ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN Adnin Armas, M.A. Peneliti INSISTS Desakralisasi Ilmu Pengetahuan Seyyed Hossein Nasr Syed Muhammad Naquib al-Attas Ismail Raji al-Faruqi.
Download
Report
Transcript ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN Adnin Armas, M.A. Peneliti INSISTS Desakralisasi Ilmu Pengetahuan Seyyed Hossein Nasr Syed Muhammad Naquib al-Attas Ismail Raji al-Faruqi.
ISLAMISASI ILMU
PENGETAHUAN
Adnin Armas, M.A.
Peneliti INSISTS
Desakralisasi Ilmu Pengetahuan
Seyyed Hossein Nasr Syed Muhammad Naquib al-Attas Ismail Raji al-Faruqi
Seyyed Hossein Nasr
Lahir tanggal 7 April 1933 di Teheran.
Pada tahun 1946, masuk SMP Peddie, dan melanjutkan ke
SMA Peddie, Hightstown, New Jersey, Amerika Serikat.
Setelah tamat SMA pada tahun 1950, ia mendaftar pada tahun
yang sama di MIT.
Sarjana dalam bidang Sains (fisika) di MIT pada tahun 1954.
Pada tahun 1951, mulai tertarik kepada sesuatu yang lain untuk mengkaji alam.
(It was not the role of modern science to reach the nature of reality at all).
Terpengaruh dengan Giorgio Di Santillana.
Pada awalnya, S2 di bidang geologi dan geofisika di Universitas Harvard.
Namun, akhirnya berubah ke bidang sejarah sains dan filsafat di bawah
bimbingan Sir Hamilton Gibb, H. A. Wolfson dan I. B. Cohen.
Memperoleh Phd pada tahun 1958 di Universitas Harvard dengan disertasi
mengenai Kosmologi Islam yang diterbitkan menjadi buku pada tahun 1964
dengan judul An Introduction to Islamic Cosmological Doctrines: Conceptions of
Nature and Methods Used for Its Study by the Ikhwan al-Shafa, al-Biruni dan
Ibn Sina.
Kembali ke Teheran pada tahun 1958.
1961-1962, dosen tamu di Centre for the Study of World Religions di Harvard.
Mendirikan Iranian Academy of Philosophy pada tahun 1974.
Profesor di Universitas Teheran sampai tahun 1979. Di Universitas tersebut, ia
mengajar Sejarah sains dan filsafat.
Disebabkan revolusi Iran, ia berpindah ke Amerika Serikat.
Diangkat sebagai professor Islamic studies di Universitas Temple di
Philadelphia sampai tahun 1984.
Diundang untuk menyampaikan “Gifford Lectures” pada tahun 1981 di
Universitas Edinburgh. Kuliahnya dibukukan dengan judul Knowledge and
the Sacred (1981).
Pada tahun 1984, Profesor Islamic Studies di Universitas George
Washington.
Kembali menyampaikan kuliah-kuliah penting dalam “Cadbury Lectures” di
UNiversitas Birmingham, pada tahun 1994.
Hasil kuliahnya menjadi buku dengan judul Religion and the Order of
Nature.
Seyyed Hossein Nasr (1933)
Kritik terhadap Sains Modern yang sekular:
1. Pandangan sekular tentang alam semesta yang melihat tidak
ada jejak Tuhan di dalam keteraturan alam. Alam bukan lagi
sebagai ayat-ayat Alah tetapi entitas yang berdiri sendiri.
2. Alam yang digambarkan secara mekanistis bagaikan mesin dan
jam. Alam menjadi sesuatu yang bisa ditentukan dan
diprediksikan secara mutlak-yang menggiring kepada
munculnya masyarakat industri modern dan kapitalisme.
3. Rasionalisme dan empirisisme.
4. Warisan dualisme Descartes yang mengandaikan sebelumnya
pemisahan antara subjek yang mengetahui dan objek yang
diketahui.
5. Eksploitasi alam sebagai sumber kekuatan dan dominasi.
(Ibrahim Kalin, The philosophy of Seyyed Hossein Nasr, 453).
Desakralisasi Ilmu Pengetahuan
-Desakralisasi
filsafat
Desakralisasi kosmos
Desakralisasi sains
Desakralisasi bahasa
Desakralisasi agama
Sains Sakral
Kebenaran ada dalam semua tradisi
Konsep Manusia
Intelek dan Rasio
Hikmah Abadi
menolak
pandangan hidup filsafat modern
yang relatifistik, positivistik dan
rasionalistik.
menegaskan titik-temu agama-agama.
René Guénon (1886-1951)
A. K. Coomaraswamy (1877-1947)
Frithjof Schuon (1907-1998)
Titus Burckhardt
Martin Lings
S. H. Nasr
Menegaskan Titik-Temu AgamaAgama (Hikmah Abadi)
René Guénon
Primordial Tradition
Religio Perennis
Religion of the Heart
Frithjof Schuon
Seyyed Hossein Nasr
Sophia Perennis/
al-Hikmah al-Khalidah/
Sanatana Dharma
Scientia Sacra
René Guénon:
Ilmu yang utama adalah ilmu tentang spiritual. Ilmu yang
lain harus dicapai juga, namun ilmu tersebut hanya akan
bermakna dan bermanfaat jika dikaitkan dengan ilmu
spiritual.
Substansi dari ilmu spiritual bersumber dari supranatural
dan transendent. Ilmu tersebut adalah universal. Oleh
sebab itu, ilmu tersebut tidak dibatasi oleh suatu
kelompok agama tertentu. Ia adalah milik bersama
semua Tradisi Primordial.
Perbedaan teknis yang terjadi merupakan jalan dan cara
yang berbeda untuk merealisasikan Kebenaran.
Perbedaan tersebut sah-sah saja karena setiap agama
memiliki kontribusinya yang unik untuk memahami
Realitas Akhir.
