Transcript BAB 3 KLS X

BAB III
HAK ASASI MANUSIA
Pengertian HAM
Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang
dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan
yang melekat pada setiap diri manusia sejak lahir.
Dalam perwujudannya, hak asasi manusia tidak
dapat dilaksanakan secara mutak karena dapat
melanggar hak asasi orang lain. Memperjuangkan
hak sendiri dengan mengabaikan hak orang lain,
merupakan tindakan yang tidak manusiawi. Kita
wajib menyadari bahwa hak-hak asasi kita selalu
berbatasan dengan hak-hak asasi orang lain, karena
itulah ketaatan terhadap aturan menjadi penting.
A.
• Beberapa pengertian dikemukakan oleh para
tokoh atau yang terdapat dalam dokumen HAM
dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. John Locke (Two Treaties on Civil Government)
Hak asasi manusia adalah hak yang dibawa sejak
lahir yang secara kodrati melekat pada setiap
manusia dan tidak dapat diganggu gugat (bersifat
mutlak).
2. Koentjoro Poerbapranoto (1976)
Hak asasi adalah hak yang bersifat asasi. Artinya,
hak-hak yang dimiliki manusia nenurut kodratnya
yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya
sehingga sifatnya suci.
3. UU No. 39 Tahun 1999 (Tentang Hak Asasi
Manusia)
• Hak asasi manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah,
dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.
B. Macam-macam Hak Asasi Manusia
Dewasa ini hak-hak asasi manusia mencakup
beberapa bidang berikut:
• Hak-hak Asasi Pribadi (personal rights), yaitu
meliputi kebebasan menyatakan pendapat,
kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak,
dan sebagainya.
• Hak-hak Asasi Ekonomi (property rights), yaitu hak
untuk memiliki, membeli, dan menjual, serta
memanfaatkan sesuatu.
• Hak-hak Asasi Politik (political rights), yaitu hak ikut
serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan
memilih dalam suatu pemilu), hak untuk
mendirikan parpol, dan sebagainya.
• Hak-hak Asasi untuk mendapatkan perlakuan yang
sama dalam hukum dan pemerintahan (rights of
legal equality).
• Hak-hak Asasi Sosial dan Kebudayaan (social and
cultural rights), yaitu meliputi hak untuk memilih
pendidikan, hak untuk mengembangkan
kebudayaan dan sebagainya.
• Hak-hak Asasi manusia untuk mendapatkan
perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan
(procedural rights). Misalnya, peraturan dalam hal
penahanan, penangkapan, penggeledahahan,
peradilan dan sebagainya.
C.Upaya
Pemajuan,
Penghormatan,
dan
Penegakan HAM
Salah satu tonggak dalam upaya pemajuan,
penghormatan dan penegakan hak asasi manusia
yang telah mendapat perhatian dunia
internasional, adalah ketika organisasi Persatuan
Bangsa Bangsa (PBB) membentuk Komisi PBB
untuk Hak Asasi Manusia pada 1946. Langkah
untuk pemajuan, penghormatan dan penegakan
HAM semakin nyata ketika Majelis Umum PBB
mengeluarkan Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (Universal Declaration of Human Rights)
pada 10 Desember 1948.
NO
TAHUN
1
2500 s.d.
1000 SM
NAMA DOKUMEN
Hukum Hamurabi
2
Corpus Luris
ISI/KETERANGAN
Perjuangan Nabi Ibrahim melawan
kelaliman Raja Namrud yang
memaksakan harus menyembah patung
(berhala). Nabi Musa, memerdekakan
bangsa Yahudi dari perbudakan Raja
Fir’aun (Mesir) agar terbebas dari
kewenangan-wenangan raja yang
merasa dirinya sebagai Tuhan.
Terdapat pada masyarakat Babylonia
yang menetapan ketentuan-ketentuan
hukum yang menjamin keadilan bagi
warganya.
Kaisar Romawi pada masa Flavius
Anacius Justinianus menciptakan
peraturan hukum modern yang
terkodifikasi yang Corpus Luris sebagai
jaminan atas keadilan dan hak asasi
manusia.
