Agama Katolik Pertemuan 8

Download Report

Transcript Agama Katolik Pertemuan 8

SAKRAMEN-SAKRAMEN

Kata “sakramen” berasal dari bahasa Latin
“sacramentum” yang berarti : hal-hal yang
berkaitan dengan yang kudus atau yang ilahi.

Dalam konteks agama katolik, sakramen
berarti : Tanda dan Sarana keselamatan Allah
yang diberikan kepada manusia.

Tujuan sakramen : (SC 59)
1.
2.
3.
Menguduskan manusia
Membangun Tubuh Kristus
Mempersembahkan ibadat kepada Allah

Sebagai Tanda dan Sarana keselamatan,
maka
sakramen
hendaknya
diterima
berdasarkan Iman.

Sakramen biasanya diungkapkan
kata-kata dan tindakan.

Dalam semua sakramen selalu mengandung 2
unsur yang hakiki, yaitu :
1.
2.
dengan
Forma (=kata-kata yang menjelaskan peristiwa
Ilahi)
Materia (= barang / tindakan tertentu yang
kelihatan)

Dalam Gereja Katolik ada 7 sakramen :
1. Sakramen Inisiasi (Baptis, Krisma & Ekaristi)
2. Sakramen Penyembuhan (Tobat & Pengurapan
orang sakit)
3. Sakramen Persekutuan dan Perutusan umat
beriman (Perkawinan & Imamat)

Melalui sakramen-sakramen ini Allah berkehendak
mewujudkan keselamatan-Nya bagi manusia.

Dari ketujuh sakramen tersebut, Ekaristilah yang
menjadi sakramen segala sakramen, artinya : semua
sakramen yan lain diarahkan kepada Ekaristi sebagai
tujuannya, karena Ekaristilah yang menjadi “sumber
dan puncak seluruh hidup kristian” (LG 11)
I. SAKRAMEN BAPTIS
(Cfr. Mat 3:13-17 par; Mat 28:19-20)

Sakramen baptis merupakan salah satu bagian
dari sakramen inisiasi.
Inisiasi berasal dari bahasa Latin “inire” (masuk ke dalam), atau
“initiare” (memasukkan ke dalam), atau “initium” (awal)

Melalui inisiasi ini orang dimasukkan ke dalam
keanggotaan Gereja, yang tampak secara nyata
di dalam peristiwa pembaptisan.

Baptis berasal dari kata “baptizein” atau
“baptismos”
(Yunani),
yang
berarti
:
“mencelupkan ke dalam air” atau “membasuh
dengan air”.

Pembaptisan merupakan upacara inisiasi,
berarti bahwa orang yang belum termasuk
dalam kelompok orang yang percaya kepada
Yesus Kristus dimasukkan ke dalam kelompok
dengan segala hak dan kewajibannya.

Pembaptisan juga diartikan bahwa orang
dibebaskan dari dosa dan dilahirkan kembali
sebagai putera-puteri Allah.

Dengan
demikian
maka
pembaptisan
merupakan tanda perjajian antara Allah yang
berprakarsa untuk menawarkan keselamatan
dan kehidupan sejati dengan manusia yang
beriman kepada-Nya.

Di dalam Gereja Katolik hanya ada satu
pembatisan, yaitu pembaptisan dengan air.

Pembaptisan dengan air sungguh diimani
sebagai meterai rohani yang tak terhapuskan
dan diterimakan hanya satu kali untuk selamalamanya (tidak dapat diulang).

Dalam pembaptisan, orang juga menerima
pengurapan minyak krisma sebagai tanda
pengurapan Roh Kudus, agar orang yang
dibaptis boleh mengambil bagian dalam tugas
imamat, kanabian,dan penggembalaan Yesus
Kristus.

Siapa yang boleh dibaptis ?
= mereka yang diperbolehkan menerima pembaptisan adalah
setiap orang (sejauh tidak ada halangan) dan yang belum
dibaptis, baik anak-anak (bayi) maupun orang dewasa.

