- Badan Pemberdayaan Masyarakat Banda Aceh

Download Report

Transcript - Badan Pemberdayaan Masyarakat Banda Aceh

PERAN MAA DALAM PELESTARIAN
ADAT ISTIADAT DAN BUDAYA ACEH SERTA HUBUNGAN
DENGAN UNDANG-UNDANG NO.6 TAHUN 2014
Oleh : H.Badruzzaman Ismail, SH, M.Hum
Disampaikan pada :
Rakor Pilot Project dan Pembekalan Fasilitator Pelestarian
Adat Istiadat dalam Budaya Aceh Tahun 2014, Badan
Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Aceh, 7 Agustus 2014
MAA : Latar Belakang Historis dan
filosofis Kelahirannya di Aceh
Asas-asas filosofis kultural (Adat budaya Aceh), berorientasi pada:
1. Adat ngon hukom lagei zat ngon sifeut, hanjeut crei-brei
2. Adat bak Poe Teumeureuhom, Hukom bak Syiah Kuala, Qanun bak Putroe Phang,
Reusam bak Lakseumana
3. Adat budaya Aceh bersifat multy kultural (multy etnis)
4. Gampong dan Mukim adalah kawasan tataruang/ tempat untuk hidup dan
berkembangnya adat budaya Aceh
5. Komunitas masyarakat Aceh, dimanapun mereka berada
Momentum Kelahiran MAA:
1. Sentralisasi kebijakan politik nasional Orde Baru, Tahun1987, menggilas pranata adat
budaya daerah (lokal) seluruh Indonesia (bertentangan dengan Bhinneka Tunggal Ika
2. Penerapan UU.Pokok tentang Pemerintah Daerah No. 5 Tahun1974, dan UU.N0.5 Tahun
1979, tentang Pokok-pokok Pemerintahan Desa, yang merusak tatanan budaya adat
istiadat daerah (Aceh : Mukim dan Tuha Peut/ ganti LMD dan LKMD), dll), Perobahan
nama Gampong menjadi Desa, Keuchik menjadi Kepala Desa
3. Lahirnya LAKA di Aceh, 1987, dan Perda lahirnya Perda tentang Mukim.
4. Lahirnya MAA, Tahun 2003, setelah lahir UU.No.44 Tahun
1999, tentang
Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh
Peran MAA dalam Pengembangan VISI dan MISI , serta
sasaran Pelaksanaan
VISI :
•
“ TERWUJUDNYA LEMBAGA MAJELIS ADAT ACEH (MAA), YANG BERMARTABAT, UNTUK MEMBANGUN
MASYARAKAT ACEH YANG BERADAT BUDAYA BERLANDASKAN DINUL ISLAM”
MISI :
•
PEMBINAAN DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT DAN TOKOH-TOKOH ADAT
•
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN HUKUM ADAT
•
PELESTARIAN DAN PEMBINAAN ADAT ISTIADAT
•
PELESTARIAN DAN PEMBINAAN KHAZANAH ADAT DAN ADAT ISTIADAT
•
PENGKAJIAN DAN PENELIYIAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT
Garis Besar Program Kegiatan:
1. Adat Istiadat dalam implimentasi karakter/ prilaku dalam berbagai penampilan dan kreasi nilai-nilai
adat budaya
2. Adat dalam implimentasi kaedah-kaedah/ norma hukum adat/peradilana adat/ adat musyawarah
musapat (sekarang telah menjadi guide line/ standar acuan nasional dalam Program Peradilan Adat
unt.uk Gampong dan Mukim (nama lain)
Sasaran Tataruang Pelaksanaan :
1. Wilayah Gampong
2. Wilayah Mukim
3. Masyarakat Aceh (orang-orang Aceh)
Dasar-dasar Yuridis Kelahiran MAA dan Perkembangan Sosiologis, Yuridis dalam
hubungan MoU Helsinki 15 Agt 2005 dan UU.No.11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh dan Pasal 18 B UUD 1945 (LEX SPECIALIS)
Landasan Yuridis:
UUD.45, Pasal 18 B:
•
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur
dengan undang-undang
•
(2)Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan pekembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan RI, yang diatur dengan Undangundang
* Pasal 3 a R.O. Stb.1935 (Peraturan Organisasi Peradilan)
* Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 ttg Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh
* MoU Helsinki 15 Agustus 2015, Angka 1.1.6 ; Kanun Aceh akan disusun kembali untuk Aceh dengan menghormati tradisi
sejarah dan adat istiadat rakyat Ach serta mencerminkan kebutuhan hukum terkini Aceh. 1.1.7 Lembaga Wali Nanggroe akan
dibenuk dengan segala peangkat upacara dan gelarnya
* Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 ttg Pemerintahan Aceh.
