Transcript Bahan HSDA

Garis-garis Besar Perogram Pembelajaran
GBPP
MATA KULIAH
: HUKUM SUMBER DAYA ALAM
KODE MATA KULIAH : HKA 315
BEBAN STUDI
PENEMPATAN
: 2 SKS
: SEMESTER 5
DESKRIPSI MATA KULIAH
Mata kuliah HSDA merupakan salah satu mata
kuliah pilihan/minat bagian HAN yg dapat
ditempuh setelah mengambil mata kuliah
Hukum Lingkungan. Sebagai cabang dari
Hukum Lingkungan, mata kuliah ini
mengajarkan kepada mahasiswa tentang
permasalahan SDA, kebijakan pengelolaan
(internasional dan nasional) dan pengaturan
hukumnya di Indonesia. Materi bahasan
HSDA meliputi pengertian dan ruang lingkup
hukum sumber daya alam, kebijaksanaan
pengelolaan sumber daya alam, pengaturan
hukum konservasi sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya, pengaturan hukum
sumber daya hutan, pengaturan hukum
sumber daya ikan/perikanan, pengaturan
hukum sumber daya lahan (tanah),
pengaturan hukum sumber daya air,
pengaturan hukum sumber daya
pertambangan, dan pengaturan hukum
sumber daya wilayah pesisir.
MANFAAT DAN TUJUAN PEMBELAJARAN
Mnfaat
Memberikan bekal ilmu agar mahasiswa dapat mengetahui,
memahami dan menganalisis secara hukum berbagai persoalan
sumber daya alam, baik yang bersifat hayati maupun non hayati.
Tujuan
Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis tentang
permasalahan sumber daya alam dan pengaturan hukumnya,
kebijaksanaan pengelolaan sumber daya alam, pengaturan
hukum konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya,
pengaturan hukum sumber daya hutan, pengaturan hukum
sumber daya ikan/perikanan, pengaturan hukum sumber daya
lahan (tanah), pengaturan hukum sumber daya air, pengaturan
hukum sumber daya pertambangan, dan pengaturan hukum
sumber daya wilayah pesisir.
PROSES PEMBELAJARAN
Dilaksanakan
di kelas
dengan
menggunakan
ceramah,
diskusi,
seminar dan
penugasan
UTS
30%
UAS
30%
Penugasan
30%
Kuis
10%
Persentase: 1) UTS 30%,
2) UAS 30%,
3) Penugasan 30%, 4) kuis 10%






Daud Silalahi, 1992. Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum
Lingkungan Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung.
Djoko Tribawono, 2002, Hukum Perikanan Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung
Hardjasoemantri, Koesnadi, 1991. Hukum Perlindungan Lingkungan,
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. UGM Press,
Yogyakarta
Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), 1999. Demokratisasi
Pengelolaan Sumber Daya Alam, Prosiding Lokakarya Reformasi Hukum di
Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam, Penerbit ICEL, Jakarta
Krisnajadi, 1991. Undang-undang No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan
United Nations Convention on the Law of the Sea, STHB, Bandung.
Muhammad Akib, 2004. Aspek Hukum dan Kelembagaan Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Laut, Justisia, Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unila,
Bandar Lampung.
lain-lain
a. Mahasiswa tidak diperkenanankan mengenakan
kaos oblong dan sandal jepit
b. mahasiswa tidak diperkenankan merokok dalam
kelas
PENGERTIAN
Sumber Daya Alam merupakan
unsur LH yang terdapat di alam;
 Dapat dimanfaatkan oleh
manusia;
 Mempunyai nilai ekonomis.