3
4
527 s.d. 322SM Corpus Luris
Kaisar Romawi pada masa Flavius
Anacius Justinianus menciptakan
peraturan hukum modern yang
terkodifikasi yang Corpus Luris
sebagai jaminan atas keadilan
dan hak asasi manusia.
30 SM s.d.
632 M
Dibawa oleh Nabi Isa Almasih sebagai
peletak dasar etika Kristiani dan ide
pokok tingkah laku manusia agar
senantiasa hidup dalam cinta kasih, baik
kepada Tuhan maupun sesama manusia.
Diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW banyak mengajarkan tetang
toleransi, berbuat adil, tidak boleh
memaksa, bijaksana, menerapkan kasih
sayang, memberikan rahmat kepada
seluruh alam semesta, dan sebagainya.
Kitab Suci Injil
Kitab Suci
Al-Qur’an
5
1215
Magna Charta
(Masa
Pemerintahan
Lockland di
Inggris)
Pembatasan kekuasaan raja dan hak
asasi manusia, antara lain mencakup :
Raja tidak boleh memungut pajak kalau
tidak dengan izin dari Great Council.
Orang tidak boleh ditangkap, dipenjara,
disiksa atau disita miliknya tanpa cukup
alasan menurut hukum negara.
6
1629
Pettion of Rights
(Masa
Pemerintahan
Charles I di
Inggris)
Pajak dan hak-hak istimewa harus denga
izin parlemen.
Tentara tidak boleh diberi penginapan di
rumah-rumah penduduk.
Dalam keadaan damai, tentara tidak
boleh menjalankan hukum perang.
Orang tidak boleh ditangkap tanpa
tuduhan yang sah.
7
1679
Habeas Corpus
Act (Masa
Pemerintahan
Charles II di
Inggris)
Jika diminta, hakim harus dapat
menunjukan orang yang ditangkapnya
lengkap dengan alasan penangkapan itu.
Orang yang ditangkap harus diperiksa
selambat-lambatnya dua hari setelah
ditangkap.
8
1689
Bill of Rights
(Masa
Pemerintahan
Willwem III di
Inggris)
Membuat undang-undang harus dengan izin
parlemen
Pengenaan pajak harus atas izin parlemen
Mempunyai tentara tetap harus dengan izin
parlemen.
Kebebasan berbicara dan mengeluarkan
pendapat bagi parlemen
Parlemen berhak mengubah keputusan raja
9
1776
Declaration of
Independence
(Amerika
Serikat)
Bahwa semua orang yang diciptakan sama.
Mereka dikaruniai oleh Tuhan, hak-hak yang
tidak dapat dicabut dari dirinya ialah: hak
hidup, hak kebebasan, dan hak mengejar
kebahagiaaan (life, liberty, and pursuit of
happiness).
Amerika Serikat dianggap sebagai negara
pertama yang mencantumkan hak asasi
dalam konstitusi (dimuat secara resmi dalam
Constitusi of USA tahun 1787) atas jasa
presiden Thomas Jefferson.
10
1789
Declaration des
Droits de
L’homme et du
Citoyen
(Perancis)
Pernyataan hak-hak asasi manusia dan
warga negara sebagai hasil revolusi
Perancis di bawah pimpinan Jendral
Laffayete, antara lain menyebutkan:
Manusia dilahirkan bebas dan
mempunyai hak-hak yang sama
Hak-hak itu ialah hak kebebasan, hak
milik, keamanan dan sebagainya.
11
1918
Rights of
Determination
Tahun-tahun berikutnya, pencantuman
hak asasi manusia dalam konstitusi
diikuti oleh Belgia (1831), Unisoviet
(1936), Indonesia (1945), dan
sebagainya.
Naskah yang diusulkan oleh Presiden
Woodrow Wilson yang memuat 14 pasal
dasar untuk mencapai perdamaian yang
adil.
12
1941
Atlantic
Charter
(dipelopori
oleh
Franklin D.
Rooselvt)
Muncul pada saat berkobarnya Perang
Dunia II, kemudian disebutkan empat
kebebasan (The Four Freedoms) antara
lain:
Kebebasan berbicara, mengeluarkan
pendapat, berkumpul, dan berorganisasi.
