tugas kelompok 3 Hukum Etika Pers

Download Report

Transcript tugas kelompok 3 Hukum Etika Pers

Kelompok 3
Firsta Vaulina A
Febbiadi Rahmat
Dara Purnama
Rivo Fananda
Rahmatul Husni
Nofrian Arman


Delik pengertian umumnya adalah segala
perbuatan yang dilarang oleh UU dan
pelakunya diancam hukuman.
Delik pers adalah delik yang penyelesaiannya
memerlukan publikasi dengan pers dan
merupakan pernyataan pikiran atau perasaan
yang diancam pidana. Artinya kejahatan
sudah terjadi pada saat surat kabar yang
memuatnya selesai dicetak (terbit).
Menurut Van Hattum terbagi atas:
a. Ia harus dilakukan dengan barang cetakan
b. Perbuatan yang dipidanakan harus terdiri
atas pernyataan pikiran atau perasaan.
c. Delik harus melalui publikasi yang
merupakan suatu syarat untuk dapat
menimbulkan suatu kejahatan, apakah
kejahatan tersebut dilakukan dengan suatu
tulisan.
Untuk menentukan ada tidaknya delik,
ketiga kriteria tersebut harus ada.
Apabila salah satu dari ketiga kriteria
tersebut hilang, maka gugur pula
sebagai delik pers.
Terdapat dua jenis delik pers:
1. Delik Aduan.
Delik aduan artinya tidak ada suatu perkara kalau
tidak ada yang mengadu. Dengan kata lain, hanya
akan ada kasus atau perkara yang diakibatkan adanya
pemberitaan pers, kalau pihak yang merasa dirugikan
oleh pemberitaan pers tersebut mengadu kepada
pihak yang berwajib.
Yang tergolong sebagai delik aduan adalah: pasal 310,
311, 315, 316, 317, 320 dan 321 KUHP.
2. Delik Biasa
Delik biasa artinya tidak perlu ada pengaduan.
Bila aparat berwajib mengetahui terjadinya
pelanggaran/kejahatan maka mereka
berinisiatif melakukan pengusutan.
Pasal-pasal yang terkait dengan delik biasa
adalah pasal 112,113 134, 137, 142, 143, 144, 154,
155, 156, 157, 156a, 160, 161, 162, 163 207, 208,
282, 532 dan 533
Delik pers dapat digolongkan dalam 5 kelompok besar
yakni:
1. Delik keamanan negara
Menurut Omar Seno Adji, yang tergolong dalam delik ini
adalah melanggar pasal 112 dan 113 KUHP.
Pada intinya kedua pasal tersebut memidana barang siapa
dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita
atau keterangan-keterangan yang harus dirahasiakan
(untuk kepentingan negara) atau dengan sengaja
memberitahukan atau memberikan kepada negara asing
(pasal 112) atau mengumumkan dan seterusnya, gambargambar peta atau benda yang bersifat rahasia atau
bersangkutan dengan kemanan dan pertahanan negara
terhadap serangan dari luar (pasal 113).
2. Delik Penghinaan
Objek penghinaan menurut Seno Adji
meliputi: perorangan termasuk yang telah
meninggal dunia, Kepala Negara dan atau
Wakilnya (pasal 134-136 bis KUHP), Kepala
Negara asing yang bersahabat, Kepala
perwakilan Asing yang bersahabat, terhadap
pemerintah ataupun terhadap kekuasaan
yang sah.
3. Delik Agama
Delik agama sebagaimana yang maksud dalam
pasal 156 dan 156a KUHP adalah memidanakan
barang siapa dengan sengaja di muka umum
mengeluarkan perasaan atau melakukan
perbuatan: (a) yang pada pokoknya bersifat
bermusuhan, penyalahgunaan atau penodaan
terhadap suatu agama yang dianut (b) dengan
maksud agar supaya orang tidak menganut
agama apapun juga yang bersendikan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
4. Delik Pornografi
Pornografi dalam KUHP diatur dalam pasal 282-283,
532-533 KUHP.
Pasal 282; “barang siapa menyiarkan,
mempertunjukkan atau menempelkan di muka
umum tulisan, gambaran atau benda yang telah
diketahui isinya melanggar kesusilaan .....”
Batasan mengenai “melanggar kesusilaan” diserahkan
sepenuhnya kepada hakim untuk
menterjemahkannya. Namun pengertian itu selalu
dikembalikan atau didasarkan pada pandangan
masyarakat setempat atau sebagian besar masyarakat
suatu bangsa.
5. Delik Khabar Bohong (Penghasutan)
Delik khabar bohong diatur dalam pasal 14 dan
15 UU No. 1 tahun 1946.
 Inti pasal 14: memidanakan penyiaran kabar
bohong, dengan sengaja menimbulkan
keonaran di kalangan rakyat, penyiaran berita
atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat
menerbitkan keonaran dikalangan rakyat,
sedangkan berita atau pemberitahuan itu
adalah bohong.

