OLEH : Dr. Ir. H. Soedarsono, M.Si FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA) SEMARANG Jl.

Download Report

Transcript OLEH : Dr. Ir. H. Soedarsono, M.Si FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA) SEMARANG Jl.

OLEH :
Dr. Ir. H. Soedarsono, M.Si
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA)
SEMARANG
Jl. Raya Kaligawe Km. 4 PO BOX 1054 Semarang 50112
 INTRUSI
AIR LAUT
Dipandang dari sudut industri dan pertanian, daerah
pantai mempunyai potensi yang tinggi terhadap
ekonom. Didaerah pantai biasanya merupakan lahan
pertanian yang produktif, penduduknya relatif padat
dan terdapat beberapa pelabuhan.
Tetapi didalam pengelolaan
airnya
(water
management) terdapat hal yang paradoksi disatu pihak
letaknya baik untuk mendapatkan suplai air dari sungai
disekitarnya, tetapi dilain pihak dihadapkan pada
masalah yang serius akan kekurangan persediaan air
tawar akibat intrusi air laut (penyusupan air laut ke
darat).
Analisa intrusi air asin (laut) sudah dikaji oleh
beberapa ahli :
 HENRIC STEVIN (Beland, tahun 1667)
 BADON GHIJBEN (Belanda, tahun 1889)
 HERZBER (Jerman, tahun 1901)
Ada beberapa cara air asin bercampur dengan
dengan air permukaan di daerah pantai :
1. Suplai Garam Lewat Atmosfir
Ada sejumlah garam dalam dalam air hujan
yang terbawa angin yang meniup ke darat ( 20
ppm cl-), jumlah garamnya relatif kecil.
2. Masuknya Air Asin Lewat Pintu Pelayaran
Hal ini telah diselidiki oleh Henric Stevin
Ps = Kerapatan relatif air laut
Po = Kerapatan relatif air tawar
H = Kedalaman lock chamber
Pt = Kerapatan relatif rata-rata air dalam lock chamber pada saat (t)
setelah pintu di buka
L = Panjang lock shamber
Maka pertukaraan pada saat (t)
Pt - Po
ut 
Ps - Po

ut  tgh

t P
4 L Po
Jika Pt
Pt
= Ps maka, ut = 1
= Po maka, ut = 0

Dimana p = Ps – Po
qH
1/ 2
Apabila parametre tak berdimensi

t P
4 L Po
qH 
1/ 2
Diganti dengan T
Maka ut
= tgh T
ut = pertukaraan air dari laut dan air dalam Lock
chamber
t = waktu pembukaan pintu
3. Intrusi Air Laut Ke-Muara
Hal ini merupakan proses yang pelik dari percobaan
yang yang telah dilakukan belum ada analisis yang
sempurna. Pada keadaan tertentu tidak ada batas
yang tegas (no sharp intertace) antara air tawar dan air
asin (laut).
Distribusi salinitas (keasinan) pada setiap
penampang melintang dianggap homogen sehingga :
dcx
Qo Cx  E
dx
Dimana : Qo = debid ke arah hulu
Cx = salinitas pada jarak x dari mulut sungai
E = koefisien difusivitas turbulen
Pemecahan deferensial tersebut adalah :
Cx  Co  (Cs - Co) e
-xQ/E
Dimana : Cs = Salinitas air laut
Co = Salinitas air sungai
Apabila
e
= salinitas (ppm –cL)
sebagai rata-rata sepanjang garis vertikal terdalam dalam air
e
x
= gradien salinitas
V
d
= kecepatan aliran surut rata-rata (m/s)
bukan kecepatan aliran ke hulu
= kedalaman maximal pada penampang melintang terhadap
permukaan air pasang rata-rata (dalam m)
Maka :
e
v e e -0,00014e
2
x
d3
( VAN der BURG )
1966
4. Rembesan Air Tanah Payau Kedaerah Rendah
(Lowlying area)
Di daerah muara/ pantai pembentukan tanah
dasarnya ditandai oleh tiris (pervious strata) yang
terdiri dari pasir, kerikil, sedangkan laspisan atas di
tutup oleh oleh formasi semi pervious, terdiri dari
lempung atau gambut. Adanya perbedaan tinggi
muka air tanah menyebabkan aliran air tanah.
5. Difusi Garam Pada Tanah Asin (Saline Soil)
Jika air tawar dengan konsentrasi (Co) berada di
atas tanah asin yang mengandung air pori
berkonsentrasi (C1) maka ion – ion akan bergerak ke
atas karena pengaruh gradien konsentrasi
Persamaan defusi :
e
 2e
k 2
t
x
Dimana k = koefisien defusi (untuk tanah umumnya 0,5 cm2/hari)
Penyelesaian persamaan di atas :
C  C0  (C1  C0 )
2
e


2
x
k t
 y 2 dy
0
Jumlah banyaknya garam (s) yang dipindahkan dari tanah setelah
melewati waktu (t)
S
2

E (C1  C0 ) k  t
Dimana : E = Porositas
C0 = Konsentrasi air tanah
C1 = Konsentrasi air asin

