Pertemuan 3 KEBUDAYAAN Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun

Download Report

Transcript Pertemuan 3 KEBUDAYAAN Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi
Tahun
: 2008
Pertemuan 3
KEBUDAYAAN
Materi:
Pengertian Kebudayaan
Unsur-Unsur Universal Kebudayaan
Wujud dan Lapisan Kebudayaan
Hubungan antara Kebudayaan dengan Manusia
Learning Outcome
• Mahasiswa dapat memahami bahwa kebudayaan dapat
membentuk sikap dan perilaku manusia
Bina Nusantara
I.
Pengertian
Secara etimologis kebudayaan berasal dari kata bahasa sansekerta,
buddayah, yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi yang
berarti budi atau akal. Sedangakan dalam bahasa Inggris dikenal
dengan istilah culture. Kata ini berasal dari kata bahasa Latin yaitu
colere yang berarti mengelolah atau mengerjakan yaitu mengelolah
tanah atau bertani. Makna dari istilah itu kemudian mengalami
perluasan yakni merujuk semua kegiatan manusia untuk mengelolah
atau mengubah alam.
E.B. Tylor
Secara substantif, E.B. Tylor memberikan defenisi mengenai
kebudayaan sebagai suatu kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain-lain
kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh
manusia sebagai anggota masyarakat.
Bina Nusantara
Jadi kebudayaan adalah semua apa yang dipelajari dan kebiasaankebiasaan yang secara sosial diteruskan; pengetahuan, obyek-obyek
material dan tingkah laku, termasuk gagasan-gagasan, nilai-nilai dan hasil
karya kelompok masyarakat. Secara sosiologis, kebudayaan menyangkut
semua obyek material dan gagasan yang ada dalam masyarakt.
2. Wujud Kebudayaan
Kontjaraningrat mengkategori wujud kebudayaan berdasarkan lapisan
lapisannya.
Lapisan pertama adalah lapisan yang paling luar yaitu wujud budaya
material seperti bangunan-bangunan, peralatan tekonologi
atau
singkatnya semua wujud yang dapat diinderai.
Lapisan yang kedua adalah berupa tingkah laku seperti menari,
berbicara, dan lain sebagainya. Kebudayaan dalam wujud seperti ini
masih bersifat konkrit. Semua gerak-gerik yang dilakukan dari saat ke saat
dan dari hari ke hari, dari masa ke masa merupakan pola-pola tingkah
laku yang dilakukan berdasarkan system. Oleh karena itu pola-pola
tingkah laku manusia disebut system sosial.
Bina Nusantara
Lapisan ketiga adalah system gagasan.
System gagasan ini
berada dalam kepala tiap individu warga kebudayaan yang
bersangkutan, yang dibawanya kemanapun
ia pergi.
Kebudayaan dalam konteks ini bersifat abstrak dan hanya
dapat diketahui serta dipahami setelah ia mempelajarinya
dengan mendalam. Kebudayaan dalam wujud gagasan
juga berpola dan berdasarkan system-sistem tertentu yang
disebut system budaya. Menurut Koentjaraningrat
terminologi mengenai system budaya dalam bahasa
Indonesia lasim disebut dengan “adat-istiadat”
Lapisan yang keempat adalah nilai-nilai budaya. Semua produk
material, tingkah laku, dan gagasan yang dihasilkan oleh
manusia berdasarkan nilai-nilai.
Bina Nusantara
3.
Bina Nusantara
Unsur-Unsur Kebudayaan
Antropolog C. Kluckhohn (Koendjaraningrat, 2003:80) mengemukakan
bahwa ada tujuh unsur universal kebudayaan yakni:
3.1. tekonologi
3.2. organisasi
3.3. system pengetahuan
3.4. bahasa
3.5. kesenian
3.6. ekonomi
3.7. Religi
Artinya setiap kebudayaan apapun mengandung didalamnya tujuh
unsur ini. Sementara itu John J. Macionis (1989) mengemukakan bahwa
kebudayaan terdiri dari beberapa komponen seperti simbol, bahasa, nilai
dan norma. Simbol adalah segala sesuatu yang memiliki makna khusus
yang diakui oleh anggota budaya itu. Sedangkan bahasa adalah sistem
simbol dengan makna standar yang memungkinkan anggota suatu
masyarakat berkomunikasi satu dengan yang lainnya.
