Narasumber ke-1 (Dr. Wahyu)

Download Report

Transcript Narasumber ke-1 (Dr. Wahyu)

Pemantik Ide Penelitian
dalam konteks
ontologis-epistemologis-aksiologis
Wahyu Wibowo
[email protected]
www.smww.co
Pelatihan Metodologi bagi Dosen PTS Kopertis Wilayah III Jakarta,
Jambu Luwuk, Bogor, 18-20 & 25-27 Agustus 2014
Ihwal Penelitian Akademik
(Penciptaan Ilmu)…
•
“Ilmu” (scientia, L): (a) pengetahuan/mengetahui tentang; (b) pengetahuan yang
mendalam; keahlian; memahami benar-benar. Dari segi denotatif: (1)
pengetahuan; (2) tubuh pengetahuan yg terorganisasi; (3) studi sistematis; (4)
pengetahuan teoretis. Dari segi konotatif: aktivitas manusia yg manusiawi (human),
memiliki tujuan (purposeful), dan berhubungan dengan kesadaran (cognitive);
•
Mengingat tiap ilmuwan memiliki “filsufnya” masing-masing dalam hal “memahami
dunia”, tidak heran jika kemudian terjadi perbedaan dan pluralitas dalam tujuan
ilmu (catatan: “ilmuwan” juga disebut “pandit”, “akademikus”, “sarjana”,
“cendekiawan”, “intelektual”, dan “jauhari” => lihat: Wahyu Wibowo, Tata
Permainan Bahasa Karya Tulis Imiah, Bumi Aksara, 2010);
•
Akan tetapi, harus diingat ILMU ADALAH CIPTAAN ORANG EROPA DAN KOLONIKOLONI KULTURALNYA. Artinya, di dalamnya ada proses pencapaian dominasi atas
bangsa yang lemah.
APAKAH PENGETAHUAN?
PROSES UNTUK MENGETAHUI DAN
MENGHASILKAN SESUATU YANG DISEBUT
PENGETAHUAN; sesuatu yang niscaya ada
pada diri manusia;
Pengetahuan yang jelas dan pasti menurut
norma-norma keilmuan disebut kebenaran
ilmiah;
Pada mulanya, ilmu pengetahuan hanya satu,
yakni filsafat, karena di dalam filsafat
terkandung segala macam jenis objek materi
ilmu pengetahuan dalam satu kesatuan.
Apakah Pengetahuan? (lanjutan)
• Keanekaragaman objek materi di dalam filsafat dipandang dari
sudut yang sama, yakni menyeluruh (universal) dan diselidiki
menurut metode dan sistem yang juga bersifat menyeluruh; =>
menghasilkan pengetahuan yang benar secara universal (lebih
jauh: membentuk suatu pandangan hidup);
• Akan tetapi, fakta menunjukkan bahwa dalam hidup manusia
membutuhkan barang-barang konsumtif, yang hanya bisa
disediakan dengan kebenaran yang bersifat khusus dan
konkret, berupa teknologi;
• Alhasil, ilmu pengetahuan menjadi khusus dan terpecah-pecah
serta praktis (pluralitas ilmu pengetahuan);
apakah pengetahuan? (lanjutan)
• Pluralitas ilmu pengetahuan: dorongan manusia dalam hal
“ingin tahu” => mitologis (alam sebagai subjek), filosofis (alam
sebagai objek), fungsional (manusia sebagai penguasa alam;
rasionalitas; munculnya era ilmu pengetahuan pada abad 16
=> rasionalisme, empirisme, positivisme, materialisme,
pragmatisme);
• Sekalipun plural, manusia tetap sebagai subjek pendukung
dan oleh karena itu orientasi ilmu pengetahuan tetap dalam
kaitan mewujudkan kebahagiaan hidup manusia; => induksideduksi (khusus ke umum-umum ke khusus); analitik-sintetik
(penguraian selengkap mungkin-akurasi hubungan
antardata/fakta).
