KONSTRUK EPISTEMOLOGI BARAT - Manajemen Pendidikan Dan

Download Report

Transcript KONSTRUK EPISTEMOLOGI BARAT - Manajemen Pendidikan Dan

NIRWAN SYAFRIN
Western civilization
 “by western civilization I mean the civilization that has
evolved out of the historical fusion of cultures,
philosophies, values and aspirations of ancient greece
and Rome; their amalgamation with Judaism dan
Christianity, and their further development and
formation by the Latin, Germanic, Celtic and Nordic
peoples.” (al-Attas, Islam and Secularism, 134)
 “yang saya maksud dengan peradaban
Barat
adalah
peradaban
yang
berkembang dari perbauran historis
dari budaya, filsafat, nilai, dan aspirasi
Yunani Kuno dan Roma; melebur
dengan Yahudi dan Kristen, dan
berkembang dan dibentuk oleh orangorang Latin, Jerman, Celtic, dan
Nordik.”
Yunani Kuno = filsafat,
epistemologi, dan fondasi
pendidikan, etika, serta
estetika
Yahudi dan Kristen= Elemen
keimanan
Peradaban Barat
Roma = elemen Hukum dan
kenegaraan
Latin, Jerman, Keltik, dan
Nordik = jiwa indepensi dan
nasionalisme, nilai-nilai tradisi,
perkembangan dan kemajuan
ilmu alam dan fisika
“western society was modernized by a series
of social and cultural developments, which
can be traced back to ancient Greece and
Rome and which continue into modern
times.” (David West, An Introduction to Continental
Philosophy, 7)
“Masyarakat Barat menjadi modernkan disebabkan oleh
rangkain perkembangan sosial budaya, yang akarnya
bisa ditelusuri pada Yunani Kuno dan Roma dan terus
berlanjut pada zaman modern.”
Akal
Sekularisme
Esensi
PeradabanBarat
Tragedi
Dualisme
“It is these elements that determine for that
culture and civilization the molding of its concept
of knowledge and the direction of its purpose, the
formulation
of
its
contents
and
the
systematization of its dissemination; so that the
knowledge that is now systematically disseminated
throughout the world is not necessarily true
knowledge, but that which is imbued with the
character and personality of western culture, and
charged with its spirit and geared upon its
purpose.” (Ibid, 137)
 “elemen-elemen inilah yang menentukan
pembentukan konsep dan arah tujuan ilmu
pada kebudayaan dan peradaban ini, serta
formulasi isi dan sistematisasi penyebarannya;
sehingga dengan demikian ilmu yang saat ini
disebarkan secara sistematis keseluruh dunia
bukanlah ilmu yang benar , akan tetapi ilmu
yang diisi dengan karakter dan kpribadian
budaya dan peradaban Barat, dipenuhi dengan
spiritnya dan digerakkan untuk tujuannya.”
 Lord Northbourne: modernism “anti-traditional,
progressive, humanist, rationalist, materialist,
experimental, individualist, egalitarian, free-thinking
and intensely sentimental.” (Lord Northbourne Religion in the
Modern World J.M. Dent, London, 1963; p13.)
 S.H. Nasr: 1) anthropomorpisme (atau secularisme); 2)
progresif evolutionis; 3) kehilangan rasa sakralitas; 4)
jahil tentang prinsip-prinsip metafisis.
(S.H. Nasr: "Reflections on Islam and Modern Thought" The Islamic
Quarterly XXIII, iii, 1979; pp119-131.
1. Rasionalisme
Menjadikan Akal satu-satunya
Pembimbing manusia
Rene Descartes (m. 1650)
(Father of Modernism)
Rasionalisme

“Western society is more modern because it is
more rational.” (David West, An Introduction to
Continental Philosophy, 8)