INTRUSI AIR LAUT KEDALAM AKWIFER DI
DAERAH PANTAI
INTRUSI AIR LAUT KEDALAM AKWIFER DI
DAERAH PANTAI
Air tanah tawar mengalir ke laut lewat akwifer, tetapi
karena meningkatnya kebutuhan air tanah, maka alkiran
air tanah tawar ke arah laut telah menurun, atau bahkan
sebaliknya, air laut mengalir masuk ke akwifer air tanah
di daratan.
1. Prinsip BADON GHIJBEN – HERZBERG
Prinsip ini bertalian dengan lensa air tawar yang
terisolir dan diisi oleh hujan efektif yang mengambang di
lingkungan air asin
H
P0 h
h

P1  P0 
Dimana :
P1  P0 1025 1000
1


 0,0025
P0
1000
40
Penerapan prinsip
BADON GHIJBEN – HERZBERG
Menggunakan 3 persamaan :
1. Persamaan DARCY
2. Persamaan KONTINUITAS
3. Persamaan BADON GHIJBEN _HERZBERG
Syarat yang harus dipenuhi :
 Akwifer bersifat homogen
 Garis batasnya tajam (sharp Interfoec)
 Komp Vertikal kecepatan dalam akwifer
diabaikan
 Air tanah asin (saline ground water) dalam
keadaan statis
Air Tanah Tertekan (Confined Ground Water)
•
Menurut DARCY
q   KH
•
dh
dx
Hukum KONTINUITAS
q = 20
•
Maka :  KH
dh
 20
dx
Menurut BADON GHIJBEN - HERZBERG
h  ( H  A)
dh
dh

dx
dx
Catatan : A = Jarak lapisan kedap air – garis detum potensial air asin
Ps  Pt
Pt
Dimana :

Maka :
 k H
H
Sehingga :
dH
 q0
dx
q
dH
 0
dx
k 
 2q0 x  e
H
k 
h
 2q0 x  e  A
k 
q  q0
Ps = Kerapatan air asin
Pt = Kerapatan air tanah
Contoh :
Diketahui :
k

A
q0
= -6,85 m3/m hari
= 50 m/hari
= 0,02
= 20 m
Syarat batas : x = 0, H = 0, c = 0
H 
 2q0 x

k 
2  6,85  x
50  0,02
h =  (H + A)
= 0,02 (H + 20)
= 0,02H = 0,4
q0 = q = -6,85 m2/m hari
Air Tanah Tidak Tertekan
(Unconfined/ Phreatic Ground Water)
Menurut DARCY
q   k ( H  h)
Dari hukum kontinuitas
dh
dx
Rumus Gambar di atas
dq  f dx, q  fx  c1
Menurut BADON GHIJBEN - HERZBERG
dh
 k ( H  h)
 fx  c1
dx
Maka
dh
 k ( H  H )
 fx  c1
dx
h = H
dh dH

dx
dx
dH
fx  c1
H

dx k (1  )
Sehingga
H 
h
 fx 2  2C1 x  C2
k (1   ) 
(1  fx 2  2C1 x  C2 )
k (1  ) 
q = fx + C1
Contoh
Di ketahui : L
f
k

= 1000 m
= 500 mm/tahun
= 50 mm/ hari
= 0,02
Syarat batas
X = 0, q = 0, C1 = 0
X = 5000 m = L/2 = x max
H = 0 maka C2 = f  (L/2)2
= f  (x)2
Jadi
H
f (50002  x 2 )
k (1  )
0,00137 (5000 2  x 2 )
H
50 1,02  0,02
H  0,001343 (5000 2  x 2 )
h = H
= 0,02 H
q=fx
= 0,000137 x

PENGELOLAAN AIR ASIN
Intrusi air garam dapat dicegah/ dikurangi dengan
cara – cara sebagai berikut :
1. Rintang Tekan (Pneumatic Barriers)
Dengan menyuntikan gelembung – gelembung
udara pertukaraan air dapat dikurangi, pengarus
tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :


Ut  1  (0,95  0,085T ) f 1/ 2 tghT
Dimana
t p
T
( q  H )1/ 2
4L p
(qa  q )1/ 3
f 
p
( q  H )1/ 2
p
qa
L
H
T
Ps
P0
= Debit air /m3/dt dan per m lebar pintu
= Panjang lock chamber
= Kedalaman Lock chamber
= lama pembukaan pintu
= kerapatan relatif air laut
= P = kerapatan air tawar
Catatan : udara dapat disuntikan pada pintu luar dan
pintu dalam lewat pipa plastik berlubang –
lubang yang dihubungkan dengan kompresor
2. Tindakan Untuk Mengurangi Intrusi Air Laut
intrusi air asin dapat dikurangi dengan
memperbesar debit sungai dari daerah hulu
(penggunaan air tidak ekonomis) atau mengurangi
kedalaman palung (mahal) dan menutup muara.
3. Pengisian Buatan Ke-Dalam Kantong
Air tawar di daerah bukit – bukit pasir di pantai
(dunes) dengan cara ini intrusi air ke dalam akwifer
– akwifer pantai dapat dikurangi
4. Pembuatan Waduk Pantai
EROSI DAN SEDIMENTASI
E= f (I, T, t, V, M)
EROSIVITAS
Iklim (I) : Energi hujan
Intensitas hujan
total hujan : waktu hujan
sebaran hujan
Topografi (T) : - Bentuk lereng
Vegetasi (V) : - Jenis
- Kemiringan lereng
- Tingkat kerapatan
- Panjang lereng
Tanah (t) : - Struktur tanah
(stabilitas agregat)
- Intiltrasi
Management (M) : - Perlakuan yang sifatnya erosit
(Penebangan hutan yang berlebih, pengolahan
lahan / lereng, tanaman larikan dll)
- Usaha tani konservasi
( Pertanian kontur, ternak terkontrol dsb)
1. If we define erosion as : Hillslope erosion from rainfall
E = f (rain, soiltype, topografi and management)
2. If we mean : Wind erosion
E = f (wind speed, soiltype, surface roughnees and drynees)
3. If we wished to predict : Erosion in gully
E = f (rain, soiltype, topografi and management)
4. If we wished to predict erosion from a watershed with mixed
land use
E = f (hillslope erosion from eq 1 other losses from grazing
land, forested land, gully from eq 3, etc)
5. If we were defining erosion in terms of the deposition of silt in
down stream storage reservoir
E = f (gross erosion from 1, 2, 3 and 4 x delivery ratio x Trap
ettisieney)
Adalah erosi dari persamaan : 1, 3 dan 4, yakni
total erosi tahunan, meliputi erosi lembar (sheet
erosion), erosi alur (rill erosion), erosi parit (gully
erosion) dan erosi saluran (channel / stream erosion)
S
DELIVERY RATIO (D) =
E
S = total sedimen tahunan rerata yang diukur pada
suatu lokasi di hilir sungai
E = total (gross) erosi tahunan rerata yang diukur
pada lokasi di bagian atas
TRAP EFFICIENCY : Percent of the introwing sediment
which is retained in a reservoir
0
5 Km
1
2
Sampling
Sub – DAS
4
0
1 Km
3
Sampling Profil
LERENG
LOKASI PLOT
1. Lereng atas (cembung)
2. Lereng tengah (lurus)
3. Lereng bawah (cekung)
RUMUS UMUM KEHILANGAN TANAH
(universal soil loss equation = USLE)
Menurut : WISCHMEIER & SMITH
A = R . K . LS . C . P
A
= Kehilangan tanah (perkiraan) tahunan ratarata (t/ha)
R
= Faktor erosivitas hujan (J/ha)
K
= Faktor erodibilitas tanah (t/J)
LS = Faktor
lereng
panjang
lereng
dan
kemiringan
C
= Faktor pengaturan tanaman
P
= Faktor pelaksanaan pengendalian erosi
Cara menghitung EROSIVITAS HUJAN
Hujan sesaat
Contoh Data Hujan
N
o.
Waktu
mulai hujan
(menit)
Volume
hujan
(mm)
Intensitas
hujan
(mm/jam)
Tenaga
Kinetik
(J/m2/mm)
Total tenaga
kinetik
(kol 2 x kol 4)
(J/m2)
1
2
3
4
5
6
0 – 14
15 – 29
30 – 44
45 – 59
60 – 74
75 – 89
1,52
14,22
26,16
31,50
8,38
0,25
6,80
56,88
104,64
126,00
33,52
1,00
8,83
27,56
28,58
28,79
26,79
-
13,42
391,90
747,65
906,89
217,88
-
I30
= 26,16 + 31,50
= 57,66 mm
115,32 mm/jam
Total tenaga kinetik = Total kolom 5
= 2277,74 J/m2
EI30 = 2277,74 x 115,32 = 262668,98 Jm2
Selanjutnya konversi faktor R (EI30)`

