BAB 5 Munakahat

Download Report

Transcript BAB 5 Munakahat

ARTI DAN HUKUM NIKAH
TUJUAN PERNIKAHAN
RUKUN NIKAH
Kewajiban Suami Istri
Hikmah Menikah
Talak (Perceraian)
Idah
Rujuk
Perkawinan Menurut UU

Nikah menurut syara’: melakukan suatu akad
/ perjanjian untuk mengikat diri antara
lelaki dengan wanita untuk menghalalkan
hubungan keduanya dengan sukarela dan
persetujuan kedua belah pihak dalam rangka
mewujudkan rumah tangga yang diridhoi
ALLAH swt.
Firman Allah Swt. :… fan kihuu maa thaaba lakum
ninan nisaa-i matsnaa wa tsulaatsa wa rubaa’a fa in
khiftum allaa ta’diluu fa waahidatan … (QS An Nisa:
3)
Artinya: … maka kawinilah perempuan-perempuan
lain yang kamu sukai, dua, tiga, atau empat, tetapi
jika kamu tidak akan dapat berlaku adil, maka
nikahilah seorang saja …




Hukum asal menikah : Mubah/boleh. hukum mubah
ini dapat berubah-sesuai dengan keadaan :
Sunah ( dianjurkan ) : Orang yang ingin
menikah, mampu menikah,dan mampu
mengendalikan diri.
Wajib ( Diharuskan ) : Orang yang ingin
menikah, mampu menikah,dan ia khawatir
berbuat zina.
Makruh ( dibenci / lebih baik ditinggalkan ) :
Orang yang ingin menikah tetapi belum mampu
memberi nafkah.
Haram ( dilarang ) : Bermaksud menyakiti
wanita yang akan ia nikahi.
Firman Allah Swt.
Wa min aayaatihii an khalaqa lakum min
anfusikum azwaajal li taskuunuu ilaihaa wa
ja’ala bainakum mawaddataw wa rahmatan inna
fii
dzaalika
la
aayaatil
li
qaumiy
yatafakkaruun.
( QS Ar Rum 21)
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia
menciptakan untuk kamu istri dari jenismu supaya kamu
tentram bersamanya. Dan Dia menjadikan cinta dan kasih
sayang di antara kamu. Sesungguhnya pada yang
demikian itu menjadi tanda-tanda bagi orang-orang yang
berpikir.
UNTUK MEMPEROLEH RASA CINTA
DAN KASIH SAYANG
yang benar
UNTUK MEMPEROLEH KETENANGAN dan
kebahagiaan HIDUP
 UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN
SEKSUAL SECARA SAH DAN DIRIDHOI
ALLAH SWT
UNTUK MEMPEROLEH KETURUNAN YANG
SAH DALAM MASYARAKAT
“ HARTA DAN ANAK ANAK ADALAH
PERHIASAN KEHIDUPAN
DUNIA” (Q.S. AL-KAHFI, 18:46)





