5. Hak Tanggungan - Reza Aidil Fitriansyah

Download Report

Transcript 5. Hak Tanggungan - Reza Aidil Fitriansyah

HAK TANGGUNGAN
HAK TANGGUNGAN SEBAGAI
LEMBAGA HAK JAMINAN ATAS
TANAH
PENDAHULUAN
Sejak berlakunya UUPA No. 5 Tahun 1960, UU Hak
Tanggungan baru lahir tanggal 9 April 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah.
(Pasal 57 UU PA: Selama Undang-undang mengenai hak
tanggungan tersebut dalam pasal 51 belum terbentuk, maka yang
berlaku ialah ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek tersebut
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan
Credietverband tersebut dalam *2597 Staatsblad .1908 No. 542
sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937 No. 190).
Jadi, hak tanggungan merupakan pengganti hypotheek dan
credietverband.
DEFINISI
Dalam pasal 1 ayat 1 UUHT dinyatakan bahwa Hak
Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan
pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut
benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu,
yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
• Unsur-unsur pokok definisi hak tanggungan:
1. Hak tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan
utang.
2. Objek hak tanggungan adalah hak atas tanah sesuai
UUPA.
3. Hak tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya
(hak atas tanah) saja, tetapi dapat pula dibebankan
berikut benda-benda lain yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah itu.
4. Utang yang dijamin adalah suatu utang tertentu.
5. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Dalam pasal 1162 KUHPerdata,
Hipotek adalah suatu hak
kebendaan atas benda-benda tak
bergerak, untuk mengambil
penggantian dari padanya bagi
pelunasan suatu perikatan.
• Unsur pokok yang terkandung;
1. Hipotek adalah hak kebendaan.
2. Objek hipotek adalah benda-benda tak
bergerak.
3. Untuk perlunasan suatu perikatan.
HUKUM YANG MENGATUR HAK TANGGUNGAN
1.
2.
3.
4.
5.
UUPA: Pasal 25, 33, dan 51 mengenai; HM, HGU dan
HGB sebagai objek HT dan perintah pengaturan HT lebih
lanjut dengan UU.
UU No. 4/1996 (disingkat UUHT) tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah.
Peraturan pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran
tanah.
Peraturan menteri negara agraria/ Kepala BPN No.3 tahun
1997 tentang pelaksanaan peraturan pemerintah No. 24 tahun
1997 tentang pendaftaran tanah.
Peraturan menteri negara agraria/ Kepala BPN No. 4 tahun
1996 tentang penetapan batas waktu penggunaan surat kuasa
membebankan hak tanggungan untuk menjamin pelunasan kreditkredit tertentu.
6.
7.
Selama belum ada peraturan perundang-undangan yang
mengaturnya, dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 14,
peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang ada pada mulai
berlakunya Undang-Undang ini, berlaku terhadap eksekusi Hak
Tanggungan. (Pasal 26 UUHT).
Dalam pasal 25 UUHT dinyatakan, bahwa sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam UUHT, semua peraturan
perundang-undangan mengenai pembebanan HT, kecuali ketentuan
mengenai credietverband dan hypotheek sepanjang mengenai
pembebanan HT, tetap berlaku sampai ditetapkannya peraturan
pelaksanaan UUHT dan dalam penerapannya disesuaikan dengan
ketentuan UUHT.
Dalam pasal 27 UUHT ditetapkan, bahwa Ketentuan UUHT berlaku
juga terhadap pembebanan hak jaminan atas Rumah Susun dan Hak
Milik atas Satuan Rumah Susun.
Asas-asas Hak Tanggungan
Asas-asas hak tanggungan
1.
Kedudukan istimewa kreditor pemegang hak tanggungan.
a. Droit De Preference.