FAKTOR EROSIVITAS HUJAN INDONESIA
FAKTOR EROSIVITAS HUJAN INDONESIA (EI30)
Menurut : BOLS (1978)
1. Erosivitas hujan HARIAN
2,467R 2
0,0727R  0,725
EI30 =
R = Curah hujan harian (cm)
2. Erosivitas hujan BULANAN
a) EI30 = 6,119 R1,21 . D-0,47 . M0,53
EI30 = Erosivitas hujan bulanan rerata (t/Ha)
R = Curah hujan bulanan rerata (cm)
D = Jumlah hari hujan bulanan rerata
M = Curah hujan max bulanan rerata (cm)
b) EI30 = 2,21 R1,36
R = Curah hujan bulanan rerata
3. Erosivitas hujan BULANAN
EI30 = 2,34 R1,9
R
= Curah hujan tahunan rerata
Ialah sifat tanah yang menyatakan mudah / tidaknya
suatu tanah tererosi
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi indeks
erodibilitas (K)
1. % pasir sangat halus + debu
(0,1 – 0,05 mm) (0,05 – 0,002 mm)
2. % pasir kasar (1 – 0,5
0,5 – 2 mm)
3. % kadar organik
4. Tipe & kelas struktur
5. Tingkat permeabilitas
1 s/d 4 : tanah permukaan
5
: profil tanah
• TIPE STRUKTUR & KELAS STRUKTUR
1. Granuler sangat halus (< 1 mm)
2. Granuler halus (1 – 2 mm)
3. Granuler menengah (2 – 5 mm) atau kasar (5 – 10 mm)
4. Gumpal, lempeng atau pejal
• TINGKAT PERMEABILITAS
1. Sangat lambat : < 0,125 cm/jam
2. Lambat
: 0,125 – 0,50 cm/jam
3. Agak lambat : 0,50 – 2,50 cm/jam
4. Agak cepat
: 6,25 – 12,5 cm/jam
5. Cepat
: > 12,5 cm/jam
< 70 %
100 K = 2,1 M1,14 (10-4) (12 - a) + 3,25 (b - 2) + 2,5 (c - 3)
M
a
b
c
= % debu (0,1 – 0,02) x (100 - % lempung pasir sangat
halus, halus
= % bahan organik
= tipe & kelas struktur
= kelas permeabilitas profil
FAKTOR LS (panjang dan kemiringan lereng)
1. WSCHMEIER & ARNOLDUS :
LS = (L)0,5 x (0,0138 + 0,00965 S + 0,00138 S2)
2. ARSYAD :
LS =
(0,0138  0,00965 S  0,00138 S2 )
3. MORGAN :
LS =
L
(0,0138 0,00965S  0,00138S2 )
100
L = panjang lereng (m)
S = kemiringan lereng (%)
PANJANG LERER EROSI
1. Lahan berteras
2. Lahan tak berteras
NILAI FAKTOR C DENGAN BERBAGAI PENGELOLAAN
PERTANIAN
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
PENGELOLAAN PERTANIAN
Padi + sorgum
Padi + kedelai
Padi 9090 + jagung
Ubi kayu + kedelai
Ubi kayu + kacang tanah
Kacang tanah + gude
Kacang tanah + kacang tunggak
Pola tanam berurutan
Pola tanam tumpang gilir
Jagung + padi 9090 + ubi + kedelai / kacang tanah
Pola tanam berurutan (padi, jagung, kacang tanah)
Tanah-tanah kosong diolah
Tanah-tanah kosong tak diolah
Kebun campuran ratat
Kebun campuran ubi kayu + dele
Kebun campuran gude + kacang tanah
Sorgum
NILAI C
0,345
0,417
0,209
0,181
0,195
0,495
0,571
0,498
0,588
0,421
0,498
1,0
0,95
0,100
0,200
0,495 – 0,5
0,341
FAKTOR KONSERVASI TANAH (P)
TEKNIK KONSERVASI
1. Teras bangku
a) Sempurna
b) Sedang
c) Jelek
2. Teras tidak sempurna
3. Perumputan permanen
a) Baik
b) Jelek
4. Hill side ditch
5. Pertanahan kontur
(Countour Cropping)
a) Kemiringan lereng (0 – 8 %)
b) Kemiringan lereng (9 – 20 %)
c) Kemiringan lereng > 20 %
6. Limbah jerami
a) 6 t / Ha / TH
b) 3 t / Ha / TH
c) 1 t / Ha / TH
7. Reboisasi awal
NILAI P
0,4
0,15
0,35
0,40
0,04
0,40
0,30
0,50
0,75
0,90
0,30
0,50
0,80
0,30
KLASIFIKASI TINGKAT BAHAYA EROSI
BAHAYA
EROSI
KELAS (t / Ha / TH)
I
(< 15)
II
(15 – < 60)
III
(60 – < 180)
IV
(180 – <480)
V
(≥ 480)
Dalam
(≥ 90)
SR
R
S
B
SB
Menengah
(60 – < 90)
R
S
B
SB
SB
Dangkal
(30 – < 60)
S
B
SB
SB
SB
Sangat dangkal
(< 30)
B
SB
SB
SB
SB
BERGSHA
0–5
(SR)
5 – 12
(R)
12 – 25
(S)
25 – 60
(B)
> 60
(SB)
DANGLER
0 – 14,6
14,7 – 36,6
36,7 – 58,6
58,7 – 80,7
> 80,7
KEDALAMAN
TANAH (cm)
SR = Sangat ringan
R = Ringan
S = Sedang SB = Sangant berat
B = Berat
Sumber :
Dep Kehutanan 1987
Contoh
• A = R . K . LS . C . P
Misal :
R
= 1200 T / Ha / TH
K
= 0,32
LS
= 1,0 x 2,2
C
= 0,357 (padi, jagung, kacang tanah)
P
= 1,0
A = 1200 . 0,32 . 1,0 . 2,2 . 0,357 . 1,0
= 301,6 T / Ha / TH
• Untuk menurunkan laju EROSI dibuat teras bangku :
(P=0,04)
A
= 1200 . 0,32 . 2,2 . 0,357 . 0,04
= 12,10 Ton / Ha / TH
1 mm solum tanah tererosi / TH / Ha
= 12 Ton / Ha / TH
Dengan pertanian menggunakan teras bangku maka erosi /TH
bisa ditekan sampai 1 mm / TH
SISTEM DRAINASE YANG BERWAWASAN
LINGKUNGAN
SISTEM DRAINASE YANG
BERWAWASAN LINGKUNGAN
Saat sekarang ketersediaan air di
Indonesia secara keseluruhan tidak