BEBERAPA PENGERTIAN

Black’s Law Dictionary:
Natural resources are any material in its native
state which when extracted has economic
value. Timberland, oil and gas wells, ore
deposits, and other products of nature that have
economic value. The cost of natural resources is
subject to depletion. Opten called wasting
assets. The term includes not only timber, gas
oil, coal, minerals, lakes, and submerged lands,
but also, features which supply a human need
and contribute to the health, welfare, and
benefit of a community, and are essential to the
well-being there of and proper enjoyment of
property devoted to park and recreational
purposes.
Lanjutan pengertian

Slamet Ryadi (1981):
SDA adalah segala isi yang terkandung dalam
biosfer sebagai sumber energi yang potensial,
baik yang tersembunyi dalam litosfer maupun
atmosfer yang dapat dimanfaatkan untuk
pemenuhan
kebutuhan
manusia
secara
langsung bagi kelangsungan ekosistemnya
maupun tak langsung untuk peningkatan
kualitas hidupnya.

Zelinsky:
SDA adalah setiap bahan atau sifat fisis suatu
tempat maupun setiap kemungkinan fisiologis
dan biologis yang tersembunyi di suatu wilayah.
Bagan Pembagian Sumber Daya Alam
SUMBER DAYA
SDM
SDA
BERDASARKAN
SIFATNYA
SDAH
SDANH
SDB
BERDASARKAN
KEMUNGKINAN
PEMULIHANNYA
RENEWABLE
BERDASARKAN MACAM
HABITAT
DARATAN
PERAIRAN/
AKUATIK
NON
RENEWABLE
Permasalahan Sumber Daya Alam

Kebutuhan SDA meningkat:
 Pertambahan penduduk
 Kemajuan pembangunan

SDA terbatas, bahkan menurun.
Contoh Lampung (data, 2002)
 Kerusakan hutan (lindung 64%, Kawasan konservasi
43%, HP 80%)
 Hutan mangrove (khususnya pantai timur) rusak parah
(90%)
 Lereng dan bukit digerus
 Sumber daya air tercemar dan persediaan air tanah
menurun
 Bahan tambang diekspoitasi tidak berwawasan
lingkungan
Upaya Pelestarian


Tanpa upaya pelestarian/konservasi
maka terjadi krisis SDA (kualitas
menurun, persediaan langka,
keanekaragaman berkurang, dll).
Salah satu upaya adalah melalui
pengaturan Hukum Sumber Daya
Alam (Natural Resources Law) atau
Hukum Konservasi (Coservation Law)