• Hukum mengenai perkreditan modern yang dijamin
dengan HT mengatur perjanjian utang piutang tertentu
antara kreditor dan debitor, yang meliputi hak kreditor
untuk menjual lelang harta kekayaan tertentu yang
ditunjuk secara khusus sebagai jaminan dan mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
• Dalam pengambilan pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan tersebut kreditor pemegang HT mempunyai
hak mendahulu dari pada kreditor yang lain (“droit de
preference”).
• Tetapi tidak mengurangi preferensi piutang-piutang
Negera menurut ketentuan-ketentuan hukum yang
berlaku.
b. Droit De Suite.
• HT juga tetap membebani objek HT ditangan siapapun benda
tersebut berada, berarti kreditor pemegang HT tetap berhak
menjual lelang benda tersebut, biarpun sudah dipindahkan
haknya kepada pihak lain (“droit de suite”) (pasal 7).
c. Jaminan umum pasal 1131 KUHPerdata.
 Dua kedudukan istimewa yang ada pada pemegang HT tersebut
mengatasi dua kelemahan perlindungan yang diberikan secara
umum kepada setiap kreditor oleh pasal 1131 KUHPerdata.
 Menurut pasal 1131 KUHPerdata; seluruh harta kekayaan
debitor merupakan jaminan bagi pelunasan utangnya kepada
semua kreditornya.
 Kalau hasil penjualan harta kekayaan debitor tidak cukup
untuk melunasi piutang semua kreditornya, tiap kreditornya
hanya memperoleh pembayaran sebagian seimbang dengan
jumlah piutangnya masing-masing.
 Kalau seluruh atau sebagian harta kekayaan tersebut telah
dipindahkan kepada pihak lain, karena bukan lagi kepunyaan
debitor, bukan lagi merupakan jaminan bagi pelunasan piutang
krediornya.
d. Kepailitan pemberi hak tanggungan.
• Menurut pasal 21 UUHT; Apabila pemberi Hak
Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak
Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak
yang diperolehnya menurut ketentuan Undang-Undang
ini.
• Ini berarti, bahwa obyek HT tidak termasuk dalam
boedel kepailitan, sebelum kreditor mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan benda yang
bersangkutan.
e. Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi.
• Sifat HT yang tidak dapat dibagi-bagi, jika dibebankan
atas lebih dari satu objek (pasal 2 ayat (1)).
• Jika kreditnya dilunasi secara angsuran, HT yang
bersangkutan tetap membebani setiap objek untuk sisa
utang yang belum dilunasi.
f. Kemudahan dan kepastian dalam eksekusi.
• HT itu mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.
• Apabila debitor cidera janji tidak perlu ditempuh acara
gugatan perdata biasa, sesuai pasal 20, yaitu;
menggunakan haknya menjual objek HT melalui
pelelangan umum berdasarkan pasal 6 atau ditempuh
apa yang dikenal sebagai “parate excutie” berdasarkan
pasal 224 RIB dan 158 RRBgw yang disebut diatas.
• Dalam hal tertentu bahkan bisa dilakukan penjualan
dibawah tangan.
g. Kepastian tanggal kelahiran hak tanggungan.
• Sebagaimana diatur dalam pasal 13 UUHT dan
penentuan batas waktu dilakukannya berbagai
perbuatan hukum dalam rangka pembebanan HT
merupakan juga perlindungan bagi kepentingan
kreditor pemegang HT.
h. Kedudukan istimewa kreditor pemegang HT juga ditegaskan
dalam pasal 56 Perpu No. 1 tahun 1998 tentang perubahan
atas UU kepailitan; bahwa “Dengan tetap memperhatikan
ketentuan pasal 56 A, setiap kreditor yang memegang hak
tanggungan, hak gadai dan hak agunan atas kebendaan
lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi
kepailitan.
• Pasal 56 A ditetapkan, bahwa “Hak eksekusi kreditor
sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 dan pihak ketiga
untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan
debitor yang pailit atau kurator, ditangguhkan dapat
mengajukan permohonan kepada kurator untuk
mengangkat penangguhan atau mengubah syarat-syarat
penangguhan tersebut”.
• Jika kurator menolak permohonan tersebut dapat
diajukan permohonan kepada hakim pengawas.