menjadi masalah. Hal ini dapat dilihat
dari
perhitungan
Direktorat
Bina
Program, Dep. PU, bahwa sampai tahun
2000 kebutuhan air hanya 15% dari air
tersedia.
Namun demikian imbangan tersebut tidak
terdistribusi secara merata mengingat problem
demografi maupun perbedaan karakter hidrologi
setiap tempat di Indonesia mempunyai variasi
yang cukup berarti, hingga untuk Pulau Jawa dan
Madura pada tahun 1980 telah tercapai suatu
keadaan dimana kebutuhan dan ketersediaannya
seimbang dan saat sekarang terjadi ketimpangan
yaitu kebutuhan 1,5 kali air tersedia, karena
masalah konservasi pada pola penggunaan air
serta pertambahan penduduk tidak di tata secara
tepat.
Drainase berwawasan lingkungan adalah
usaha meresapkan air hujan secara buatan
ke
dalam
tanah
dengan
prinsip
mengendalikan kelebihan air permukaan
sehingga air limpasan dapat terkendali dan
meresap ke dalam tanah.
Semakin terbangunnya suatu daerah maka dapat
menimbulkan persoalan antara lain sebagai berikut :
 Bertambah besarnya surface run off. Hal tersebut
pada
akhirnya
menyebabkan
bertambah
besarnya kerugian dan kerusakan akibat banjir
atau genangan.
 Land subsidence (amblesnya lahan) karena
pengambilan air tanah (discharge) melebihi
besarnya imbuhan (recharge).
 Intrusi air laut yang disebabkan juga oleh
pengambilan air tanah yang melebihi recharge.
PENGENDALIAN LIMPASAN
AIR DI DAERAH
PERKOTAAN
Semakin pesatnya pembangunan perkotaan, yang
diikuti
dengan
kelangkaan
tersedianya
lahan/tanah sehingga harga tanah di daerah
perkotaan menjadi sangat mahal, maka para ahli
mulai merasa perlu menyesuaikan konsep
penanganan drainase perkotaan.
Pengendalian
limpasan
air
dapat
dilaksanakan dengan dua macam cara, yaitu
cara retensi dan infiltrasi. Cara retensi dapat
dibagi menjadi offsite retention dan onsite
retention. Contoh offsite retention misalnya
pembuatan situ, kolam, atau waduk. Contoh
onsite retention misalnya retensi pada atap
bangunan, taman, tempat parkir, lapangan
terbuka, dan pada halaman rumah atau
bangunan lainnya.
Cara infiltrasi dengan imbuhan buatan ada
persyaratan bahwa air diinfiltrasikan tidak boleh
air yang sudah tercemar. Sebab sekali aquifer
tercemar, maka pembersihan pencemar tersebut
secara teknis cukup sulit dan secara ekonomis
sangat mahal. Imbuhan buatan dapat
dilaksanakan dengan membuat sumur resapan,
parit resapan, wilayah resapan, perkerasan yang
lolos air.
Efektifitas infiltrasi tergantung dari permeabilitas
tanah dan kedalaman permukaan air tanah.
Menurut penelitian di Australia oleh N.M.
Somaratne dan J.R. Argue permeabilitas tanah
sampai dengan 1,1 cm/jam cukup efektif.
Sedangkan menurut penelitian di Jepang oleh
Yasuhiko Wada dan Hiroyuki Miura diperoleh
kesimpulan bahwa bila kedalaman permukaan air
tanah berada sekitar 1 m dari dasar bangunan
atau fasilitas infiltrasi, maka kapasitas infiltrasi
masih dipengaruhi oleh kedalaman permukaan air
tanah.
PENERAPAN SISTEM DRAINASE YANG
BERWAWASAN LINGKUNGAN
Pelaksanaan Sistem Drainase yang Berwawasan Lingkungan
(SDBL) dapat dilakukan oleh masyarakat secara individu atau
kelompok atau oleh pemerintah. Pembuatan sumur resapan
atau retensi pada halaman rumah dapat dilakukan oleh
pemilik rumah ybs. Pembuatan waduk/kolam, tandon retensi
pada lapangan terbuka atau pada lapangan parkir di daerah
permukiman atau perkantoran dapat dilakukan oleh kelompok
masyarakat setempat.
Pemilihan cara pengendalian limpasan air
hendaklah selektif sebab tidak setiap cara cocok
atau efektif dan efisien untuk setiap keadaan.
Misalnya daerah yang berbukit relatif mudah
longsor tidak cocok bila dibuat bangunan atau
fasilitas infiltrasi, atau penduduk yang bermukim
di daerah padat adalah tidak bijaksana bila
diminta untuk berperan serta membuat SRAH,
parit resapan. Untuk itu perlu mengikuti
petunjuk/persyaratan yang telah ditentukan.
Penerapan
SDBL
tersebut
dapat
dimulai pada pembangunan kawasan
permukiman, atau perkantoran atau
industrial estate yang baru dengan
mewajibkan developer untuk membuat
berbagai macam retensi (misalnya
kolam atau waduk) atau infiltrasi
(misalnya sumur atau parit resapan).