Ilmu & Pengetahuan:
Ilmu Pengetahuan
Ilmu, pengetahuan yang lebih praktis, pasti,
sistematik, metodik, dan mencakup kebenaran
umum;
Pengetahuan, sesuatu hal yang diperoleh
secara biasa/sehari-hari melalui pengalaman,
kesadaran, informasi, dst.;
ILMU PENGETAHUAN, pengetahuan yang
benar dan pasti mengenai suatu objek
tertentu yang konkret, yang diperoleh secara
metodik dan sistematik.
KOMPONEN ILMU PENGETAHUAN
Pemahaman kita terhadap cara kerja ilmiah secara universal ditopang oleh
“komponen ilmu pengetahuan” itu sendiri, yakni
• Permasalahan => komunikatif & metodik -> masalah bertumpu pada fokus:
kondisi hubungan dua hal (atau lebih) yang menghasilkan tanda tanya (bisa
berupa konsep, data, pengalaman; “sidang MK tentang pilpres”(?);
• Sikap => kecurigaan ilmiah, spekulatif, objektif, tahan uji, dan sementara;
• Metode => digunakan secara sesuai dan benar;
• Aktivitas => otoritas keilmuan si peneliti di tengah masyarakat ilmu;
• Simpulan => akhir yang mencuatkan pembenaran sikap, metode, dan aktivitas
penelitian; pemenuhan ilmu pengetahuan, alias bukan ilmu pengetahuan
ketika masih menjadi prospek atau ketika sedang dalam proses pengerjaan;
• Efek => terhadap teknologi, misalnya, ada apa tidak? Pada dasarnya, tujuan
ilmu pengetahuan demi meningkatkan kondisi-kondisi kehidupan.
Yang Hakiki dalam Penelitian
• METODE: cara, jalan, juklak/juknis, sehingga memiliki sifat
praksis; proses/prosedur yang sistematik berdasarkan prinsip
dan teknik ilmiah yang digunakan suatu disiplin untuk
mencapai suatu tujuan; => cara kerja ilmiah.
• METODOLOGI: science of method, ilmu yang membicarakan
cara, jalan, atau petunjuk praktis dalam penelitian. Dikatakan
pula, pengkajian mengenai model/bentuk metode-metode,
aturan-aturan, yang harus dipakai dalam kegiatan ilmu
pengetahuan => sifatnya lebih umum daripada metode.
METODE ILMIAH, PENDEKATAN, TEKNIK
• Memeroleh dan mengembangkan ilmu pengetahuan mesti
dilakukan melalui prosedur (langkah, metode, teknik) yang disebut
METODE ILMIAH;
• Metode (methodos, jalan), metode ilmiah (jalan untuk memeroleh
pengetahuan); sifatnya paradigmatik, karena akan mewujudkan
pola pendekatan dan teknik/instrumen;
• Pendekatan (approach), ukuran untuk memilih masalah dan data
yang bertalian. Jadi, pendekatan mirip dengan objek formal
penelitian, yakni sudut pandang keilmuan tertentu (psikologi,
politik, filsafat, ekonomi, dst.) guna menganalisis/memecahkan
masalah. Pendekatan juga akan menentukan MODEL PENELITIAN,
yang akan menentukan teknik penelitian;
• Teknik penelitian adalah cara-cara operasional melaksanakan
metode dan pendekatan (diiringi oleh INSTRUMEN penelitian).
Hati-hatilah dengan Hal Berikut...
• Metode analisis data = teknik penelitian, sedangkan metode
pelaksanaan penelitian = metode penelitian;
• Contoh hakikat urut-urutan metode pelaksanaan penelitian:
Metode Penelitian Kualitatif (paradigma)
▼
Pendekatan (objek formal penelitian)
▼
MODEL
(studi kasus, studi pustaka, eksperimen, grounded, dlsb.)
