Pengertian Baitul Mal wat Tamwil (BMT)

Download Report

Transcript Pengertian Baitul Mal wat Tamwil (BMT)

SERI LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH
by Imr@n


Menurut Hosen dan Hasan Ali (PKES, 2008:11) BMT
adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan
dengan prinsip bagi hasil (syari’ah),
menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil
dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta
membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan
atas dasar prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh
masyarakat setempat dengan berlandaskan pada
sistem ekonomi yang salaam yaitu keselamatan
(berintikan keadilan), kedamaian dan kesejahteraan.
Menurut Heri Sudarsono (2007) BMT yaitu lembaga
yang mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan
penyaluran dana yang non profit seperti halnya zakat,
infaq dan sodaqoh.
by Imr@n
Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi yaitu :
1. Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) – menerima
titipan dana zakat, infak dan shadaqah serta
mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan
peraturan dan amanahnya.
2. Baitul Tamwil (Bait = Rumah, at Tamwil =
Pengembangan Harta) - melakukan kegiatan
pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi
dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha
mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan
menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan
ekonominya.
by Imr@n
1.
Dalil Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60
dan 103 yang menjelaskan tentang
perintah berzakat, dimana pada zaman
Rasulullah baitul maal didirikan dengan
fungsi untuk menyimpan uang-uang
zakat dan lainya.
2 Dalil Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat
275-280
by Imr@n
3. Dalil yang ketiga yang
dijadikan dasar didirikannya
BMT adalah hadits Fi’liyah
dimana Rasulullah SAW
sendirilah yang telah
membangun BMT
4. UU Nomor 25 tahun 1992
tentang Perkoperasian
by Imr@n
5. Petunjuk Menteri Koperasi dan PPK tanggal 20
Maret 1995 yang menetapkan bahwa bila
disuatu wilayah dimana telah ada KUD dan KUD
tersebut telah berjalan baik dan organisasinya
telah diatur dengan baik, maka BMT bisa
menjadi Unit Usaha Otonom (U2O) atau Tempat
Pelayanaan Koperasi (TPK) dari KUD tersebut.
Sedangkan bila KUD yang telah berdiri itu
belum berjalan dengan baik, maka KUD
tersebut dapat di operasikan sebagai BMT.
by Imr@n
Penggunaan badan hukum Koperasi untuk BMT itu
disebabkan karena BMT tidak termasuk kepada lembaga
keuangan formal yang dijelaskan UU nomor 7 tahun
1992 dan UU nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
yang dapat diopersikan untuk menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat. Menurut UU pihak yang
berhak menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat
adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, baik
dioperasikan dengan cara konvensional maupun syariah
atau bagi hasil. Namun demikian, kalau BMT dengan
badan hukum KSM atau Koperasi itu telah berkembang
dan telah memenuhi syarat-syarat BPR, maka pihak
menajemen dapat mengusulkan diri kepada Pemerintah
agar BMT itu dijadikan sebagian BPRS (Bank
Perkreditan Rakyat Syariah) dengan badan huukum
koperasi atau perseroan terbatas.
by Imr@n
Masa Rasulullah SAW (1-11 H/622-632 M)
Pada masa Rasulullah SAW ini, Baitul Mal lebih mempunyai
pengertian sebagai pihak (al-jihat) yang menangani setiap
harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun
pengeluaran. Saat itu Baitul Mal belum mempunyai tempat
khusus untuk menyimpan harta, karena saat itu harta yang
diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada, harta yang
diperoleh hampir selalu habis dibagi-bagikan kepada kaum
muslimin serta dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan
mereka. Rasulullah SAW senantiasa membagikan ghanimah dan
seperlima bagian darinya (al-akhmas) setelah usainya
peperangan, tanpa menunda-nundanya lagi. Dengan kata lain,
beliau segera menginfakkannya sesuai peruntukannya masingmasing.
by Imr@n
Abu Bakar dikenal sebagai Khalifah yang sangat wara’ (hati-hati) dalam
masalah harta. Bahkan pada hari kedua setelah beliau dibai’at sebagai
Khalifah, beliau tetap berdagang dan tidak mau mengambil harta umat
dari Baitul Mal untuk keperluan diri dan keluarganya. Diriwayatkan oleh
lbnu Sa’ad (w. 230 H/844 M), penulis biografi para tokoh muslim, bahwa
Abu Bakar yang sebelumnya berprofesi sebagai pedagang membawa
barang-barang dagangannya yang berupa bahan pakaian di pundaknya
dan pergi ke pasar untuk menjualnya. Di tengah jalan, ia bertemu dengan
Umar bin Khaththab. Umar bertanya, “Anda mau kemana, hai Khalifah?”