Seyyed Hossein Nasr: Makna Islam
Islam merujuk kepada dua makna. Pertama, Islam yang
bermakna kepada agama yang diwahyukan melalui alQur’an. Kedua, Islam dalam makna yang lebih umum,
yaitu bermakna agama saja. (In a particular sense Islam
refers to the religion revealed through the Quran but in a
more general sense it refers to religion as such).
Seyyed Hossein Nasr
Agama-Agama Samawi
“Tuhan tidak mengirim kebenaran-kebenaran yang berbeda kepada para Nabi-Nya
yang banyak tetapi ungkapan-ungkapan dan bentuk-bentuk yang berbeda dari
kebenaran mendasar tentang Tauhid. Nabi Ibrahim as merupakan simbol kesatuan
tradisi Yahudi, Kristen dan Islam, dimana anggota-anggota komunitas Ibrahim
(Abrahamic community) berasal. Yahudi, Kristen dan Islam berasal dari tradisi
Ibrahim (Abrahamic tradition). Yahudi dianggap sebagai tradisi pertama tradisi
Ibrahim.”
“Islam merupakan manifestasi ketiga dari tradisi Ibrahim.” (…the third great
manifestation of the Abrahamic tradition, after Judaism and Christianity).
َّ اس أ ُ َّم ًة َوا ِح َد ًة َف َب َع َث
ِّ َّللا ُ ال َّن ِب ِّيينَ ُم َب
اب ِبا ْل َح ِّق
َ ش ِرينَ َو ُم ْنذ ِِرينَ َوأَ ْن َزل َ َم َع ُه ُم ا ْل ِك َت
ُ َكانَ ال َّن
ْ اخ َتلَفُوا فِي ِه َو َما
ْ اس فِي َما
ف فِي ِه إِ ََّّل الَّذِينَ أُو ُتوهُ مِنْ َب ْع ِد َما َجا َء ْت ُه ُم
َ َاخ َتل
ِ لِ َي ْح ُك َم َب ْينَ ال َّن
َّ اخ َتلَفُوا فِي ِه مِنَ ا ْل َح ِّق ِبإِ ْذنِ ِه َو
َّ ات َب ْغ ًيا َب ْي َن ُه ْم َف َهدَى
ْ َّللا ُ الَّذِينَ آَ َم ُنوا لِ َما
ُ ا ْل َب ِّي َن
َّللا ُ َي ْهدِي
َ َمنْ َي
شا ُء إِلَى صِ َراطٍ ُم ْس َتقِيم
Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), Maka Allah
mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama
mereka Kitab yang benar, untuk memberi Keputusan di antara manusia tentang
perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan
orang yang Telah didatangkan kepada mereka kitab, yaitu setelah datang kepada
mereka keterangan-keterangan yang nyata, Karena dengki antara mereka sendiri.
Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran
tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan Allah selalu
memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (AlBaqarah 2: 213).
Allah berfirman:
َّ وت َف ِم ْن ُه ْم َمنْ َه َدى
َّ اج َتنِ ُبوا
ً س
َ الطا ُغ
ْ َّللا َو
ْ وَّل أَ ِن
ُ َولَ َقدْ َب َع ْث َنا فِي ُكل ِّ أ ُ َّم ٍة َر
َُّللا
َ َّ اع ُبدُوا
َف َكانَ َعاقِ َب ُة ا ْل ُم َك ِّذ ِبين
ِ ض ََللَ ُة َفسِ ي ُروا فِي ا ْْلَ ْر
َ ض َفا ْن ُظ ُروا َك ْي
َّ َو ِم ْن ُه ْم َمنْ َح َّق ْت َعلَ ْي ِه ال
Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orangorang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang Telah
pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (Al-Nahl: 16: 36)
ِ صدِّ ًقا لِ َما َب ْينَ َيدَ ْي ِه مِنَ ا ْل ِك َتا
اح ُك ْم َب ْي َن ُه ْم
ْ ب َو ُم َه ْي ِم ًنا َعلَ ْي ِه َف
َ اب ِبا ْل َح ِّق ُم
َ َوأَ ْن َز ْل َنا إِلَ ْي َك ا ْل ِك َت
َّ َ ِب َما أَ ْن َزل
اجا
ً اء ُه ْم َع َّما َجا َء َك مِنَ ا ْل َح ِّق لِ ُكل ٍّ َج َع ْل َنا ِم ْن ُك ْم شِ ْر َع ًة َو ِم ْن َه
َ َّللا ُ َو ََّل َت َّت ِب ْع أَهْ َو
َّ اء
َ َولَ ْو
ِ اس َت ِبقُوا ا ْل َخ ْي َرا
َّللا
ِ َّ ت إِلَى
ْ َّللاُ لَ َج َعلَ ُك ْم أ ُ َّم ًة َواحِدَ ًة َولَكِنْ لِ َي ْبلُ َو ُك ْم فِي َما آَ َتا ُك ْم َف
َ ش
ََم ْر ِج ُع ُك ْم َجمِي ًعا َف ُي َن ِّب ُئ ُك ْم ِب َما ُك ْن ُت ْم فِي ِه َت ْخ َتلِفُون
Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian. terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang
kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang
terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat
(saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu,
Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali
kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu
perselisihkan itu. (Al-Maidah 48)
Sains Sakral
Rasio
dan Intelek
Dimensi esoteris dan eksoteris yang inheren dalam agama berasal dari
dan diketahui melalui lntelek.
Meister Eckhart, akar intelek adalah Ilahi, karena intelek adalah increatus
et increabilis.