▼
TEKNIK PENELITIAN
(instrumen apa saja yang digunakan)
Prinsip, Konsep, & Teori
• Prinsip: unsur dasar, ide pembimbing, aturan dasar;
• Konsep: apa yang dimaksudkan/dilukiskan oleh istilah yang
digunakan untuk melukiskannya; ide yang diberikan dari hasil
persepsi;
• TEORI, prinsip umum, abstrak, dan ideal yang digunakan untuk
menjelaskan gejala-gejala. Juga, pemahaman tentang hal-hal
dalam hubungannya yang universal dan ideal antara satu dan
lainnya. Landasannya (1) teori kebenaran koherensi; (2) teori
kebenaran korespondensi; (3) teori kebenaran pragmatis;
• Asal kata teori, theoro, melihat, atau theoros, pengamatan;
dalam Filsafaf Ilmu Pengetahuan, teori berpijak pada penemuan
fakta-fakta (termasuk “penemuan” hipotesis);
Kebenaran Ilmiah/Kebenaran Ilmu
Pengetahuan (Teori Kebenaran)
Pengetahuan yang jelas dari suatu objek materi yang
dicapai menurut objek forma tertentu, melalui metode yang
sesuai, dan ditunjang oleh suatu sistem yang relevan terkait
dengan tiga teori tentang kebenaran ilmiah:
Teori Kebenaran Koherensi (keterhubungan; konsistensi;
teori kaum idealis; sifatnya rasional-apriori; ide-ide saling
berhubungan; Bradley: proposisi benar jika koheren
dengan proposisi benar yang lain; (“semakin kuat saling
hubungan di antara seluruh kesaksian, maka
kebenarannya juga semakin kuat”);
CATATAN: Untuk mengukur
kebenaran realitas suatu
objek materi, TIGA TEORI
KEBENARAN ILMIAH harus
disikapi secara kritis,
karena dalam perspektif
Filsafat Ilmu Pengetahuan ,
kita mesti memahami
adanya ETIKA ILMIAH
(membuahkan konsekuensi
praktis untuk
kesejahteraan umat
manusia).
 Teori Kebenaran Korespondensi
(persesuaian; teori kaum realis;
sifatnya empiris-aposterioris (dapat
diverifikasi); seluruh pendapat
mengenai fakta akan benar jika
pendapat itu sendiri disebut fakta
yang dimaksud; sesuai antara fakta
dan fakta; (“di luar hujan”);
 Teori Kebenaran Pragmatik
(kegunaan; praksis; langsung; benar
menurut segi kegunaannya; asas
manfat; tergantung kondisi dan
manfaat, dapat dikerjakan, dan
konsekuensi yang memuaskan;
(“pihak yang membela kubu
Prabowo vs pihak yang membela
kubu Jokowi”).
Pemantik Ide Penelitian (1):
UU PT N0.12/2012
• UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 45 menegaskan bahwa
penelitian di perguruan tinggi diarahkan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
dan daya saing bangsa. Dalam pasal tersebut juga ditegaskan bahwa
pengabdian kepada masyarakat merupakan kegiatan sivitas akademika dalam
mengamalkan dan membudayakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
• Artinya, perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, di samping melaksanakan pendidikan.
Implikasi dari hal ini, kita...
• Menuntut dosen yang berkompeten serta mampu menyusun proposal,
melaksanakan penelitian, mendesiminasikan hasil penelitian, dan pada
akhirnya menghasilkan pelbagai bentuk kekayaan intelektual.
Pemantik Ide Penelitian (2)
[Menulis Proposal Penelitian?]
• Memahami bahwa bahasa bukanlah sekadar alat komunikasi, melainkan
lebih sebagai suatu TATA PERMAINAN (language games);
• Mengenali kekuatan dan kelemahan diri sebagai ilmuwan: yakni,
memahami hasil penelitian yang akan kita tulis; atau, mengetahui
capaian substansi penelitian yang akan kita tulis;
• Meyakini seberapa besar delta sumbangan penelitian kita bagi khazanah
ilmu dan/atau kehidupan berbangsa dan bernegara [sekadar pengingat:
s-1 transfer; s-2 adaptasi; s-3 innovation (pembaruan), invention (rekacipta), atau discovery (pengungkapan)].
Pemantik Ide Penelitian (3)
• Perhatikan, apakah kemutakhiran peta state of the art kita sudah tampak?
