JENIS-JENIS INTERPRETASI

Download Report

Transcript JENIS-JENIS INTERPRETASI

Penelitian hukum yang normatif (legal
research) biasanya “hanya” merupakan
studi dokumen, yakni menggunakan
sumber-sumber bahan hukum saja yang
berupa peraturan perundang-undangan,
keputusan pengadilan, teori hukum, dan
pendapat para sarjana. Itu pula sebabnya
digunakan analisis secara kualitatif
(normatif-kualitatif)
karena bahannya
bersifat kualitatif.
JENIS-JENIS INTERPRETASI
Disusun oleh :
Tedi Sudrajat
Menurut Wirjono Prodjodikoro bahwa segala
hukum baik yang tertulis yang termuat dalam
pelbagai undang-undang, maupun yang
tidak tertulis, yaitu berdasar atas adat
kebiasaan seperti hukum adat, selalu
membuka kemungkinan ditafsirkan secara
bermacam-macam. Tergantung dari tafsiran
inilah sebetulnya bagaimana isi dan maksud
sebenarnya dari suatu peraturan hukum
dapat diketahui.
INTERPRETASI HUKUM merupakan hal yang penting dalam
kehidupan hukum, sebagai reaksi atas ajaran legisme, yaitu
aliran yang menyamakan hukum dan undang-undang sebagai
pokok pikirannya. (Hakim tunduk pada undang-undang,
semua hukum terdapat pada undang-undang. Hakim tidak
menciptakan hukum, hakim itu hanya mulut atau corong
badan legislatif, badan pembuat undang-undang). Akan tetapi
dalam kenyataannya ternyata banyak dari undang-undang
tidaklah jelas, andaikata jelas, senyatanya undang-undang tsb
tidak mungkin lengkap dan tuntas.
Dalam hal ini, tidak mungkin undang-undang secara lengkap
dan tuntas mengatur kehidupan manusia, karena kehidupan
manusia selalu berkembang. Melalui interpretasi atau
penafsiran akan diberikan penjelasan mengenai rumusan
undang-undang agar ruang lingkup norma dapat diterapkan
pada peristiwa tertentu.
Dalam hukum, dikenal beberapa metode
penafsiran atau interpretasi yang meliputi :
• INTERPRETASI GRAMATIKAL,
• INTERPRETASI TELEOLOGIS,
• INTERPRETASI SISTEMETIS,
• INTERPRETASI HISTORIS,
• INTERPRETASI KOMPARATIF,
• INTERPRETASI FUTURISTIS,
• INTERPRETASI RESTRIKTIF & EKSTENSIF,
• INTERPRETASI LAINNYA.
INTERPRETASI BAHASA ATAU GRAMATIKAL
Bahasa merupakan sarana yang penting yang dipakai oleh
pembuat undang-undang untuk menyatakan kehendaknya.
Oleh karena itu pembuat undang-undang harus memilih
kata-kata dengan singkat, jelas dan tidak dapat di tafsirkan
secara berbeda-beda. Hal ini tidak mudah dilakukan
sehingga tetap saja memerlukan penafsiran. Titik tolak
dalam penafsiran menurut bahasa adalah bahasa seharihari. Ketentuan atau kaidah hukum yang tertulis dalam
undang-undang diberi arti menurut kalimat atau bahasa
sehari-hari. Metode interpretasi ini disebut interpretasi
gramatikal karena untuk mengetahui makna ketentuan
undang-undang dengan cara menguraikannya menurut
bahasa, susunan kata atau bunyinya. Dalam interpretasi
bahasa ini biasanya digunakan kamus bahasa atau
dimintakan keterangan ahli bahasa sebagai narasumber.
INTERPRETASI TELEOLOGIS
Soerjono
Soekanto
dan
Purnadi
Purbacaraka
menjelaskan bahwa interpretasi teleologis yaitu
menafsirkan
undang-undang
dengan
menyelidiki
maksud pembuatan dan tujuan dibuatkannya undangundang tersebut. Dengan interpretasi teleologis ini,
undang-undang yang masih berlaku (tetapi sudah usang
atau sudah tidak sesuai lagi) diterapkan terhadap suatu
peristiwa, hubungan, kebutuhan dan kepentingan pada
masa kini. Di sini, peraturan perundang-undangan
disesuaikan dengan hubungan dan situasi sosial yang
baru.