Abu Bakar menjawab, “Ke pasar.” Umar berkata, “Bagaimana mungkin
Anda melakukannya, padahal Anda telah memegang jabatan sebagai
pemimpin kaum muslimin?” Abu Bakar menjawab, “Lalu dari mana aku
akan memberikan nafkah untuk keluargaku?” Umar berkata, “Pergilah
kepada Abu Ubaidah (pengelola Baitul Mal), agar ia menetapkan sesuatu
untukmu.” Keduanya pun pergi menemui Abu Ubaidah, yang segera
menetapkan santunan (ta’widh) yang cukup untuk Khalifah Abu Bakar,
sesuai dengan kebutuhan seseorang secara sederhana, yakni 4000 dirham
setahun yang diambil dan Baitul Mal.
by Imr@n
Selama memerintah, Umar bin Khaththab tetap
memelihara Baitul Mal secara hati-hati, menerima
pemasukan dan sesuatu yang halal sesuai dengan
aturan syariat dan mendistribusikannya kepada yang
berhak menerimanya. Dalam salah satu pidatonya,
yang dicatat oleh lbnu Kasir (700-774 H/1300-1373 M),
penulis sejarah dan mufasir, tentang hak seorang
Khalifah dalam Baitul Mal, Umar berkata, “Tidak
dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan
dua potong pakaian musim panas dan sepotong
pakaian musim dingin serta uang yang cukup untuk
kehidupan sehari-hari seseorang di antara orangorang Quraisy biasa, dan aku adalah seorang biasa
seperti kebanyakan kaum muslimin.” (Dahlan, 1999).
by Imr@n

Kondisi yang sama juga berlaku pada masa Utsman bin Affan.
Namun, karena pengaruh yang besar dan keluarganya, tindakan
Usman banyak mendapatkan protes dari umat dalam pengelolaan
Baitul Mal. Dalam hal ini, lbnu Sa’ad menukilkan ucapan Ibnu
Syihab Az Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang yang sangat besar
jasanya dalam mengumpulkan hadis, yang menyatakan, “Usman
telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatanjabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa
pemerintahannya. Ia memberikan khumus (seperlima ghanimah)
kepada Marwan yang kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayyah,
memerintah antara 684-685 M dari penghasilan Mesir serta
memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya dan ia
(Usman) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk
silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah SWT. Ia juga
menggunakan harta dan meminjamnya dari Baitul Mal sambil
berkata, ‘Abu Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari
Baitul Mal, sedangkan aku telah mengambilnya dan membagibagikannya kepada sementara sanak kerabatku.’ Itulah sebab
rakyat memprotesnya.” (Dahlan, 1999).
by Imr@n
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi
Talib, kondisi Baitul Mal ditempatkan
kembali pada posisi yang sebelumnya.
Ali, yang juga mendapat santunan dari
Baitul Mal, seperti disebutkan oleh lbnu
Kasir, mendapatkan jatah pakaian yang
hanya bisa menutupi tubuh sampai
separo kakinya, dan sering bajunya itu
penuh dengan tambalan.
by Imr@n
Ketika Dunia Islam berada di bawah
kepemimpinan Khilafah Bani Umayyah, kondisi
Baitul Mal berubah. Al Maududi menyebutkan,
jika pada masa sebelumnya Baitul Mal dikelola
dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat
Allah SWT dan amanat rakyat, maka pada masa
pemerintahan Bani Umayyah Baitul Mal berada
sepenuhnya di bawah kekuasaan Khalifah
tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh
rakyat (Dahlan, 1999).
by Imr@n
 Sejarah
BMT ada di Indonesia, dimulai
tahun 1984 dikembangkan mahasiswa
ITB di Masjid Salman yang mencoba
menggulirkan lembaga pembiayaan
berdasarkan syari’ah bagi usaha kecil.
 Kemudian
BMT lebih di berdayakan oleh
ICMI sebagai sebuah gerakan yang
secara operasional ditindaklanjuti oleh
Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil
(PINBUK).
by Imr@n
Perkembangan BMT di Indonesia dewasa ini cukup
mencengangkan, tumbuh ratusan BMT, bahkan mungki
ribuan. Menurut catatan BMT Center Indonesia
(semacam induknya BMT se-Indonesia) anggotanya
ada sekitar 138 unit dengan 348 kantor cabang
(niriah.com). Itu baru yang menginduk atau menjadi
anggota BMT Center, padahal yang tidak menjadi
anggota, sangat jauh lebih banyak. Artinya, masyarakat
sangat membutuhkan sebuah lembaga keuangan
seperti ini, lembaga keuangan yang sederhana dalam
pengaksesan pembiayaan (kredit) dengan tidak
meninggalkan aspek prudential, dengan bagi hasil
(margin) yang jauh lebih rendah dari rentenir.