Kebebasan untuk beragama dan
beribadah
Kebebasan
dari
kemiskinan
dan
kekurangan.
Kebebasan seseorang dari rasa takut.
13
1948
Universal
Declaration
of Human
Rights
Pernyataan sedunia tentang hak-hak asasi
manusia yang terdiri dari 30 pasal. Piagam
tersebut menyerukan kepada semua
anggota dan bangsa di dunia untuk
menjamin dan mengakui hak-hak asasi
manusia dimuat di dalam konstitusi negara
masing-masing.
D.PERAN SERTA DALAM UPAYA PEMAJUAN, PENGHORMATAN, DAN PENEGAKAN
HAM DI INDONESIA.
• Peran serta dan upaya pemajuan, penghormatan dan
penegakan HAM di Indonesia, tidak terlepas dari kesadaran
internal atas perkembangan opini dunia terhadap masalahmasalah demokratisasi dan hak asasi manusia. Hal ini dapat
kita lihat pada Pembuakaan UUD 1945 dan Batang Tubuhnya
yang mencumkan prinsip-prinsip pelaksanaan HAM.
• Dorongan eksternal, dapat kita cermati dari sorotan-sorotan
yang dilakukan oleh negara-negara barat terhadap
perkembangan hak asasi manusia di Indonesia. Selain itu,
terdapat pula lembaga-lembaga independen seperti Human
Rights Watch atau Amnesty International yang secara berkala
membuat penilaian terhadap penegakan HAM dari berbagai
belahan dunia. Penilaian semacam itu sesungguhnya
bermakna positif bagi perkembangan penegakan HAM di
Indonesia dalam rangka lebih menyempurnakan upaya-upaya
nyata penegakan HAM di Indonesia.
 Dalam perkembangan lebih lanjut, peran serta dan upaya pemajuan,
penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia dilakukan melalui
hal-hal berikut :
1. Pada tanggal 7 Juni 1993, telah diupayakan berdirinya Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai tindak lanjut Lokakarya
tentang HAM yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri RI
dengan dukungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Salah satu tujuan
pembentukan Komnas HAM adalah untuk meningkatkan perlindungan
hak asasi manusia. Demi mewujudkan tujuan tersebut, maka Komnas
HAM melakukan rangkaian kegiatan antara lain :
a. Menyebarluaskan wawasan nasional dan internasional mengenai
hak asasi manusia baik kepada masyarakat Indonesia maupun
kepada masyarakat internasional
b. Mengkaji berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran
mengenai kemungkinan aksesi dan/atau ratifikasinya.
c. Memantau dan menyelidiki pelaksanaan hak-hak asasi manusia
serta memberikan pendapat, pertimbangan, dan saran kepada
badan pemerintah negara mengenai pelaksanaan hak asasi manusia.
d. Mengadakan kerja sama regional dan internasional dalam rangka
memajukan dan melindungi hak asasi manusia.
2. Paska Orde Baru (era reformasi), perhatian
terhadap upaya pemajuan, penghormatan dan
penegakan HAM di Indonesia semakin nyata,
yakni dengan disahkannya Ketetapan MPR No.
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia pada
tanggal 13 November 1998. Dalam ketetapan
tersebut, MPR menugaskan kepada lembagalembaga negara dan seluruh aparatur
pemerintah untuk menghormati, menegakkan,
dan menyebarluaskan pemahaman tentang
HAM. Selain itu, Presiden dan DPR juga
ditugaskan untuk segera meratifikasi berbagai
instrumen internasional tentang HAM.
3. Landasan bagi penegakan HAM di Indonesia semakin
kokoh setelah MPR melakukan amandemen terhadap
UUD 1945. Dalam amandemen UUD 1945 tersebut
persoalan HAM mendapat perhatian yang khusus
dengan ditambahkannya bab XA tentang Hak Asasi
Manusia yang terdiri atas pasal 28 A hingga 28 J. hal
ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam
menegakkan hak asasi manusia.
