Pertemuan 18 PENYIMPANGAN SOSIAL MATERI: Pengertian Penyimpangan Sosial

Download Report

Transcript Pertemuan 18 PENYIMPANGAN SOSIAL MATERI: Pengertian Penyimpangan Sosial

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi
Tahun
: 2008
Pertemuan 18
PENYIMPANGAN SOSIAL
MATERI:
Pengertian Penyimpangan Sosial
Pendekatan Antropologis
Pendekatan Psikologis
Pendekatan Sosiologis
Learning Outcome
Mahasiswa dapat membandingkan berbagai pendekatan terhadap
suatu penyimpangan
Bina Nusantara
I.
Pengertian Penyimpangan Sosial
Penyimpangan (Macionis, 1989:201) sering didefensikan sebagai
pelanggaran terhadap norma-norma budaya yang diakui.
Salah satu jenis dari pelanggaran ini adalah kejahatan. Kejahatan
didefenisikan sebagai penggaran terhadap norma-norma yang telah
ditetapkan dalam hukum formal. Secara yuridis (lihat, Noach,
dkk.,1984:45) kejahatan diartikan sebagai suatu perbuatan melanggar
hukum atau yang dilarang oleh Undang-Undang. Di sini diperlukan
suatu kepastian hukum, karena dengan ini orang akan tahu apa
perbuatan jahat dan apa perbuatan yang tidak jahat. Mengutip
Parson, Noach, dkk. Mengemukakan bahwa “suatu aksi yang
melanggar hukum dan dapat dihukum atas perbuatannya dengan
hukuman penjara, denda, hukuman mati dan lain sebagainya”
Bina Nusantara
Secara sosiologis penyimpangan jauh lebih luas dari pengertian
kejahatan, karena tidak semua penyimpangan dianggap sebagai
kejahatan. Sebagai contoh bila seorang pria dalam masyarakat kita
melubangi telinganya dan mengenakan anting, tidak akan dianggap
sebagai kejahatan melanggar hukum, namun secara sosial
perbuatan itu akan menimbulkan prasangka-prasangka tertentu
terhadap pria itu,
Singkatnya penyimpangan secara sosiologis termasuk barbagai
macam ketidak sesuaian atau keseragaman. Penyimpangan ini
nampak dari yang paling lunak sampai yang ekstrim. Atau dapat kita
katakan bahwa secara sosiologis, siapa saja yang bertentangan
dengan budaya dominan akan dianggap sebagai peyimpangan.
Bina Nusantara
2. Beberapa Pendekatan Menganalisa Pendekatan
2.1.
Analisa Antropologik
Lambroso (1835-1909) menyatakan bahwa ada penjahat (lihat
Stephan Hurwitz yang disadur oleh Ny.L.Moeljatno, SH, 1986:40)
karena kelahiran (born criminals) yaitu orang-orang yang karena
mempunyai praedisposition keturunan, tidak boleh tidak harus
menjadi
penjahat
bagaimanapun
keandaan
lingkungan
sekelilingnya. Lambroso (Masionis, 1989: 204) memandang para
penjahat sebagai keterbelakangan evolusioner pada bentuk
kehidupan yang paling rendah. Menurut Lambroso individu-individu
yang memiliki kelainan secara fisik akan berpikir dan bertindak
dengan suatu cara yang primitif seperti melanggar ketentuanketentuan hukum dalam masyarakat.
Bina Nusantara
2.2. Analisa Psikologik
Pendekatan psikologik terhadap penyimpangan menganalisa tingkat
furstrasi yang dialami oleh individu dari tekanan-tekanan yang
mereka alamai. Mereka menegaskan bahwa tidak semua orang
sanggup beradaptasi dengan norma dan nilai-nilai sosial. Walter
Reckless dan Simon Diniz pada tahun 1967 (Macionis, 1989: 205)
melakukan penelitian terhadap sifat-sifat kepibadian antara anakanak yang melakukan kejahtan dengan anak-anak yang lainnya.
Mereka menemukan bahwa anak-anak yang tidak atau kurang sekali
berhadapan dengan polisi cenderung memiliki nilai-nilai moral yang
kuat dan memiliki persepsi tentang diri yang lebih positip di
bandingkan dengan anak-anak yang melakukan kejahatan. Anakanak yang melakukan kejahatan cenderung tidak dapat mentoleris
tingkat frustrasi yang mereka miliki dan tidak sanggup
mengidentifikasi nilai-nilai dan norma-norma budaya.
Bina Nusantara
2.3. Analisa Sosiologi
2.3.1. Penyimpangan Sebagai Suatu Produk Masyarakat
(Macionis, 1989:202).
 Penyimpangan ada hanya dalam hubungan dengan norma.
 Orang menjadi penyimpang karena orang lain
menganggapnya
sebagai penyimpangan.
 Norma dan bagaimana sebuah peristiwa didefenisikan
dihubungkan
dengan pola-pola kekuasaan.
2.3.2. Perspektif Teoretis