Karena biaya pembangunan fasilitas retensi dan
infiltrasi tersebut dapat di kompensasi dengan
pengurangan penggunaan lahan dan makin
terpeliharanya sumber air bersih (air tanah)
yang telah ada serta bertambahnya asri
lingkungan.
PERTEMUAN 8
MANFAAT SISTEM DRAINASE YANG
BERWAWASAN LINGKUNGAN
Pengendalian limpasan air dengan cara
retensi pada dasarnya adalah “memotong”
puncak banjir, disamping dapat memperbesar
evaporasi, evapotranspirasi, atau infiltrasi.
Sedang cara infiltrasi terutama untuk
memperbesar
infiltrasi
(kadang-kadang
mencapai 100%) untuk keperluan imbuhan
buatan
yang
juga
berakibat
positif
memperkecil debit banjir.
Dengan mengecilnya debit banjir maka
dimensi saluran menjadi lebih kecil,
sehingga biaya investasi, operasi dan
pemeliharaan
dalam
pelaksanaan
sistem drainase menjadi lebih kecil,
begitu juga penggunaan lahan lebih
hemat, sehingga lahan di daerah
perkotaan yang harganya relatif mahal
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
yang lebih produktif.
Imbuhan buatan dapat memperbaiki
kondisi air tanah (recharge menjadi
lebih besar), maka dapat diperoleh
manfaat antara lain sebagai berikut :
i. Mencegah terjadinya land subsidence
ii.Mencegah terjadinya intrusi air laut
iii. Keberadaan air tanah yang stabil,
walaupun
pengambilan
air
tanah
sebagai sumber air bersih tetap
dilaksanakan, juga dapat mencegah
dehidrasi tanaman pada waktu musim
kemarau.
iv. Dengan tersedianya sumber air bersih
yang cukup, lebih meluas dan lebih
merata, maka keadaan lingkungan
permukiman akan lebih baik yang pada
gilirannya akan meningkatkan produksi
penduduk
kota
dan
mengurangi
kerawanan sosial.
Untuk suatu model kota di Pulau Jawa dengan data
curah hujan 2580 mm/th, tingkat konsumsi atap 30
m2/kapita, serta koefisien aliran permukaan
sebesar 0,9; maka sistem drainase konvensional
tiap penduduk per tahun akan membuang air
sebanyak 70 m3. untuk memperkecil limpasan air
hujan dan memperbesar aliran mantap dengan cara
imbuhan buatan yang dapat dibuat berupa sumur
resapan.
Mengingat prediksi bahwa pada tahun 2000
penduduk Jawa dan Madura 128 juta jiwa
dengan distribusi di perkotaan 30 % dan
selebihnya di perdesaan, maka dapat dihitung
besar kontribusi sumur resapan. Menurut
perhitungan sebesar 8960 juta m3/th, yaitu
sejumlah air yang dapat dipergunakan untuk
mendukung
kehidupan
manusia
tanpa
mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Bila sistem ini dapat direalisir secara
menyeluruh dengan asumsi tingkat
kehandalannya sebesar 60 % untuk
lubang-lubang
di
kebun
wilayah
perdesaan dan 80 % sumur resapan
untuk perumahan di perkotaan, maka
jumlah air yang diisikan secara buatan
sebesar  5900 juta m3/tahun.
Di tinjau secara ekonomis angka tersebut
bukan merupakan suatu jumlah yang
kecil, hingga dengan menerapkan segala
usaha menghambat laju pertumbuhan
penduduk
bukan
mustahil
bahwa
problem defisit air pada masa yang akan
datang untuk Pulau Jawa dan Madura
dapat diatasi.
PERTEMUAN 9
Dimensi
bangunan
untuk
fasilitas
infiltrasi ditentukan oleh :
1. Luas daerah tangkapan (dapat berupa
atap bangunan atau lahan yang
tertutup)
2. Intensitas hujan
3. Permeabilitas tanah
4. Durasi/lamanya hujan
Untuk
mendapatkan
hasil
yang
dapat
dipertanggung jawabkan perlu di uji dari
berbagai kondisi fisik di bawah ini :
 Tinggi muka air tanah
Kedalaman yang dihitung dari permukaan
tanah ke tinggi muka air tanah.
 Distribusi sumur
Tata letak fasilitas SRAH saling berpengaruh
dalam “multiple well systems” dan SRAH
terhadap bangunan lain.
 Struktur tanah
Kondisi tanah yang sifatnya mudah longsor
atau tidak.
1. Bentuk dan Ukuran
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Bentuk dan Ukuran sumur adalah sebagai berikut :
Bentuk dan ukuran sumur resapan air hujan
berbentuk segi empat atau lingkaran.
Ukuran minimum sisi penampang atau diameter
adalah 0,8 m.
Ukuran maksimum sisi penampang atau diameter
adalah 1,4 m.
Ukuran masuk pipa diameter 110 mm.
Ukuran pipa pelimpah diameter 110 mm.
Ukuran kedalaman maksimum dapat dilihat dalam
tabel berikut.
KEDALAMAN
Maksimum 1,5 m
Maksimum 3,0 m