4. Tonggak lain dalam sejarah penegakkan hak asasi
manusia di Indonesia adalah berdirinya pengadilan
HAM yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.
26 tahun 2000. Pengadilan HAM ini merupakan suatu
pengadilan yang secara khusus menangani kejahatan
pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan
genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
5. Pembentukan lembaga-lembaga yang menangani
kejahatan HAM dan penyusunan beberapa instrumen
hukum pokok yang mengatur perlindungan terhadap
HAM, secara nyata telah mendorong penegakan HAM
di Indonesia. Beberapa kasus kejahatan HAM yang
terjadi pada masa lalu kini mulai terkuak. Terhadap
tuntutan yang sangat keras dari masyarakat untuk
menyelidiki kembali beberapa kasus yang diduga telah
menistai nilai-nilai kemanusiaan. Perhatian besar
ditujukan kepada kasus-kasus seperti penanganan
protes massa Tanjung Priok 1984, pelanggaran selama
pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh
pada masa 1980-an hingga dicabut pada tahun 1998,
kerusuhan dan penembakan mahasiswa pada Mei
1998, dan perusakan atau pembunuhan pasca
referendum yang menghasilkan kemerdekaan TimorTimur pada 1999.
6. Pembentukan Komisi Penyelidik Pelanggraan
(KPP) HAM tahun 2003 yang mempunyai tugas
pokok
untuk
menyelidiki
kemungkinan
terjadinya pelanggaran HAM. Di antara kasuskasus tersebut bahkan kasus Tanjung Priok dan
kasus Timor-Timur telah ditangani oleh
Pengadilan HAM. Dalam kasus yang lain
menyangkut berbagai pelanggraan semasa
pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) di
Aceh dan penembakan mahasiswa yang dikenal
sebagai Tragedi Semanggi dan Tragedi Trisakti,
juga muncul desakan dari masyarakat. Desakan
tersebut muncul karena sebagian anggota
masyarakat merasa bahwa hingga kini
penegakkan HAM di Indonesia masih
menghadapi berbagai hambatan dan tantangan.
7. Di sisi lain, melalui berbagai Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), banyak pihak melakukan
pembelaan dan bantuan hukum (advokasi)
terhadap para korban kejahatan HAM. Beberapa
lembaga yang aktif pada tahun-tahun terakhir ini
antara lain :
a. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
(YLBHI).
b. Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak
Kekerasan (KonTras).
c. Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi
Manusia (Elsham) dan Lembaga Bantuan
Hukum (LBH).
E. HAMBATAN DAN TANTANGAN DALAM UPAYA PEMAJUAN, PENGHORMATAN
DAN PENEGAKAN HAM DI INDONESIA
Pasca pemerintahan Orde Baru (era Reformasi), era ketika
persoalan demokratisasi dan hak asasi manusia menjadi topik
utama, telah banyak lahir produk peraturan perundangan
tentang hak asasi manusia antara lain:
1) Keluarnya Ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998 tentang
Hak Asasi Manusia.
2) UU No. 5 Tahun 1998 tentang pengesahan Convention
Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading
Tratement or Punishment (Konvensi menentang
penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang
kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat
manusia).
3) Keppres No. 181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional
Anti Kekerasan terhadap perempuan.
4) Keppres No. 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi
Nasional Hak-Hak Asasi Manusia Indonesia.
5. Inpres No. 26 Tahun 1998 tentang
Menghentikan penggunaan istilah pribumi dan
nonpribumi dalam semua perumusan dan
penyelenggaraan
kebijakan,
perencanaan
program, ataupun pelaksanaan kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan.
6. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.
7. UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia.
8. Amandemen kedua UUD 1945 (2000) Bab XA
Pasal 28A-28J mengatur secara eksplisit
Pengakuan dan Jaminan Perlindungan terhadap
Hak Asasi Manusia.