Secara psikologis, ego manusia terkait dengan badan (body), otak (brain)
dan hati (heart). Jika badan diasosiasikan dengan eksistensi fisik, otak
dengan fikiran (mind), maka hati (heart) dengan Intelek. Jika dikaitkan
dengan realitas, maka Intelek dapat diasosiasikan dengan Esensi Tuhan
(Yang Satu) dan langit (alam yang menjadi model dasar) sedangkan fikiran
dan badan meliputi dunia fisik, terrestrial. Intelek sangat penting karena
otak dan badan di bawah kendali, dan berasal dari Intelek.
Intelek adalah pusat manusia (the centre
of human being), yang bersemayam di
dalam hati. Kualifikasi intelektual harus
didampingi dengan kualifikasi moral. Jika
tidak, maka secara spiritual, Intelek tidak
akan berfungsi. Hubungan antara
‘intelektualitas’ dan ‘spiritualitas’ adalah
bagaikan hubungan antara pusat dan
pinggiran. Intelektualitas menjadi
spiritualitas ketika manusia sepenuhnya,
bukan Intelektualitasnya saja, hidup di
dalam kebenaran.
Intelek lebih tinggi dari rasio karena jika rasio itu
menyimpulkan sesuatu berdasarkan kepada data, maka
mental berfungsi karena eksistensi intelek. Rasio hanyalah
media untuk menunjukkan jalan kepada orang buta, bukan
untuk melihat. Sedangkan Intelek, dengan bantuan rasio,
terungkap dengan sendirinya secara pasti. Selain itu, Intelek
dapat menggunakan rasio untuk mendukung aktualisasinya.
Di dunia fisik, Intelek terbagi menjadi fikiran (mind) dan
badan (body). Namun, hanya di dunia fisik Intelek terbagi.
Di alam langit yang menjadi model dasar, atau di dalam Ide
Plato, fikiran dan badan merupakan makna yang tidak
dibedakan: Fikiran adalah eksistensi dan eksistensi adalah
fikiran.
Manusia memahami kebenaran melalui intuisi. Sebagai
sebuah daya, Intelek adalah dasar bagi intuisi. Intuisi
intelek membedakan antara yang ril dan ilusi, antara
wujud yang wajib dan wujud yang mungkin. Implikasinya,
ada realitas transenden diluar dunia bentuk. Jadi, dengan
Intelek, manusia mengetahui bahwa Realitas dapat dibagi
menjadi dua, Absolut dan relatif, Ril dan ilusi, Yang Harus
dan mungkin, yang esoteris dan eksoteris.
Sumber dari kepastian logika dan matematika dallam fikiran manusia dan
hukum-hukum tersebut berkorespondensi dengan aspek-aspek realitas objektif
karena bersumber dari Intelek ilahi yang refleksi di dalam dataran manusia
merangkum keyakinan, koherensi dan keteraturan hukum-hukum logika dan
matematika yang mana pada saat yang sama, adalah sumber dari keteraturan
objektif dan harmoni yang mana aakala manusia mampu untuk mengkaji
melalui hukum-hukum tersebut.Hukum-hukum logika berakar di dalam Ilahi dan
memiliki realitas ontologis. Hukum-hukum logika tersebut merupakan ilmu
pengetahuan prinsip yang secara tradisional diasosiakan dengan hikmah.
Sayangnya, perspektif hikmah pada zaman modern dan desakralisasi ilmu
bukan hanya telah mengabiakan teologi alami namun juga telah menceraikan
logika dna matematika dara yang sakral dana mereka telah digunakan sebagai
alat-alat utama untuk sekularisasi dan proses pengetahuan.
Dalam sains sakral, iman tidak terpisah dari ilmu dan
intelek tidak terpisah dari iman. (credo ut intelligam et
intelligo ut credam). Rasio merupakan refleksi dan ekstensi
dari Intellek. Ilmu pengetahuan pada akhirnya terkait
dengan Intelek Ilahi dan Bermula dari segala yang sakral.
Seyyed Hossein Nasr
Menolak
sekularisasi dan desakralisasi
ilmu pengetahuan
Mengartikulasikan kembali warisan S & T
Islam sebagai contoh Islamisasi S & T
modern
Saintis Muslim terdahulu
mengadaptasikan S & T kuno dan
menyesuaikanya dengan pandangan
alam/hidup Islam untuk menciptakan S &
T yang Islami.
Seyyed Hossein Nasr
Tawhid digunakan sebagai dasar untuk
integrasi alam tabi’i (natural world)
Alam tabi’i sebagai tanda kepada Realitas
Absolut
Mengimani kepada multi-eksistensi seperti
alam tabi’i, alam yang tidak tampak, dll.
Seyyed Hossein Nasr
Alam
adalah simbol/bayangan/dari
Realitas Absolut
Sains Islam: alam ini adalah sakral tetapi
bagi sains modern tidak tetapi sebagai
tujuan akhir (an end in itself)
Seyyed Hossein Nasr:
An
Introduction to Islamic Cosmological
Doctrines: Conceptions of Nature and
Methods Used for its Study by the Ikhwan alShafa, al-Biruni and Ibn Sina (1964)
Science and Civilization in Islam (1968)
Islamic Science: An Illustrated Study (1976)
Knowledge and the Sacred (1981)
Man and Nature (1987)
The Need for a Sacred Science (1993)
Seyyed Hossein Nasr
Sains sakral dibangun di atas konsep kesatuan
transendent agama-agama yang
termanifestasikan dalam ruang dan waktu yang
berbeda.
Phytagoras dan Plato mengekspresikan
kebenaran dalam semua agama. Oleh sebab
itu, mereka berada dalam alam Islami dan tidak
dianggap asing kepadanya. (Knowledge and the
Sacred, 71-72).
Tradisionalisasi sains atau sains sakral.
Ismail Radji al-Faruqi
Lahir di Yaffa pada tahun 1921.
Mendapat sarjana di dalam bidang filsafat di Universitas Amerika, Beirut.
Memperoleh gelar M.A., dari Universitas Indiana dan dari Universitas
Harvard, keduanya dalam bidang filsafat pada tahun 1952.
