File - Indonesia Toleran

Download Report

Transcript File - Indonesia Toleran

DISKRIMINASI
TERHADAP PENGHAYAT
KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN
YANG MAHA ESA
DIREKTORAT KEPERCAYAAN TERHADAP
TUHAN YANG MAHA ESA
I
KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA
Salah satu Kepercayaan
Masyarakat
Budaya Leluhur
Mengandung Nilai-nilai Luhur
Kearifan Lokal
Sifat Kebatinan, Kejiwaan dan
Kerokhanian
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah pernyataan dan
pelaksanaan hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keyakinan yang diwujudkan dengan perilaku ketaqwaan dan
peribadatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pengamalan budi luhur
yang ajarannya bersumber dari kearifan lokal bangsa Indonesia.
II
CIRI POKOK KEPERCAYAAN TERHADAP
TUHAN YANG MAHA ESA
Adanya keyakinan kepada Tuhan
Identitas Dasar
Adanya perilaku ketakwaan
Sarana
mendekatkan diri
kepada Tuhan
Adanya pengamalan budi luhur
Pengemban Sosial
III
DASAR HUKUM/KEDUDUKAN KEPERCAYAAN TERHADAP
TUHAN YANG MAHA ESA
1. Undang Undang Dasar 1945 :
a. Bab A tentang HAM, Pasal 28 E ayat (2)
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
b. Bab XI tentang Agama, Pasal 29 ayat (2)
Negara Menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
c. Bab XIII tentang pendidikan dan kebudayaan Pasal 32 ayat (2)
Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia
dengan tetap menjamin kemerdekaan dalam melestarikan
dan mengembangkan kebudayaannya.
2. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM
a. Pasal 22 ayat (1)
Setiap orang bebas memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.
b. pasal 22 ayat (2)
Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercyaannya itu.
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan
a. Pasal 8 ayat (4)
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk persyaratan dan tata cara Pencatatan Peristiwa
Penting bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagaimana agama berdasarkan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan.
b. Pasal 61 ayat (2)
Keterangan menegenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi penduduk yang agamanya
belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat
kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam data base kependudukan.
c. Pasal 64 ayat (2)
KTP mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah Negara Kesatuan Indonesia
memuat keterangan tentang NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, pekerjaan,
kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikelurkan KTP, tandatangan pemegang KTP,
serta memuat nama dan nomor induk pegawai pejabat yang menandatanganinya.
d. Pasal 105
Dalam waktu paling lambar 6 (enam) bulan sejak diundangkannya Undang-Undang ini, pemerintah wajib
menerbitkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang penetapan persyaratan dan tata cara perkawinan
bagi para penghayat kepercayaan sebagai dasar diperolehnya kutipan akta perkawinan dan pelayanan
pencatatan Peritiwa Penting.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan
a. Pasal 81 :
(1)
Perkawinan Penghayat kepercayaan dilakukan di hadapan
Pemuka Penghayat Kepercayaan
(2)
Pemuka Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditunjuk dan ditetapkan oleh organisasi
penghayat kepercayaan, untuk mengisi dan menandatangani
surat perkawinan penghayat kepercayaan
(3)
Pemuka Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) didaftar pada kementerian yang bidang
tugasnya secara teknis membina Organisasi Penghayat
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Pasal 82 :
Peristiwa perkawinan sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 ayat (2) wajib
dilaporkan kepada Instansi pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana paling
lambat 60 (enam puluh)hari dengan menyerahkan:
•
Surat perkawinan penghayat kepercayaan;
•
Fotocopy KTP; (Sesuai Ps. 61 dan 64 ayat (2) UU No. 23 Tahun
2006)
•
Pas Foto suami dan istri;
•
Akta kelahiran; dan
•
Paspor suami dan/istri bagi orang asing
c. Pasal 83
(1) Pejabat Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana mencatat
perkawinan sebagaimana dimaksud dalam pasal 82
dengan tata cara:
a. Menyerahkan formulir pencatatan perkawinan kepada pasangan
suami istri.
b. Melakukan verifikasi dan validasi terhadap data yang tercantum dalam
formulir pencatatan perkawinan; dan Mencatat pada register akta
perkawinan dan menerbitkan kutipan akta perkawinan Penghayat
Kepercayaan.
c. Mencatat pacta register akta perkawinan dan menerbitkan kutipan akta
perkawinan Penghayat Kepercayaan.
(2) Kutipan akta perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
diberikan kepada masing-masing suami dan istri.
d. Pasal 88 (b)
Perkawinan Penghayat Kepercayaan yang dilakukan
sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku wajib
dicatatkan paling lama 2 (dua) tahun setelah
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 82 huruf a, huruf b, huruf c dan/atau
huruf e.
5. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Bidang
Sosial dan Kebudayaan, Sub Kebudayaan, Kesenian, Pariwisata, antara lain menyatakan :
a) Mengembangkan dan membina kebudayaan nasional bangsa
Indonesia, yang bersumber dari warisan budaya leluhur bangsa,
budaya nasional yang mengandung nilai-nilai universal termasuk
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka
mendukung terpeliharanya kerukunan hidup bermasyarakat dan
membangun peradaban bangsa.
b) Merumuskan nilai-nilai kebudayaan Indonesia, sehingga mampu
memberikan rujukan sistem nilai terhadap totalitas perilaku kehidupan
ekonomi, politik, hukum dan kegiatan kebudayaan nasional dan
peningkatan kualitas berbudaya masyarakat.
c) Mengembangkan sikap kritis terhadap nilai-nilai budaya dalam rangka
memilah-milah nilai budaya yang kondusif dan serasi untuk
menghadapi tantangan pembangunan bangsa di masa depan.
7.
Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. 43 dan
No. 41 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelayanan
Kepada Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa :
12
LINGKUP PELAYANAN
KEPADA PENGHAYAT KEPERCAYAAN
Bab II, Pasal 2 :
1. Pemerintah Daerah memberikan pelayanan
kepada penghayat kepercayaan
2. Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. Administrasi organisasi penghayat kepercayaan
b. Pemakaman dan
c. Sasana Sarasehan atau sebutan lain
a
b
c
a. PELAYANAN ADMINISTRASI ORGANISASI
PENGHAYAT KEPERCAYAAN
(Bab III Pasal 5)
1. Penerbitan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) oleh Gubernur
di tingkat Provinsi (Pasal 5)
(1) Gubernur menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar(SKT)
(2) Penerbitan SKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
persyaratan: (hal. 6 PBM)
2. Penerbitan SKT oleh Bupati di tingkat kabupaten (Pasal 6)
(1) Bupati/walikota menerbitkan SKT oerganisasi penghayat Kepercayaan
untuk kabupaten/kota
(2) Penerbitan SKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan persyaratan : (hal. 7 PBM)
3. Penerbitan Tanda Inventarisasi oleh Menbudpar cq.Direktur Kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa melalui dinas yg membidangi kebudayaan
(Pasal 7) “Surat Keterangan Terinventarisasi diajukan oleh pengurus
organisasi kepada Menbudpar melalui dinas/lembaga/unit kerja yang
mempunyai tugas dan fungsi menangani kebudayaan dengan melampirkan
persyaratan yang telah ditentukan”
b. PELAYANAN PEMAKAMAN
Pasal 8
1)
2)
3)
4)
Penghayat Kepercayaan yang meninggal dunia dimakamkan di
tempat pemakaman umum.
Dalam hal pemakaman Penghayat Kepercayaan ditolak di
pemakaman umum yang berasal dari wakaf, pemerintah
daerah menyediakan pemakaman umum.
Lahan pemakaman umum sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat disediakan oleh Penghayat Kepercayaan.
Bupati/walikota memfasilitasi administrasi penggunaan lahan
yang disediakan oleh Penghayat Kepercayaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) untuk menjadi pemakaman umum.
15
c. PELAYANAN PENYEDIAAN SASANA SARASEHAN/
SEBUTAN LAIN
1)
2)
Pasal 9
Penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lain didasarkan
atas keperluan nyata dan sungguh-sungguh bagi Penghayat
Kepercayaan.
Penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
bangunan baru atau bangunan lain yang dialih fungsikan.
Pasal 10
Sasana sarasehan atau sebutan lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 harus memenuhi persyaratan administrasi dan
persyaratan teknis bangunan gedung sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
16
POSISI PENGHAYAT PASCA UU NO. 23
tahun 2006 DAN PP 37 tahun 2007
 Eksistensi Penghayat Kepercayaan semakin kuat
 Penghayat hanya sebagian kecil yang memanfaatkan UU
dan PP
 Rasa Takut masih tinggi
 Semakin terbuka untuk memposisikan diri dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsadan bernegara.
17
PENYEBARAN ORGANISASI
PENGHAYAT KEPERCAYAAN TERHADAP
TUHAN YANG MAHA ESA
1.
Propinsi Sumatera Utara
5 kab, 2 kota
14 organisasi
2.
Propinsi Lampung
2 kab, 1 kota
7 organisasi
3.
Propinsi DKI Jakarta
5 kota
20 organisasi
4.
Propinsi Banten
1 kab
1 organisasi
5.
Propinsi Jawa Barat
3 kab, 4 kota
12 organisasi
6.
Propinsi Jawa Tengah
17 kab, 6 kota
59 organisasi
7.
Propinsi DIY
3 kab, 1 kota
31 organisasi
8.
Propinsi Jawa Timur
11 kab, 4 kota
57 organisasi
9.
