Menurut Okamura (2001) fenomena ketidakmantapan suatu lahan dapat diklasifikasikan menjadi slope failure (keruntuhan lereng) dan landslide (longsoran) seperti yang didalam Tabel.

Download Report

Transcript Menurut Okamura (2001) fenomena ketidakmantapan suatu lahan dapat diklasifikasikan menjadi slope failure (keruntuhan lereng) dan landslide (longsoran) seperti yang didalam Tabel.

Menurut Okamura (2001) fenomena ketidakmantapan suatu lahan dapat diklasifikasikan menjadi slope failure
(keruntuhan lereng) dan landslide (longsoran) seperti yang didalam Tabel berikut :
Klasifikasi item
Landslide/longsoran
Slope failure (keruntuhan lereng)
Geologi
Sering terjadi didaerah dengan kondisi
geologi/struktur tertentu
Tidak banyak terkait dengan geologi
Karakteristik
tanah
Longsor terjadi pada bidang yang
tersusun seluruhnya dari tanah
lempungan
Sering terjadi pada tanah kepasiran, abu
volkanik
Topografi
Terjadi pada sudut lereng 5 – 20 derajat
Terjadi pada sudut lereng lebih dari 20 derajat
Kondisi aktifitas
longsor
Menerus dan peremajaan
Terjadi tiba-tiba
Kecepatan
longsor
Lambat 0,001-10mm/hari
Sangat tinggi
Masa tanah
Perubahan masa tanah kecil
Perubahan tinggi
Penyebab
longsor
Dipengaruhi groundwater
Dipengaruhi oleh curah hujan dan intensitas
curah hujan
Skala longsor
Luas 1 – 100 hektar
Kecil
Indikasi
Sebelum terjadi longsor ada indikasi
perkembangan retakan, amblesan dan
variasi air tanah
Terjadi secara tiba-tiba kadang tanpa ada
tanda-tanda
Menurut Pusat Sumber Data Departemen PU tahun 2008 korban bencana akibat tanah longsor tahun 2003 –
2005 dan wilayah rawan adalah :
DAFTAR KEJADIAN DAN KORBAN BENCANA TANAH LONGSOR 2003-2005
No
Propinsi
Jumlah
Kejadian
Korban Jiwa
Meninggal
Luka Luka
Rumah
Hancur
Rumah
Rusak
Rumah
Terancam
Lahan
Pertanian
Rusak
(ha)
Jalan
terputus
(m)
1.
Jawa Barat
77
166
108
198
1751
2290
140
705
2.
Jawa Tenah
15
17
9
31
22
200
1
75
3.
Jawa Timur
1
3
-
-
27
-
70
-
4.
Sumatera
Barat
5
63
25
16
14
-
540
60
5.
Sumatera
Utara
3
126
-
1
40
8
-
80
6.
Sulawesi
Selatan
1
33
2
10
-
-
-
-
7.
Papua
1
3
5
-
-
-
-
-
Jumlah
103
411
149
256
1854
2498
751
920
WILAYAH RAWAN TANAH LONGSOR
Setidaknya terdapat 918 lokasi rawan longsor di Indonesia. Setiap tahunnya kerugian yang
ditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp 800 miliar, sedangkan jiwa yang terancam
sekitar 1 juta.
Daerah yang memiliki rawan longsor