* Qanun No.4 Tahun 2003 ttg Pemerintahan Mukim
* Qanun Nomor 5 Tahun 2003 ttg Pemerinttahan Gampong
* Qanun No.3 Tahun 2004 ttg Organisasi dan Hub.TT.Kerja MAA
* Qanun Nomor 9 Tahun 2008 ttg Kebiasaan Adat/ Adat Istiadat
* Qanun No.10 Tahun 2008 ttg Lembaga Adat
* Kesepakatan Bersama Polda , MAA (9 Pilar: Polmas), ttg Penitipan polisi pada Tuha Peut Gampong
* Keputusan Bersama ; Gub Aceh, MAA dan Polda Aceh ttg Penyelenggaraan Peradilan Adat di Gampong dan Mukim
* Peraturan Gubernur No. 60 Tahun 2013 Tentang Sengketa Adat
* Dan lain-lain Ketentuan Prov/ Kab/ Kota yang menunjang berlakunya Ketentuan-ketentuan diatas
Sumber dan dasar-dasar Hukum/ Lex specialis
untuk Pemerintahan Aceh (Acuan 1)
MoU Helsinki :
1. Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh
1.1. Undang-undang tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh
1.1.1 Undang-undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh akan diundangkan dan akan mulai
berlaku sesegera mungkin dan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret 2006 (UU.No.11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh, Disahkan dan diundangkan pada tanggal 1 Agustus 2006, Lembaran Negara RI Tahun
2006 Nomor 62))
1.1.2 : Undang-undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh akan didasarkan pada prinsipprinsip sebagai berikut:
a) Aceh akan melaksanakan kewenangan dalam semua sektor publik, yang akan diselenggarakan bersamaan
dengan administrasi sipil dan peradilan, kecuali dalam bidang hubungan luar negeri, pertahhanan luar,
keamanan nasional, hal ihwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama, dimana
kebijakan tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan Konstitusi.
b) Persetujuan-persetujuan internasionalyang diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia..........dst
c) Keputusan-keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang terkait dengan Aceh akan
dilakukan dengan konsultasi dan persetujuan legislatif Aceh
d) Kebijakan-kebijakan administratif yang diambil oleh Pemerintah indonesia berkaitan dengan Aceh akan
dilaksanakan dengan konsultasi dan persetujuan Kepala Pemerintah Aceh
1.1.6 ; Kanun Aceh akan disusun kembali untuk Aceh dengan menghormati tradisi sejarah dan adat istiadat
rakyat Aceh serta mencerminkan kebutuhan hukum terkini Aceh
1.1.7: Lembaga Wali Nanggroe akan dibentuk dengan segala perangkat upacara dan gelarnya.
Sumber dan dasar-dasar Hukum/ Lex specialis
untuk Pemerintahan Aceh (Acuan 2)
UUD 45 Pasal 18 B ayat (1) dan ayat (2):
•
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur
dengan undang-undang
•
(2)Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan pekembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan RI, yang diatur dengan Undangundang
Undang-undang No.44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keisimewaan Aceh
Bagian Ketiga Penyelenggaraan Kehidupan Adat, Pasal 6 : menetapkan kebijakan pemerdayaan/ pelestarian adat dan Pasal
7: membentuk lembaga adat di wilayahnya yang dijiwai dengan syariat Islam
•
Qanun No. 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong Dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pasal 1 angka 5 :
Gampong atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang meupakan organisasi pemerintahan terendah
langsung dibawah Mukim atau nama lain yang menempati wilayah tertentu yang dipimpn oleh Keuchik atau nama lain
dan yang berhak menyeleneggarakan urusan rumah tangganya sendiri
Undang-undang No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh:
Menimbang :
a. Sistem Pemeritahan NKRI menurut UUD 45 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa. yang diatur dengan undang-undang.
b. Ketatnegaraan RI menempatkan Aceh sebagai satuan pemerintahan daerah yang terkait dengan salah satu karakter khas
perjuangan masyarakat Aceh dalam bernegara , berpemerinthan yang demokratis , tatanan kehidupan yang merupakan
perwujudan di dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, pandangan hidup yang berlandaskan syariat Islam, yang melahirkan
budya Islam yang kuat, sehingga Aceh menjadi salah satu daerah modal bagi perjuangan kemerdekaan NKRI.
c.
d, e, f dan seterusnya lihat Penjelasan Umum..Dst..
d. Kehidupan demikian menghendaki implimentai formal dinamis masyarakat Aceh bukan saja dalam kehidupab adat,
budaya, sosial dan politik mengadopsi keistimewaan Aceh,melainkan juga memberikan jaminan kepastian hukum dalam
segala urusan, karena dasar kehidupan masyarakat Aceh yang relegius telah membentuk sikap, daya juang yang tinggi
dan budaya Islam yang kuat. Hal demikian menjadi pertimbangan utama penyelenggaraan keistimewaan Aceh dengan
UU.No.44 Tahun 1999
Sumber dan dasar-dasar Hukum/ Lex specialis
untuk Pemerintahan Aceh (Acuan 3)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Undang-undang No.11 Tahun 2006 :Pasal 1 angka 20 : Gampong atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah mukim dan
dipimpin oleh keuchik atau nama lain yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri.