• Salah satu lembaga yang dibentuk oleh pemerintah untuk
menangani persoalan hak asasi manusia di Indonesia adalah Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Lembaga ini didirikan
pada masa pemerintahan Soeharto, yaitu pada 7 Juni 1993 melalui
Keputusan Presiden No. 50 tahun 1993. pembentukan Komnas
HAM sendiri merupakan tindak lanjut rekomendasi Lokakarya I Hak
Asasi Manusia yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri
RI dengan dukungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
• Berdasarkan keppres tersebut, tujuan pembentukan Komnas HAM
adalah sebagai berikut:
1. Membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksana
hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia;
2. meningkatkan perlindungan hak asasi manusia guna mendukung
terwujudnya pembangunan nasional yaitu pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
pada umumnya.
• Tentang berbagai hambatan dalam pelaksanaan dan
penegakan hak asasi manusia di Indonesia, secara
umum dapat kita identifikasi sebagai berikut :
1. Faktor Kondisi Sosial-Budaya
 Stratifikasi dan status sosial; yaitu tingkat
pendidikan, usia, pekerjaan, keturunan dan
ekonomi masyarakat Indonesia yang multikompleks
(heterogen).
 Norma adat atau budaya lokal kadang bertentangan
dengan HAM, terutama jika sudah bersinggung
dengan kedudukan seseorang, upacara-upacara
sakral, pergaulan dan sebagainya.
 Masih adanya konflik horizontal di kalangan
masyarakat yang hanya disebabkan oleh hal-hal
sepele.
2. Faktor Komunikasi dan Informasi
Letak geografis Indonesia yang luas dengan
laut, sungai, hutan, dan gunung yang
membatasi komunikasi antardaerah.
Sarana dan prasarana komunikasi dan
informasi yang belum terbangun secara baik
yang mencakup seluruh wilayah Indonesia.
Sistem informasi untuk kepentingan
sosialisasi yang masih sangat terbatas baik
sumber daya manusianya maupun perangkat
(software dan hardware) yang diperlukan.
3. Faktor Kebijakan Pemerintah
Tidak semua penguasa memiliki kebijakan
yang sama tentang pentingnya jaminan hak
asasi manusia.
Ada kalanya demi kepentingan stabilitas
nasional, persoalan hak asasi manusia
sering diabaikan.
Peran pengawasan legislatif dan kontrol
sosial oleh masyarakat terhadap
pemerintah sering diartikan oleh penguasa
sebagai tindakan ‘pembangkangan’.
4. Faktor Perangkat Perundangan
 Pemerintah tidak segera meratifikasikan hasil-hasil
konvensi internasional tentang hak asasi manusia.
 Kalaupun ada, peraturan perundang-undangan
masih sulit untuk diimplementasikan.
5. Faktor Aparat dan Penindakannya (Law Enforcement).
 Masih adanya oknum aparat yang secara institusi
atau pribadi mengabaikan prosedur kerja yang
sesuai dengan hak asasi manusia.
 Tingkat pendidikan dan kesejahteraan sebagian
aparat yang dinilai masih belum layak sering
membuka peluang ‘jalan pintas’ untuk
memperkaya diri.
 Pelaksanaan tindakan pelanggaran oleh oknum
aparat masih diskriminatif, tidak konsekuen, dan
tindakan penyimpangan berupa KKN (Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme)
• Tantangan Penegakan HAM
Mengenai tantangan dalam penegakan hak asasi
manusia di Indonesia untuk masa-masa yang akan
datang, telah digagas oleh pemerintah Indonesia
(Presiden Soeharto) pada saat akan menyampaikan
pidatonya di PBB dalam Konfrensi Dunia ke-2 (Juni
1992) dengan judul “Deklarasi Indonesia tentang
Hak Asasi Manusia” sebagai berikut.
1. Prinsip Universlitas, yaitu bahwa adanya hak-hak
asasi manusia bersifat fundamental dan memiliki
keberlakuan universal, karena jelas tercantum
dalam Piagam dan Deklarasi PBB dan oleh
karenanya merupakan bagian dari keterikatan
setiap anggota PBB.
2. Prinsip Pembangunan Nasional, yaitu bahwa
kemajuan ekonomi dan sosial melalui
keberhasilan pembangunan nasional dapat
membantu tercapainya tujuan meningkatkan
demokrasi dan perlindungan terhadap hak-hak
asasi manusia.