Propinsi Bali
2 kab, 1 kota
7 organisasi
10.
Propinsi NTB
2 kab
2 organisasi
11.
Propinsi NTT
5 kab
5 organisasi
12.
Propinsi Kalimantan Timur
1 kab
1 organisasi
13.
Propinsi Kalimantan Tengah
4 kab
9 organisasi
14.
Propinsi Sulawesi Utara
3 kab, 1 kota
12 organisasi
15
Propinsi Riau
1 kota
1 organisasi
59 kab, 25 kota
238 organisasi
Jumlah
DISKRIMINASI
KEBERADAAN PENGHAYAT KEPERCAYAAN
1. Ditinjau dari segi UU :
UU PNPS NO. 1 TAHUN 1965
Pada penjelasan atas Penetapan Presiden RI No. 1 Tahun 1965 tentang
Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama
Bagian I : Umum No. 2
“Telah ternyata, bahwa pada akhir-akhir ini hampir diseluruh Indonesia tidak sedikit timbul
aliran-aliran atau organisasi-organisasi kebatinan/kepercayaan masyarakat yang
bertentangan dengan ajaran-ajaran dan hukum agama.
Diantara ajaran-ajaran/perbuatan-perbuatan pada pemeluk aliran-aliran tersebut sudah
banyak yang telah menimbulkan hal-hal yang melanggar hukum, memecah persatuan
Nasional dan menodai agama. Dari kenyataan teranglah, bahwa aliran-aliran atau
organisasi-organisasi kebatinan/kepercayaan masyarakat yang menyalahgunakan dan/atau
mempergunakan agama sebagai pokok pada akhir-akhir ini bertambah banyak dan telah
berkembang kearah yang sangat membahayakan agama-agama yang ada”.
Belum ada pemilahan tentang kepercayaan masyarakat
2. DITINJAU DARI SEGI PANDANGAN MASYARAKAT:
1. Belum semua lapisan masyarakat mengakui dan
menerima keberadaan Penghayat kepercayaan
2. Sebagian masyarakat masih memandang penghayat
kepercayaan sebagai atheis
3.DITINJAU DARI PELAYANAN HAK-HAK SIPILNYA:
1. Kartu Tanda Penduduk (KTP)
* Dari segi UU sudah terakomodir
* Implementasi di lapangan :
- Pengosongan status agama dalam KTP dan KK masih
berkonotasi negatif
- Petugas lapangan masih ada menghambat dalam proses
pelayanan
KTP/KK
2. Pemakaman
* Dari segi UU sudah terakomodir
* Implementasi di lapangan :
- Belum semua masyarakat dan oknum pemerintah mau menerima
warga penghayat kepercayaan
yang meninggal di makamkan di tempat pemakaman umum.
3. Sasana Sarasehan/sebutan lain
* Dari segi UU sudah terakomodir
* Implementasi di lapangan :
- Pada masyarakat tertentu dan tertentu pula belum dapat/mau menerima
adanya Sasana Sarasehan penghayat Kepercayaan
- Oknum pemerintah belum dapat melaksanakan UU terkait dengan baik.
4. Perkawinan Penghayat Kepercayaan
* Dari segi UU sudah terakomodir
* Implementasi di lapangan :
- Pelayanan perkawinan penghayat kepercayaan belum lancar
- Sikap sebagian petugas juga masih menghambat proses pencatatan
perkawinan
5. Pendidikan putra – putri penghayat kepercayaan
* Dari segi UU belum mengakomodir
UU sisdiknas hanya mengakomodir pendidikan bagi pemeluk-pemeluk
agama (Bab V Peserta Didik, Pasal 12 ayat a dan
Bab X Kurikulum, Pasal 37 ayat 1a dan ayat 2 a
Tindakan ke depan
≈ Peningkatan Penegakan HAM
≈ Melaksanakan administrasi kependudukan
dengan berasas kepada hal-hal yang
bersifat universal, permanen dan
berkelanjutan, yaitu persamaan kedudukan
dalam hukum, perlindungan, keamanan,
berkelanjutan dan kepastian hukum
Sumbang Saran :
◊ Pemenuhan hak-hak sipil
bagi penghayat
kepercayaan terhadap
Tuhan YME
◊ Mendukung terwujudnya UU
Kebebasan Beragama
◊ Menyediakan fasilitas publikasi penghayat
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
secara berkala melalui media massa
◊ Aspek legalitas yang menunjukkan hak
mendapatkan pendidikan yang sesuai
dengan kepercayaannya tanpa perlakuan
diskriminatif, secara tersurat dan tersirat
dijamin oleh aspek legal formal
Solusi
∞ Komitmen dari semua pihak
∞ Jaminan dan perlindungan pemerintah dalam
beragama/berkepercayaan
∞ Menghidupkan kembali nilai-nilai luhur
budaya bangsa