Sedangkan pasal 15: menyiarkan kabar yang
tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau
yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti
setidak-tidaknya patut dapat menduga,
bahwa kabar demikian akan atau mudah
dapat menerbitkan keonaran.
Yang dimaksud dengan menyiarkan
berita atau kabar dalam dua pasal
diatas sesungguhnya tidak secara
khusus ditujukan kepada pers atau
wartawan melainkan berlaku
untuk siapa saja.
Dibagi ke dalam 2 kategori :
1. Pengaduan dari Masyarakat
Pengaduan atau keluhan anggota masyarakat
(termasuk pejabat pemerintah) tentang
pemberitaan yang dianggap merugikan atau
tidak menyenangkan.


Penyelesaian yang dilakukan dewan pers dalam
menindaklanjuti pengaduan ini adalah :
Mengundang pihak yang mengadu maupun
pimpinan media pers yang diadukan untuk
menjelaskan kepada dewan pers versi masingmasing sebagai bahan pertimbangan bagi
kesimpulan atau putusan yang diambil dewan
pers.
Untuk kasus-kasus yang tidak memerlukan
pertemuan dengan salah satu atau kedua belah
pihak tersebut, dewan pers mengirimkan
tanggapannya secara tertulis kepada kedua pihak
yang bersangkutan.
2. Pengaduan dari Kalangan Pers
Pengaduan dari kalangan pers
(wartawan,pimpinan perusahaan pers , dan
organisasi wartawan) tentang terjadinya
tindakan kekerasan atau tekanan terhadap
wartawan dan atau media pers yang
dilakukan oleh aparat Negara atau kelompok
masyarakat.


Penyelesaian yang dilakukan dewan pers untuk
menindaklanjuti pengaduan ini adalah :
Mengirimkan surat kepada Kepolisian RI, baik di
Jakarta maupun di daerah tempat kejadian, untuk
memintakan perhatian agar kasus yang
dipermasalahkan diproses sesuai dengan ketentuan
hukum.
Dalam hal ini tindakan kekerasan atau tekanan itu
dilakukan oleh kelompok masyarakat yang
terorganisasi. Dewan pers berupaya menemui
pimpinan organisasi tersebut untuk menyampaikan
imbauan agar peristiwa tersebut tidak berulang di
masa yang akan datang (Luwarso, 2003: ix-x)

Pengaduan secara langsung, pengadu datang ke
kantor Dewan Pers dan menyampaikan
pengaduan secara lisan maupun pengaduan
disampaikan secara tertulis menyangkut dugaan
adanya pelanggaran Kode Etik Jurnalistik di
media pers.

-
Pengaduan tidak langsung berupa :
informasi dari masyarakat atau lembaga yang
tidak terkait langsung dengan karya jurnalistik.
pengaduan berupa salinan hak jawab, Hak
jawab anggota masyarakat yang disampaikan
langsung ke pers seringkali ditembuskan ke
Dewan Pers sebagai pemberitahuan. Terkait
dengan itu, Dewan Pers segera menyurati media
yang bersangkutan untuk segera melayani hak
jawab tersebut
Menurut Peraturan Pemerintah Presiden Republik
Indonesia nomor 5 tahun 1967 tentang dewan pers
pada Bab I pasal 1,
“Dewan Pers mempunyai fungsi mendampingi
Pemerintah dalam membina pertumbuhan dan
perkembangan pers nasional sesuai dengan ketentuanketentuan yang tercantum dalam Undang-undang
Nomor tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pers, serta mengawasi seluruh pelaksanaannya
agar supaya pers nasional dapat memenuhi fungsinya
dalam memupuk Demokrasi Panca Sila menuju
terwujudnya masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Panca Sila.”

Sementara itu, menurut UU No. 40 tahun
1999 tentang pers pada pasal 15 ayat 1
menyatakan Dewan Pers yang independen
dibentuk dalam upaya mengembangkan
kemerdekaan pers dan meningkatkan
kehidupan pers nasional.
Fungsi-fungsi dewan pers (Pasal 15 ayat 2) adalah :
1. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak
lain.
2. Melaksanakan pengkajian untuk pengembangan pers.
3. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik
Jurnalistik.
4. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan
penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus
yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
5. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat,
dan pemerintah.
7. Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam
menyususn peraturan di bidang pers dan meningkatkan
kualitas profesi kewartawanan.
8. Mendata perusahaan pers.
"Fungsi Dewan Pers sesungguhnya
bukan melindungi pers dan jurnalis,
melainkan melindungi kemerdekaan
pers dan menegakkan kode etik
jurnalistik tanpa pandang bulu,"