3. Prinsip Kesatuan Hak-Hak Asasi Manusia (Prinsip
Indivisibility). Yaitu berbagai jenis atau kategori
hak-hak asasi manusia, yaitu meliputi hak-hak
sipil dan politik di satu pihak dan hak-hak
ekonomi, sosial dan kultural di lain pihak; dan
hak-hak asasi manusia perseorangan dan hakhak asasi manusia masyarakat atau bangsa
secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan
yang tidak terpisahkan.
4. Prinsip Objektifitas atau Non Selektivitas, yaitu
penolakan terhadap pendekatan atau penilaian
terhadap pelaksanaan hak-hak asasi pada suatu
negara oleh pihak luar, yang hanya menonjolkan
salah satu jenis hak asasi manusia saja dan
mengabaikan hak-hak asasi manusia lainnya.
5. Prinsip Keseimbangan, yaitu keseimbangan dan
keselarasan antara hak-hak perseorangan dan
hak-hak masyarakat dan bangsa, sesuai dengan
kodrat manusia sebagai makhluk individual dab
makhluk sosial sekaligus.
6. Prinsip Kompetensi Nasional, yaitu bahwa
penerapan dan perlindungan hak-hak asasi
manusia merupakan kompetensi dan
tanggung jawab nasional.
7. Prinsip Negara Hukum, yaitu bahwa jaminan
terhadap hak asasi manusia dalam suatu
negara dituangkan dalam aturan-aturan
hukum, baik hukum tertulis maupun hukum
tidak tertulis.
• Tantangan lain bagi bangsa Indonesia khususnya
adalah berkaitan dengan adanya “pelanggaran
berat” terhadap hak asasi manusia. Perihal
pelanggaran berat yang dimaksudkan, sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,
mencakup Kejahatan Genosida dan Kejahatan
Kemanusiaan.
A. Kejahatan Genosida
Adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan
maksud
untuk
menghancurkan
atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok
bangsa, ras, kelompok etnik, kelompok agama,
dengan cara :
1. Membunuh anggota kelompok;
2. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat
terhadap anggota-anggota kelompok;
3. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan
mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh
atau sebagainya;
4. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan
mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
5. Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok
tertentu ke kelompok lain.
B. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
Adalah salah satu perbuatan yang dilakukan
sebagai bagian dari serangan yang meluas atau
sistematik yang diketahuinya bahwa serangan
tersebut ditujukan langsung terhadap penduduk
sipil, berupa:
1.
2.
3.
4.
5.
Pembunuhan;
Pemusnahan;
Perbudakan;
Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik
antara lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas)
ketentuan pokok hukum internasional;
6. Penyiksaaan,
7. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa,
pemaksaan kehamilan , permandulan atau strerilisasi secara
paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
8. Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau
perkumpulan yang didaari persamaan paham politik, ras,
kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain
yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang
menurut hukum internasional;
9. Penghilangan orang secara paksa; atau
10. Kejahatan aperheid.
• Pemeriksaan perkara pelanggaran hak asasi
manusia yang berat, dilakukan oleh majelis hakim
pengadilan HAM yang berjumlah lima orang
terdiri atas dua orang hakim pada Pengadilan
HAM yang bersangkutan dan tiga orang hakim ad
hoc. Hakim ad hoc adalah hakim yang diangkat
dari luar hakim karier yang memenuhi
persyaratan profesional, berdedikasi tinggi,
menghayati cita-cita negara hukum dan negara
kesejahteraan
yang
berintika
keadilan,
memahami dan menghormati hak asasi manusia
dan kewajiban dasar manusia.
• Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,
pemerintah dengan kesungguhan hati mengeluarkan
Keputusan Presiden Nomor 129 Tahun 1998 tentang
Rencana Aksi Nasional Hak-hak Asasi Manusia Indonesia
yang kemudian diubah dengan Keputusan Presiden Nomor
61 Tahun 2003.
• Rencana aksi Nasional Hak-hak Asasi Manusia Indonesia
(RANHAM), merupakan upaya nyata pemerintah Indonesia
untuk menjamin peningkatan penghormatan, pemajuan,
pemenuhan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia di
Indonesi dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama,
adat-istiadat, dan budaya bangsa Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia. RANHAM dilaksanakan secara bertahap
dan berkesinambungan dalam suatu program 5 (lima)
tahunan yang dipimpin langsung oleh Presiden.