Pasal 7, ayat (10. Pemerintah Aceh dan Kab/ Kota berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
semua sektor publik kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemrintah
Pasal 16 ayat (2) : Urusan wajib lainnya yang menjadi kewenangan Pemerintahan Aceh merupakan
pelaksanaan
keistimewaan Aceh yang antara lain meliputi:
a. penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam bagi
pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antar umat beragama;
b. penyelenggaraan kehidupan adat yang bersendikan agama Islam;
c , d dan e , dan seterusnya...................
Pasal 17 ayat (2) ). Urusan wajib lainnya yang menjadi kewenangan khusus pemerintahan Kabupaten/kota adalah
pelaksanaan keistimewaan Aceh yang antara lain meliputi:
a. penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam bagi
pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antarumat beragama;
b. penyelenggaraan kehidupan adat yang bersendikan agama Islam;
c. dan d danseterusnya....................
Pasal 96 : Lembaga Wali Nanggroe merupakan kepemimpinan adat sebagai pemersatu masyarakat yang independen,
berwibawa, dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat, adat istiadat, dan
pemberian gelar/derajat dan upacaraupacara adat lainnya.
Sumber dan dasar-dasar Hukum/ Lex specialis
untuk Pemerintahan Aceh (Acuan 4)
•
Pasal 115
Ayat (1) Dalam wialayah Kabupaten /Kota dibentuk gampong atau nama lain
Ayat (2) Pemerintahan Gampong terdiri atas keuchik dan badan permusyawaratan gampong yang disebut tuha peut atau nama
lain
Ayat (3)Gampong dipimpin oleh keuchik yang dipilih secara langsung dari dan oleh anggota masyarakat untuk masa jabatan
6(enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutya
KETENTUAN PENUTUP:
Pasal 269
Ayat (2) : Peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang yang berkaitan secara langsung dengan otonomi khusus bagi
Daerah Provinsi Aceh dan kabupaten/kota disesuaikan dengan Undang-Undang ini.
Ayat (3): Dalam hal adanya rencana perubahan Undang-Undang ini dilakukan dengan terlebih dahulu berkonsultasi dan
endapatkan pertimbangan DPRA.
BEBERAPA CATATAN: U.U.No.6 Tahun 2014:
1. UU.terebut tak ada kaitan dengan UU.No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan ( baca Konsideran enimbang dana
Mengingat)
2. UU.tersebut mengatur tentang Desa dalam NKRI (nasional), diluar dari UU.No.11 Tahun 2006 tentang Pemefintahan Aceh ,
yang mengatur tentang sistem/ struktural Pemefrintahan Aceh, termasuk Gampong dan Mukim )
3. Pasal 4 UU tersebut memberi pengakuan dan penghormatan kepada Desa, sedangkan UU.N0.11 Tahun 2006 telah
memberikan kepastian hukum kepada Gampong Pasal 115, sebagai Pemerintahan Gampong dan Qanun No.5 Tahun 2003
tentang Pemerintahan Gampong (lebih kuat/ kepastian hukum)
4. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Desa, Pasal 1, angka 1: Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
•
Pasal 120 ayat (2): Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2
(dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Ditetapkan di Jakarta 15 Jnuari 2014
KESIMPULAN
1. Majelis Adat Aceh , sebagai lembaga istiemewa dan khusus, dalam menjalankan perannya menyangkut
dengan VISI, MISI dn TUPOKSI , berlandaskan pada UU dan qanun-qanun lex specialias (khusus dan
istimewa) yang berlaku nasional untuk Pemerintahan Aceh, sebagaimana yuridis tersebut diatas.
2. Peran MAA secara yuridis tidak mempunyai hubungan dengan Undang-undang No.6 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Desa (karena acuan MAA adalah UU.No.11 Tahun 2006 yo UU N.44 Tahun 1999 an Qanunqanun implimentsinya)
3. Undang-undang No.6 Tahun 2014 secara phisikologis dan politis bernuansa sama dengan jiwa Undangunang No.5 Tahun 1979 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah (lihat pola struktural dan ideal
menggilas nomenklatur dan titelatur Gampong/ Desa, Keuchik / Kepala Desa, Tuha Peut/ Badan
Musyawarah Desa dan beberapa sifat kontraversial tentang pembentukan : Desa atau Desa Adat dan atau
Desa/ sekaligus Desa Adat
SARAN/ MASUKAN :
Mengusulkan melalui form ini/ BPM/ Biro Hukum Pemda / Biro Pemerintahan Pemda Aceh, untuk segera
mengambil gagasan bahwa UU No.6 Tahun 2014 ini tentang Desa, perlu dilakukan langkah-langkah:
1. Melkukan pembahasan beesama Pemerintahan Aceh (Gubernur dan DPRA0) dan Wali Nanggroe, tentang
pelaksanaan UU ini dari sudut UU.N0.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan MoU Helsinki
2. Untuk tidak menimbulkan kerancuan pemahaman dan implimentasi dalam masyarakat, khususnya
berkaitan dengan MoU Helsinki dan UU.No.11 Tahun 2006, UU.ini perlu pembahasan dan sosilialisasi
berdasarkan kebijakan arahan dari Pemerintah Aceh (prosedural/ mekanisme yuridis)
Terima Kasih
dan
SUKSES UNTUK ANDA !
THANK’S