Maksimum muka air tanah
TIPE KONSTRUKSI
I
II
III a, III b, III c
2. Bahan Bangunan
Bahan bangunan yang dapat digunakan
untuk konstruksi sumur resapan air
hujan dapat dipilih dari daftar seperti
tercaantum pada tabel berikut.
TABEL
ALTERNATIF PEMAKAIAN BAHAN BANGUNAN
UNTUK KONSTRUKSI SUMUR RESAPAN AIR HUJAN
KOMPONEN BAHAN
BANGUNAN
PENUTUP
SUMUR
DINDING
SUMUR
BAGIAN ATAS
DINDING
SUMUR BAGIAN
BAWAH
BAHAN
PENGISI
SUMUR
Plat beton bertulang,
t = 10 cm
1 PC : 2 Psr : 3 Kr
Plat
beton
tak
bertulang, t = 10 cm
1 PC : 2 Psr : 3 Kr
Timbunan tanah dan
plastik tebal > 15 cm
Pasangan bata merah,
batako
1 PC : 5 Psr, tebal ½
bata
bersambung
KOMPONEN BAHAN
BANGUNAN
Ferrocement
Pasangan bata merah,
batako
1 PC : 5 Psr, tebal ½
bata
Beton bertulang porous
dan non porous
Batu kali ukuran 20 cm
Puing
batu
merah
ukuran ¼ batu bersih
Ijuk
PENUTUP
SUMUR
DINDING
SUMUR
BAGIAN ATAS
DINDING
SUMUR BAGIAN
BAWAH
BAHAN
PENGISI
SUMUR
3. Tipe Konstruksi
Konstruksi bangunan SRAH terdiri dari
beberapa tipe konstruksi untuk salah satu
tipe sumur resapan air hujan tercantum
dalam gambar berikut.
GAMBAR
ALTERNATIF KONSTRUKSI SUMUR RESAPAN AIR HUJAN
4. Pemilihan Lokasi
a.
Keadaan Muka Air Tanah
Sumur resapan di buat pada awal
daerah aliran yang dapat ditentukan
dengan mengukur kedalaman dari
permukaan air tanah ke permukaan
tanah di sumur sekitarnya pada musim
hujan.
b. Permeabilitas Tanah
Permeabilitas
tanah
yang
dapat
dipergunakan untuk sumur resapan dibagi
tiga kelas sebagai berikut :
1) Permeabilitas
tanah
sedang
(geluh/lanau; 2,0 – 6,5 cm/jam)
2) Permeabilitas tanah agak cepat (pasir
halus; 6,5 – 12,5 cm/jam)
3) Permeabilitas tanah cepat (pasir kasar;
lebih besar dari 12,5 cm/jam)
c. Jarak Antar Bangunan
Sumur Resapan Air Hujan yang ditempatkan di
lahan pekarangan dengan persyaratan jarak
terhadap tangki septik, bidang resapan tangki
septik/cubluk/saluran air limbah, sumur air
bersih dan sumur resapan air hujan lainnya
dapat dilihat pada tabel berikut.
NO
JENIS BANGUNAN
JARAK DARI
SUMUR
RESAPAN (m)
1.
Tangki septik
2
2.
Resapan tangki septik, cubluk, saluran
air limbah, pembuangan sampah
5
3.
Sumur resapan air hujan/sumur air
bersih
2
Catatan : jarak di ukur dari tepi ke tepi
d. Langkah-langkah Pembuatan Sumur Resapan
Air Hujan
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan
dalam pembuatan sumur resapan air hujan
adalah sebagai berikut.
PEMERIKSAAN TINGGI
MUKA AIR TANAH
< 3 meter
> 3 meter
PERMEABILITAS
TANAH
< 2 cm/jam
≥ 2 cm/jam
PERSYARATAN
JARAK
Tidak memenuhi syarat
Memenuhi syarat
SUMUR RESAPAN
AIR HUJAN
SISTEM PENAMPUNGAN
AIR HUJAN TERPUSAT
(WADUK, DLL)
e. Penentuan Jumlah SRAH
Penentuan jumlah SRAH di lahan pekarangan
berdasarkan
curah
hujan
maksimum,
permeabilitas tanah dan luas bidang tadah dengan
rumus :
i. Untuk SRAH dengan bagian sisi sumur kedap
H = D.I.Atadah – D.k. Asumur
Asumur
ii. Untuk SRAH dengan bagian sisi sumur tidak
kedap
H = D.I.Atadah – D.k. Asumur
Asumur + D.k.L
Dimana :
I
= Intensitas hujan (m/jam)
Atadah = Luas tadah hujan (m2), dapat berupa
atap rumah dan atau permukaan tanah
yang diperkeras
K
= Permeabilitas tanah (m/jam)
L
= Keliling penampang sumur (m)
Asumur = Luas penampang sumur (m2)
D
= Durasi hujan (jam)
H
= Kedalaman sumur (m)
f. Pemeriksaan
Sumur resapan perlu diperiksa secara periodik
setiap 6 bulan sekali untuk menjamin kontinuitas
operasi dari sumur resapan.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
i. Aliran masuk
ii. Bak kontrol
iii. Kondisi sumur resapan
PERTEMUAN 11
B. Saluran Resapan Air Hujan dan Saluran Porous
1. Bentuk dan Ukuran
Bentuk dan Ukuran saluran adalah sebagai berikut :
a. Bentuk penampang saluran air hujan segi empat
atau U dan saluran porous berupa pipa di saluran
tanah.
b. Ukuran untuk saluran berupa Precast, yaitu :
 Panjang
: 50 cm
 Lebar bawah
: 23 cm
 Lebar atas
: 36 cm
 Dalam
: 48 cm
 Tebal dinding saluran : 5 – 8 cm
 Lubang saluran
: 2 x 14 cm
Ukuran saluran porous untuk pipa yang berlobang
dengan diameter 4”
 Lebar saluran : 0,80 m
 Tinggi saluran : 1,00 m
 Panjang saluran tergantung perhitungan
2. Bahan Bangunan