• Terhadap putusan hakim pengawas dapat dimintakan
banding pada pengadilan niaga yang berwenang.
• Terhadap putusan pengadilan niaga tidak dapat diajukan
kasaki atau PK.
2.
Perlindungan bagi debitor, pemberi Hak Tanggungan dan pihak
ketiga.
a. Perlindungan yang seimbang.
• Hukum bukan hanya memperhatikan kepentingan keditor.
• Perlindungan juga diberikan kepada debitor dan pemberi HT.
• Bahkan juga diberikan kepada pihak ketiga yang
kepentingannya bisa terpengaruh oleh cara penyelesaian utang
piutang kreditor dan debitor, dalam hal debitor cidera janji.
(Pihak ketiga itu khususnya para kreditor yang lain dan pihak
yang membeli obyek HT.
b. Pemberian HT dengan akta otentik.
• Droit de preference dan droit de suite sebagai 2 keistimewaan
yang ada pada kreditor pemegang HT, diimbangi dengan
persyaratan bagi sahnya pembebanan HT atas benda-benda
yang dijadikan jaminan, yaitu: Pemberian HT wajib dilakukan
dengan syarat akta otentik, dalam hal ini Akta Pemberian
Hak Tanggungan (APHT), yang dibuat oleh seorang
pejabat, yang disebut Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) (pasal 10 UUHT).
c. Syarat spesialitas.
• Dalam APHT selain nama, identitas dan
domisili kreditor dan pemberi HT, wajib
disebut juga secara jelas dan pasti piutang
yang mana yang dijamin dan jumlahnya
atau nilai tanggungannya. (pasal 11).
d. Syarat publisitas.
• Pemberian HT wajib didaftarkan pada kantor
pemerintah (kantor pertanahan). Kabupaten
atau kotamadya yang bersangkutan, dengan
dibukukan dalam buku tanah HT.
e. Janji yang dilarang.
• Janji yang memberikan kewenangan kepada
pemegang Hak Tanggungan untuk memiliki
obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera
janji, batal demi hukum. (pasal 12).
f. Lain-lain.
• Berbagai ketentuan mengenai hapusnya HT,
pembersihan HT, roya atau pencoretan HT
dan penjualan di bawah tangan dalam pasal
18,19,20,22 diadakan juga dalam rangka
memberikan perlindungan kepada pemberi
HT dan pembeli obyek HT.
OBJEK HAK TANGGUNGAN
Objek Hak Tanggungan
•
Untuk dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani
hak jaminan atas tanah, benda yang bersangkutan
harus memenuhi berbagai syarat, yaitu:
1. Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang
dijamin berupa uang.
2. Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, karena
apabila debitor cidera janji benda yang dijadikan
jaminan akan dijual.
3. Termasuk hak yang didaftar menurut peraturan
tentang pendaftaran tanah yang berlaku, karena
harus dipenuhi “syarat publisitas”.
4. Memerlukan penunjukan khusus oleh suatu UU.
Suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani
dengan lebih dari satu Hak Tanggungan guna
menjamin pelunasan lebih dari satu utang.
• Apabila suatu obyek Hak Tanggungan dibebani
dengan lebih dari satu Hak Tanggungan,
peringkat masing-masing Hak Tanggungan
ditentukan menurut tanggal pendaftarannya
pada Kantor Pertanahan. (pasal 5).
Pemberi, penerima/pemegang
Hak Tanggungan
A.
B.
Pemberi hak tanggungan.
• Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau
badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan
perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang
bersangkutan.
Alat-alat bukti kewenangan.
• Berdasarkan peraturan menteri negara agraria/kepala BPN No.
3 Tahun 1997, alat bukti yang dijadikan HT adalah:
▫
▫
▫
▫
Berupa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun
yang sudah terdaftar atas nama pemberi HT.
Berupa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun
yang belum atas nama pemberi HT.