Salah satu cabang Hukum Lingkungan
Hukum dan Kebijakan
Pengelolaan SDA Indonesia
•Peraturan masih banyak bersifat
sektoral dan overlapping
•Hukum dan kebijakan SDA masih
Economic Oriented ketimbang
Ecological & Sustainable Oriented
• Akibatnya kerusakan SDA terus
bertambah
Kebijakan Pengelolaan
Sumber Daya Alam
Pengertian Umum
• Kebijakan (policy) pengelolaan SDA berkaitan dengan
upaya atau perhatian dunia atau negara terhadap
pengelolaan SDA
• Kebijakan Pengelolaan SDA:
1. Kebijakan global (internasional)
•
Konprensi internasional
•
Lembaga internasional
•
Kesepakatan internasional
2. Kebijakan nasional
Bekas tambang yg ditanami Acacia mangium
(Sumber Suhardi)
•
GBHN (RPJP/RPJM)
•
Peraturan perundangundangan
Sejarah Konservasi
Inggris abad ke-16
• Titik berat di bidang
perlindungan satwa;
• Wildlife Protection 1534 (pada
masa Raja Henry VIII).
Amerika Serikat abad ke 17
• Titik berat di bidang kehutanan
• Lahir kebijakan “The Forest
Protection Policy” tahun 1681.
• Salah satu kontribusinya
adalah terbentuknya “The
Yellowstone National Park”,
1872.
Kebijakan Internasional (1)
Konprensi Internasional
1. Konprensi Stockholm, Swedia 1972 menghasilkan :
●Deklarasi Stockholm (26 prinsip)
●109 Rekomendasi
●11 resolusi
-> Berdirinya UNEP
-> 5 Juni sebagai Hari LH Sedunia
2. Konprensi Nairobi, Kenya 1982 menghasilkan :
●Deklarasi Nairobi (10 Prinsip)
3. Konprensi Rio de Janeiro, Brazil 1992 hasilnya :
●Deklarasi Rio (27 Prinsip)
●Biodiversity Convention
●Climate Change Convention
●Agenda 21
4. Konprensi Johanes Burg, Afrika Selatan, 2002.
Kebijakan Internasional (2)
Kesepakatan Internasional
•
World Conservation Strategy, 1980.
Mengatur konservasi SDAH. Tiga tujuan konservasi SDAH:
a. Memelihara proses ekologis yang esensial serta SPK
b. Mengawetkan keanekaragaman jenis
c. Menjamin pemanfaatan lestari
•
World Charter for Nature, 1982., Mengatur pelestaian SDA.
•
CITES, 1973.
Mengatur perdagangan satwa liar dan tumbuhan langka agar tidak
punah. Ada dua upaya:
a. Perdagangan komersial spesies yg diancam punah, umumhya
dilarang (misalnya monyet besar, badak,kura-kura, iakanpaus,
gajah asia, dll)
b. Perdagangan komersial tradisonal (dengan persyaratan) spesies
yang belum dibahayakan, dibolehkan, tetapi dipantau. Misalnya izin
ekspor dari negara asal.
•
Wetlands Convention,1971 (Ramsar Convention).
Bertujuan melindungi lahan basah (tempat hidup burung
unggas/burung air)
Kebijakan Internasional (3)
Kesepakatan Internasional
• UNCLOS, 1982; melindungi SDAH di laut, terutama
ikan
• Biological Diversity Convention, 1992
Lembaga Internasional
• World Widelife Fund (WWF), 1961.
•
•
•
Berpusat di Swizerland, Jenewa. Titik berat pada
konservasi satwa langka.
International Union for the Conservation of Nature
and Natural Resouces (IUCN), 1948.
United Nations Env. Programme (UNEP), 1972.
Berkedudukan di Nairobi, Kenya.
World Commission on Env. And Development (WCED)
Kebijakan Nasional (Indonesia)
 Seminar Nasional Peng LH dan Pembg Nasional oleh
UNPAD, 15-18 Mei 1972
Persiapan Konprensi Stockholm, 1972.
 GBHN, Repelita (Sekarang: RPJP, RPJM, Propenas).
 Peraturan Perundang-undangan:
 Nasional: Belum ada UU SDA, yang ada
UULH/UUPLH
 Sektoral :
 UU No. 11/1967 tentang Pertambangan
 UU No. 5/1983 tentang ZEEI
 UU No. 5/1990 tentang Konservasi SDAH
dan Ekosistemnya
 UU No. 41/1999 tentang Kehutanan
 UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air
 UU No. 31/2004 tentang Perikanan
 Daerah: Perda Propinsi dan Kabupaten/kota
Akb, 2006
Hukum Konservasi
SDAH
(oleh: Muhammad Akib,S.H.,M.H.)
Konsep Konservasi
o
Didasarkan anggapan
keterbatasan/kelangkaan SDA (scarcity
of natural resources).
Penggunaannya harus bijaksana.
o Konservasi dianggap sebagai salah satu
fungsi pengelolaan SDA
o
Pengertian Yuridis Konservasi SDAH
UU No. 23/1997 ttg(UUPLH), dan UU No. 5/1990 ttg (UUKH),


Konservasi SDAH = Peng. SDAH yang menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana dan bagi SDA
terbaharui menjamin kesinambungan persediaannya
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
nilai dan keanekaragamannya.
Konsep konservasi tersebut meliputi Pengelolaan dan
pemanfaatan
UU No. 5/1983 ttg Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEE)
 Konservasi SDAH = segala upaya yang bertujuan untuk
melindungi dan melestarikan SDA.
 Pengertian konservasi dlm UU ZEE hanya menekankan
pada perlindungan dan pelestarian SDA, tanpa
memperhatikan aspek pemanfaatannya.
Tujuan Konservasi SDAH dan
Ekosistemnya