Artinya, (1) perhatikanlah keorsinalan sudut pandang/pendekatan kita, atau
keunikan perumusan masalah kita, misalnya sesuai dengan visi Ditjen
Dikti; (2) perhatikanlah kedalaman pendekatan, ketepatan metode, dan
implikasi temuan terhadap masalah terkini bangsa (jelaskan
penambahan/delta sehingga menampakkan kontribusi bagi dunia ilmu); (3)
perhatikanlah daftar pustaka yang kita gunakan sebagai rujukan (“kuno”baru);
• (Sekadar pengingat): DP2M Ditjen Dikti memfasilitasi para
dosen dalam kegiatan penelitian dan pengembangan,
pengabdian kepada masyarakat, dan program kreativitas
mahasiswa guna mendukung peningkatan mutu pendidikan
tinggi, daya saing bangsa, dan kesejahteraan rakyat secara
progresif dan berkelanjutan => untuk semua bidang ilmu
(termasuk ilmu dasar, seni, dan olah raga).
Fase Penciptaan Ilmu Sekilas:
Bermula dari Renaissance….
•
Fase penciptaan ilmu di Eropa (Wahyu Wibowo, Piawai Menembus Jurnal
Terakreditasi, Bumi Aksara, 2008):
•
(1) Kemunculan semangat Renaissance pada abad ke-16 hingga abad ke-17
(kelahiran kembali manusia menjadi beradab). Para sarjana humanis Italia
mengedit, menerjemahkan, dan menerbitkan teks Latin dan Yunani perihal bidangbidang ilmu (Leonardo da Vinci). Di selatan Jerman tumbuh pesat pertambangan
dan perdagangan (Gutenberg). Di Spanyol dan Portugis dimulai penjelajahan
(Colombus). Muncul pula Copernicus (astronomi), Vesalius (anatomi), Cardano
(aljabar), Galilei (teleskop), Machiavelli (negara otokratis), dan juga timbul
Reformasi Protestan; pada akhir abad ke-16 seni matematis terapan menjadi
bagian pendidikan standar bagi pria terhormat di Eropa. Muncul filsuf-matematika
Descartes (rasionalisme/rasio/deduksi/sahih), Bacon (metode induktif modern),
Hobes (empirisme/pengamatan/pengalaman). Muncul pula Lock (empirisme dg
sintesis rasionalisme/induksi), Gilbert (kompas), Kepler (orbit), Harvey (sirkulasi
darah), Paracelcus dkk (kimia dg gabungan keahlian metalurgi, kedokteran, agama,
mistik, dan sosiologi).
Fase....(2):
Dari Era Akal ke Positivisme
•
(2) kemunculan semangat Aufklarung pada abad ke-18. Pencerahan, enlightenment,
mencari cahaya baru dalam rasio, lahir di Inggris akhir abad ke-17 bersamaan dg
dikembangkannya tata negara yang liberal. Muncul semangat mengoreksi
rasionalisme dan empirisme. Terbit pertama kali Encyclopaedia Britanica (1768).
Terjadi perumusan kembali secara radikal terhadap objek, metode, dan fungsi-fungsi
pengetahuan alam: pembatasan terhadap kenyataan mengenai manusia, dunia, dan
Tuhan. Akal hanya “berlaku” untuk meneliti segala hal yang hidup dalam masyarakat.
Pada abad ke-19, dilahirkan pula pemikiran positivisme di Inggris oleh Comte (yg
diketahui saja, yg faktual, yg positif); fakta-fakta harus diatur menurut hukum
tertentu berdasarkan pengalaman, lalu dihubungkan dengan masa depan. Alhasil,
tidak ada gunanya mempertanyakan hakikat penyebab suatu gejala, kecuali
menentukan syarat pada suatu fakta menurut persamaan dan urutannya.
Positivisme Comte menjadi tradisi keilmuan yang kuat hingga dewasa ini (wujudnya,
misalnya, berupa metode survai kuantitatif).
