KULIAH PAI2 PERTEMUAN KE 3

Download Report

Transcript KULIAH PAI2 PERTEMUAN KE 3

KULIAH PAI2 PERTEMUAN KE 3
3. FALSAFAH DAN NILAI SISTEM EKONOMI ISLAM
A. Falsafah Sistem Ekonomi Islam
B. Nilai Dasar Sistem Ekonomi Islam
1). Kepemilikan (ownership/tamalluk)
2). Keseimbangan (equilibrium) dalam Pengelolaan (tashorruf)
3). Keadilan (Justice) dalam distribusi
C. Nilai Instrument Sistem Ekonomi Islam
1). Zakat (Anti Monopoli)
2). Pelarangan Riba
3). Kerja sama social
4). Jaminan Sosial
5). Campur Tangan Negara
D. Konsep Uang dan Asset (harta) dalam Islam)
1). Fungsi Uang dan harta
2). Syarat dan prinsip kepemilikan dalam Islam
3). Sumber kepemilikan dalam Islam
Falsafah Sistem Ekonomi Islam
Islam merupakan sistem nilai dalam segala aspek
kehidupan.
Nilai-nilai universal yang dirumuskan dalam
maqoshid al-syari’ah (tujuan-tujuan syari’ah:
memelihara
agama,
memelihara
jiwa,
memelihara akal, memelihara harta dan
memelihara keturunan) menjadi nilai dasar
filosofis aktifitas perokonomian dalam sistem
ekonomi Islam
• Tiga dasar/asas filsafat ekonomi Islam
menurut A.M Saefudin adalah:1
1. Tuhan
2. SDA
3. Keadilan
4. Kesejahteraan bersama
1.Ahmad M. Saefudin, Studi Nilai-nilai Sistem
Ekonomi Islam, (Media Da’wah, Jakarta, 1998),
hal 36
Nilai Dasar Sistem Ekonomi Islam
1. Kepemilikan (ownership/tamalluk)
Hak milik merupakan masalah pokok dalam
dunia ekonomi. Konsekuensi dari kepemilikan
harta, meliputi harta apa yang diperoleh, dari
mana harta diperoleh, dengan cara apa
diperoleh, bagaimana pemanfaatannyauntuk
apa digunakan
ketentuan-ketentuan tentang kepemilikan ini
adalah: 2
1. Kepemilikan tdk bersifat mutlak. Sbgmn hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhori dari Aisah berikut:
Artinya:
“Barang siapa yang memakmurkan tanah mati
yang bukan menjadi milik seseorang, maka ia lebih
berhak atas tanah tersebut.
2. Kepemilikan manusia terbatas kepada seseorang
selama hidupnya.
3. Sumber daya alam yang menjadi kepentingan
umum atau kebutuhan orang banyak harus menjadi
milik masyarakat secara umum
2. Al-Syaukani, Nailul Authar,juz 5 (Dar al-Fikr,
Indonesia, 1952), hal 49
2.Keseimbangan
(equilibrium)
dalam
Pengelolaan (tashorruf)
Nilai-nilai
keseimbangan
ini
meliputi
keseimbangan antara kepentingan duniawi
dan ukhrawi dalam rangka memenuhi
kebutuhan ekonomi hidupnya (Q.S. AlBaqoroh: 201 , Al-Qashash: 77), antara
kepentingan individu dan masyarakat (Q.S. AlNisaa: 36), serta keseimbangan dalam
memanfaatkan harta kekayaan (Q.S. Al-Isra’:
29)
3. Keadilan (Justice) dalam distribusi
a. Keadilan berarti kebebasan yang memiliki
syarat ahlak Islam3
b. Keadilan diterapkan dalam semua fase
kegiatan ekonomi
c. makmur dalam keadilan dan adil dalam
kemakmuran4
3. Sri Adi Swasono, Op.Cit., hal 11
4. Ahmad M. Saefudin, Op.Cit. hal 66
Nilai Instrument Sistem Ekonomi Islam
1. Zakat telah disyariatkan Allah semenjak zaman
Nabi Ibrahim ( Q.S. al-Anbiyaa’: 72 – 73) sebagai
kewajiban finansial yang memiliki fungsi sosial
2. Pelarangan Riba
Pelarangan riba pada hakikatnya berarti
penolakan terhadap risiko finansial tambahan
yang ditetapkan dalam transaksi uang atau
modal ataupun jual beli yang dibebankan kepada
satu pihak sementara yang lain dijamin
keuntungannya.
Allah mengharamkan praktik riba ( Q.S. alBaqarah,: 275 ) dan ini merupakan ciri khas dari
sistem ekonomi Islam.
3. Kerja sama sosial
Kerja sama merupan watak masyarakt Islami yang
sangat bertentangan dengan kompetisi bebas dari
sistem masyarakat kapitalis dan kediktatoran model
masyarakat sosialis.