• Dalam Rencana aksi Nasional Hak-hak Asasi
Manusia Indonesia tahun 2004 – 2009, akan
mengacu pada 6 (enam) program utama, yaitu :
1. Pembentukan dan penguatan institusi
pelaksanaan RANHAM,
2. Persiapan ratifikasi instrumen Hak Asasi
Manusia Internasional,
3. Persiapan harmonisasi peraturan perundangundangan,
4. Diseminasi dan pendidikan Hak Asasi Manusia,
5. Penerapan norma dan standar Hak Asasi
Manusia, dan
6. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
• INSTRUMEN HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL HAM
• Beberapa instruman hukum tentang HAM internasional pasca
Universal Declaration of Human Rights tahun 1948, yaitu :
NO
TAHUN
ISI/KETERANGAN
1
1958
Lahirnya Konvensi tentang Hak-hak Politik Perempuan.
2
1966
Covenants of Human Rights telah diratifikasi oleh negaranegara anggota PBB, isinya mencakup :
The International on Civil and Pilitical Rights, yaitu memuat
tentang hak-hak sipil dan hak-hak politik (persamaan hak
antara pria dan wanita).
Optional Protocol, yaitu adanya kemungkinan seorang
warga negara mengadukan pelanggaran hak assi kepada
The Human Rights Committee PBB setelah melalui upaya
pengadilan di negaranya.
The International Covenant of Economic, Social and Cultural
Rights, yaitu berisi syarat-syarat dan nilai-nilai bagi sistem
demokrasi ekonomi, sosial, dan budaya.
NO
TAHUN
3
1976 Konvensi Internasional tentang Hak-hak
Khusus.
1984 Konvensi tentang Penghapusan Segala
Bentuk Diskrimansi Terhadap Wanita.
1990 Konvensi tentang Hak-hak Anak.
1993 Konvensi Anti-Apartheid Olahraga.
1998 Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau Hukuman Lain yang
Kejam, Tidak Manusiawi, dan
Merendahkan Martabat Manusia.
1999 Konvensi Tentang Penghapusan Segala
Bentuk Diskrimansi Rasial.
4
5
6
7
8
ISI/KETERANGAN
• Peradilan Internasional HAM
Dalam rangka menyelesaikan masalah
pelanggaran HAM ini pula, PBB membentuk
komisi PBB untuk Hak Asasi Manusia (The
United Nations Commission on Human Rights).
Komisi ini awalnya terdiri dari 18 negara
anggota, kemudian berkembang menjadi 43
orang anggota. Negara Indonesia diterima
komisi ini sejak tahun 1991.
• Cara kerja komisi PBB untuk Hak Asasi
Manusia untuk sampai pada proses peradilan
HAM internasional, adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pengkajian (studies) terhadap
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan,
baik dalam suatu negara tertentu maupun
secara
global.
Terhadap
kasus-kasus
pelanggaran yang terjadi, kegiatan komisi
terbatas pada himbauanm serta persuasi.
Kekuatan himbauan dan persuasi terletak
pada tekanan opimi dunia internasional
terhadap pemerintah yang bersangkutan.
2. Seluruh temuan Komisi ini dibuat dalam Yearbook of
Human Rights yang disampaikan kepada sidang
umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.
3. Setiap warga negara dan atau negara anggota PBB
berhak mengadu kepada komisi ini. Untuk warga
negara perseorangan dipersyaratkan agar terlebih
dahulu ditempuh secara musyawarah di negara
asalnya, sebelum pengaduan di bahas.
4. Mahkamah Internasional sesuai dengan tugasnya,
segera menindak lanjuti baik pengaduan oleh
anggota maupun warga negara anggota PBB, serta
hasil pengkajian dan temuan komisi Hak Asasi
Manusia PBB untuk diadakan pendidikan, penahan,
dan proses peradilan.