Dan nilai menurut Williams, (1970:27) sebagai mana yang dikutip oleh
Macionis (1989:68) adalah standar-standar yang mana anggota suatu
kebudayaan menentukan apa yang dapat diharapkan dan tidak
diharapkan, yang baik dan buruk dan yang indah dan jelek. Komponen
yang terakhir adalah norma yaitu aturan dan harapan-harapan yang
mana masyarakat mengatur tingkah laku dari anggotanya.
4. Fungsi Kebudayaan
4.1. Mengatasi Tekanan Hidup
4.2. Wahana dan wadah pegembangan diri
4.3. Pedoman memenuhi kebutuhan hidup (primer,sosial dan
integratif).
Hasil-hasil penemuan manusia itu sendiri memungkinkan manusia untuk
dapat mengatasi tekanan alam. Kalau sebelumnya manusia sangat
tergantung pada kemurahan alam, namun kemudian manusia
menyadari bahwa ia harus mengelolah alam itu untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Tetapi tidak hanya itu kebudayaan dapat juga
sebagai wahana ekspresi diri, media komunikasi dengan anggota
masyarakat yang lainnya. Bahasa, norma misalnya memungkinkan
manusia dapat bersosialisasi dengan anggota masyarakat yang lainnya.
Bina Nusantara
Menurut Parsudi Suparlan (1998;26-27) kebutuhan manusia dapat
dikategorikan menjadi tiga golongan yakni kebutuhan biologis,
kebutuhan sosial dan kebutuhan adab.
Kebutuhan biologis meliputi kebutuhan makan, minum, buang air
besar/kecil, istirahat, tidur dan lain sebagainya. Sedangkan kebutuhan
sosial menyangkut kebutuhan untuk berkomunikasi dengan sesama
manusia, kontrol sosial dan lain sebagainya. Dan kebutuhan adab adalah
kebutuhan yang mengintegrasikan kebutuhan biologis dan sosial yang
menampakan hakikat manusia sebagai manusia, sebagai subyek yang
berpikir, berperasaan, dan bermoral. Kebutuhan-kebutuhan adab
mencakup kebutuhan untuk membedakan yang benar dari yang salah,
adil dan tidak adil, sacral dan secular, ungkapan-ungkapan estetika, etika
dan moral, rekreasi dan hiburan, rasa aman, tenteram dan keteraturan
dan lain sebagainya. Kebutuahan adab membedakan manusia dari
binatang lainnya.
Pembahasan singakat di atas jelas menunjukan bahwa kebudayaan
menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia baik yang berhubungan
dengan barang-barang material seperti teknologi maupuan non material
yakni ide atau gagasan, norma dan kepercayaan-kepercayaan tertentu
yang hidup dalam masyarakat.
Bina Nusantara
5. Keanekaragaman Kebudayaan
Tantangan hidup, keadaan geografis, iklim dan berbagai kesulitan hidup
lainnya telah melahirkan cara pandang, sistem sosial, dan wujud
kebudyaan lainnya yang berbeda-beda pula. Sebagai contoh berikut ini
fenomena keanekaragamana dapat kita jumpai dalam karya
Koenjaraningrat (2003; 165-195).
Menurut Koenjaraningrat keakaragaman kebudayaan dapat dilihat dari
berbagai macam perspektif seperti:
• Suku bangsa. Misalnya suku bangsa Jawa, Sunda, Madura. Di Flores
dapat kita jumpai suku bangsa Manggarai, Ngada, Ende, Sika, Larantuka
dan lain sebagainya. Setiap suku bangsa memiliki karakteristiknya sendiri,
bahasa, kesenian, pandangan hidup dan lain sebagainya.
• Berdasarkan mata pencaharian, seperti masyarakat pemburu dan
peramu, peternak, peladang, nelayan, pedesaan dan perkotaan yang
kompleks.
• Keanekaragaman kebudayaan ini juga dapat diklasifikasi dalam kategori
yang lebih luas yaitu daerah kebudayaan.
Bina Nusantara
• Daerah Kebudayaan dapat dikelompokan sebagai berikut:
Daerah kebudayaan di Amerika Utara yang terdiri dari kebudayaan
Eskimo, Yukon-Mackenzie, Pantai Barat-Laut, Dataran Tinggi, Planis,
Hutan Timur, Kalifornia, Barat-Daya, Tenggara, dan Meksiko.