Mengusahakan terwujudnya
kelestarian SDAH dan
keseimbangan ekosistemnya
Dapat lebih mendukung
upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat
dan mutu kehidupan manusia
(Ps. 3 UUKH)
Pengaturan Hukum Konservasi SDAH
 Dimulai sejak zaman Belanda
 Reglement op het Beheer en de Exploitatie der
houtbossen op Java en Madoera, 1865
 Dierenbeschermingsordonnantie, Stb. 1931 No. 134
 Jachtordonnantie, Stb. 1931 No. 133 dan
Jachtordonantie van Java en Madoera, Stb. 1940
No. 733.
 Natuurbeschermingsordonnantie Stb. 1941 No. 167
 Parelvissherijz Sponsen Vicserchijz Ordonnantie,
Stb. 1916 No. 157
 Visscherij Ordonnantie, Stb. 1920 No. 356,
Catatan : 1 s.d. 4 dicabut dg UU No. 5/1990 sedangkan 5 dan 6
dicabut dengan UU No. 9/1985
Pengaturan Hukum Konservasi SDAH
Lanjutan…
Perundang-undangan Nasional
 UU No. 5/1967, diganti UU No. 41/1999 tentang
Kehutanan
 UU No. 1/1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
 UUNo. 7/2004 tentang Pengl. Sumber Daya Air
 UU No. 5/1983 tentang ZEE
 UU No. 31/2004 tentang Perikanan
 UU No. 17/1985 tentang Pengesahan UNCLOS
 UU No. 5/1990 tentang Konservasi SDAH
 UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan LH
Pengaturan Hukum Konservasi SDAH
Lanjutan…
o
o
o
o
o
UU No. 5/1994 tentang Pengesahan
Biodiversity Convention
UU No. 12/994 tentang Sistem Budidaya
Tanaman.
PP No. 28/1985 tentang Perlindungan
Hutan.
PP No. 19/1994 tentang Pengendalian
Pencemaran/Kerusakan Lingkungan Laut.
Keputusan Presiden No. 32/1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung.
Perlindungan Hukum SDA Hayati dan
Ekosistemnya
 Perlindungan hukum (legal protection) pada SDAH
merupakan konsekuensi adanya legal raights dari
LH
dan SDA;
 Perlindungan hukum terhadap SDA ini juga selaras
dengan adanya pengakuan atas hak setiap orang
(orang seorang, kelompok orang atau badan hukum)
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat (lihat Pasal
1 Deklarasi Sockholm, Swedia, 1972 dan Pasal 5 ayat
(1) Undang-Undang No. 23 Tahun 1997).
Perlindungan Hukum SDA Hayati dan
Ekosistemnya
Proses
PERADILAN
Prosedur
ADMINISTRASI
(Preventif)
Izin
(Represif)
(Represif)
Sanksi Adm
Perlindungan Hukum SDA Hayati dan
Ekosistemnya
5 motif menggunakan izin (ten Berge, 1991:
1. Keinginan mengarahkan (mengendalikan-“sturen”) aktivitasaktivitas tertentu (misalnya izin bangunan);
2. Mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan);
3. Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu (izin tebang, izin
membongkar pada monumen-monumen);
4. Hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghunian di
daerah padat penduduk);
5. Pengarahan dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas
tertentu.
Kegiatan Konservasi SDAH dan
Ekosistemnya
1) Perlindungan Sistem Penyangga
Kehidupan.
2) Pengawetan Keanekaragaman Jenis
Tumbuhan dan Satwa beserta
Ekosistem-nya.
3) Pemanfaatan Secara Lestari SDA
Hayati dan Ekosistemnya
Kegiatan Konservasi SDAH dan
Ekosistemnya
1) Perlindungan Sistem Penyangga
Kehidupan.
2) Pengawetan Keanekaragaman Jenis
Tumbuhan dan Satwa beserta
Ekosistem-nya.
3) Pemanfaatan Secara Lestari SDA
Hayati dan Ekosistemnya
1) Perlindungan Sistem Penyangga
Kehidupan
• Sistem
•
penyangga kehidupan adalah suatu
sistem yang terdiri dari proses kait mengkait
satu dengan lainnya, baik unsur hayati maupun
non hayati, yang apabila terputus akan
mempengaruhi kehidupan. Misalnya, mata air,
tebing, tepian sungai, danau, jurang, hutan,
pantai dan daerah aliran sungai