Fase...(3):
Sinar Baru Fenomenologi
• (3) kemunculan sinar baru fenomenologi pada akhir abad ke-19. Koreksi
keras thd metode kuantitatif (positivistik-empirisme) oleh ilmuwan sosial dan
humaniora yg menamakan diri kelompok kualitatif. Landasan dasarnya
adalah fenomenologi (bermula dari Husserl), ilmu pengetahuan ttg apa yg
tampak, termasuk menampak “manusia” yg “tdk mungkin” dpt dikaji melalui
metode kuantitatif. Itu sebabnya, lahir empat teori ttg kebenaran: (a)
Korespondensi (bila pernyataan sepadan dg kenyataan), (b) Koherensi
(kebenaran adalah sistem ide yg koheren), (c) Pragmatis (kebenaran adalah
pemecahan yg memuaskan bagi pihak-pihak yang berkaitan), (d)
Performatif/redudansi (kebenaran adalah bila pernyataan tertentu disetujui
kebenarannya).
Sinar baru fenomenologi (lanjutan)…
• Penelitian fenomenologis menuntut bersatunya subjek peneliti
dg subjek pendukung objek penelitian. Keterlibatan dan
penghayatan subjek peneliti sangat menentukan keberhasilan
penelitian. Penelitian fenomenologis menolak kerangka teori sbg
langkah persiapan penelitian (perumusan masalah vs hipotesis).
• Penelitian fenomenologis, disebut juga penelitian “ekspresif”,
“humanistik”, “hermeneutika”, “studi kasus”, “interpretatif”,
“ekologis”, dan “deskriptif-kualitatif”.
• Penelitian fenomenologis dalam era kontemporer dewasa ini
makin menekankan peran budaya yang lantas memperkuat
kemunculan cultural studies, feminisme, postkolonialisme,
multikulturalisme, kajian etnis, politik virtual, dst.
Itu sebabnya…
• Itu sebabnya, melalui hal-hal di atas tadi, kita bebas memilih dan
menggunakan jenis metode apa pun untuk melakukan penelitian,
sesuai dengan latar belakang keilmuan kita, asalkan kita
memahami hakikat metode tersebut.
• Selain memahami hakikat metode, kita pun harus memahami
prinsip universal di bidang cara kerja ilmiah: (1) adanya problem
yang hendak dipecahkan, (2) menertibkan data yg tersedia, (3)
memformulasikan perumusan masalah, (4) memilih metode dan
teori yg sesuai.
Bagaimana dengan Arab (Islam), India,
dan China?
•
•
•
Arab: kontak antara Arab, Judaisme, dan kekristenan Eropa Latin; sejak abad ke-7,
bahasa Arab menjadi bahasa kaum terpelajar mulai Persia hingga Spanyol; pada abad
ke-9, melalui sarjana Kristen di Syria, sarjana Islam di Baghdad melakukan
penerjemahan besar-besaran thd sumber ilmu Yunani; muncullah matematika,
astronomi, optik, kimia, dan kedokteran. Pada abad ke-12, di Spanyol, terjadi pula
penerjemahan besar-besaran karya ilmiah Arab ke dalam bahasa Latin oleh sarjana
Kristen dan Yahudi. Namun, basis sosial ilmu sarjana Islam lemah, kecuali kedokteran,
apalagi peradaban Islam selalu tertekan oleh bangsa barbar;
India: kontak Eropa dg peradaban India sebagian besar berlangsung melalui sumber
berbahasa Arab. Matematika India memengaruhi aljabar Arab; jg melengkapi angkaangka utama Arab;
China: hubungan Eropa dan China sudah berlangsung sejak zaman Yunani kuno
(perdagangan); baru pada abad ke-13 terjadi kontak penting melalui Marcopolo.
Hingga zaman Renaissance, teknologi China lebih maju ketimbang Eropa, karena
kompas magnetik, serbuk mesiu, dan mesik cetak ditemukan orang China. Namun,
masyarakat China “terlalu stabil” dan inovasi teknis harus diselesaikan di dalam
birokrasi. Ada pula fakta, bahasa Yunani ternyata bahasa yang bersifat abstrak,
matematis, dan logis, sehingga dapat berfungsi sebagai bahasa ilmu.
Oleh karena itu, hemat saya, melihat sejarah
perkembangannya, kita memang tidak perlu
mengekor ilmuwan Barat secara membabibuta….kita justru membutuhkan ilmuwan
lokal yang mampu bertindak mondial; yang
kritis namun kontemporer…implikasi dari
hal ini, apa pun jenis aktivitas ilmiah yang
kita lakukan dan bagaimana pun
kompleksnya penelitian yang kita lakukan,
kita tidak dapat melepaskan diri dari
KEMAMPUAN BERBAHASA.
Bahasa dan Kita
(sumber: Wahyu Wibowo. 2008. Piawai Menembus Jurnal Terakreditasi. Jakarta: Bumi Aksara)
•
Pada zaman Orba, pengetahuan dikunci di bawah grand theory (= positivistik); adanya
rezim kebenaran (otoritas tertentu) yang memungkinkan dimunculkannya mekanisme
penentu benar-salahnya pengetahuan (disampaikan melalui bahasa); artinya, terjadi
“perselingkuhan” antara pengetahuan dan kekuasaan; contoh: “berbahasalah
Indonesia dengan baik dan benar”; “cukup dua anak dengan ber-KB”; “Pancasila dan
Pelaksanaan P-4”;
•
Pada zaman Reformasi, pengetahuan mulai diperlakukan secara kritis, tetapi sisa-sisa
positivistik masih terasa. Lihatlah jurnal, periksa metode yang digunakan, pada
umumnya bertaburan model-model kuantitatif (ungkapan bahasanya: hipotesis,
regresi/uji multikolonieritas, SPSS, populasi, atau sampel); hendak dikesankan ilmiah
(atau mencari mudahnya?); contoh: “penelitian ini menggunakan bid-ask spread
sebagai proksi asimetri informasi. Copeland dan Galai menunjukkan adanya hubungan
positif antara bid-ask spread dan level asimetri informasi”.
Dari Metodenya Ilmu Terbagi
atas Tiga Jenis:
ILMU FORMAL, matematika, logika,
informatika (biasanya bersifat deduktif);
ILMU EMPIRIS-FORMAL, fisika, kimia, biologi
(biasanya bersifat induktif);
ILMU ARGUMENTATIF, ilmu sosial & ilmu
humaniora (biasanya ded/ind/desk-kuali.).
Berdasarkan pengamatannya, penelitian
terbagi atas dikotomi
• KUANTITATIF, melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri
tertentu; penelitian yang temuan-temuannya diperoleh
melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya;
empirik; positivistik;
• KUALITATIF, penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek/peneliti pada
latar alamiah (kenyataan) dan konteksnya (induktif);
dideskripsikan secara panjang-lebar; lebih mementingkan
proses; fenomenologi; kritis; studi kasus; interpretatif,
deskriptif.
(contoh)
Unsur Hakiki Proposal Hibah
HIBAH BERSAING
• Abstrak
• Latar Belakang (masalah/alasan, tujuan, keistimewaan)
• Studi Pustaka
• Metode Penelitian (payung metode, bagan/model/ teknik analisis)
• Biaya Penelitian
• Daftar Pustaka
• Lampiran
HIBAH KOMPETENSI BERBASIS INSTITUSI
• Ringkasan eksekutif
• Bab 1 Ringkasan renstra
• Bab 2 LED (laporan evaluasi diri)
• Bab 3 Rancangan global program pengembangan
• Lampiran
Yang Patut Dipahami
•
•
•
•
Abstrak: “sesuatu yang ditarik dari”; miniatur isi tulisan yang berisikan (1) latar
belakang penelitian, (2) metode/teori yang digunakan, (3) hasil penelitian;
Ringkasan eksekutif: sari-pati tentang penyelenggaraan sesuatu. Ringkasan
(summary, precis). Hilangkanlah keindahan gaya bahasa, ilustrasi, dan penjelasan
yang terinci;
Latar belakang: penjelasan dilakukannya penelitian. Untuk membangun argumentasi,
latar belakang dapat dikaitkan dengan masalah, keadaan, atau peristiwa faktual. Latar
belakang dapat pula berupa kritik si peneliti terhadap suatu teori, pemikiran, atau
metode tertentu. Di dalam latar belakang dilakukan pula identifikasi masalah, yaitu
pembatasan terhadap objek formal penelitiannya. Jadi, identifikasi masalah
bermaksud mendeskripsikan ruang lingkup masalah penelitian;
Studi pustaka (tinjauan pustaka): hasil yang sudah dicapai atau studi pendahuluan
yang sudah dilaksanakan peneliti lain sebelumnya; konstruksikanlah tinjauan pustaka
Anda dalam suatu narasi, sehingga tidak berkesan studi pustaka Anda merupakan
parade kutipan teori orang.