Nilai kerja sama sosial ini harus tercermin dalam
segala tingkat aktivitas ekonomi, baik produksi atau
distribusi barang maupun jasa.
Bentuk kerja sama ekonomi yang dicontohkan dalam
Islam adalah mudlorobah, yaitu kerja sama antara
pemilik modal dengan seorang yang memiliki
keahlian tertentu. Dalam istilah ekonomi, kerja sama
demikian dinamakan dengan istilah partisipatori
loan (penyertaan modal ) tanpa bunga yang
didasarkan penyertaan untung rugi (profit lose
sharing) berdasarkan kesepakatan.
Doktrin kerja sama sosial dalam sistem
ekonomi Islam ini akan dapat :
a. Meningkatkan produktivitas kerja seharihari masyarakat ( Q.S. al-Maaidah: 2 ).
b. Meningkatkan
kesejahteraan
dan
mencegah kesengsaraan masyarakat ( Q.S.
al-Maaidah: 2 9, 71 dan 105).
c. Mencegah penindasan ekonomi distribusi
kekayaan yang tidak merata (Q.S. alTaubah : 34, al-Fajr : 17-120).
4. Jaminan Sosial
Manusia memiliki tingkatan-tingkatan yang berbeda.
Tingkatan-tingkatan manusia ini oleh Dr. Abdul Hadi
Al-Syal dibagi menjadi empat golongan, yaitu :
1. Golongan
yang
penghasilannya
melebihi
kebutuhan.
2. Golongan yang penghasilannya sebanding dengan
kebutuhan.
3. Golongan yang penghasilannya di bawah
kebutuhan dan ia memerlukan kebutuhan
terhadap kebutuhan tersebut.
4. Golongan yang betul-betul tidak mampu mencari
penghasilan, sementara ia harus dapat menutupi
kebutuhannya.
5. Campur Tangan Negara
Peranan negara dalam hal ini adalah :
1. Aspek hukum, yaitu untuk menanggulangi
masalah pelanggaran kebebasan ekonomi,
dengan prinsip al-masalihu al-mursalah dan
saddu al-dari’ah sebagai upaya untuk
menangkal bahaya sebelum terjadi.
2. Perencanaan dan pengawasan alokasi atau
distribusi sumber-sumber ekonomi serta
dana.
3. Pengendalian produksi dan upah buruh
Konsep Uang dan Asset (harta) dalam
Islam)
1). Fungsi Uang dan harta
2). Syarat dan prinsip kepemilikan dalam
Islam
3). Sumber kepemilikan dalam Islam
Fungsi Uang dan harta
Alat pemenuhan kebutuhan dalam rangka
pengabdian kepada Tuhan, sehingga memiliki
dimensi ibadah dan dimensi soasial
UANG
Uang yang sekarang digunakan telah mengalami
proses perkembangan sejarah yang panjang.
Sejak imperium Roma dam imperium Persia telah
dikenal Sistem Bimatallisme. Sistem ini
berlandaskan kepada dua logam, yaitu emas dan
perak.
Sistem ini berlangsung pada bagian terbesar dari
negara-negara di dunia sampai pada pertengahan
abad ke-19
Berkembang pula uang nikel, logam dan kertas
dan alat pembayaran berbentuk surat-surat
berharga seumpama Bill of Exchange (B/E), Letter
of Credit (L/C) dan lain-lain.
Uang logam dan kertas nilainya makin
merosot dibandingkan dengan emas. Nilai
tukar mulai mengalami ketidakstabilan. Pada
akhirnya sistem Bimatallisme, dilepaskan dan
selanjutnya digantikan dengan sistem
berdasarkan emas melulu (Gold Standard).
Uang, secara konseptual harus memenuhi
beberapa syarat pelengkap.
Menurut Dumairy dalam Achmad Ramzy
Tadjoeddin, (1992 : 113 – 114) mensyaratkan
diterima umum, dalam arti digunakan secara
meluas; Berfungsi setidak-tidaknya sebagai alat
pembayaran dan Sah, dalam arti diakui oleh
pemerintah, sehingga harus memenuhi sayarat:
1. Syarat-syarat konseptual itu antara lain :
2. mudah dikenali (cognzable)
3. mudah dibawa-bawa (portable)
4. bahannya awet (durable)
5. pembuatan recehan tidak menimbulkan
masalah (divisible)
Bahkan bukan hanya sebagai alat tukar
semata, tetapi uang juga sudah berfungsi
sebagai satuan hitung atau sebagai alat
pengukur nilai (unit of accounts), alat
penyimpan kekayaan (store of value) dan alat
standar pembayaran tundaan (standart of
deferred payments)
Mahmud Abu Saud mengemukakan (1991 :
48)
1. Memperdagangkan
uang
untuk
mendapatkan uang
2. Tidak dibenarkan meminjamkan uang
dengan bunga karena tidak adil.