INTERPRETASI SISTEMATIS ATAU INTERPRETASI DOGMATIS
Setiap peristiwa hukum senantiasa terjadi interdependensi (saling
ketergantungan atau saling berhubungan ) dengan peristiwa yang
lain. Suatu peraturan hukum tidak berdiri sendiri, tetapi saling
terkait dengan peraturan hukum yang lain. Beberapa peraturan
hukum yang mengandung beberapa persamaan baik mengenai
unsur-unsurnya maupun tujuan untuk mencapai suatu obyeknya,
merupakan suatu himpunan peraturan-peraturan tertentu, akan
tetapi antara peraturan-peraturan itu saling berhubungan intern.
Menafsirkan undang-undang yang menjadi bagian dari
keseluruhan
sistem
perundang-undangan
dengan
cara
menghubungkan dengan undang-undang lain itulah yang
dinamakan interpretasi sistematis. Dengan metode penafsiran
sistematis ini hendak dikatakan bahwa dalam menafsirkan undangundang tidak boleh menyimpang dari sistem perundang-undangan.
INTERPRETASI MENURUT SEJARAH ATAU HISTORIS
Untuk mengetahui makna suatu kaidah dalam
perundang-undangan sering pula dilakukan dengan
meneliti sejarah, atau riwayat peraturan perundangundangan yang bersangkutan. Ada 2 (dua) jenis
interpretasi historis yaitu
a. Interpretasi menurut sejarah
historische-interpretatie)
hukum
(rechts
b. Interpretasi menurut sejarah penetapan suatu
ketentuan perundang-undangan (wet historischeinterpretatie)
INTERPRETASI MENURUT SEJARAH HUKUM (RECHTS
HISTORISCHE-INTERPRETATIE)
Penafsiran atau interpretasi menurut sejarah hukum adalah
suatu penafsiran yang luas yaitu meliputi pula penafsiran
sejarah penetapan suatu ketentuan perundang-undangan
dan sejarah sistem hukumnya. Penafsiran sejarah hukum
menyelidiki asal peraturan perundang-undangan dari suatu
sistem hukum yang dulu pernah berlaku dan sekarang tidak
berlaku lagi atau asal- usul peraturan itu dari sistem hukum
lain yang masih berlaku di negara lain ; seperti misalnya
KUHP kita yang berasal dari KUHP Belanda yang
diberlakukan berdasarkan asas konkordansi. Ditinjau
sejarah sistem hukumnya adalah berasal dari Code Penal
Napoleon, berhubung Belanda pada waktu itu di jajah oleh
perancis
INTERPRETASI MENURUT SEJARAH PENETAPAN SUATU
KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN (WET HISTORISCHEINTERPRETATIE)
Untuk mengetahui maksud pembuat undang-undang pada waktu
undang-undang dibuat atau ditetapkan dilakukan dengan
menggunakan interpretasi sejarah perundang-undangan. Sumber
yang dicari dalam melakukan interpretasi ini adalah surat menyurat,
pembicaraan atau pembahasan di dalam badan legislatif, yang
kesemuanya itu memberi gambaran tentang apa yang di kehendaki
oleh pembentuk undang-undang. Sejarah terbentuknya undangundang dapat diteliti melalui Rancangan Undang-Undang (RUU)
termasuk pernyataan atau keterangan pemerintah sewaktu RUU
diajukan ke DPR, rísalah-risalah perdebatan baik dalam komisi
maupun sub komisi atau pleno. Sering juga dalam interpretasi
sejarah meneliti tentang rangkaian kejadian atau peristiwa yang
terjadi sebelum RUU diajukan. Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui alasan pertimbangan mengapa RUU tersebut di ajukan.