Dalam World Conservation Strategy (WCS)
1980 ditegaskan ada tiga masalah utama dalam
kaitan dengan sistem penyangga kehidupan di
dunia, yaitu:
 Sistem
 Sistem
 Sistem
pertanian,
kehutanan dan
pesisir dan air tawar
Pengaturan Hukum Sistem
Penyangga Kehidupan (1)
 Diatur dalam Ps. 6-10 UU No. 5/1990
 Tujuan perlindungan sistem penyangga kehidupan adalah
terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan
perilaku untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu
kehidupan manusia (Ps. 7)
 Kewajiban Pemerintah (Ps. 8):
 Menetapkan wil. tertentu sbg wil. perlindungan sistem
penyangga kehidupan;
 Menetapkan poldas pembinaan wil. perlindungan sistem
penyangga kehidupan;
 Menetapkan pengaturan cara pemanfaatan wilayah
perlindungan sistem penyangga kehidupan
Pengaturan Hukum Sistem Penyangga
Kehidupan (3)
Kewajiban Bersama (Pemerintah dan
Pemegang Hak):
 Menjaqa kelangsungan fungsi perlindungan
wilayah
 melakukan tindakan penertiban
 upaya rehabilitasi secara berencana dan
berkesinambungan terhadap wil yang rusak
Pengaturan Hukum Sistem Penyangga
Kehidupan (4)
Peraturan perundang-undangan:
PP No. 33 Tahun 1970: Perencanaan Hutan
PP No. 28 Tahun 1985: Perlindungan Hutan
Keppres No. 32 Tahun 1990: Pengelolaan Kawasan Lindung
Keputusan Mentan No. 837/Kpb/Um/ 11/1980: Kriteria dan Tata
cara Penetapan Hutan Lindung
Keputusan Mentan No. 680/Kpb/Um /8/1981: Pedoman
Penatagunaan Hutan Kesepakatan
Keputusan Mentan No. 399 Tahun 1990:
Pedoman Pengukuhan Hutan.
2) Pengawetan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan dan
Satwa beserta Ekosistemnya
Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa adalah
upaya untuk menjaga agar agar keanekaragaman jenis tumbuhan
dan satwa serta ekosistemnya tidak punah.
Keanekaragaman hayati tersebut sangat penting, baik untuk ilmu
pengetahuan, obat-obatan, maupun kelangsungan makhluk hidup
lainnya (fungsi ekologis secara efektif). Karena itu perlu dicegah
kepunahannya.
Prioritas pengawetan keanekaragaman hayati adalah satwa liar
yang terancam punah dan beberapa varitas tanaman yang mulai
berkurang.
Pengaturan Hukum Pengawetan
Keanekaragaman Hayati (1)
≈ Internasional: Pengawetan keaneka-ragaman hayati diatur
dalam CITES 1973 dan Bonn Convention 1979.
≈ Nasional: UU No. 5/1990, Bab III s.d. Bab V, Pasal 11
sampai dengan Pasal 25.
≈ Pengawetan keanekaragaman hayati dilaksanakan melalui
kegiatan :
 Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
beserta ekosistemnya;
 Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa (Ps. 11 UUKH).
Pengaturan Hukum Pengawetan
Keanekaragaman Hayati (2)
Tujuan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
beserta ekosistemnya, menurut Pasal 12 UUKH ialah untuk
menjaga keutuhan kawasan suaka alam agar tetap dalam keadaan
asli (Pasal 12 UUKH).
Dua Cara Pengawetan:
I.
Di dalam kawasan, dengan membiarkan agar populasi semua
jenis tumbuhan dan satwa tetap seimbang menurut proses
alami di habitatnya
II. Di luar kawasan suaka alam, dilakukan dengan menjaga dan
mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa untuk
menghindari bahaya kepunahan. Misalnya, budidaya
tanaman, penangkaran burung.
Pengaturan Hukum Pengawetan
Keanekaragaman Hayati (3)
Prioritas pengawetan keanekaragaman hayati
adalah satwa liar yang terancam punah dan
beberapa varitas tanaman yang mulai berkurang;
Ditetapkan jenis-jenis satwa dan tumbuhan yang
dilindungi dan yang tidak dilindungi
Untuk Jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi
diatur larangan-larangan (Pasal 21 UUKH)
a. Mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan,
memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan
yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup
atau mati;
b. Mengeluarkan
tumbuhan
yang
dilindungi
atau
bagianbagiannya dalam keadaan hidup atau mati dari suatu
empat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar
Indonesia;
c. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan,
memiliki,
memelihara, dan memperniagakan
satwa yang
dilindungi, dalam keadaan hidup;
d. menyimpan, memiliki, memelihara, mengang-kut dan
memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
Untuk Jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi
diatur larangan-larangan (Pasal 21 UUKH)
e. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di
Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
f. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau
bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang
yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam
atau di luar Indonesia;
a. mengambil, merusak, memusnahkan, memper- niagakan,
menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang
dilindungi.
Peraturan Perundang-undangan Terkait Pengawetan
Keanekaragaman Hayati
1) PP No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran,
Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida.
2) Kepres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung.
3) Keputusan Mentan No. 757/Kpts/Um/12/1979 tentang
Penetapan Tambahan Jenis-Jenis Binatang Liar yang telah
dilindungi berdasarkan Dieren-beschermingsordonnantie
1931.
4) Keputusan Mentan No. 681/Kpts/Um/8/1981 tentang Kriteria
dan tata cara Penetapan Hutan Suaka Alam dan Hutan
Wisata.
5) Keputusan Mentan No. 556/Kpts-II/1989 tentang
Pemberian Izin Menangkap/Mengambil,
Memiliki,
Memelihara dan Mengangkut baik di
Dalam Negeri
maupun ke Luar Negeri Satwa Liar dan Tumbuhan Alam,
dan atau Bagian- Bagiannya.
3) Pemanfaatan Secara Lestari SDAH dan
Ekosistemnya
 Pengaturan hukum pemanfaatan secara lestari SDAH dan
Ekosistemnya diatur dalam Ps 26-36 UUKH;
 Pemanfaatan secara lestari SDA Hayati dan Ekosistemnya
dilakukan melalui kegiatan:
 Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam;
dengan cara tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan
 Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar; dengan cara
memperhatikan potensi, daya dukung, dan keanekaragaman
jenis tumbuhan dan satwa liar
Perundang-undangan yang Mengatur Pemanfaatan
Secara Lestari SDAH dan Ekosistemnya
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
UU No. 5 Tahun 1983 tentang ZEE Indonesia
UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan.
PP No. 15 Tahun 1984 tentang Pengelolaan SDAH di ZEE
PP No. 15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan.
Kepres No. 3 Tahun 1985 tentang Pembangunan Taman Wisata
Curug Dago sebagai Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.
Keputusan Mentan No. 133/Kpts/04/I/1980 tentang Pengelolalan
Hutan Wisata di Pulau Jawa.
Keputusan Mentan No. 681/Kpts/Um/1981 tentang Kriteria dan
Tata cara Penetapan Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata.
Keputusan Mentan No. 493/Kpts-II/1989 tentang Sanksi Atas
Pelanggaran di Bidang Eksploitasi Hutan.
Keputusan Mentan No. 668/Kpts-II/1989 tentang Tata cara
Permohonan Izin Pengusahaan Hutan Wisata, Taman Nasional,
Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut.