaga
Keuangan Syariah.
 Data perkembangan pengguna Kartu Kredit:
Tingkat pertumbuhan pengguna kartu kredit di Indonesia
termasuk tinggi dan terus meningkat. Hal ini tentunya
mengkhawatirkan karena masyarakat lebih senang
mengutang daripada menabung, tentunya akan
berdampak pada rendahnya simpanan (national savings
Indonesia).
Beberapa Dasar Hukum
Kartu Kredit:
 Pasal 6 huruf 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 Tentang Perbankan;
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988
Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga
Pembiayaan diubah dengan KMK Nomor 468/1995; KMK
Lembaga Pembiayaan ini merupakan peraturan pelaksana dari
Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga
Pembiayaan;
 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang
Penyelenggaraan
Kegiatan
Alat
Pembayaran
Dengan
Menggunakan Kartu Tanggal 28 Desember 2005 yang
diperbaharui dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/8/PBI/2008, diperbaharui dengan PBI Nomor 11/2009.
diperbaharui dengan PBI 14/2012, tanggal 6 Januari 2012 yang
akan diberlakukan 1 Januari 2013.
Pengertian Usaha dan Perusahaan
Kartu Kredit:
 Usaha Kartu Kredit adalah kegiatan
pembiayaan untuk pembelian barang
dan/atau jasa dengan menggunakan kartu
kredit;
 Perusahaan kartu kredit adalah badan usaha
yang melakukan usaha pembiayaan untuk
membeli barang dan jasa dengan
menggunakan kartu kredit.
Berikut poin-poin PBI N0. 14/2012
ttg APMK:
 Batas umur: Minimal 21 tahun/minimal 18 tahun bila sudah







menikah (Berlaku 1 Januari 2013)
Batas gaji nasabah: Minimal Rp 3 juta (Belaku 1 Januari 2013)
Batas bunga: 3% perbulan (Berlaku 1 Januari 2013)
Plafon pinjaman: 3 kali gaji (berlaku 1 Januari 2013)
Kartu tambahan: Umur minimal 17 tahun atau sebelum 17 tahun
tapi sudah menikah
Waktu penagihan: Diatur cara penagihan dan jadwal penagihan.
Penggunaan pin: minimal 6 digit (berlaku 1 Januari 2015)
Batas kepemilikan kartu: Gaji di bawah Rp 10 juta maksimal 2
penerbit. Di atas Rp 10 juta tergantung penilaian bank.
Contoh Kasus:
 Pernahkah anda mendapati masalah bahwa salah
seorang anggota keluarga meninggal dunia, dan anda
diharuskan menanggung hutang kartu kreditnya?
 Apakah tagihan kartu kredit harus dibayar oleh
anak/cucu dari pemegang kartu kredit walaupun
pemegang kartu kredit telah meninggal dunia?
Alternatif Jawaban:
 Sebagaimana dikemukakan oleh J.
Satrio, S.H. dalam bukunya
“Hukum Waris” (hal. 8), bahwa
warisan adalah kekayaan yang
berupa kompleks aktiva dan pasiva
si pewaris yang berpindah kepada
para ahli waris.
Alternatif Jawaban… (Ljt.):
 Pasal 1045 KUHPerdata menyatakan bahwa tiada seorang
pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke
tangannya.Penolakan warisan ini harus dilakukan dengan
tegas, dan harus terjadi dengan cara memberikan
pernyataan di kepaniteraan Pengadilan Negeri (lihat Pasal
1057 KUHPerdata). Dan bagi ahli waris yang menolak
warisan, dianggap tidak pernah menjadi ahli waris (lihat
Pasal 1058 KUHPerdata);
 Dalam hal para ahli waris telah bersedia menerima
warisan, maka para ahli waris harus ikut memikul
pembayaran utang, hibah wasiat dan beban-beban lain,
seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari
warisan itu (lihat Pasal 1100 KUHPerdata). Termasuk
pembayaran tagihan kartu kredit.
Alternatif Jawaban… (Ljt.):
 Dalam hal para ahli waris telah bersedia menerima warisan, maka para ahli waris harus
ikut memikul pembayaran utang, hibah wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan
apa yang diterima masing-masing dari warisan itu (lihat Pasal 1100 KUHPerdata).
Termasuk pembayaran tagihan kartu kredit.
 Sedangkan, bagi pewaris dan ahli waris yang beragama Islam, berlaku hukum Islam
sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang juga mengatur mengenai
hukum pewarisan. Mengenai kewajiban dari ahli waris untuk melunasi hutang-hutang
dari pewaris dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 171 huruf e KHI yang menyatakan
bahwa harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah
digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggal, biaya pengurusan
jenazah, pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat. Apabila disimpulkan,
menurut ketentuan tersebut berarti pemenuhan kewajiban pewaris didahulukan
sebelum harta warisan dibagikan kepada para ahli warisnya.
 Jadi, berdasarkan hukum perdata maupun hukum Islam, hutang pewaris (dalam hal ini
tagihan kartu kredit) tetap harus dibayarkan oleh ahli waris apabila ahli waris menerima
pewarisan dari pewaris.
Peraturan soal penagihan utang
kartu kredit melalui debt collector:
 Pasal 17 ayat (5) Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor
11/11/2009 menyatakan, Penerbit Kartu Kredit wajib
menjamin bahwa penagihan atas transaksi Kartu Kredit,
baik yang dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit sendiri
atau menggunakan jasa pihak lain, dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan dengan Surat Edaran
Bank Indonesia.
 Pasal 21 PBI Nomor 11/11/2009: dalam hal Penerbit
melakukan kerja sama dengan pihak-pihak di luar pihak
lain, maka Penerbit bertanggung jawab atas kerja sama
tersebut. “Ketika bank bekerja sama dengan penagih utang,
kalau terjadi pelanggaran, bank harus ikut bertanggung
jawab,”
Alternatif Solusi:
 Untuk mengurangi publikasi negatif terhadap operasional bank
dan menjamin terselenggaranya mekanisme penyelesaian
pengaduan nasabah secara efektif dalam jangka waktu yang
memadai, maka Bank Indonesia menetapkan standar minimum
mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah dalam Peraturan
Bank Indonesia Nomor: 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian
Pengaduan Nasabah yang wajib dilaksanakan oleh seluruh bank.
 Tetapi Penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank yang diatur
dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 ini tidak
selalu dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasan tersebut
dikarenakan tidak terpenuhinya tuntutan nasabah bank baik
seluruhnya maupun sebagian sehingga berpotensi menimbulkan
sengketa antara nasabah dengan bank.
Alternatif Solusi:
 Dalam praktek dikenal berbagai bentuk penyelesaian
sengketa perdata seperti litigasi, arbitrase dan/atau
Mediasi. Namun, pihak-pihak yang bersengketa umumnya
lebih banyak memilih penyelesaian melalui proses litigasi
di Pengadilan Negeri, baik melakukan tuntutan secara
perdata maupun secara pidana. Namun terdapat banyak
kendala yang sering dihadapi.
 Kendala tersebut antara lain lamanya penyelesaian perkara,
serta putusan yang dijatuhkan seringkali mencerminkan
tidak adanya unified legal work dan unified legal opinion
antara Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan
Mahkamah Agung
Alternatif Solusi:
 Oleh karena itu, diatur mengenai alternatif
penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Di
antaranya adalah arbitrase dan mediasi seperti yang
diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 1999.
 Pengaturan Mediasi di pengadilan diatur dalam Perma
Nomor 2 Tahun 2003.
 Sedangkan Mediasi Perbankan diatur dalam PBI No.
8/5/PBI/2006. Pada PBI No.8/5/PBI/2006 tentang
Mediasi Perbankan dinyatakan bahwa sampai dengan
akhir tahun 2007 pelaksanaan fungsi mediasi
perbankan akan dilakukan oleh Bank Indonesia.
MEDIASI:
 Menurut Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006,
maka yang dimaksud dengan Mediasi Perbankan
adalah alternatif penyelesaian sengketa antara
Nasabah dan Bank yang tidak mencapai penyelesaian
yang melibatkan mediator untuk membantu para
pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian
dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian
ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan.
Hal-hal yang diatur dalam Mediasi Perbankan
adalah:
1. Nasabah atau perwakilan nasabah dapat mengajukan upaya penyelesaian
sengketa melalui mediasi ke BI apabila nasabah merasa tidak puas atas
penyelesaian pengaduan nasabah;
2. Sengketa yang dapat diajukan penyelesaiannya adalah sengketa keperdataan
yang timbul dari transaksi keuangan yang memiliki tuntutan finansial paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah). Nasabah tidak dapat
mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh tuntutan immaterial;
3. Pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi 60 (enam puluh hari) kerja
saat tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan yang disampaikan bank
kepada nasabah;
4. Pelaksaan proses mediasi sejak ditandatanganinya perjanjian mediasi samapi
dengan penandatanganan Akta Kesepakatan oleh para pihak dilaksanakan
dalam waktu 30 hari kerja dan dapat diperpanjang sampai dengan 30 hari
berikutnya berdasarkan kesepakatan nasabah dan bank;
5. Akta kesepakatan dapat memuat menyeluruh, kesepakatan sebagian, atau
tidak tercapainya kesepakatan atau kasus yang disengketakan.
Beberapa keuntungan mediasi adalah:
1. Mediasi dapat menyelesaikan sengketa dengan cepat,
biaya murah dibandingkan dengan proses beracara di
Pengadilan atau melalui Arbitrase. Dalam proses
mediasi tidak diperlukan gugatan ataupun biaya untuk
mengajukan banding sehingga biayanya lebih murah
2. Mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi para
pihak yang bersengketa tetap menjaga hubungan
kerjasama mereka yang sempat terganggu akibat
terjadinya persengketaan diantara mereka.
 Proses mediasi lebih bersifat informal dan
menghasilkan putusan yang tidak memihak.