INTERPRETASI KOMPARATIF ATAU INTERPRETASI
PERBANDINGAN HUKUM
Interpretasi komparatif dilakukan dengan jalan memberi
penjelasan dari suatu ketentuan perundang-undangan
dengan berdasarkan perbandingan hukum. Dengan
memperbandingkan hukum yang berlaku di beberapa negara
atau beberapa konvensi internasional, menyangkut masalah
tertentu yang sama, akan dicari kejelasan mengenai makna
suatu ketentuan perundang-undangan. Menurut Sudikno
Mertokusumo, metode penafsiran ini penting terutama bagi
hukum yang timbul dari perjanjian internasional, karena
dengan pelaksanaan yang seragam akan dapat direalisir
kesatuan hukum yang melahirkan perjanjian internasional
sebagai hukum obyektif atau kaedah hukum untuk beberapa
negara. Di luar hukum perjanjian internasional, kegunaan
metode ini terbatas
INTERPRETASI FUTURISTIS
Intepretasi ini merupakan metode penemuan hukum yang
bersifat antisipatif. Metode ini dilakukan dengan menafsirkan
ketentuan perundang-undangan dengan berpedoman pada
kaedah-kaedah
perundang-undangan
yang
belum
mempunyai kekuatan hukum, Contohnya pada saat undangundang tentang pemberantasan tindak subversi yang pada
saat itu sedang di bahas di DPR akan mencabut berlakunya
undang-undang tersebut, maka jaksa berdasarkan
interpretasi futuristik, menghentikan penuntutan terhadap
orang yang di sidik berdasarkan undang-undang
pemberantasan tindak pidana subversi.
INTERPRETASI RESTRIKTIF & EKSTENSIF
Penafsiran restriktif
Cara penafsiran yang mempersempit arti suatu
istilah atau pengertian dalam (pasal) undangundang
Penafsiran ekstensif
Menafsirkan dengan memperluas arti suatu istilah
atau pengertian dalam (pasal) undang-undang
CONTOH KASUS
KASUS 1
Pada hari Jum'at tanggal 28 September 2007 terdakwa
berada di Purbalingga sedang mengemudikan truck warna
merah No. Pol R 123 V bersama dengan kernetnya,
Kemudian terdakwa mendapat telepon dari X agar besok ia
diminta mengangkut kayu diwilayah Baturraden.
Pada hari Sabtu tanggal 29 September 2007 terdakwa
datang ke Baturraden dan menepi diwilayah hutan
baturraden. Setelah itu muncul warga kurang lebih 15 orang
menaikkan kayu rimba Mahoni dan Jati sebanyak 9
(sembilan) batang ke dalam truk yang terdakwa kendarai,
Kemudian didalam perjalanan pulang di sekitar alur jalan
hutan Baturraden, terdakwa ditangkap oleh Petugas
Perhutani dan petugas berhasil menyita kayu yang diangkut
tersebut.
KASUS 2
PT. Puri Intirasa adalah pemilik Restoran ”Waroeng Podjok”
yang telah lama beroperasi di Mal Pondok Indah, Pacific
Place, Plaza Semanggi dan beberapa mal lainnya,
bersengketa dengan Restoran ”Warung Pojok” yang dimiliki
oleh Rusmin Soepadhi. Permasalahan sengketa ini diawali
dengan adanya somasi serta peringatan terbuka di harian
umum oleh pihak Rusmin Soepandi sebagai pendaftar merek
” Warung Pojok”. Berdasarkan pengakuan dari pihak Rusmin
bahwa pendaftaran merek ”Warung Pojok” dilakukan pada
tahun 2002, namun pada saat itu nama “Warung Pojok” tidak
pernah digunakan dan baru pada awal tahun 2008 (tidak
lama sebelum mengajukan somasi dan peringatan terbuka di
harian umum) pihak Rusmin menggunakan nama tersebut
untuk restorannya yang baru dibuka.
Kasus 3
UU No 1/PnPs/1965 jo. UU No. 5 Tahun 1969 tentang
Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama
dan Tap MPRS No XXVII/MPRS/ 1966 menyatakan hanya
ada 6 (enam) agama resmi yang diakui di Indonesia, yaitu
Islam, Katolik, Kristen Protestan, Buddha, Hindu, dan
Konghucu.
Sedangkan Pasal 28 dan 29 UUD 1945, UU No. 39 tahun
1999 dan UU No. 12 Tahun 2005 memberikan kebebasan
atas beragama dan berkeyakinan bagi warga negara.
Analisis terhadap aliran kepercayaan dan ahmadiyah ?