Berupa sebagian atau hasil pemecahan dari hak atas tanah induk
yang sudah terdaftar dalam suatu usaha real estat, kawasan
industri yang diperoleh pemberi HT melalui pemindahan hak.
Berupa hak atas tanah bekas hak milik adat yang belum terdaftar.
C. Penerima/pemegang hak tanggungan.
• Pemegang Hak Tanggungan adalah orang
perseorangan atau badan hukum yang
berkedudukan sebagai pihak yang
berpiutang.
• Setelah dibuatnya APHT kreditor
berkedudukan sebagai penerima HT. setelah
dilakukan pembukuan HT yang
bersangkutan dalam buku tanah HT,
penerima HT menjadi pemegang HT.
Hak Tanggungan
Hak tanggungan sebagai hubungan
hukum kongkret
Proses hak tanggungan
• Pembebanan HT merupakan suatu proses yang
terdiri atas 2 tahap, yaitu :
1. Tahap pemberiannya, yang dilakukan di
hadapan PPAT.
2. Tahap pendaftarannya yang dilaksanakan
oleh kepala kantor pertanahan.
• Menurut ketentuan pasal 39 PP 24/1997 jo pasal 97 Peraturan
menteri 3/1997, PPAT wajib terlebih dahulu melakukan
pemeriksaan pada kantor pertanahan setempat mengenai
kesesuaian sertifikat hak tanah atau hak milik atas satuan
rumah susun yang akan dijadikan jaminan dengan daftardaftar yang ada di kantor tersebut.
• Apabila sertifikat sesuai dengan daftar-daftar yang ada, maka
kepala kantor atau pejabat yang ditunjuk membubuhkan pada
halaman perubahan sertifikat yang asli cap atau tulisan dengan
kalimat: “Telah diperiksa dan sesuai dengan daftar dikantor
pertanahan”, kemudian diparaf dan diberi tanggal pengecekan.
• Pada halaman perubahan buku tanahnya
dibubuhkan cap atau tulisan dengan kalimat
“PPAT…..telah minta pengecekan sertifikat”,
kemudian diparaf dan diberi tanggal pengecekan.
• Apabila sertifikat yang ditunjukkan itu ternyata
bukan dokumen yang diterbitkan oleh kantor
pertanahan, pada sampul dan semua halaman
sertifikat tersebut dibubuhkan cap atau tulisan
dengan kalimat “sertifikat ini tidak diterbitkan oleh
kantor pertanahan….” kemudian diparaf.
• Sedang apabila ternyata diterbitkan oleh kantor
pertanahan yang bersangkutan, akan tetapi data
fisik dan atau data yuridis yang termuat di dalamnya
tidak sesuai lagi dengan data yang tercatat dalam
buku tanah dan atau surat ukur yang bersangkutan,
untuk PPAT yang bersangkutan diterbitkan Surat
Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) sesuai
dengan data yang tercatat di Kantor Pertanahan.
• Pada sertifikat tersebut tidak dicantumkan sesuai
tanda apapun.
Janji akan memberikan hak tanggungan
• Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji
untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai
jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan
di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan
dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan
atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang
tersebut.
• Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan
pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh
PPAT sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pemberian hak tanggungan
A.
Akta pemberian hak tanggungan (APHT).
• Pemberian HT dilakukan di kantor PPAT dengan dibuatnya
Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh pejabat tersebut, yang
bentuk dan isinya ditetapkan dengan Peraturan menteri negara
agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997.
• Formulirnya disediakan oleh BPN melalui kantor-kantor pos.
• Dalam pasal 96 ayat (2) PP 3/1997 ditentukan, bahwa
pembuatan APHT dan SKMHT harus dilakukan dengan
menggunakan formulir sesuai bentuk yang ditetapkan oleh
Peraturan tsb.
• Ditegaskan dalam ayat (3), bahwa kepala kantor pertanahan
dilarang mendaftar HT yang diberikan, bilamana APHT yang
bersangkutan dibuat berdasarkan SKMT yang pembuatnya
tidak menggunakan formulir yang telah disediakan.