Mengapa
pembaptisan
anak-anak
perlu
dilakukan ?
= menurut iman Katolik, pembaptisan anak-anak itu perlu karena
mereka dilahirkan dengan kodrat manusia yang jatuh ke dalam
dosa dan dinodai oleh dosa asal. Mereka membutuhkan
kelahiran kembali di dalam pembaptisan supaya mereka
dibebaskan dari kuasa kegelapan.
Dalam
pembaptisan
anak-anak,
yang
pertama-tama
mengungkapkan imannya adalah Gereja dan orang tuanya.

Dalam pembaptian dewasa ada beberapa
proses yang harus dilalui :
1. Tahap I : Masa Pra-katekumenat
= Saat untuk menampung para simpatisan, menjernihkan
motivasi dan memperkenalkan Kristus sehingga
mereka mulai bertobat dan beriman.
Masa ini ditutup dengan pelantikan menjadi katekumen.
2. Tahap II : Masa Katekumenat
= Saat untuk menjalani pembinaan menyeluruh guna
menjadi orang Katolik, baik melalui kegiatan katekese
dan perayaan-perayaan liturgi maupun penanaman
berbagai macam sikap dan keutamaan Kristiani.
Masa ini ditutup degan pemilihan sebagai calon baptis.
3. Tahap III : Masa Persiapan Terakhir
=
Saat untuk mempersiapkan diri dan hidup guna menerima
Sakramen Baptis (dan sakramen-sakramen lainnya).
Masa ini ditutup dengan penerimaan sakramen inisiasi
sebagai wujud bahwa seseorang sudah menjadi anggota
penuh dalam Gereja.
4. Tahap IV : Masa Mistagogi
=

Saat di mana para baptisan baru dibimbing untuk semakin
mendalami penghayatan iman mereka, baik dalam perayaan
Ekaristi maupun dalam persekutuan umat beriman.
Note : Pembaptisan dalam keadaan wajar dapat dilakukan oleh Uskup,
Imam dan Diakon (tertahbis), sedangkan dalam keadaan darurat
pebaptisan dapat dilakukan oleh setiap orang dengan tetap
memperhatikan rumusan Trinitas : “NN, aku membaptis engkau atas
nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus”
II. SAKRAMEN KRISMA

Pada mulanya sakramen krisma / penguatan ini tidak
terpisahkan dengan sakramen baptis. Kedua sakramen
ini dilaksanakan dalam satu rangkaian upacara, yaitu
penerimaan pembaptisan pada malam Paskah, yang
dilakukan oleh Uskup.

Zaman berubah dan perkembangan umat bertambah,
sedangkan jumlah Uskup terbatas dan kehadiran Uskup
juga terbatas, maka pelaksanaan sakramen krisma
dipisahkan dengan sakramen baptis.

Pembaptisan sungguh dipusatkan pada baptisan air,
sedangkan krisma lebih pada pengurapan dengan Roh
Kudus.

Sakramen
krisma
melengkapi
ataupun
menyempurnakan rahmat pembaptisan, artinya :
dengan menerima sakramen krisma orang secara
nyata diikutsertakan dalam tugas publik umat, yaitu
mewartakan kabar gembira keselamatan Allah bagi
dunia (LG 11)
Dkl. Seseorang yang menerima sakramen krisma
dianggap layak untk menjadi saksi Kristus dalam
kehidupannya sehari-hari karena rahmat pengurapan
Roh Kudus.

Unsur pokok dalam penerimaan sakramen krisma
adalah :
1.
2.
Penumpangan tangan sebagai tanda pencurahan Roh
Kudus
Pengurapan dengan minyak krisma di dahi sambil berkatan
: “NN, terimalah tanda karunia Roh Kudus”

Sakramen krisma diberikan oleh Uskup atau Wakil
Uskup yang diberi kuasa (biasanya Vikjen / Vikaris
Jenderal).

Setiap orang yang sudah dibaptis dan belum menerima
Krisma berhak dan harus menerima sakramen krisma.

Dalam penerimaan sakramen krisma ini perlu
diperhatikan soal kedewasaan seseorang, khususnya
kedewasaan iman agar rahmat Roh Kudus sungguh
dapat berdaya guna bagi orang yang bersangkutan.
(usia 13 – 15 tahun)

Sakramen krisma ini diberikan satu kali, sebagai meterai
rohani yang tak terhapuskan.
III. SAKRAMEN EKARISTI

Ekaristi berasal dari kata Latin “Eucharistia”
atau kata Yunani “Eucharistein”, yang berarti :
Ucapan Syukur.