Memperoleh gelar Doktor pada tahun 1952 dari Universitas Indiana “On
Justifying the Good: Metaphysics and Epistemology of Value.”
Melakukan post-doktoral di al-Azhar, Kairo pada tahun 1954-1958.
Berafilisasi ke Universitas McGill,di Montreal, Kanada, pada tahun 19591961.
Berkarir di Central Institute for Islamic Research di Karachi.
Profesor tamu di Universitas Chicago.
Profesor madya di Jurusan Agama, Universitas Syracuse dan
menginspirasikan berdirinya program Islamic studies.
Pada tahun 1968, menjabat Profesor sejarah agama dan Islamic studies
di Jurusan Agama, Universitas Temple di Philadelphia.
Ia juga mengajar dan sebagai penasehat program studi Islam di
berbagai negara seperti Pakistan, India, Malaysia, Mesir, Iran, Libya dan
Saudi Arabia.
Terbunuh pada tanggal 27 Mei 1986.
Ismail Raji al-Faruqi (1921-1986)
Akar dari kemunduran umat Islam dalam berbagai dimensi karena
dualisme sistem pendidikan. Dalam pandangannya mengatasi
dualisme sistem pendidikan inilah yang merupakan tugas terbesar
kaum Muslimin pada abad ke-15 H. Pada satu sisi, sistem pendidikan
Islam mengalami penyempitan dalam pemaknannya dalam berbagai
dimensi, sedangkan pada sisi yang lain, pendidikan sekular sangat
mewarnai pemikiran kaum Muslimin.
Ismail Raji al-Faruqi menyimpulkan solusi terhadap persoalan sistem
pendidikan dualisme yang terjadi dalam kaum Muslimin saat ini adalah
dengan Islamisasi ilmu pengetahuan. Sistem pendidikan harus dibenahi
dan dualisme sistem pendidikan harus dihapuskan dan disatukan
dengan jiwa Islam dan berfungsi sebagai bagian yang integral dari
paradigmanya. Paradigma tersebut bukan imitasi dari Barat, bukan juga
untuk semata-mata memenuhi kebutuhan ekonomis dan pragmatis
pelajar untuk ilmu pengetahuan profesional, kemajuan pribadi atau
pencapaian materi. Sistem pendidikan harus diisi dengan sebuah misi,
yang tidak lain adalah menanamkan visi Islam, menancapkan hasrat
untuk meralisasikan visi Islam dalam ruang dan waktu.
Geneaologi Gagasan Islamisasi Ilmu
Ismail Raji al-Faruqi (l.1921)
I.R. al-Faruqi mengundang S. M. N. Al-Attas
pada tgl 22-24 April 1976 sebagai
pembicara utama pada forum Association
of Muslim Social Scientists (AMSS) di
Philadelphia.
I. R. Al-Faruqi meminta S. M. N. Al-Attas
menulis buku Dialogue with Secularism
pada tanggal 17 Februari 1976.
Geneaologi Gagasan Islamisasi Ilmu
Ismail Raji al-Faruqi (l.1921)
Menyampaikan gagasan “Islamizing the Social
Sciences” pada Konferensi Dunia Pertama Pada
tahun 1977.
Mendirikan International Institute of Islamic
Thought (IIIT) pada tahun 1981.
Menulis The Islamization of Knowledge (IIIT:
1982).
Menulis Tawhid: Its Implications for Thought and
Life (1982)
Gagasan Islamisasi Ilmu Ismail Raji AlFaruqi
Akar
dari persoalan ummat: politik,
ekonomi, agama, budaya dan pendidikan.
Memfokuskan pada ilmu-ilmu sosial
(Islamic Revealed Knowledge and Human
Sciences)
Islamisasi dibagun di atas konsep
Tawhid, Penciptaan, Kebenaran dan Ilmu
Pengetahuan, Kehidupan dan
Kemanusiaan.
Sains dalam pandangan Ismail Raji
Al-Faruqi
Pendekatan
hukum
Berdasarkan kepada usul fiqh dan teks
Qur’an/Hadits
Berguna untuk menentukan hukum dan
etika dari produk sebuah sains tetapi
bukan isi sains tersebut.
Sistem pendidikan di dunia Muslim saat ini selain
terpengaruh dengan ilmu sekular juga memiliki kekurangan
dan kelemahan internal. Kekurangan metodologi tradisional
selanjutnya diatasi dengan prinsip-prinsip metodologi Islam
seperti Tawhid (The Unity of Allah), kesatuan penciptaan (The
Unity of Creation), Kesatuan Kebenaran dan Kesatuan Ilmu
Pengetahuan (The Unity of Truth and the Unity of Knowledge)
dan Kesatuan Kehidupan (The Unity of Life).
(1) menguasai disiplin-disiplin ilmu pengetahuan
(2) mensurvey disiplin-disiplin ilmu pengetahuan
(3) menguasai warisan Islam: antologi
(4) menguasai warisan Islam: analisis
(5) menetapkan relevansi Islam kepada disiplin-displin
(6) menilai kritis disiplin-disiplin modern
(7) menilai kritis warisan Islam
(8) mensurvei problem-problem utama ummat
(9) mensurvei problem-problem utama manusia
(10) analisa kreatif dan sintesis
(11) buku-buku teks Universitas
(12) penyebaran ilmu pengetahuan Islam.
(1) menguasai disiplin-disiplin ilmu pengetahuan
(3) menguasai warisan Islam: ant
(2) mensurvey disiplin-disiplin ilmu pengetahuan
(6) menilai kritis disiplin-disiplin modern
(5) menetapkan relevansi Islam k
(7) menilai kritis warisan Islam
(8) mensurvei problem-problem utama ummat
(9) mensurvei problem-problem utama manusia
(10) analisa kreatif dan sintesis
(11) buku-buku teks Universitas
(12) penyebaran ilmu pengetahuan Islam.