SAH TIDAKNYA PERNIKAHAN
DILIHAT dari TERPENUHI
TIDAKNYA RUKUN NIKAH :
ADA CALON SUAMI
ADA CALON ISTRI
ADA WALI NIKAH
DUA ORANG SAKSI
IJAB DAN QOBUL
Wali adl : orang yang terdekat dgn mempelai wanita :
 Ayah kandung mempelai wanita
 Kakek dari mempelai perempuan.
 Saudara laki-laki yang seibu-sebapak.
 Saudara laki-laki yang sebapak saja.
 Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu-sebapak.
 Ayah tiri tidak boleh menjadi wali.
 Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak.
 Saudara bapak yang laki-laki (paman).
 Anak laki-lakipaman yang dari pihak bapak.
 Wali hakim :berlaku jika No 1-8 tidak ada / sedang
berhalangan.
Syarat syah wali /saksi nikah :
Islam,
Laki-laki
Balig, sudah berumur minimal 15 tahun.
Berakal sehat
Merdeka, adalah orang yang mempunyai hak untuk
mengurus dirinya.
Ijab adalah : ucapan wali
mempelai wanita yg
sedang menikahkan
Qobul adalah : jawaban mempelai
laki-laki ketika
menerima pernikahannya
Syarat nya :
Ijab qobul dilakukan dalam satu
majlis
Ijab
qobul
tidak
boleh
mengandung persyaratan ( khiyar
syarat )
Ijab qobul itu dilakukan dengan
jelas , mudah dan tunai /
langsung saat itu.
Diharamkan atas kamu : ibu-ibumu; anak
perempuanmu ; saudara perempuanmu,
saudara-saudara perempuan bapakmu ;
saudara-saudara perempuan ibumu ;
anak-anak perempuan dari saudara
laki-lakimu; anak perempuan dari
saudara perempuanmu; ibu-ibumu yang
menyusui kamu; saudara perempuan
sepersusuan; ibu-ibu isterimu ; anakanak
isterimu
yang
dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang telah
kamu campuri, tetapi jika kamu belum
campur dengan isterimu itu , maka
tidak berdosa kamu mengawininya;
isteri-isteri
anak
kandungmu
;
Menghimpun
dua perempuan yang
bersaudara, kecuali yang telah terjadi
pada masa lampau; sesungguhnya Allah
Maha
Pengampun
lagi
Maha
Penyayang..
1.
Yang haram dinikahi karena
keturunan.
Ibu dan seterusnya ke atas.
Anak perempuan kandung
dan seterusnya ke bawah.
Saudara perempuan
(sekandung, sebapak, atau
seibu).
Saudara perempuan dari
ibu.
Saudara perempuan dari
bapak.
Anak perempuan dari
saudara laki-laki dan
seterusnya.
Anak perempuan dari
saudara perempuan dan
seterusnya.
2.
Yang
haram
dinikahi
karena
sesusuan.
Ibu yang menyusui.
Saudara perempuan sesusuan.
3.
Yang
haram
dinikahi
karena
hubungan perkawinan.
Anak tiri.
Istri
dari
anak
laki-laki
(menantu),
baik sudah cerai maupun belum.
Mertua.
Ibu tiri.
4.
Yang
haram
dinikahi
karena
mengumpulkan dua orang perempuan
yang keduanya bermuhrim.

Mencari nafkah untuk keluarga
sesuai dengan kemampuan suami.

Memberikan perlindungan dan rasa
aman terhadap keluarga

Memberi nafkah lahir batin dan
kasih sayang pada istri dan anak.

Memberikan bimbingan, didikan, dan
mengatur keluarga supaya selamat,
sejahtera dunia dan akhirat.
 Berusaha
menjadi
kepala
rumah tangga yang bijaksana
Taat dan Patuh kepada perintah dan aturan suami.
Mengurus Rumah Tangga ( menyiapkan keperluan
suami dan anak ) sebaik-baiknya
Berusaha menerima dgn ikhlas pemberian suami
dan Tidak meminta sesuatu di luar kemampuan
suami.
Jika istri akan puasa sunah, harus ada izin dari
suami.
Menjaga kehormatan dirinyadan berusaha untuk
tampil cantik dan menyenangkan didepan suami (
Berhias itu hanya untuk suami )
Menjaga rahasia suami dan harta suami.
Mengasuh, mendidik dan memberikan kasih sayang
kepada anak

Menikah itu Sunah Rasul
Dan banyak hikmah :
Menentramkan batin, pikiran
jernih, semangat bekerja tinggi,
istiqamah, dan menambah khusuk
dalam ibadah.
Menjauhkan diri dari perbuatan
maksiat.
Memperluas tali silahturahmi.
Saling menyempurnakan.
Melahirkan generasi penerus Islam,
anak yang saleh mendoakan kedua
orang tuanya.
Hikmah pernikahan bagi
yang menjalaninya
1. Menyelamatkan diri dari
penyalahgunaan nafsu seksual.
2. Sebagai wadah bagi
ketentraman jiwa, cinta kasih,
dan sayang.
3. Sebagai wadah pembinaan
tanggung jawab dalam
keluarga.
Hikmah pernikahan
bagi masyarakat :
a. Menyelamatkan
masyarakat dari
kemungkinan maraknya
perzinaan.
b. Kaum perempuan
memperoleh kewajaran
dalam derajatnya di
masyarakat.
c. Syiar Islam akan semakin
berkembang.