“reason, not faith as formerly, was regarded as the
only true instrument to guide man on his voyage
of discovery.” (J. Salwyn Schapiro, Liberalism: Its
Meaning and History,, 17)
Pemikiran Filosofis Descartes
1. Menolak tradisi sbg sumber ilmu
“nothing of the truth of which I had been persuaded
merely by example and custom.”
(tidak ada
kebenaran yang dapat meyakinkan saya hanya
melalui contoh dan kebiasaan (tradisi).
(Rene Descartes, Discourse on Method, terj. John
veitech (London: J.M. Dent and Sons Ltd., 1960), 9)
 2. Mengangkat keraguan menjadi metode universal.
“that in order to seek truth, it is necessary once in the course
of our life to doubt, as far as possible, of all things.” (Ibid.,
61)
(untuk menemukan kebenaran, adalah niscaya dalam
kehidupan kita untuk meragukan sejauh mungkin segala
sesuatu).
“doubt is elevated as an epistemological method by means of
which the rationalist and the secularist believed that truth is
arrived at.” (al-Attas, Prolegomena to Metaphysics of Islam,
117)
“the arrival of truth is in reality the result of guidance, not of
doubt.” (Ibid)
 3. Dualisme.
Dualisme menjadi salah satu elemen
terpenting dalam epistemologi Barat.
Pemikiran Barat selalu diposisikan pada pola
“either-or”: rasionalis-emperis; tekstualkontekstual; subjektif-objektif; liberalfundamentalis (radikalis); literalis-moralis
(substansialis). Sementara Islam tidak
mengenal dikotomis rigid seperti ini
 Naquib al-Attas: “They combined in their
investigations, and at the same time in their
persons, the emperical and the rational, the
deductive and the inductive methods and affirmed
by no dichotomy between subjective and the
objective, so that they all affected what I would call
the tawhid method of knowledge” (Prolegomena
to Metaphysics of Islam, 3.)
David Hume
(1711-1776)
Francis Bacon
(1561-1627)
John Stuart Mill
(1806-1873)
Emperisisme
John Locke
(1632-1704)
Immanuel Kant
Francis Bacon
 (Novum Organum)
 Dia dikenal orang yang menggagas metode induktif
dalam mencari kebenaran;
 Dia mengkritik keras mereka yang menggunakan
deduktif melalui silogisme
“the intellect is not qualified to judge except by means of
induction, and induction is its legitimate form”
(Francis Bacon, Novum Organum, dalam The English
Philosophers, 15)
Manusia
menggunakan dua
perangkat untuk
memahami realitas
Innate idea (ide
bawaan) = tidak
bisa dipercaya
Berasal dari dunia
luar dirinya
“so the mind, when it receives
impressions of objects through senses,
cannot be trusted to report them truly…”
(jadi, ketika akal manusia menerima kesan dari
objek (yang dipersepsinya) melalui panca
inderanya, ia tidak bisa dipercaya untuk
melaporkan dengan benar tentang apa yang
dipersepsinya)
(Novum Organum dalam English Philosophers, 18)
Proses Induksi
merekam seluruh
kondisi yang ada
ketika sebuah
peristiwa terjadi
Merekam seluruh
kondisi yang tidak
muncul ketika
peristiwa tersebut
tidak berlaku
“proses rejection
and exclusion”
 Mengafirmasi Pandangan Bacon bahwa pengalaman
inderawi sebagai dasar/fondasi ilmu pengetahuan;
 Tapi menolak konsep innate idea (ide bawaan);
 Otak manusia bagai kertas putih (tabula rasa)
 Dia membedakan antara “simple” dan “complex”
idea.
 eg. Warna,gerak, zat padat, kehendak, dan berpikir
(contoh ide simpel)
 1. mengkombinasikan simple idea untuk membentuk
complex idea;
 2. menghubungkan satu ide dengan ide yang lain;
 3. melakukan abstraksi (membentuk ide umum) dari
kasus khusus.
Wahyu dalam Epistemologi Locke
 Menurutnya ilmu yang diperoleh melalui akal lebih
pasti dibandingkan dengan yang diperoleh lewat
wahyu;
 Meski demikian Locke tetap memberikan keutamaan
pada wahyu ketimbang akal pada dua hal:
 1. Persoalan keimanan
 2. Ilmu yang tidak sampai pada level Yakin
 “there can be no evidence that any
traditional revelation is of divine original, in
the words we receive it, and in the sense we
understand it, so clear and so certain, as that
of the principles of reason; and therefore
nothing that is contrary to, and inconsistent
with, the clear and self-evident dictates of
reason, has a right to be urged or assented to
as a matter of faith wherein reason has
nothing to do.” (Ibid., 392)
David Hume
 Mengafirmasi pendapat Locke bahwa akal manusia
bagaikan “kertas putih”.
“all our ideas or more feeble perceptions are copies of
our impressions or more lively ones.” (An Inquiry
Concerning Human Understanding, dalam Edwin A.
Burtt (ed.), English Philosophers, 11)
• Baginya apa saja ide yang tidak bisa
dibuktikan melalui inderawi kita harus
ditolak karena tidak memiliki fondasi
saintifik.
• “When we entertain, therefore, any
suspicion, that a philsophical term is
employed without any meaning or idea (as
is but too frequent), we need but enquire,
from what impression is that supposed idea
derived? And if it be impossible to assign
any, this will serve to confirm our
suspicion.” (Ibid., 13)
 “scientific notions are those which accord with
objective reality both with regard to the validity of
their premises and to inferences drawn from their
propositions.”
 “Science has developed out of common sense but it is
far more methodical and has better technique of
observation and reasoning. Common sense uses
experience and rules of thumb. Science uses
experiment and rules of logic.” (Dikutip dari Tran Van
Doan, Reason, Rationality, and Reasonablness, 92)
 “Seeing
man as part of natural order,
they envisioned a science of men and
society modeled on Newton’s
explanation of heaven and earth, by
whose explanation the potentialities of
man could be realized to form a more
just and human social order.” (Paul
Mattick, Jr, Social Knowledge, 5)
Asumsi ilmu Sosial
 “It is possible to discover general laws
of social behavior, explanatory of
observed phenomenon”
 (adalah mungkin untuk menemukan
hukum general tentang tingkah laku
masyarakat, menjelaskan penomena
yang diobservasi)
Efek Modernisme pada Agama
 1. Humanisme
 Adanya keyakinan bahwa akal mampu berdiri sendiri
tanpa menciptakan nilai moral bagi dirinya sendiri (ethical
autonomy);
 “substitution of legalistic religion for ethical religion or
reduction of revelation to reason.” (lihat Dan Joseph,
Jewish Mysticism and Jewiah Ethics, hal. 118)
 2. Sekularisme
 “it is impossible to describe as “modern” as society which
tries to organize and to act in accordance with a divine or a
national essence.”
 “the idea of modernity makes science, rather than God,
central to society and at best relegates religious beliefs to the
realm of private life.”
(Alain Tourine, Critique of Modernity, 9)
 Pada gilirannya rasionalisme akhirnya melahirkan
sekularisasi
“…rationalization in the West was increasingly
associated with processes of secularization, or what
Weber calls as disenchantment. The reform of traditional
institutions and practices in the interest of greater
efficiency disrupts the authority of religious beliefs and
values. For the rationalizing spirit, tradition and religion
are no longer sufficient reasons for acting in a special
way.” (David West, An Introduction to Continental
Philosophy, 8)

secularism may be defined as deliverance of man “first from
religious and then from metaphysical control over his reason
and language” (Harvey Cox, Secular City, dikutip dari S.M.N.
al-Attas, Islam and Secularism, 17)

“the cultural process whereby the natural and the human
world came to be regarded as devoid of any inherent sacrality
has been called “Entzauberung der welt”, the
“disenchantment of the world, according to Max Weber, when
such disenchantment occur, there are in principle no
mysterious forces that came into play but rather one can in
principle master all things by calculation”
 Tuhanpun diproklamirkan mati oleh Nietzsche (God is
dead).
 “Man is deitized and God is humanized”
 kenapa Tuhan harus dimatikan? Sebab menurut Jean
Paul Sarter (1905-1980) “the idea of God negates our
freedom” (dikutip dari Karen Armstrong, A History of
God, 1993, hal 378)
 Sekularisasi
di Barat telah melahirkan
gerakan keagamaan baru seperti Liberal
Judaism, dan buat pertama kalinya di
usung oleh Moses Mendelssohn (17861729)
 Dia menyerukan ummat Yahudi melakukan
asimilasi total dengan peradaban Barat
sekular dengan merubah seluruh tatanan
keagamaannya mulai dari prinsip
teologinya, etika, dan sistem
perundangannya atau biasa disebut dengan
Halakhah.
 Menurutnya
gerakan pencerahan yang berlaku di
Eropa (European enlightenment) beserta dengan
temuan ilmiahnya adalah bersifat universal dan
sesuai dengan fitrah kemanusian, oleh sebab itu
ia mudah dicerna setiap akal manusia. Karena
sifatnya universal dan rasional, maka agama
yang selama ini bersifat legalistik pun, menurut
dia, harus di tukar dengan berpusatkan pada nilai
etika, sementara wahyu direduksi kepada akal
(substitution of legalistic religion for ethical
religion or reduction of revelation to reason).

Di samping itu, Gerakan liberal Yahudi ini juga
menyerukan penerapan metode emperik dalam studi
historis, dan menegaskan tentang historisitas Taurat dan
hukum-hukum Halakhah yang didasarkan pada teks.
Hal ini tentunya tidak mengherankan, karena menurut
mereka “the Pentateuch is a humanly authored
document, it is a composite work from multiple sources
and different periods.”
(‘Irfan ‘Abd al-Hamid Fattah, Al-Fikr al-Dini fi Muwajahah Tahaddiyyat alHadathah,” disampaikan pada ceramah umum di Research Centre,
International Islamic University Malaysia, 2 Muharram 1422, hal. 30-33. )
 Gerakan yang sama juga berlaku di dunia Kristen, dimotori
oleh Luther dan dilanjutkan oleh Karl barth, Friedrich,
Gogarten, Rudolph Bultmann, Harvey Cox, dan yang lainlain.
 Daripada tergilas arus, lebih baik, lanjut mereka, ummat
Kristiani menyambut proses ini dengan baik dan terlibat
aktif didalam. Dan untuk itu, mereka secara paksa dan
sengaja menginterpretasi ulang Bibel dan menyatakan
sekularisasi berakar pada ajaran Bible (biblical faith). “Far
from being something Christians should be against,
secularizatioon represents an authentic consequence of
biblical faith.”
(Harvey Cox, The Secular City (New York: Collier Books,
1990), 15)