Ekaristi pertama-tama dilihat dan dipahami
sebagai : (I Kor 11:23-26; Luk 22:14-20)
1.
2.
Kenangan akan Perjamuan Terakhir yang
diadakan Kristus bersama para rasul
Kenangan akan wafat dan kebangkitan Kristus

Bagi Gereja Katolik, sakramen ekaristi
dipahami sebagai “sumber dan puncak seluruh
hidup kristiani” (LG 11)

Dalam merayakan Ekaristi, Gereja Katolik
mempunyai kerangka dasar yang sepanjang
sejarah tetap sama sampai sekarang, yaitu :
1.
2.
Liturgi Sabda, yang terdiri dari : bacaan KS,
kotbah, dan doa umat.
Liturgi Ekaristi, yang terdiri dari : persembahan
roti dan anggur, doa syukur agung, dan komuni.

Di dalam ekaristi inilah Gereja meyakini Kristus hadir.
Kehadiran Kristus terjadi di dalam seluruh perayaan
ekaristi (awal s/d akhir) dan dalam semua peserta
perayaan (imam dan umatnya) Cfr. SC 7

Pemahaman di atas bukan berarti lalu menghilangkan
arti misteri kehadiran Kristus dalam rupa roti dan anggur
(Realis Praesentia).

Kehadiran Kristus tetap dirasakan pada saat roti dan
anggur
berubah
menjadi
Tubuh
dan
Darah
(Transubstantiatio). Transubstantiatio (perubahan) ini
terjadi karena kekuatan Sabda Kristus dan kekuatan
Roh Kudus pada saat konsekrasi.

Tubuh dan Darah Kristus disambut oleh umat pada saat
komuni. (dari kata Latin “communio” yang berarti : “kesatuan”).
Dkl. Menyambut komuni berarti mengalami kesatuan dengan Kristus
dan kesatuan dengan umat.

Perayaan ekaristi bukan bukan perayaan pribadi (satu
orang), melainkan perayaan bersama. Oleh karena itu
dituntut partisipasi aktif dari para peserta untuk
mengambil bagian di dalamnya, baik sebagai umat biasa
maupun sebagai petugas.

Ekaristi juga bukan sebagai kewajiban atau formalitas
belaka (setiap minggu ikut misa), melainkan sebagai
kebutuhan hakiki di dalam hidup.
IV. SAKRAMEN TOBAT

Situasi kedosaan manusia di satu pihak dan kasih setia
Allah yang diberikan kepada manusia di lain pihak,
sungguh dapat dirasakan dan dihayati dalam Gereja
melalui sakramen tobat atau sakramen pengampunan
dosa.

Iman Katolik mengatakan bahwa orang berdosa berarti
berdosa di hadapan Allah dan di hadapan Gereja.

Melalui sakramen pengampunan dosa, orang tidak
hanya diampuni dosa-dosanya, melainkan dapat
mengambil bagian lagi secara penuh dalam kehidupan
Gereja. Dkl. Melalui sakramen tobat, orang memperoleh
pengampunan dari Allah dan sekaligus didamaikan
dengan Gereja. (LG 11)

Praktek sakramen tobat pada zaman Gereja perdana /
pada zaman para Bapa Gereja berbeda dengan
praktek zaman sekarang :
1. Zaman dulu






Orang berbuat dosa (membunuh, merampok, berzinah, dan
murtad) harus mengaku dosa dihadapan Uskup
Dilakukan secara publik dan terbuka
Memakai pakaian khusus dan mempunyai tempat khusus di
gedung gereja (di luar gedung gereja)
Diwajibkan berpuasa, berdoa, dan bersedekah
Tidak diperbolehkan mengambil bagian dalam perayaan ekaristi
Orang dapat menjalani tobat hanya satu kali, dan apabila ia jatuh
lagi dalam dosa, maka ia tidak diberi kesempatan kembali
menjadi anggota aktif dalam Gereja.
2. Zaman Sekarang




Orang yang berdosa cukup mengaku dosa secara pribadi
Dilayani oleh seorang Imam
Denda atas dosa biasanya berupa doa
Sakramen tobat ini dapat diterima lebih dari satu kali.