Bina Nusantara
Analisis Struktural-Fungsional
Menurut Durkheim(Macionis, 1989:206)
penyimpangan memiliki
empat fungsi.
1).Penyimpangan mempertegas nilai-nilai dan norma-norma budaya
2). Penyimpangan memperjelas ikatan moral
3). Penyimpangan mendorong terjadinya penyatuan sosial.
4). Penyimpangan mendorong perubahan sosial
 Analisis Interaksionis Simbolik
Edwin Sutherland (Macionis, 1989:216) mengemukakan bahwa
penyimpangan dipelajari melalui asosiasi dengan orang lain, khususnya
melalui kelompok-kelompok primer. Teori Sutherland ini dikenal dengan
teori differential association. Menurut Sutherland (Sunarto, 2000:184)
penyimpangan dipelajari melalui proses alih budaya, di mana
seseorang masuk ke dalam suatu subbudaya menyimpang. Seseorang
yang berasal dari budaya yang baik-baik, tetapi kemudian hidup dan
berkembang dalam kelompok narkoba akan berusaha untuk mengikuti
kebiasaan yang baru dilingkungannya yang baru itu.
Teori interaksi lain yang menjelaskan penyimpangan adalah teori
labeling. Menurut Edwin M. Lemert (Sunarto, 2000: 185) seseorang
menjadi penyimpang karena proses labeling - pemberian julukan, cap,
etiket, merek – yang diberikan masyarakat kepadanya. Mula-mula
orang melakukan penyimpangan primer, namun setelah itu masyarakat
terus memberinya stigma, label sebagai penyimpang. Stigma atau label
ini akan mendorong orang yang telah melakukan penyimpangan untuk
mengulangi perbuatan menyimpangnya.
Bina Nusantara

Analisa Sosial Konflik
Analisa sosial konflik menekankan hubungan yang tidak
seimbang antara kelompok sosial dalam masyarakat. Sebagian
kelompok masyarakat memiliki kekuasaan untuk mengontrol
sementara sebagian yang lain tidak memiliki kekuasaan. Bila
perilaku orang yang tidak memiliki kekuasaan, tidak sesuai
dengan kepentingan orang yang memiliki kekuasaan, perilaku
itu akan dianggap sebagai perbuatan menyimpang, tetapi tidak
sebaliknya. Pendekatan ini juga melihat bahwa hukum dan
norma dalam masyarakat lebih cenderung merefleksikan
kepentingan orang-orang kaya dari pada orang-orang miskin.
Bina Nusantara
3. Penyimpangan dan Kontrol Sosial
Kontrol sosial (Schaefer, 2006: 174-175) mengacu pada teknik dan
strategi untuk mencegah prilaku menyimpang manusia dalam
masyarakat. Kontrol sosial dapat terjadi pada semua level dalam
masyarakat, mulai dari unit sosial yang kecil seperti keluarga
sampai dengan unit sosial yang besar seperti negara atau
pemerintah. Di keluarga kita diajar untuk taat pada orang tua,
karena mereka adalah orang tua kita, di sekolah dikembangkan
standar-standar perilaku yang harus dipenuhi oleh anak sekolah
demikiapun halnya di dalam birokrasi pemerintahan. Kontrol sosial
tidak hanya memuat sejumlah norma yang mengatur apa yang
boleh dan seharusnya dilakukan dan apa yang tidak boleh dan tidak
seharusnya dilakukan, tetapi juga, norma mengandung sejumlah
hukuman dan penghargaan bagi orang. Setiap pelanggaran akan
diberi hukuman dan setiap perbuatan yang sesuai dengan norma
akan diberi penghargaan. Dalam pandangan struktural fungsional
norma berfungsi agar setiap kelompok atau masayarakat tetap
survive.
Bina Nusantara
4. Konformitas dan penyimpangan
Manusia pada umumnya bersifat konformis (Sunarto, 2000:182).
Muzafer Sherif menyatakan bahwa dalam situasi kelompok orang
cenderung membentuk suatu norma sosial. Dalam suatu
eksperimennya mengenati bagaimana sekelompok mahasiswa
menaggapi sebuah pertannyaan, Sherif menyimpulkan bahwa
setelah mengetahui pendapat orang lain, sejumlah individu yang
semula memberikan pendapat sendiri kemudian terdorong untuk
menjalankan konformitas atau menyesuaikan diri dengan pendapat
orang lain.
Walaupun masyarakat telah berusaha agar setiap anggota
berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat, namun dalam tidak
masyarakat itu selalu kita jumpai adanya anggota yang
menyimpang atau tidak konformis.
Bina Nusantara