TALAK
FASAKH
KHULU’
LI’AN
ILA’
ZHIHAR
HADHANAH
Perceraian ialah lepasnya tali pernikahan suami
istri dalam berumah tangga.
Talak ialah perceraian atas kehendak suami.
Hukum talak : makruh ( SESUATU YANG DIBENCI )
MENGAPA DALAM ISLAM TALAK
/ CERAI ITU DIBOLEHKAN ?.
TALAK ROJ ’ IAH : yaitu talak satu dan talak dua. Disebut
talak ruj’iah karena suami masih dapat rujuk kembali dan
masa idah belum habis.
TALAK BAIN : yaitu talak tiga, jika suami tidak dapat rujuk
walaupun masa idah belum habis. Talak tiga sering disebut
dengan talak ba’in kubra.
LAFADZ / UACAPAN TALAK :
Talak sharih yaitu talak dengan lafaz yang jelas atau terang. Misalnya
suami berkata pada istrinya,” Kamu saya cerai!” atau “Kamu saya
talak…!” Talak semacam ini diniati atau tidak maka talak sudah
jatuh dan haram bercampur.
Talak kinayah yaitu talak dengan lafaz sindiran. Misalnya suami
berkata pada istrinya,”Pergi dari sini!” atau “Pulang ke rumah
orangtuamu!” Talak seperti ini jatuh kalau diniati talak, tetapi jika
tidak diniati maka talak tidak jatuh dan halal bercampur.
FASAKH : Rusaknya ikatan pernikahan karena sebab2 tertentu /
perceraian atas kehendak hakim atau talak yang dijatuhkan
oleh hakim pengadilan agama. Sebab-sebab terjadinya fasakh
antara lain:
Suami istri ternyata masih muhrim
Suami gila
Suami tidak mampu memberi nafkah
Suami pergi atau hilang
Hadanah : merawat, mendidik anak-anak yang belum dapat
mengurus dirinya sendiri.
Jika terjadi perceraian suami istri & sudah punya anak yang belum
mumayiz maka istrilah yang berhak merawat anak tersebut
sampai ia mengerti, sedangkan biaya perawatan/pendidikan
ditanggung oleh bapaknya. Kalau anak sudah mengerti
diserahkan kepada yang terbaik, yang lebih pantas, bapaknya
atau ibunya.
1.
ILA’ : sumpah suami tidak akan mencampuri istrinya selama 4
bulan atau lebih (tidak terbatas), jika suami kembali pada
istrinya sebelum 4 bulan, ia wajib membayar denda. Tetapi jika
sampai 4 bulan suami belum kembali baik pada istrinya, hakim
berhak menyuruh suami memilih 2 hal: 1. membayar denda lalu
kembali baik dengan istrinya, 2. menceraikan istrinya.
2.
LIAN : suami menuduh istrinya berbuat serong dengan
mengucapkan 4x sumpah sbg pengganti 4 org saksi, kemudian
ditambah dgn ucapan suami, ”Atasku laknat Allah sekiranya aku
dusta dalam tuduhannya.”
Akibat lian dari suami adalah sebagai berikut:
Suami tidak dihukum had menuduh
Istri wajib dihukum had zina
Suami istri bercerai selamanya
Jika lahir anak, anak itu tidak diakui oleh suami
ZIHAR : suami menyerupakan istrinya seperti ibunya. Contoh suami
berkata pada istrinya, “Engkau tampak olehku seperti
punggung ibuku.” Akibat zihar : suami haram campur dgn
istrinya. Adapun supaya halal campur, suami wajib membayar
kifarat. ada 3 tingkatan:
Memerdekakan budak
Puasa 2 bulan berturut-turut
Bila tidak mampu, wajib memberi makan 60 orang miskin
KHULU’ : perceraian atas kehendak istri dengan cara istri memberi
uang tebusan pada suami supaya mau menjatuhkan talak pada
istri. ( khulu’ = cerai gugat )
Akibat khulu antara lain:
Khulu boleh dijatuhkan pada waktu istri sedang datang
bulan atau suci tapi sudah dicampuri.
Suami tidak dapat rujuk walaupun masa idah belum habis.
IDAH : Adalah masa menunggu bagi seorang istri /
janda setelah terjadi perceraian.
Tujuan masa idah :
Memberi kesempatan berpikir pada keduanya
untuk melanjutkan perceraian atau rujuk.
Untuk mengetahui keadaan istri/janda hamil atau
tidak. Sebab kalau hamil, masa idahnya
diperpanjang sampai dengan kelahiran anak dan
kering
darah
wiladahnya
(darah
sehabis
melahirkan).
Macam-macam masa idah:
Bagi istri yang diceraikan suami dalam keadaan
hamil, masa idahnya sampai dengan lahirnya
anak dan sampai kering darah wiladahnya.
Bagi istri yang ditinggal mati suaminya jika tidak
hamil, masa idahnya 4 bulan 10 hari.
Bagi istri yang datang bulannya masih lancar,
masa idahnya tiga kali suci.
Bagi istri / janda yang sudah tidak datang bulan,
masa idahnya 3 bulan.
Bagi istri / janda yang belum pernah dicampuri,
mereka tidak punya masa idah.
HAK ISTRI PADA MASA IDAH :
Bagi istri/janda yang di talak raj’iah, mereka
berhak mendapat tempat, pakaian, dan
nafkah pangan.
Bagi istri/janda yang ditalak ba’in, mereka
hanya berhak mendapat tinggal.
Bagi istri yang ditinggal mati suaminya, pada
masa idah mereka tidak mendapat nafkah
karena sudah mendapat warisan almarhum
suaminya. Begitu pula janda dalam masa
idah juga tidak mendapat nafkah.
RUJUK Adalah : kembalinya suami kepada bekas istrinya pada
waktu masa idah belum habis
HUKUM RUJUK : MUBAH / BOLEH. Dan dapat berubah sesuai
dengan keadaan :
Wajib, yaitu bagi suami yang mempunyai istri
lebih dari satu dan belum berlaku adil antar
istrinya
Sunah, yaitu apabila dengan rujuk keadaan
menjadi baik.
Makruh, yaitu jika dengan rujuk keadaan menjadi
buruk.
Haram, yaitu jika dengan rujuk istri menjadi
menderita.
Rukun rujuk:
Istri sudah pernah dicampuri.
Yang dapat dirujuk, istri yang ditalak raj’iah.
Masa idahnya belum habis.
Istri yang dirujuk itu tertentu, jika suami
menjatuhkan talak pada beberapa istrinya, yang
dirujuk hanya satu maka rujuknya tidaj sah.
Lafal rujuk harus dengan lafal yang jelas atau
sindiran.
Tidak ada paksaan dari pihak suami untuk rujuk.
Perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 atas dasar:
Tidak ada unsur paksaan
Mempersulit proses perceraian
Poligami diperbolehan dengan syarat tertentu
Batas usia minimal bagi kedua calaon pengantin pria dan
wanita.
Kewajiban pencatatan perkawinan:
Setiap perkawinan harus dicatat.
Pencatatan perkawinan dilakukan oleh pegawai pencatatan nikah.
Setiap perkawinan harus dilangsungkan di bawah pengawasan
pegawai pencatat nikah.
Perkawinan yang dilakukan di luar pegawai pencatatan nikah tidak
mempunyai kekuatan hukum.
Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat
oleh pegawai pencatat nikah.
Batasan dalam berpoligami:
Suami mendapat izin untuk berpoligami jika:
Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya.
Istri mendapat cacat badan.
Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Suami yang akan berpoligami akan menempuh prosedur