Yang patut dipahami (lanjutan)...
• Tujuan penelitian: hal spesifik yang menjadi
tujuan yang hendak dicapai berkaitan dengan
masalah penelitian’
• Manfaat penelitian: hal yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia, baik secara pragmatik,
teoretis, maupun normatif (menurut kaidah);
• Metode (cara atau jalan): narasi tentang objek
penelitian, prosedur standar yang dilakukan
dalam penelitian, atau tentang alat analisis yang
digunakan; metodologi (ilmu tentang metode).
Yang patut dipahami (lanjutan)...
•
Perumusan masalah: penjabaran problem mendasar yang (umumnya) terkandung di
dalam judul penelitian. Problem ini mesti dipertanyakan secara argumentatif melalui
4 prinsip/teori kebenaran ilmiah sebagai berikut.
• Pertanyaan “apa” jika problem mendasarnya bertalian dengan pengetahuan
esensial/substansial (menjawab hal-hal yang hakiki): “apakah demokrasi kita
dewasa ini sudah berjalan di relnya?”’
• Pertanyaan “mengapa” jika problem mendasarnya bertalian dengan
pengetahuan kausal (menjawab sebab-akibat tentang sesuatu): “mengapa
demokrasi kita selalu dipertanyakan?”;
• Pertanyaan “bagaimana” jika problem mendasarnya bertalian dengan
pengetahuan deskriptif (menjawab secara jelas tentang bekerjanya sesuatu):
“bagaimana kondisi demokrasi Indonesia dewasa ini?”;
• Pertanyaan “ke mana” atau “untuk apa” jika problem mendasarnya bertalian
dengan pengetahuan normatif (menjawab sesuatu berdasarkan nilai manfaat):
“ke manakah arah demokrasi Indonesia dewasa ini?”
terima kasih…merdeka!
nil voluntibus arduum, tidak ada yang sukar bagi
yang punya keinginan…
Salam,
Wahyu Wibowo lahir di Jakarta , 8 Maret 1957;
dosen senior pada Universitas Nasional, Jakarta, untuk mata kuliah
Filsafat Bahasa dan Filsafat Ilmu Pengetahuan;
redaktur senior majalah Solusi Investasi, Jakarta (penerima
Sertifikat Wartawan Utama, Dewan Pers, 2011);
penulis 29 judul buku tentang kebahasaan, komunikasi, dan
kepenulisan praksis; bukunya yang telah mengalami cetak
ulang, di antaranya, Cara Cerdas Menulis Artikel Ilmiah
(Penerbit Kompas, 2011), Langkah Kritis dan Kontemporer
Menulis Buku Ajar Perguruan Tinggi (Bidik-Phronesis
Publishing, 2012), dan Menulis Artikel Ilmiah yang Komunikatif
(Bumi Aksara, 2013);
Reviewer pada Program Penulisan Buku Ajar untuk Dosen dan
juga tim narasumber pada Program Pelatihan Penulisan Artikel
Ilmiah untuk Dosen se-Indonesia, DP2M Dikti (sejak 2006);
pengelola “Sekolah Menulis Wahyu Wibowo” (www.smww.co);
doktor filsafat UGM Yogyakarta.