Masyarakat usaha kecil selama ini merasa kesulitan
untuk mengakses kredit ke perbankan, karena
usahanya belum tertata
by Imr@n


Pembiayaan kepada pengusaha mikro selama ini
selalu terkendala permasalahan outstanding
pembiayaan yang kecil yang karena itu biaya
operasional pembiayaan menjadi tinggi membuat
pihak perbankan enggan memberikan
pembiayaan.
Kendala lainnya persyaratan perbankan, bankable
atau yang secara teknis mengharuskan adanya
jaminan liquid dll yang tidak dimiliki oleh sector
UMK.
Adanya keinginan yang kuat untuk mengatasi
kendala-kendala diatas itulah yang menginspirasi
kehadiran BMT.
by Imr@n
BMT bertujuan mewujudkan kehidupan
keluarga dan masyarakat di sekitar BMT
yang selamat, damai dan sejahtera.Untuk
mencapai visi dan pelaksanaan misi dan
tujuan BMT, maka BMT melakukan usahausaha yaitu mengembangkan lembaga
dan bisnis Kelompok Usaha Muamalah
yaitu kelompok simpan pinjam yang khas
binaan BMT.
by Imr@n
1.
2.
Prinsip Bagi Hasil
Menggunakan konsep Al-Mudharabah, AlMusyarakah, Al-Muzara’ah dan Al-Musaqah.
Sistem Profit
Sistem yang sering disebut sebagai
pembiayaan kebajikan adalah merupakan
pelayanan yang bersifat sosial dan nonkomersial. Nasabah cukup
mengembalikan pokok pinjamannya saja.
by Imr@n
3. Sistem Balas Jasa
Tata cara jual beli yg dalam pelaksanannya
BMT mengangkat nasabah sebagai agen yang
diberi kuasa melakukan pembelian barang
atas nama BMT & kemudian bertindak sebagai
penjual, dengan menjual barang yang telah
dibelinya dengan ditambah mark up.
Keuntungan BMT nantinya akan dibagi kepada
penyedia dana. Sistem balas jasa yang dipakai
antara lain : Ba’Al-Murobahah, Ba’As-Salam,
Ba’Al-Istishna & Ba’bitstaman Ajil.
by Imr@n
4. Akad Bersyarikat
Akad ini adalah kerjasama antara dua
pihak atau lebih & masing-masing pihak
mengikutsertakan modal (dalam
berbagai bentuk) dengan perjanjian
pembagian keuntungan/kerugian yang
disepakati. Konsep yg digunakan yaitu
Al-Musyarakah dan Al-Mudharabah.
by Imr@n
5. Produk Pembiayaan
Penyediaan uang & tagihan berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam di antara BMT dg pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya beserta bagi hasil
setelah jangka waktu tertentu.
Menggunakan konsep : Al-Murabahah, AlBai’Bitsaman Aji, Al-Mudharabah & AlMusyarakah.
by Imr@n
Secara umum produk BMT dalam rangka
melaksanakan fungsinya tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi empat hal yaitu:
a. Produk penghimpunan dana (funding)
b. Produk penyaluran dana (lending)
c. Produk jasa
d. Produk tabarru’: ZISWAH (Zakat, Infaq,
Shadaqah, Wakaf, dan Hibah)
by Imr@n
A.
Pola tabungan, dimana Tabungan atau
simpanan dapat diartikan sebagai
titipan murni dari orang atau badan
usaha kepada pihak BMT.
by Imr@n
Akad yang digunakan adalah :
1. Simpanan Wadi’ah, adalah titipan dana yang
tiap waktu dapat ditarik pemilik atau anggota
dengan mengeluarkan semacam surat
berharga pemindah bukuan/transfer &
perintah membayar lainnya.
Akad di bagi 2 yaitu :
a. Wadhi’ah Yadhomanah yaitu titipan yg akan
mendapat bonus dari pihak Bank Syari’ah
jika Bank Syari’ah mengalami keuntungan.
b. Wadhi’ah Amanah yaitu titipan dana zakat,
infaq, dan shodaqoh.
by Imr@n
2. Simpanan Mudharabah adalah simpanan
pemilik dana yang penyetoran dan
penarikannya dapat dilakukan sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati
sebelumnya.
by Imr@n
Jenis-jenis Tabungan/simpanan :
 Tabungan persiapan qurban;
 Tabungan pendidikan;
 Tabungan persiapan untuk nikah;
 Tabungan persiapan untuk melahirkan;
 Tabungan naik haji/umroh;
 Simpanan berjangka/deposito;
 Simpanan khusus untuk kelahiran;
 Simpanan sukarela;
 Simpanan hari tua;
 Simpanan aqiqoh dan lain-lain
by Imr@n
B. Pola Pembiayaan
Ada 2 jenis pembiayaan yaitu :
1. Akad Tijarah (jual beli), yakni suatu perjanjian
pembiayaan yg disepakati antara BMT dengan
anggota dimana BMT menyediakan dananya untuk
sebuah investasi & atau pembelian barang modal
dan usaha anggotanya yg kemudian proses
pembayarannya dilakukan secara mencicil atau
angsuran atau pengembalian dibayarkan pada saat
jatuh tempo pengembaliaannya.