Ilmu Pengetahuan Barat
Warisan Islam
Menguasai disiplin ilmu pengetahuan substansif
menguasai teknnik-teknik analitis dan sintetis
Buku-buku teks Universitas
Ilmu Pengetahuan Barat
Warisan Islam
Metode-metode Usul
Metode-metode Barat
Metode-Metode
Ilmu pengetahuan Islam
Ilmu Pengetahuan Barat
Warisan Islam
Menguasai disiplin ilmu pengetahuan substansif oleh sarjanaSarjana individu
menguasai teknnik-teknik analits dan sintetis oleh sarjana-sarjana indivi
Buku-buku teks Universitas
Review kritis oleh komunitas ilmiah Muslim
Ilmu pengetahuan Islam
Ismail Raji al-Faruqi:
International Institute of Islamic Thought di Herndon,
Virginia, pada tahun 1981.
International Islamic University, Malaysia (1983)
Fakultas Islamic Revealed Knowledge and Human
Sciences.
Penambahan Kurikulum dalam studi Islam di semua
fakultas yang ada.
The American Journal of Islamic Social Sciences
(Diterbitkan bersama oleh Asosiasi Sarjana-Sarjana Sosial
dan International Institute of Islamic Thought) dan
diterbitkan secara simultan di Washington DC, Kuala
Lumpur dan Islamabad, Pakistan.
Syed Muhammad Naquib al-Attas (1931)
Tantangan terbesar yang dihadapi kaum Muslimin
adalah ilmu pengetahuan modern yang tidak netral
telah merasuk ke dalam praduga-praduga agama,
budaya dan filosofis, yang sebenarnya berasal dari
refleksi kesadaran dan pengalaman manusia Barat.
Jadi, ilmu pengetahuan modern harus diislamkan.
DEWESTERNISASI ILMU PENGETAHUAN
Syed Muhammad Naquib al-Attas:
Westernisasi ilmu telah mengangkat keraguan dan dugaan ke
tahap metodologi ‘ilmiah ’ dan menjadikannya sebagai alat
epistemologi yang sah dalam keilmuan.
Westernisasi ilmu bukan dibangun di atas Wahyu dan
kepercayaan agama, tetapi dibangun di atas tradisi budaya yang
diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan
kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk
rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai etika dan
moral, yang diatur oleh rasio manusia, berubah terus menerus.
DEWESTERNISASI ILMU PENGETAHUAN
Syed Muhammad Naquib al-Attas:
Ilmu pengetahuan Barat-modern dibangun di atas
visi intelektual dan psikologis budaya dan peradaban
Barat. (1) Akal diandalkan untuk membimbing
kehidupan manusia; (2) bersikap dualistik terhadap
realitas dan kebenaran; (3) menegaskan aspek
eksistensi yang memproyeksikan pandangan hidup
sekular; (4) membela doktrin humanisme; dan (5)
menjadikan drama dan tragedi sebagai unsur-unsur
yang dominant dalam fitrah dan eksistensi
kemanusiaan.
DEWESTERNISASI ILMU PENGETAHUAN
Syed Muhammad Naquib al-Attas:
Wahyu merupakan sumber ilmu tentang realitas dan
kebenaran akhir berkenaan dengan makhluk ciptaan
dan Pencipta.
Wahyu merupakan dasar kepada kerangka metafisis
untuk mengupas filsafat sains sebagai sebuah sistem
yang menggambarkan realitas dan kebenaran dari
sudat pandang rasionalisme dan empirisisme.
DEWESTERNISASI ILMU PENGETAHUAN
Syed Muhammad Naquib al-Attas:
“Tanpa Wahyu, ilmu sains dianggap satu-satunya
pengetahuan yang otentik (science is the sole
authentic knowledge) dan ilmu pengetahuan hanya
dikaitkan dengan fenomena. Akibatnya, kesimpulan
kepada fenomena akan selalu berubah sesuai
dengan perkembangan zaman. Tanpa Wahyu,
realitas yang dipahami hanya terbatas kepada alam
nyata ini yang dianggap satu-satunya realitas.”
Gagasan Islamisasi Ilmu
Pengetahuan Kontemporer: S. M.
N. Al-Attas
Ilmu-ilmu modern harus diperiksa dengan teliti.
Ini mencakup metode, konsep, praduga, simbol,
dari ilmu modern; beserta aspek-aspek empiris
dan rasional, dan yang berdampak kepada nilai
dan etika; penafsiran historisitas ilmu tersebut,
bangunan teori ilmunya, praduganya berkaitan
dengan dunia, dan rasionalitas proses-proses
ilmiah, teori ilmu tersebut tentang alam semesta,
klasifikasinya, batasannya, hubung kaitnya
dengan ilmu-ilmu lainnya serta hubungannya
dengan sosial harus diperiksa dengan teliti.
Tantangan Ilmu Barat
Akibat dari penerimaan ilmu Barat sekuler adalah hilangnya Adab,
(desacralization of knowledge). Hilangnya Adab berimplikasi pada
hilangnya sikap adil dan kebingunan intelektual (intellectual
confusion), yaitu :
Ketidak-mampuan seseorang membedakan antara ilmu yang benar
dari ilmu yang dirasuki oleh pandangan hidup Barat.
b) Hilangnya Adab dalam masyarakat dg menyamaratakan setiap
orang dengan dirinya dalam hal pikiran dan perilaku.
c) Penghilangan otoritas resmi dan hirarki sosial dan keilmuan.
d) Mengkritik ulama dimasa lalu yang banyak memberi kontribusi
kepada ilmu pengetahuan Islam.
a)
S. M. N. al-Attas, Islam, Secularism and the Philosophy of the Future,
London, Mansell, 1985. hal. 104 - 5
Jika prinsip-prinsip dan metode-metode
dasar ilmu-ilmu ini tidak dapat ditundukkan
oleh suatu bentuk formula yang
mengIslamkan, sedangkan semua itu
membahayakan, maka, sebagaimana
asalnya, semua itu akan terus berbahaya
terhadap kesejahteraan Masyarakat Islam.
Al-Attas
Gagasan Islamisasi Ilmu
Pengetahuan Kontemporer: S. M.
N. Al-Attas
Pra-syarat Islamisasi ilmu
Seseorang yang mengislamkan ilmu
perlu memenuhi pra-syarat, yaitu ia
harus mampu mengidentifikasi
pandangan-hidup Islam (the Islamic
worldview) sekaligus mampu memahami
budaya dan peradaban Barat.
Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Kontemporer: S. M. N. Al-Attas
Islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer
melibatkan dua proses:
(i) mengisoliir unsur-unsur dan konsep-konsep
kunci yang membentuk budaya dan peradaban
Barat (5 unsur yang telah disebutkan
sebelumnya), dari setiap bidang ilmu
pengetahuan modern saat ini, khususnya dalam
ilmu pengetahuan humaniora. Bagaimanapun,
ilmu-ilmu alam, fisika dan aplikasi harus
diislamkan juga khususnya dalam penafsiranpenafsiran akan fakta-fakta dan dalam formulasi
teori-teori.
Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Kontemporer: S. M. N. Al-Attas
(ii)
memasukkan unsur-unsur Islam
beserta konsep-konsep kunci dalam setiap
bidang dari ilmu pengetahuan saat ini
yang relevant.
Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Kontemporer: S. M. N. Al-Attas
Membebaskan
manusia dari magik,
mitologi, animisme, tradisi budaya
nasional yang bertentangan dengan Islam,
dan kemudian dari kontrol sekular kepada
akal dan bahasanya.
membebaskan akal manusia dari
keraguan (shakk), dugaan (Ðann) dan
argumentasi kosong (mira’) menuju
keyakinan akan kebenaran mengenai
realitas spiritual, intelligible dan materi
Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Kontemporer: S. M. N. Al-Attas
Mengeluarkan
penafsiran-penafsiran ilmu
pengetahuan kontemporer dari ideologi,
makna dan ungkapan sekular.
Syed Muhammad Naquib al-Attas mendirikan International
Institute of Islamic Thought and Civilization pada tahun 1989
dan ia memimpinnya hingga 13 Oktober 2002.
Jurusan:
Islamic Thought
Islamic Science
Islamic Civilization
Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of the
Malay-Indonesian Archipelago (1969), Islam and Secularism (1978), The
concept of Education in Islam: A Framework for an Islamic Philosophy of
Education (1980), The Positive Aspects of Tasawwuf: Preliminary Thoughts
on an Islamic Philosophy of Science (1981), Prolegomena to the
Metaphysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements of the
Worldview of Islam (1995)
Epistemologi Islam dan Barat
ISLAM
BARAT
Asas:
Pandangan hidup Islam berdasarkan
wahyu,hadith, akal, pengalaman,intuisi
Asas:
Wordlview Barat berdasarkan Rasio
dan spekulasi filosofis.
Pendekatan: Tawhidi.
Pendekatan: dichotomis
Sifat: rasional, metafisis, dan suprarasional, ada yang permanen ada
yang berubah.
.
Makna Realitas dan Kebenaran:
al-Haqq dan al-Haqiqah, berdimensi
metafisik dan fisik, rasional.
Sifat: rasional, non-metafisis,
terbuka & selalu berubah.
Objek kajian: invisible & visible.
‘Ālam al-Mulk & ‘Ālam al-Syahādah
Objek Kajian:
Realitas empiris, non-metafisis
Makna Realitas & Kebenaran:
Truth berdimensi sosial, kultural,
empiris, rasional.
Pentingnya ilmu
Al-Qur’an
Al-Hadist
Pernyataan para sahabat
Zaman Kegemilangan Islam
Ibn al-Munir menyatakan:
فهو متقدم,فال يعتبران إال به,أراد به أن العلم شرط فى صحة القول والعمل
فنبه المصنف على ذالك حتى ال يسبق إلى,عليهما ألنه مصحح للنية المصحة للعمل
. ”إن العلم ال ينفع إال بالعمل“ تهوين أمر العلم والتساهل فى طلبه:الذهن من قولهم
Maksudnya ilmu adalah syarat untuk benarnya
perkataan dan perbuatan. Keduanya benar hanya dengan
ilmu. Maka ilmu adalah lebih diutamakan dari keduanya
karena ilmu adalah pembenar bagi niat yang benar untuk
amal. Penulis (Bukhari) mengingatkan tentang itu sehingga
tidak tergambar dalam benak dari perkataan mereka bahwa:
“ilmu tidak bermanfaat kecuali dengan amal” merendahkan
urusan ilmu dan meremehkan dalam pencariannya.
Abdul Qahir al-Baghdadi (1037 EB):
قد اتفق جمهور اهل السنه والجماعة على أصول من اركان
الدين ,ك ّل ركن منها يجب على كل عاقل بالغ معرفة حقيقته,
ولكل ركن منها شعب ,و في شعبها مسائل اتفق أهل الس ّنه فيها
على قول واحد وضلّلوا من خالفهم.
و اول األركان التي رأؤها من أصول الدين اثبات الحقائق
والعلوم علي الخصوص والعموم.
Murtada al-Zabidi (w. 1205/1790) menyatakan:
...Sesungguhnya adalah fardu atas manusia supaya ber-Iman.
Sebabnya, Iman itu hakikatnya terdiri dari rangkuman ilmu (yang
tertentu) dan amal (yang tertentu); justru tidaklah tergambar akan wujud
iman melainkan dengan ilmu dan amal. Kemudian dari (wajibnya
meyakini rukun Iman) itu, mengamalkan cara hidup (shari'ah) Islam
adalah kewajiban atas setiap Muslim, dan tidak mungkin menunaikannya
melainkan sesudah mencapai (Ilmu) makrifah dan pengetahuan
mengenai shari'ah yang tersebut.
Allah mengeluarkan para hamba-Nya dari perut ibu mereka dengan sifat
tidak mengetahui apa-apa [al-Nahl, 16: 78]. Oleh sebab itu, menuntut
Ilmu adalah fardu atas tiap-tiap Muslim. Tidak bisa mengabdikan diri
kepada Allah—sedangkan ibadah itu haq Allah atas sekalian hambaNya— kecuali dengan ilmu, dan tidak mungkin mencapai ilmu melainkan
dengan menuntutnya (walau dari mana sekalipun)?
Rasulullah saw bersabda:
.ال يكون المرء عالما ح ّتى يكون بعلمه عامال
Artinya:
”Tidaklah seorang itu bernama ‘alim sebelum berbuat
menurut ilmunya.”
Rasulullah saw juga bersabda:
من طلب علما ممّا يبتغى به وجه هللا تعالى ليصيب به عرضا من ال ّدنيا لم يجد
.عرف الج ّنة يوم القيامة
Artinya: Barangsiapa menuntut ilmu yang menuju
keridhaan Allah untuk memperoleh harta benda duniawi,
maka orang itu tidak akan mencium bau sorga pada hari
kiamat. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Klasifikasi Ilmu al-Ghazali:
Ilmu Teoritis dan Ilmu huduri dan
Ilmu Praktis
Ilmu husuli
Ilmu Syariah dan
Rasional
Fard ‘Ayn
dan Fard
Kifayah
Klasifikasi Ilmu oleh al-Ghazali
Fard Kifayah
Fard ‘Ayn
Arkanul Islam
Ilmu Syariah
Ilmu non-Syariah
Ilmu-ilmu sosial dan alam
Al-Qur’an, al-Sunnah, Ijma, atsar, fikih, ilmu
pengantar (mukaddimah) sebagai alat,
ilmu-ilmu tafsir, usul-fikih, ilmu hadist,
tarikh, sirah, kalam dan tasauf.
Ilmu-lmu yang tercela seperti sihir, mantera, hipnotis
Ilmu-ilmu tentang pantun yang sopan, berita-berita sejarah
Ilmu Fardu ‘Ayn
Ilmu fardu ayn merupakan kewajiban kepada setiap orang Islam. Setiap
aqil baligh tidak boleh tidak tahu mengenainya. Dalam pandangan al-Khawarizmi,
ilmu fardu ‘ayn wajib ke atas semua manusia, baik kalangan masyarakat awam
atau golongan terpilih (khawass), pemerintah atau menteri, yang merdeka atau
hamba, yang tua dan yang muda, dan seterusnya. Ilmu fardu ‘ayn memiliki tiga
dimensi.
Dimensi pertama ilmu fardu 'ayn adalah i‘tiqad, yaitu, membenarkan segala apa
yang sahih disampaikan Allah kepada Rasulullah dengan i‘tiqad yang tetap dan
pasti, yang bebas dari sebarang shakk (keraguan). Dimensi pertama ilmu fardu
‘ayn ini juga terkenal dengan nama ilmu al-tawhid, karena merangkum pengenalan
mengenai Allah Maha Pencipta yang cabang-cabangnya diperincikan dalam rukun
iman yang lain. Kewajiban menuntut ilmu ini berkembang menurut getaran
keraguan hati yang terjadi akibat pembawaan sendiri atau tantangan pengaruh
masyarakat dalam bentuk kemungkaran akidah.
Kadar ilmu I‘tiqad yang wajib dituntut adalah secukupnya untuk
menghilangkan kesangsian dan kekacauan aqidah yang boleh dialami. Yaitu,
mampu mengenal antara aqidah yang haqq dan yang batil sehingga terhindar dari
kepercayaan yang batil menurut hawa nafsu atau menafikan 'aqidah yang haqq
Dimensi kedua ilmu fardu 'ayn adalah berkenaan dengan perbuatan yang wajib
dilaksanakan. Pertama, kewajiban menuntut ilmu ini berkembang mengikuti
waktu; semakin lama seseorang mukallaf itu hidup, semakin berkembanglah
urusan-urusan fardu aynnya yang memerlukan ilmu yang berkaitan. Dimensi ini
terdiri dari beberapa kaidah. (a) Kaidah pertama, semakin lama seseorang
mukallaf itu hidup, semakin berkembanglah urusan-urusannya yang wajib, dari
shalat lima waktu hinggalah puasa ramadan, dari zakat harta sampai ke haji –
yaitu, apa yang dinamakan rukun Islam. Inipun hanyalah permulaan agama yang
dapat dikembangkan lagi; seperti akar pohon yang berkembang tumbuh
berdahan, beranting dan berbuah. Selanjutnya termasuk ilmu mengenai apa
yang halal dalam soal makanan, minuman, pakaian, pergaulan dan perhubungan
sesama manusia dan lain-lain hal yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan
biasa. Perincian ilmu fardu ‘ayn tentang amal sedikit-sebanyak berbeda, karena
perberbedaan keadaan dan kedudukan seseorang. Yang menjadi sebab
wajibnya ilmu tertentu berkaitan dengan apa yang dituntut oleh keperluan hidup.
(b) Kaedah kedua untuk memahami perkembangan ruang lingkup ilmu-ilmu fardu
‘ayn yang berkaitan dengan perbuatan yang wajib dilaksanakan adalah prinsip
“tidak diperbolehkan melakukan sesuatu usaha melainkan setelah mengenal
syarat-syaratnya dalam agama.”