 Daerah Kebudayaan Amerika Latin, Kawasan Geografi di Oseania,
Afrika. Daerah kebudayaan Afrika terdiri dari Kebudayaan Afrika Utara,
Hilir Sungai Nil, Sahara, Sudan Barat, Sudan Timur, Hulu Tengah Sungai
Nil, Afrika Tengah, Hulu Selatan Sungai Nil, Tanduk Afrika, Bantu
Katulistiwa, Bantu Danau-Danau, Bantu Timur, Bantu Tengah, Bantu
Barat-Daya, Bantu Tenggara, Choisan, dan Madagaskar.
 Daerah Kebudayaan Asia terdiri dari Asia Tenggara, Kebudayaan
Selatan, Asia Barat-Daya, Cina, Asia Tengah, Siberia, dan Asia Timur Laut.
 Dalam konteks Daerah Kebudayaan Van Vollenhven membagai
kebudayaan Indonesia dalam 19 daerah yakni (1) Aceh, )2) Gayo Alos
dan Batak, (2a)) Nias dan Batu, (3) Minangkabau, (3a) Mentawai, (4)
Sumatera Selatan, (4a) Enggano, (5) Melayu, (6) Bangka dan Biliton, (7)
Kalimantan, (8) Minahasa, (8a) Sangir-Taulud, (9) Gorontalo, (10) Toraja,
(11) Sulawesi Selatan, (12) Ternate, (13) Ambon Maluku, (13a)
Kepulauan Barat-Daya, (14) Irian, (15) Timor, (16) Bali dan Lombok, (17)
Jawa Tengah dan Jawa Timur, (18) Surakarta dan Yogyakarta dan (19)
Bina Nusantara Jawa Barat.
6. Hubungan Manusia dengan Kebudayaan
Kebudayaan pada dasarnya selalu mengandaikan manusia dan
bahkan secara fundamental kebudayaan tidak dapat dipikirkan tanpa
manusia.
M. Sastrapratedja (bdk. FX.Mudji Sutrisno,ed.,1993;95)
menegaskan bahwa di satu sisi, manusia melahirkan kebudayaan, namun
pada saat yang sama pada sisi yang lain, manusia lahir dalam konteks
sosio-kultural tertentu.
Suatu pertannyaan muncul dari tesis tersebut di atas, bagaimanakah
relasi manusia dengan kebudayaan? Puspowardojo (dlm Puspowardojo,
ed., 1971;9) melukiskan hubungan manusia dengan kebudayaan dengan
menjelaskan bahwa di satu sisi manusia selalu memiliki kebutuhan, tetapi
pemenuhan kebutuhan ini tidak dapat lahir dengan sendirinya. Sedangkan
lingkungan alam pada sisi yang lain menyimpan semua apa yang
dibutuhkan oleh manusia.
Dari uraian singkat ini kita dapat melihat bahwa ada jarak antara
kebutuhan pada manusia dan sumber daya yang disiapkan oleh alam.
Dalam konteks ini kebudayaan merupakan sarana bagi manusia untuk
memperoleh apa yang disiapkan oleh alam. Alat-alat teknologi yang
digunakan oleh manusia misalnya merupakan; tidak hanya ekspresi daya
cipta manusia, tetapi juga sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Bina Nusantara
Namun walaupun lingkungan alam menyediakan semua apa yang
dibutuhkan, manusia tidak dengan sendirinya langsung dapat
memanfaatkannya. Manusia harus mengelolah, mengerjakan, merubah
lingkungan alam dan sosial terlebih dahulu sesuai dengan kebutuhan
dan gambarannya baru kemudian dimanfaatkaanya. Ini sebabnya
mengapa para ahli menyebut manusia sebagai homo faber (manusia
pekerja) dan homo creator (manusia pencipta) sebagai bagian
dimensional dari hakekat manusia.
Proses penemuan cara-cara
pengelolaan serta sarana-sarana yang dipakai untuk mengelolah
lingkungan alam dan sosial itulah yang disebut dengan kebudayaan.
Jadi kebudayaan pada dasarnya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
manusia
Bina Nusantara