Dari kedua praktek tersebut di atas, satu hal yang tetap
dipertahankan yaitu Gereja Katolik yakin bahwa melalui Gereja
(Uskup dan Imam) Allah berkenan untuk melimpahkan rahmat
pengampunan-Nya kepada orang berdosa.

Dua hal penting yang harus diperhatikan :
1.
2.
Dari pihak orang yang berdosa dituntut penyesalan, pengakuan dosa,
membuat silih atas dosa (penitensi) serta memperbaiki diri dan hidup.
Dari pihak Gereja (Uskup dan Imam) berkat tahbisannya diberi
wewenang atau kuasa untuk mengampuni segala dosa (memberi
absolusi) atas nama Bapa, Putera dan Roh Kudus.
V. SAKRAMEN PERKAWINAN

Iman Katolik melihat dan memahami perkawinan
sebagai panggilan Allah. Allah memanggil pria
dan wanita untuk hidup secara khusus, yaitu
membangun hidup berkeluarga.

Hidup bekeluarga hendaknya dipahami sebagai
bentuk kehidupan yang sungguh suci dan agung
serta patut disyukuri karena merupakan karya
agung Allah sendiri.

Perkawinan Katolik dipahami sebagai :
“Perjanjian perkawinan, dengan mana pria dan wanita
membentuk antar mereka kebersamaan seluruh hidup, dari
sifat kodratinya terarah pada kesejahteraan suami isteri
serta pada kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus
Tuhan, perkawinan antara orang-orang yang dibaptis
diangkat ke martabat Sakramen” (KHK, Kan, 1055 par.1)

Dari rumusan di atas dapat ditegaskan unsurunsur paham Gereja mengenai perkawinan :
1. Perjanjian Perkawinan


Lambang real hubungan antara Tuhan dan umat-Nya
Sehidup semati
2. Kebersamaan seluruh hidup

Hubungan pribadi suami istri yang beraspek kualitatif
(bukan kuantitatif) di segala bidang kehidupan.
3. Antara pria dan wanita

Kebersamaan hidup dalam keluarga sungguh terjadi
antara pria dan wanita (bukan pria dengan pria atau
wanita dengan wanita)
4. Terarah pada kesejateraan suami istri

Perkawinan bertujuan untuk kebahagiaan lahir batin bagi
suami istri untuk selamanya.
5. Terarah pada anak

Perkawinan terbuka pada prokreasi (keturunan) yang
terjadi dalam hubungan persetubuhan suami istri, serta
usaha mendidik anak dengan sebaik-baiknya
(khususnya pendidikan iman).
6. Perkawinan sebagai sakramen


Perkawinan ini terjadi antara dua orang yang dibaptis
(baik baptis Katolik maupun Kristen).
Sifat hakiki perkawinan : (KHK, Kan. 1056)
1.
2.
Monogami (= seorang pria dan seorang wanita)
Tak terceraikan (= ikatan perkawinan tidak terputuskan
oleh kemauan suami istri sendiri ataupun kuasa manusia,
mis. Instansi tertentu, kecuali karena kematian
pasangannya / kematian secara wajar).

Proses menuju perkawinan :
1.
2.
3.
4.

Menghadap ketua lingkungan setempat
Menghadap pastor paroki 3 bulan sebelum hari pernikahan,
sambil menyelesaikan surat-surat yang dibutuhkan baik oleh
Gereja maupun catatan sipil
Menghadap pastor paroki untuk menjalani penyelidikan kanonik
Pengumuman di Gereja sebanyak 3 kali (3 minggu)
Tata peneguhan perkawinan : (KHK, Kan 1108 par 1)
Perkawinan hanyalah sah bila :
1.
Dilangsungkan di hadapan ordinaris wilayah (Uskup) atau pastor
paroki atau imam maupun diakon - yang diberi delegasi oleh
salah satu dari mereka itu – yang meneguhkannya,
2.
Serta dihadapan 2 orang saksi

