Restorative Justice

Download Report

Transcript Restorative Justice

PERLINDUNGAN KORBAN MELALUI
PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE
Eva Achjani Zulfa
Ciawi, 2013
Latar Belakang RJ
“In many countries, dissatisfaction and frustration with the formal justice
system or a resurging interest in preserving and strengthening customary
law and traditional justice practices have led to calls for alternative
responses to crime and social disorder. Many of these alternatives provide
the parties involved, and often also surrounding community, an
opportunity to participate in resolving conflict and addressing its
consequences. Restorative justice programmes are based on the belief that
parties to a confict ought to be actively involved in resolving it and
mitigating its negative consequences.they ara also based, in some
instances, on a will to return to local decision-making and community
building. These approaches are also seen as means to encourage the
peaceful expression of conflict, to promote tolerance and inclusiveness,
build respect for diversity and promote responsible community practis.”
(New York: United Nation, 2006)
(“Di banyak negara, ketidakpuasan dan frustrasi dengan sistem peradilan formal atau kepentingan dalam melestarikan dan
memperkuat hukum adat dan praktek peradilan tradisional telah menyebabkan panggilan untuk respon alternatif untuk
kejahatan dan kekacauan sosial. Banyak alternatif ini menyediakan pihak yang terlibat, dan sering juga masyarakat sekitar,
kesempatan untuk berpartisipasi dalam menyelesaikan konflik dan menangani konsekuensinya. Program keadilan restoratif
didasarkan pada keyakinan bahwa pihak yang berkonflik harus terlibat aktif dalam menyelesaikan dan mengurangi
konsekuensi negatif. Restorative justice juga didasarkan, dalam beberapa kasus, pada keinginan untuk kembali ke
pengambilan keputusan dan masyarakat setempat. Pendekatan-pendekatan ini juga dilihat sebagai sarana untuk mendorong
ekspresi damai konflik, untuk mempromosikan toleransi dan inklusivitas, membangun penghargaan atas keragaman dan
menerapkan praktik masyarakat yang bertanggung jawab. “)
Pandangan Lain Lahirnya RJ:
sejarah timbulnya restorative justice, maka sistem
peradilan pidana tidak berjalan sesuai dengan
yang diharapkan, karena gagal memberi ruang
yang cukup pada kepentingan para calon korban
dan para calon terdakwa, dengan kata lain sistem
peradilan pidana yang konvensional sekarang ini
di berbagai Negara di dunia kerap menimbulkan
ketidakpuasan dan kekecewaan.
(Eriyantow Wahid)
RJ kritik terkadap SPP Konvensional
SPP hanya terfokus kepada Pelaku dan Masyarakat,
sementara korban tidak mendapatkan tempat.
(MR):
• Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan;
• Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi
sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah
ditegakkan dan yang bersalah dipidana; dan
• Mengusahakan agar mereka yang pernah
melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi
kejahatan.
Negara
Ius Punale
Ius Puniendi
MASYARAKAT
Korban
SPP
Konvensional
Pemidanaan
Reaksi terhadap perbuatan ataupun orang yang telah
melanggar norma-norma moral dan hukum dan karena
itu telah mengancam dasar-dasar pemerintahan,
hukum, ketertiban dan kesejahteraan sosial.
Para pelaku kejahatan dianggap telah tidak
memperdulikan kesejahteraan umum, keamanan dan
hak milik orang lain.
Dasar perlindungan kepada warga Negara-lah yang
berhadapan dengan pelaku kejahatan, dari sinilah
muncul posisi korban sebagai pihak yang pada
dasarnya paling dirugikan terkait suatu tindak pidana
kehilangan perannya
Korban dalam SPP
“Tidak jarang korban bahkan tidak tahu perkembangan
proses peradilan pidana yang dialaminya, tidak
memiliki akses untuk mengetahui perkembangan
kasusnya, korban tidak tahu proses pengadilan,
pembacaan putusan, dan pemidanaan yang dijatuhkan
kepada pelaku. Lebih dari itu, korban hampir tidak
mendapat manfaat dalam proses peradilan pidana,
padahal merekalah korban dalam arti sesungguhnya,
merekalah yang menderita kerugian. Akhirnya, korban
merasa tidak mendapat keadilan, atau setidaknya tidak
merasakan keadilan lewat putusan yang dijatuhkan
hakim.”
RJ tidak meng”abolisionis” SPP
“Paradigma yang dibangun dalam sistem
peradilan pidana saat ini menentukan
bagaimana Negara harus memainkan
peranannya berdasarkan kewenangan yang
dimilikinya, Negara memiliki otoritas untuk
mengatur warganegara melalui organorgannya”.
SPP dengan pendekatan RJ
Eksekutor
Fasilitator/mediator
RJ sebagai Kunci Pembuka
“Kehadiran Restorative justice pada dasarnya menjadi
kunci pembuka pemiran kembali tentang posisi korban
dalam suatu penyelesaian perka pidana. Penanganan
perkara pidana dengan pendekatan restorative justice
menawarkan pandangan dan pendekatan berbeda
dalam memahami dan menangani suatu tindak pidana.
Dalam pandangan restorative justice, korban utama
atas terjadinya suatu tindak pidana bukanlah Negara.
Oleh karenanya kejahatan menciptkan kewajiban untuk
membenahi rusaknya hubungan akibat terjadinya
suatu tindak pidana.”
GLB
• “ Dalam kerangka filosofis, hadirnya pendekatan restorative justice
dalam hukum pidana bukan bertujuan untuk mengabolisi hukum
pidana, atau melebur hukum pidana dan hukum perdata, karena