2. Akad Syirkah (penyertaan & bagi hasil)
- Musyarakah
- Mudharabah
by Imr@n
1. KSM adalah kelompok swadaya
masyarakat dengan mendapat surat
keterangan operasional dari PINBUK
(Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil).
2. Koperasi serba usaha atau Koperasi
syari’ah
3. Koperasi simpan pinjam syari’ah (KSP-S)
by Imr@n
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Akumulasi kebutuhan dana masyarakat belum bisa
dipenuhi oleh BMT.
Adanya rentenir yang memberikan dana yang
memadai & pelayanan yang baik dibanding BMT.
Nasabah bermasalah.
Adanya persaingan tidak islami antar BMT, karena
persepsi bahwa BMT lain adalah lawan bukan partner.
Ketimpangan fungsi utama BMT antara baitul maal &
baitul at tamwil.
Kualitas SDM yang kurang
by Imr@n
1. Optimalisasi SDM yang ada di BMT.
2. Strategi pemasaran yang lebih luas.
3. Inovasi produk sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
4. Fungsi partner BMT perlu digalakkan, bukannya
menjadi lawan.
5. Evaluasi bersama BMT.
by Imr@n
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN BMT
DENGAN KOPERASI KONVENSIONAL
by Imr@n
1.
Latar belakang & sejarah kelahiran kedua
lembaga ini adalah sama-sama dalam rangka
memperjuangkan kepentingan rakyat
golongan bawah sebagai reaksi terhadap
sistem ekonomi yang berlaku pada waktu itu.
2.
Kedua lembaga ini sama-sama mengandung
unsur ekonomi dan sosial yang saling
berkaitan
by Imr@n
3.
Tujuan yang terkandung adalah sama-sama
berusaha untuk mensejahterakan anggota
pada khususnya & masyarakat pada umumnya
terutama bagi golongan masyarakat kecil
dalam rangka mengentaskan kemiskinan bagi
perbaikan ekonomi rakyat.
4.
Jika mengacu pada konsep mekanisme kerja
bahwa kedua lembaga ini diusahakan
bergerak pada 3 sektor yaitu sektor jasa
keuangan melalui simpan pinjam, sektor
sosial dan sektor riil.
by Imr@n
1.
Aspek Pembiayaan
Koperasi konvensional memberikan bunga pada setiap nasabah
sebagai keuntungan koperasi. Sedangkan pada koperasi syariah,
bagi hasil adalah cara yang diambil untuk melayani para
nasabahnya
2. Aspek Pengawasan
Aspek pengawasan yang diterapkan pada koperasi konvensional
adalah pengawasan kinerja, ini berarti koperasi hanya diawasi
kinerja para pengurus dalam mengelola koperasi. Berbeda
dengan koperasi syariah, selain diawasi pada pengawasan
kinerjanya, tetapi juga pengawasan syariah. Prinsip-prinsip
syariah sangat dijunjung tinggi, maka dari itu kejujuran para
intern koperasi sangat diperhatikan pada pengawasan ini, bukan
hanya pengurus, tetapi aliran dana serta pembagian hasil tidak
luput dari pengawasan.
by Imr@n
3. Aspek Penyaluran produk
Koperasi konvensional memberlakukan system kredit barang atau
uang pada penyaluran produknya, maksudnya adalah koperasi
konvensional tidak tahu menahu apakah uang ( barang ) yang
digunakan para nasabah untuk melakukan usaha mengalami rugi
atau tidak ?, nasabah harus tetap mengembalikan uang sebesar
yang dipinjam ditambah bunga yang telah ditetapkan pada RAT.
Aktivitas ini berbeda di koperasi syariah, koperasi ini tidak
mengkreditkan barang-barangnya, melainkan menjualnya secara
tunai maka transaksi jual beli atau yang dikenal dengan
murabahah terjadi pada koperasi syariah, uang / baramg yang
dipinjamkan kepada para nasabahpun tidak dikenakan bunga,
melainkan bagi hasil, artinya jika nasabah mengalami kerugian,
koperasipun mendapatkan pengurangan pengembalian uang, dan
sebaliknya. Ini merupakan salah satu bagi hasil yang diterapkan
pada koperasi syariah
by Imr@n
4. Aspek Fungsi sebagai lembaga zakat
Koperasi konvesional tidak menjadikan
usahanya sebagai penerima dan
penyalur zakat, sedangkan koperasi
syariah, zakat dianjurkan bagi para
nasabahnya, karena koperasi ini juga
berfungsi sebagai institusi Ziswaf .
by Imr@n