Untuk pelaksanaan saluran air hujan, bahanbahan yang digunakan :
a. Precast dan beton
b. Kerikil
c. Pasir dan tanah
Untuk saluran porous dengan bahan yang
digunakan :
a. Pipa PVC
b. Kerikil
c. Urugan tanah
3. Penentuan panjang bidang resapan
Penentuan panjang bidang resapan untuk
saluran porous berdasarkan curah hujan
maksimum, permeabilitas tanah dan luas
bidang tadah dengan rumus :
a. Untuk bidang resapan dengan formula ITB –
HMTL
ABr = 0,7 . 0,9 . Atadah R 24jj . 6 .V . T
12 B
Dimana :
ABr
: Luas bidang resapan
Abr
: Luas tadah yang dilayani (m2)
R 24jj
: curah hujan rata-rata maksimum (mm/24 jam)
T
: faktor perkolasi (menit/cm)
b. Untuk bidang resapan dengan formula Sunjoto
(1988)
B = Q . { 1 – exp (- f. K. T)}
fKH
b
Dimana :
B
: panjang saluran (m)
b
: lebar saluran
Q
: debit air masuk (m3/det)
f
: faktor geometrik saluran per satuan panjang (m/m)
K
: permeabilitas tanah (m/det)
H
: kedalaman efektif saluran (m)
T
: Durasi hujan (detik)
Q =  x  x Atadah x iT
Dimana :
 dan 
Atadah
IT
: faktor yang dapat diambil 0,95 - 1
: luas tadah yang dilayani (ha)
: Intensitas hujan (L/det/ha)
NO
KEADAAN TAMPANG
f (m/m)
1
2b
(4π R)
2
b
(2π R)
bersambung
NO
KEADAAN TAMPANG
f (m/m)
3
πb
2
(π2 R)
4
πb
5
(4 π R)
5
b
( 25,5π RR )
4. Konstruksi Pemasangan
GAMBAR
MODEL SALURAN AIR HUJAN
GAMBAR
KONSTRUKSI BIDANG RESAPAN AIR HUJAN
PERTEMUAN 12
C. Perkerasan Jalan Lingkungan dengan Paving Block
1. Bahan – Bahan
untuk pembuatan perkerasan dengan paving
block, bahan-bahan yang digunakan :
 Paving block
 Pasir pengisi
 Pasir atas
 Beton pembatas
 Batu pecah/koral untuk fondasi
2. Persyaratan Mutu
a. Paving block
Yang dimaksud dengan paving block
adalah suatu elemen bahan bangunan
yang dibuat dari campuran semen
hidrolis atau sejenisnya, agregat dan air
dengan atau tanpa bahan tambahan
lainnya yang tidak mengurangi mutu
bata beton tersebut.
MUTU
KUAT TEKAN
RATA – RATA
(KG/CM2)
KEKUATAN AUS
RATA – RATA
(MM/MNT)
PENYERAPAN
AIR (%)
I
400
0,090
3
II
300
0,130
5
III
200
0,160
7
b. Pasir Pengisi
Pasir pengisi adalah pasir yang digunakan
untuk mengisi celah-celah antara blokblok, agar diantaranya saling mengunci
sehingga cukup kuat menahan beban
vertikal dan horizontal.
Persyaratan fisik pasir pengisi :
 Kadar air maksimum
: 5,0%
 Kadar lumpur maksimum : 10,0%
 Susunan besar butir gradasi sebagai
berikut :
AYAKAN (MM)
2,40
1,20
0,60
0,30
0,15
0,075
LOLOS AYAKAN (%)
100%
90 – 100
60 – 90
30 – 60
15 – 30
5 – 10
c. Pasir Pengisi
Pasir alas (bedding sand) selain sebagai lapisan
perata juga dimaksudkan untuk memberi
kesempatan pada paving block dalam
mengatur posisi khususnya pada proses
penguncian atau interlocking.
Persyaratan fisik pasir alas :
 Kadar air maksimum
: 10%
 Kadar lumpur maksimum : 5%
 Susunan besar butir/gradasi sebagai berikut :
d. Beton Pembatas
Beton pembatas adalah block beton yang
dipasang pada sisi luar pemasangan paving
block yang berfungsi untuk menahan lapisan
block terkunci tersebut agar tidak mengalami
pergeseran saat menerima beban sehingga
tetap pada posisinya.
e. Batu Pecah/Koral
Batu pecah/koral digunakan untuk lapisan fondasi
(base) yang berfungsi antara lain :
 Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban
 Sebagai perletakan terhadap lapisan permukaan
 Untuk mencegah tanah dasar masuk ke lapisan
atasnya
Kerikil atau koral untuk bahan pondasi harus
memenuhi syarat teknis, antara lain harus
kuat/keras, awet/stabil dan mempunyai besar butir
yang beragam.
GAMBAR
KONSTRUKSI PEMASANGAN PAVING BLOCK
KESIMPULAN
1. Sistem drainase Perkotaan Yang Berwawasan Lingkungan
memberikan manfaat cukup besar kepada masyarakat secara
ekonomi dan sosial.
2. Untuk memasyarakatkan Sistem Drainase Perkotaan yang
Berwawasan Lingkungan perlu ditumbuh kembangkan
pengertian dan kesadaran masyarakat serta aparatur
pemerintah.
3. Perguruan Tinggi atau Lembaga Swadaya Masyarakat dapat
berperan serta secara aktif dalam pemasyarakatan Sistem
Drainase Perkotaan yang Berwawasan Lingkungan antara lain
dengan cara melakukan penelitian yang lebih optimal dalam
penerapan SDPBL serta melaksanakan penyuluhan dan
bimbingan kepada masyarakat.