Aspek ketiga ilmu fardu 'ayn adalah berkenaan dengan
masalah yang wajib ditinggalkan. Kewajiban ilmu ini
berkembang menurut keadaan seseorang yang berbedabeda antara satu sama lain.
Ilmu Fardu Kifayah
Menurut al-Ghazzali, ilmu fardu kifayah adalah ilmu yang
tidak dapat dikesampingkan dalam menegakkan urusan
duniawi masyarakat Islam. Dalam kewajiban fardu kifayah,
kesatuan masyarakat Islam secara bersama memikul
tanggungjawab kefarduan untuk menuntutnya.
Menurut al-Ghazzali, ilmu fardu kifayah bisa dinilai dari dua
jurusan. Pertama, pengkhususan dalam ilmu-ilmu Shari’ah
yang wajib dituntut karena ia menjadi perantara dalam
menegakkan urusan keagamaan masyarakat Islam di
dunia, seperti disiplin bahasa Arab al-Qur'an, usul fiqh, fiqh
jual-beli dan perdagangan, pengurusan jenazah dan harta
pewarisan, munakahat (nikah-kahwin dan perceraian),
jinayah dan ketatanegaraan, dan lain sebagainya.
Bagian kedua ilmu fardu kifayah yang wajib dituntut adalah
ilmu bukan Shari‘ah karena ia tidak dapat dikesampingkan
dalam menegakkan urusan duniawi masyarakat Islam.
Dalam kewajiban ilmu fardu kifayah, kesatuan para mukallaf
masyarakat Islam secara bersama memikul tanggungjawab
kefarduan untuk menuntutnya. Yaitu, jika sejumlah mukallafin
ada yang menegakkan kewajiban menuntut ilmu fardu
kifayah tersebut, maka kefarduan itu telah terpenuhi dan
gugurlah dosa bagi yang tidak mengerjakannya. Sebaliknya,
jika tiada seorang pun yang menegakkan kewajiban
menuntut ilmu fardu kifayah tersebut, atau mengambil
keputusan untuk bersepakat untuk meninggalkan ilmu fardu
kifayah itu, maka semua mukallaf masyarakat tersebut
berdosa karena mengabaikan kewajiban itu.
Abdul Qahir al-Baghdadi (1037 EB):
Menolak Faham Relativisme ()السوفسطائيه
الالأدريه
العنديه
عناديه
Sa’d al-Din al-Taftazani (1312-1390) dalam Sharh
al-Aqaid al-Nasafiyyah (Abu Hafs ‘Umar ibn
)Muhammad ibn Ahmad ibn Isma’il, 1068-1142
من ينكر حقائق األشياء ويزعم أنها أوهام و خياالت باطلة وهم
العنادية
من ينكر ثبوتها و يزعم أنها تا بعة لالعتقاد ,حتى ان اعتقدنا
الشىء جوهرا فجوهر ,أو عرضا فعرض,أو قديما فقديم ,أو
حادثا فحادث و هم العندية
من ينكر العلم بثبوت شئ وال ثبوته.
و يزعم أنه شاك و شاك فى أنه شاك وهلم جرا و هم الال
أدرية
Sumber Ilmu Dalam Islam
Penglihatan
Representasi
Pendengaran
Estimasi
Retensi
Panca Indera
Penciuman
Pengimbasan
kembali
Rasa
Imaginasi
Sentuh
Khabar yang Benar ( ) الخبر الصادق
Bersumber kepada Otoritas
Al-Qur’an
terpecaya
Al-sunnah
Ijma
Pendapat
org-org
Ilmu-Ilmu Agama
Ilmu-Ilmu Umum
Institusi Agama Islam Negeri/
Universitas Negeri/Umum
Pesantren
SDIT/SMPIT/SMAIT/UIN
Semangat ibadah/kurang konsep keilmuan yang integralistik/
Persoalan dalam ilmu agama Islam yang Ter-Baratkan
Universitas Islam
Ulama yang mengerti ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu
sosial. Individu yang hafal al-Quran, al-Hadist,
mengerti usul fikh, fikh, tarikh, sirah, bahasa Arab,
kalam, sekaligus mengerti ilmu-ilmu sosial dan alam.
Dampak Konsep Islamisasi Ilmu
Pengetahuan Kontemporer
Penolakan
dan Penyaringan terhadap
disiplin dan teori ilmu pengetahuan modern.
Pengkajian serius terhadap pemikiran para
pemikir Muslim dalam lintas disiplin ilmu.
Munculnya beberapa disiplin ilmu baru:
Sains Islam dan Ilmu-ilmu Sosial Islam.
Sekularisasi ilmu merupakan fondasi utama dari peradaban
Barat modern saat ini. Wajah peradaban Barat modern
saat ini merupakan refleksi dari epistemologi sekular yang
terpantul dalam berbagai aliran seperti rasionalisme,
empirisisme,
skeptisisme,
agnotisisme,
positivisme,
objektifisme, subjektifisme dan relativisme. Sekularisasi
ilmu telah menceraikan antara ilmu dan agama,
melenyapkan Wahyu sebagai sumber ilmu, memisahkan
wujud dari yang sakral, meredusir Intelek kepada rasio dan
menjadikan rasio yang manjadi basis keilmuan, menyalahpahami konsep ilmu, mengaburkan maksud dan tujuan ilmu
yang sebenarnya, menjadikan keraguan dan dugaan
sebagai metodologi ilmiah ; dan menjadikan ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai etika dan moral, yang diatur
oleh rasio manusia, abadi berubah. dengan abadi berubah.
Oleh sebab itu, gagasan Islamisasi ilmu
pengetahuan, terutama yang dikemukakan oleh
Syed Muhammad Naquib al-Attas, merupakan
sebuah “revolusi epistemologis” untuk menjawab
tantangan hegemoni westernisasi ilmu yang
sedang melanda peradaban dunia saat ini.