• Pembuatan APHT wajib dihadiri oleh pemberi HT, kreditor
sebagai penerima HT dan 2 orang saksi.
B. Pejabat pembuat akta tanah (PPAT).
• PPAT, adalah pejabat umum yang diberi wewenang
untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta
pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa
membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
C. Lokasi objek HT.
• Objek-objek HT semunya berada di wilayah satu kantor
pertanahan.
• Tidak dimungkinkan dan tidak diperbolehkan seorang
PPAT, dengan izin siapa pun membuat APHT yang
objeknya berada di wilayah lebih dari satu kantor
pertanahan.
Proses pemberian hak tanggungan
• APHT dibuat 2 lembar yang semuanya asli ditandatangani oleh
pemberi HT, kreditor penerima HT dan 2 orang saksi serta PPAT.
• Lembar pertama disimpan di kantor PPAT, lembar kedua dan satu
lembar salinannya yang sudah diparaf oleh PPAT untuk disahkan
sebagai salinan oleh kepala kantor pertanahan untuk membuat
sertifikat HT, berikut warkah-warkah yang diperlukan disampaikan
kepada kepala kantor pertanahan yang bersangkutan.
• Menurut pasal 13 ayat (2) penyampaiannya wajib dilakukan
selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah ditanda tangani.
• Yaitu dengan cara bisa datang sendiri atau dikirim dengan pos
tercatat ataupun disampaikan melalui penerima HT yang bersedia
menyerahkannya kepada kantor pertanahan.
• Penyampaiannya dilakukan dengan surat pengantar PPAT, yang
dibuat rangkap dua dan menyebut secara lengkap jenis surat-surat
dokumen yang disampaikan.
• Apabila obyeknya berupa hak atas tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun yang sudah didaftar atas nama pemberi
HT:
1. Surat Pengantar dari PPAT yang dibuat rangkap 2 dan memuat
daftar jenis surat-surat yang disampaikan;
2. Surat permohonan pendaftaran HT dari penerima HT;
3. Fotocopy surat bukti identitas pemberi dan penerima HT;
4. Sertipikat asli hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun yang menjadi obyek HT (yang sudah dibubuhi
catatan kesesuaiannya dengan data yang ada di Kantor
Pertanahan);
5. Lembar ke-2 APHT;
6. Salinan APHT yang sudah diparaf oleh PPAT yang
bersangkutan, untuk disahkan sebagai salinan oleh Kepala
Kantor Pertanahan dalam pembuatan Sertipikat HT;
7. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT),
apabila pemberian HT dilakukan melalui kuasa. (Pasal 114).
Pembebanan hak tanggungan wajib memenuhi syarat yang ditetapkan
dalam UUHT, sebagaimana dikemukakan oleh Adrian sutedi (2010: 72)
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan
hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu yang
dituangkan di dalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
perjanjian kredit yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang
menimbulkan utang tersebut.
Pemberian hak tanggungan wajib memenuhi syarat spesialitas yang
meliputi nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan,
domisili para pihak, pemegang dan pemberi hak tanggungan,
penunjukan secara jelas utang atau utang yang dijaminkan pelunasannya
dengan hak tanggungan, nilai tanggungan, dan urain yang jelas
mengenai objek hak tanggungan.
Pemberian hak tanggungan wajib memenuhi persyaratan publisitas
melaui pendaftaran hak tanggungan pada kantor pertanahan setempat
(Kota Madya/ Kabupaten).
Sertifikat hak tanggungan sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan
memuat title eksekutorial dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Batal demi hukum, jika diperjanjikan bahwa pemegang hak tanggungan
akan memiliki objek hak tanggungan apabila debitor cidera janji
(wanprestasi).
Hapusnya Hak Tanggungan:
1. Hapusnya utang yang dijamin dengan Hak
Tanggungan;
2. Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh
pemegang Hak Tanggungan;
3. Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan
penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan
Negeri;
4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak
Tanggungan.