Jawa Tengah
327 Lokasi

Jawa Barat
276 Lokasi

Sumatera Barat
100 Lokasi

Sumatera Utara
53 Lokasi

Yogyakarta
30 Lokasi

Kalimantan Barat
23 Lokasi

Sisanya tersebar di NTT, Riau, Kalimantan Timur, Bali, dan Jawa Timur.
Diakhir bulan Nopember 2008 ini Harian Kedaulatan Rakyat dimali tanggal 23 Nopember 2008 berturut-turut
menyampaikan berta tanah longsor dan daerah rawan longsor. Seperti yang terjadi di Desa Pendoworejo, Girimulyo,
Kulon Progo yaitu tanah longsor yang mengakibatkan hancurnya harta beda masyrakat
Tanah Longsor yang mengakibat satu rumah hancur dan lima
rumah tertimbun di Lereng Bukit Kali Ngiwo Dusun Pendoworejo,
Girimulyo, Kulon Progo 25/11/08
(sumber : KR 23 Nop. 2008)
Tanah Longsor di Dusun Sambirejo, Srumbung, Cepogo,
Boyolali yang mengakibat dua orang tewas tertimbun
(sumber : KR 26 Nop. 2008)
Kondisi permukiman pasca bencana tanah longsor di Kab. Solok.
(Koordinat 01o 11'15,5”LS ; 100o 49'03,5”BT)
Perumahan BMP yang longsor akibat aliran kali Kreo yang
dibelokan oleh pengelola lapangan golf Manyamar, Jakarta, 1996
[TEMPO/ Arief A. Kuswardono; R1A/235/2001; 20010330].
Indonesian soldiers and volunteers search for missing
people following a landslide in Tawangmangu on Java
island Dec. 26, 2007. (Xinhua/AFP Photo)
Out of the victims, 71 people were killed in Karanganyar district of the
province, 17 were killed in regencies of Tirtomoyo dan Manyaran of
Wonogiri district. And thousands of houses were destroyed by the floods,
said the report.
Floods and landslides triggered by monsoon rains close to 100
people dead or missing on the main Indonesian island of Java
on December 27 Landslides hit villages in densely populated
Central Java's Karanganyar and Wonogiri districts early
Wednesday after heavy downpours, with floods also swelling
in several areas, leaving 42 dead and 42 missing.
A landslide destroyed part of a
town near San Salvador, El
Salvador, in 2001. An
earthquake caused the landslide
A landslide is a large amount of earth, rock, and other material that moves
down a steep slope. Landslides happen when a layer of earth or rocks
separates from the layer below it. The force of gravity pulls the loose layer
downward.
Landslides can be highly destructive. They can bury or sweep away
everything in their path. They can block rivers or cover entire towns.
Onlookers visit a house destroyed by a landslide in Tembalang,
Semarang, on Monday. The Sunday-night landslide sent one
house tumbling into another like dominoes, killing four people
attending an Islamic gathering at one of the homes
PETA ZONA KERENTANAN TANAH LONGSOR DI INDONESIA
Perubahan
kadar air
Beberapa parameter
Berubah nilainya
Semakin kritis terhadap
longsor
longsor
Daerah deposit
Analisis luas dan
Ketinggian longsor
Penyebab longsor
menurut Terzaghi,
1950
Perubahan viskositas tanah
dengan air
Perubahan sifat dan kekuatan
tanah
Perubahan posisi tanah dengan
aliran debris
Perubahan topologi geografi
daerah deposit
Internal effect
Misal bertambahnya kadar air tanah sehingga
terjadi peningkatan tekanan air pori
External effect
Misal olah manusia yang mengubah tanaman
hutan menjadi lahan pertanian,
Merubah kemiringan tebing
JENIS KELONGSORAN
Rotasi
Translasi
JENIS KELONGSORAN
Rotasi bukan lingkaran
Gabungan
TANAH NONCOHESIVE, TANPA AIR TANAH DAN TEKANAN AIR PORI
Berat tanah (W)  lH cos 
N a  W cos   lH cos2 
Ta  W sin   lH cossin 
l
H
Na
W

Ta

a 
Ta
 H cos sin 
l
Resistensi(yangmenahan)
d  cd  ' tg
Na lH cos2 
 ' 

 H cos2 
l
l
d  cd  H cos2 tg
Dalam keseimbangan
a  d
H cos sin   c  H cos2  tg
H cos sin   c  H cos2  tg
tg
c
tg
H cos2  
 H cos2 
tg
tg
c
tg

H cos2 tg tg
c
Hc 
 cos2 tg  tg
SF 
TANAH NONCOHESIVE, PENGARUH TEKANAN AIR PORI
Berat tanah (W)   sat lH cos 
N a  W cos    sat lH cos2 
l
Na
H
Hcos
W sat
u
Ta
Hcos2
Ta  W sin    sat lH cossin 
a 
Ta
  sat H cos sin 
l
Resistensi(yangmenahan)
 d  cd    u tg
u   w H cos2  (pengaruhtekananair pori tanah)

 sat bH sin cos   c   ' H cos2  tg


'
 cos2  tg 
tg 
 sat H
 sat




 d  cd   sat H cos2    w H cos2  tg
 d  cd   ' H cos2 tg
SF 
c
 ' tg

 sat H cos2 tg  sat tg
Hc 
c
cos2   sat tg   ' tg
c
TANAH NONCOHESIVE, PENGARUH GEMPA
Berat tanah (W)  lH cos 
Akibat gempa (HE )
l
H E normal   H E sin α
Hcos
Na H
HE
W

Ta
H E translasi   H E cosα
ΣN  N a  H E sin α
 W cos   H E sin α
 lH cos2   H E sin α
T  Ta  H E cosα
Ta  W sin   H E cosα
 lH cossin   H E cosα
Resistensi(yangmenahan)
d  cd  ' tg
Na lH cos2 
 ' 