sebagai berikut:
Suami mengajukan
alasan yang kuat.
pernikahan
berpoligami
dengan
Adanya persetujuan dari istri pertama.
Suami mampu memberi nafkah.
Adanya jaminan bahwa suami akan berbuat adil kepada
istri-istrinya
UU No. 1 thn 1974 tentang pernikahan terdiri dari
14 bab yang terbagi menjadi 67 pasal. Secara
garis besar :
1. Bab I
: Dasar pernikahan, terdiri dari 5
pasal.
2. Bab II
: Syarat-syarat pernikahan, terdiri
dari 7 pasal.
3. Bab III
: Pencegahan Pernikahan, terdiri dari
9 pasal.
4. Bab IV : Batalnya Pernikahan, terdiri dari 7
pasal.
5. Bab V
: Perjanjian Pernikahan, terdiri dari 1
pasal.
6. Bab VI : Hak dan Kewajiban suami-istri, terdiri dari
5 pasal.
7. Bab VII : Harta Benda dalam Pernikahan, terdiri
dari 5 pasal.
8. Bab VIII : Putusnya pernikahan serta Akibatnya,
terdiri dari 4 pasal.
9. Bab IX : Kedudukan Anak, terdiri dari 3 pasal.
10. Bab X : Hak dan Kewajiban antara Orang tua dan
Anak, terdiri dari 5 pasal.
11. Bab XI : Perwalian, terdiri dari 5 pasal.
12. Bab XII : Ketentuan-ketentuan lain, terdiri dari 9
pasal.
13. Bab XIII : Ketentuan Peralihan, terdiri dari 2 pasal.
14. Bab XIV : Ketentuan Penutup,terdiri dari 2 pasal.
Dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia yang
penggunaannya berdasarkan pada Instruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991, pada buku
I Bab II Pasal 5, dinyatakan bahwa :
1. Agar terjamin ketertiban pernikahan-pernikahan bagi
masyarakat Islam, setiap pernikahan harus dicatat.
2. Pencatatan pernikahan tersebut dilakukan oleh
Pegawai Pencatat Nikah.
3. Setiap pernikahan harus dilangsungkan di hadapan
dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.
4. Pernikahan yang dilakukan di luar pengawasan
Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai
kekuasaan hukum.
UU No. 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1, menegaskan
bahwa, “ Pernikahan adalah sah apabila
dilakukan menurut hokum masing-masing
agamanya dan kepercayaanya itu. ’’ Dalam
Kompilasi Hukum Islam Bab II disebutkan bahwa
:
1. Pasal 4, pernikahan itu sah apabila dilaksakan
menurut Hukum Islam.
2. Pasal 2, pernikahan menurut hokum Islam adalah
pernikahan yang akadnya sangat kuat atau
misaqan galizan untuk menaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.
Peran pengadilan agama menurut UU No. 1 tahun 1974 :
1. Memberikan keputusan tentang pernikahan campuran oleh
pegawai pencatat pernikahan.
2. Ijin untuk beristri lebih dari seorang.
3. Ijin melangsungkan pernikahan bagi seseorang yang belum
4. mencapai umur 21 tahun, bila orang tuanya, wali atau
keluarganya dalam hubungan garis lurus mempunyai
perbedaan pendapat.
5. Memberikan sangsi atau memutuskan untuk tidak
melangsungkan pernikahan karena adanya penyimpangan dari
ketentuan umur minimum.
6. Permohonan pihak yang pernikahannya ditolak oleh pegawai
pencatat pernikahan.
7. Permohonan pembatalan pernikahan.
8. Gugatan tentang kelalaian kewajiban suami atau istri.
9. Mengurusi / mengatasi perceraian.
10.Menindaklanjuti akibat pernikahan.