Perkawinan campur :
1.
Perkawinan beda Agama
= perkawinan yang terjadi antara seorang yang sudah
dibaptis dalam Gereja Katolik, atau yang sudah diterima
di dalamnya, dengan seorang yang tidak dibaptis.
Maka untuk mengesahkan perkawinan ini diperlukan
DISPENSASI dari ordinaris wilayah (Uskup)
2.
Perkawinan beda Gereja
= Perkawinan yang terjadi antara seorang yang sudah
dibaptis dalam Gereja Katolik, atau yang sudah diterima
di dalamnya, dengan seorang yang dibaptis dalam
Gereja Kristen.
Maka untuk mengesahkan perkawinan ini diperlukan
IZIN dari ordinaris wilayah (Uskup).
VI. SAKRAMEN IMAMAT

Melalui sakramen imamat / tahbisan seseorang diangkat
menjadi pemimpin resmi dalam Gereja, baik dalam
pelayanan sakramen-sakramen maupun dalam seluruh
kehidupan dan kegiatan Gereja.
Dkl. Dengan sakramen tahbisan orang “diangkat untuk
menggembalakan Gereja dengan sabda dan rahmat
Allah” (LG 11)

Melalui tahbisan suci, seseorang boleh mengambil
bagian dalam imamat Yesus Kristus, khususnya imamat
jabatan. Imamat jabatan inilah yang menjadikan
seseorang bertindak atas nama Kristus dan atas nama
seluruh Gereja.

Imamat jabatan hendaklah dimengerti dan dihayati
sebagai salah satu bentuk pelayanan (LG 24). Dkl.
Melalui tahbisan orang menjadi pelayan Kristus dan
sekaligus pelayan Gereja.

Dalam Gereja Katolik, ada 3 jenjang tahbisan suci :
1.
2.
3.
Tahbisan Uskup (LG 21)
Tahbisan Imam (LG 28)
Tahbisan Diakon (LG 29)

Inti sakraman tahbisan adalah penumpangan tangan
oleh Uskup atas orang yang tertahbis dan doa
pencurahan Roh Kudus.

Tahbisan merupakan meterai atau tanda rohani yang
tidak terhapuskan dan tidak dapat diulang atau
dikembalikan.
VII. SAKRAMEN PENGURAPAN
ORANG SAKIT

Dalam Gereja Katolik ada suatu kebiasaan untuk
mendoakan orang sakit.

Gereja mengimani bahwa di dalam doa, Allah sungguh
berkarya untuk menyembuhkan yang sakit dan
memberkan keselamtan padanya. Secara nyata
kebiasaan ini tampak dalam penerimaan sakramen
pengurapan orang sakit (cfr. Yak 5:14-16).

Selain doa resmi, dilakukan juga pengolesan dengan
minyak pengurapan orang sakit (OI = Oleum Infirmorum)

Melalui sakramen pengurapan orang sakit, seseorang
dipersatukan dengan Kristus yang wafat dan bangkit
dengan mulia, yang menjadi sumber pengharapan dan
kekuatan bagi si sakit. (Cfr. LG 11)

Sakramen pengurapan orang sakit hanya diberikan
kepada orang yang sakit berat.

Hal yang penting diperhatikan adalah bahwa
penerimaan sakramen ini bukan dimaksudkan untuk
mereka yang sudah hampir menemui ajal, tetapi
hendaklah diberikan kepada mereka sewaktu belum
parah, sehingga ia dapat ikut serta dalam perayaan
perminyakan suci.

Sakramen ini jangan dipandang sebagai yang
mendatangkan maut atau mempercepat kematian, tetapi
dipahami
sebagai
karya
Allah
yang
akan
menyelamatkan (menyembuhkan) si sakit. Allah
sungguh berperan bagi si sakit, baik menyembuhkan
atau memanggil si sakit ke hadapan-Nya untuk
selamanya.

Sakramen ini hanya boleh diberikan oleh Imam atau
Uskup, dengan mengolesan minyak orang sakit (OI =
Oleum Infirmorum) di dahi dan tangan si sakit.

Sakramen ini dapat diterima berulang kali.