pendekatan restorative justice yang mengutamakan jalur mediasi
antara korban dan pelaku.
• Pendekatan restorative justice justru mengembalikan fungsi hukum
pidana pada jalurnya semula yaitu pada fungsi ultimum remidium,
suatu senjata pamungkas bilamana upaya hukum lain sudah tidak
dapat lagi digunakan dalam menghadapi suatu tindak pidana dalam
masyarakat.
• Dalam tataran praktis penanganan dan penyelesaian perkara pidana
dengan menggunakan pendekatan restorative justice menawarkan
alternative jawaban atas sejumlah masalah yang dihadapi dalam
sistem peradilan pidana, misalnya proses administrasi peradilan
yang sulit, lama, dan mahal, penumpukan perkara atau putusan
pengadilan yang tidak menampung kepentingan korban.”
Bagaimana RJ Di Fungsikan:
•
•
•
Korban kejahatan. Kepentingannya harus benar-benar dilindungi dalam segala
proses restorative justice. Persiapan yang matang harus dilakukan sebelum korban
dengan pelaku kejahatan dipertemukan. Mungkin persiapannya memerlukan
berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Korban berpatisipasi secara sukarela,
diberitahu hak-haknya antara lain tidak boleh menarik diri sewaktu-waktu dari
proses restorative . korbannya mungkin organisasi atau orang belum dewasa,
kedua-duanya harus diwakili dan didampingi penasihat hukum;
Pelaku Kejahatan. Dengan berpartisipasi secara sukarela dan mengaku bersalah,
pelaku berhak memperoleh nasihat hukum dan boleh sewaktu-waktu menarik diri.
Kewajiban pelaku adalah bertanggungjawab dan memenuhi janji sesuai hasil
kesepakatan pertemuan.
Kepolisian. Sebaiknya undang-undang mengatur kewenangan polisi dalam
mengalihkan kasus kepada proses restorative, terutama dalam hal perkara-perkara
sedang dan lebih berat. Menurut praktik di beberapa Negara, opsi yang mungkin
diambil oleh kepolisisan adalah sebagai fasilitator, sebagai pengguna pendekatan
restorative justice dalam mengatasi konflik kecil-kecilan dan sebagai pemantau
pelaksanaan kesepakatan dan pelanggaran terhadap kesepakatan;
Cont:
• Kejaksaan. Hampir di semua Negara di dunia, jaksa adalah dominus litis,
sang penentu perkara, sehingga berperan besar dalam menyerahkan
perkara ke jalur restorative. Apalagi dengan sistem penuntutan yang
menganut asas oppurtunitas. Dalam menjalankan diskresi penuntutan,
misalnya menangguhkan penuntutan, jaksa sepantasnya menunjuk hasil
restorative perkara yang bersangkutan. Agar lebih berhasil, jaksa yang
menangani perkara harus sudah aktif mendiskusikan perkaranya dengan
polisi.
• Penasihat hukum. Ia dapat memainkan peran untuk memberi pencerahan
proses restorative kepada pelaku kliennya dan mendorongnya memilih
proses restorative demi hasil yang lebih menguntungkan. Sikap proaktif
penasihat hukum dapat menurunkan tunggakan perkara;
• Pengadilan. Baik di Negara-negara common law maupun di Negara-negara
civil law, hakim dapat memainkan peran utama di dalam mengalihkan
perkara ke proses restorative. Ia dapat menjadi aktif dalam proses atau
dalam acara”lingkar penjatuhan sanksi” (sentencing cirle). Dalam praktik
demikian, hakim dapat melakukan dengar pendapat, melakukan
penyelesaian perkara, atau melakukan pemantauan. Pidana bersyarat
misalnya, dapat didasarkan atas hasil suatu proses restorative. Jadi sidang
penjatuhan sanksi boleh ditunda, menunggu hasil restorative.
Cont
• Petugas penjara. Proses restorative dilakukan juga di lingkungan
penjara. Petugas penjara yang berwenang sebaiknya
mempertimbangkan hasil mediasi restorative antara pihak
narapidana dengan korbannya, sebelum memutuskan pemberian
lepas bersyarat. Program restorative justice pun dapat bermanfaat
di dalam mengatasi tekanan-tekanan yang tidak menyenangkan,
terutama jika terjadi konflik antara penghuni penjara;
• Masyarakat. Tidak sedikit anggota suatu masyrakat mencurigai
program restorative justice sebagai sarana untuk meringankan
pelaku kejahatan, terutama dalam konteks kejahatan berat.
Mencegah sikap demikian, para nggota masyarakat perlu diberi
pencerahan asas-asas dan praktik-praktik serta dilibatkan dalam
proses restorative justice.
Tujuan RJ
• Victims who agree to be involved in the process can do safely and
come out it satisfied;
• Offenders understand how their action has affected the victim and
other people, assume responsibility for the consequences of their
action and commit to making reparation;
• Flexible measures are agreed upon by the parties which emphasize
repairing the harm done and, wherever possible, also address the
reasons for the offence;
• Offenders live up to their commitment to repair the harm done and
attempt to address the factors that led to their behavior; and
• The victim and the offender both understand the dynamic that led
to the specific incident, gain a sense of closure and are reintegrated
into the community
RJ untuk Korban
“Certainly the ideal is that restorative justice will
be beneficial for both victims and offenders.
Victims will experience empowerment,
healing and closure. They will given the
opportunity to ask questions about the
offence and express their emotion. Offenders
will confront the harm they have caused, take
responsibility for their actions, apologize, act
to repair the harm and as a result be accepted
back into their community.”
Terimakasih