 H cos2 
l
l
d  cd  H cos2 tg
TANAH NONCOHESIVE, PENGARUH ALIRAN AIR TANAH SEJAJAR DAN
DI ATAS BIDANG SLIP
Berat tanah (W)   sat lH cos 
N a  W cos    sat lH cos2 
Ta  W sin    sat lH cossin 
l
T ekananaliran air (S)  i wlH cos
Hcos
Na H
S
W
 i  sin  (hydraulicgradient)
S   wlH cos sin 
Ta
ΣT  Ta  S

  sat lH cos sin    wlH cos sin 
 sat lH cos sin    wlH cos sin 
l
  sat H cos sin    w H cos sin 
a 
 H cos sin  sat   w 
Resist ensi(yangmenahan)
 d  c    u tg
SF 
d
a
u   w H cos2  (tekananair pori tanah)
SF 
c
'
tg

H cos sin sat   w   sat   w  tg


 d  c   sat H cos2    w H cos2  tg
 d  c   ' H cos2 tg
TANAH NONCOHESIVE, PENGARUH TEKANAN AIR PORI
l
d = H cos 
h
N
W

Piezometric level (hw)
= tinggi muka air di atas bidang slip
Tekanan air pori (u)
= w . hw
Gaya akibat tekanan air pori (P)
= w . hw . l
Gaya pendorong (T)
= N . tg 
= G . sin 
= l . d .  . tg  . sin 
Gaya yang menahan (R) = (N – P) . tg ’
= (l . d .  . cos  - w . hw . l) . tg ’
Kondisi kritis apabila
R
=T
(l . d .  . cos  - w . hw . l) . tg ’ = l . d .  . tg  . sin 
Terjadi sliding apabila nilai
R<T
TANAH COHESIVE
Kondisi tanah kohesiv akan terjadi longsor dengan membentuk circular yang mendekati bideng slip
l
d
h
N
G

Gaya pendorong (T)
= N . tg 
= G . sin 
=  . l . d . sin 
Gaya yang menahan (R) = N . tg ’ + c
=  . l . d . cos  . tg ’ + c
Kondisi kritis apabila
R=T
 . l . d . cos  . tg ’ + c =  . l . d . sin 
cos  . tg ’ + c = sin 
Terjadi sliding apabila nilai R < T
KONDISI TANAH MULAI SLIDING
Persamaan model yang digunakan adalah dengan menggunakan metode numerik (numerical simulation) dari
Navier’s Stokes, sebagai berikut :

Du p

  2 u  Fx
Dt x

Dv p

  2 v  Fy
Dt y

Dw p

  2 w  Fz
Dt z
dimana
v  (u, v, w) = vektor kecepatan
= kerapatan
p= tekanan
= koefisien viskositas
2= Laplace
F  ( Fx, Fy, Fz)
= vektor gaya volum
Untuk persamaan kontinuitas suatu aliran non kompresif digunakan persamaan berikut :
 u v w 
div(  v)        0
 x y z 
dengan div adalah harga penyimpangan, dari persamaan di atas dapat pula ditulis dengan
formula sebagai berikut :
 zx
 u u u 
p

      22 u 
 g x
x
z
 t x y 

 zy
 v v v 
p

      22 v 
 g y

t

x

y

y

z




p
 g z  0
z
Besarnya volume yang di alirkan didefinisikan sebagai dengan formula berikut :
Q  Mi  Nj
dimana :
h
M   udz
h
N   vdz dan i dan j merupakan vektor satuan arah x dan y
Untuk arah z persamaan di atas dapat disbsitasikan kebentuk persamaan dua dimensi seperti
kejadian dilapangan, sehingga menjadi persamaan berikut :
 zx'
M
M
M
H
2
u
v
 gzh
 g x h  v 2 M 
t
x
y
x

 zy
N
N
N
H
u
v
 gzh
 g y h  v 22 M 
t
x
y
y

'
H = tinggi dari permukaan tanah
sliding
terhadap bidang referensi
h = tinggi dari bidang sliding terhadap permukaan
tanah sliding
zx dan zy = tahanan geser permukaan sliding arah x
dan y
Kondisi aliran menerus non kompresif mempertibangkan fungsi dari a(x, y, z) untuk menentukan
ke formula berikut :
div V  a x, y, z , t 
h
 V .Q  a, a  a(x,y,z h,t)
t



i
 j
k
: gradient
x
y
z
M  uM   vM 
H
u


 g z h
 g x h  v 22 M  g z hc  h t an 
t
x
y
x
u 2  v 2  w2
N  uN   vN 
H
v


 g z h
 g y h  v 22 N  g z hc  h t an 
t
x
y
y
u 2  v 2  w2
 M N 
h
 

t
y 
 x
hc 

Q

 H   H
 Cg z h sign

tan


g
'
h

m


t

 x   x

c
g z
q n 3  q n 1
m
2t
 M  M 2 N1  N 2 
h  2t  1


x
y 