3. Unsur-unsur yang menodai kesucian uang
tidak dapat ditoleransi karena dapat
membawa manusia kepada kekafiran.
4. Uang
tidak
dimaksudkan
untuk
memperbudak manusia karena manusia
adalah makhluk yang paling sempurna
Kepemilikan Harta
–Sifat Hak Milik
Pemilikan pribadi dalam pandangan Islam
tidaklah bersifat mutlak/absolut (bebas tanpa
kendali dan batas).
Prinsip dasarnya,yaitu :
• Pada hakikatnya individu hanyalah wakil
masyarakat;
• Harta benda tidak boleh hanya berada di
tangan pribadi (sekelompok) anggota
masyarakat (SaNyid Qutbh, 1984:146-152).
--Jenis Hak Milik
Muhammad Abu Zahrah dalam Sayyid Qutbh
(1984:153), bahwa pemilikan hanya bisa ada
dengan ketetapan dari pembuat syariat (
pembuat Undang-undang ) yaitu sesuatu
yang telah disepakati oleh para ulama" fiqih.
Sebab semua hak, termasuk hak pemilikan,
tidak bisa ada kecuali dengan adanya
pengukuhan atasnya dari pembuat syariat,
dan
ketetapannya
atas
sebab-sebab
pemilikan tersebut. Maka hak tersebut
tidaklah timbul dari sifat bendabenda itu
sendiri tetapi dari ijin.
Hak milik dalam pandangan hukum Islam dapat
dibedakan atas:
1. Milik Yang Sempurna (Mikut tam), yaitu sipemilik
menguasai benda dan manfaatnya secara sekaligus.
Pembatasan terhadap penguasaan tersebut hanya
didasarkan pada :
• Pembatasan yang ditentukan oleh Hukum Islam
(seperti hak yang diperoleh dengan perkongsian.
Kongsi lama lebih berhak menuntut kepemilikan
suatu benda yang diperkongsikan secara paksa dari
pada kongsi baru dengan syarat membayar ganti
kerugian)
• Pembatasan yang ditentukan oleh ketentuan
perundang-undangan suatu negara seperti hak-hak
atas tanah dalam ketentuan Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA No. 5 tahun 1960).
2. Milik Yang Kurang Sempurna (milkun naqis)
yaitu kepemilikannya hanya meliputi bendanya
saja atau manfaatnya saja.
seperti: Pemilikan yang menguasai bendanya
saja seperti X berwasiat bahwa selama hayat Y
berhak menempati rumah yang ditinggalkan X
dalam hal ini Y hanya menguasai bendanya saja
dan bila Y meninggal dunia rumah beralih
pemilik pada ahli waris X ( bukan ahli waris Y)
Pemilikan yang hanya menguasai manfaat hasil
benda itu X mengemukakan bahwa Y hanya
menempati atau mendiami rumah tersebut.
Dengan denmikian Y berhak manfaatnya saja
dan ia tidak boleh mengalih tangankan benda
tersebut pada orang lain sebab benda tersebut
bukan haknya.
Cara Memperoleh Hak Milik
Meneurut Hasbi Ash Shiddieqy, memperoleh hak milik dengan cara:
1. Attawalludu minal mamluk (beranak pinak)
• Disebabkan Ihrazul Muhabat, adalah memiliki sesuatu benda
yang memang dapat / boleh dijadikan sebagai objek kepemilikan.
seperti: Membuka tanah baru yang belum ada pemiliknya, yang
pengerjaannya selama 3 tahun. sebagaimana hadist yang
diriwayatkan oleh Abu Yusuf dari Laits dari Thawus, "Tanah
umum adalah milik Allah dan Rasul, setelah itu milik kamu
semua. Barang siapa menghidupkan tanah yang mati (membuka
tanah), maka tanah itu menjadi miliknya. Seorang pengklaim
tanah tidak punya hak setelah tiga tahun (membiarkan tanahnya
tanpa diusahakan). " (Sayyid Qutbh, 1984 : 154).
• Air di sungai dan lain-lain
• Mengusahakan pertambangan (rikaz)
• Melalui peperangan (rampasan perang)
2. Disebabkan Adanya Akad, yaitu perbuatan seseorang atau
lebih dalam mengikatkan dirinya terhadap orang lain (Yan
Pramudya Puspa, 1977 : 248).
• Perbuatan hukum sepihak, Yaitu perbuatan hukum yang
dilakukan oleh satu pihak saja yang menimbulkan hak dan
kewajiban pada pihak yang lainnya, misalnya :
– Pembuatan surat wasiat
– Pemberian hadiah
– Hibah
• Perbuatan hukum dua pihak, yaitu perbuatan hukum yang
dilakukan oleh dua pihak yang menimbulkan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban bagi kedua belah pihak secara timbal
balik, misalnya :
– Jual beli
– Sewa menyewa
– Perjanjian kerja
Dikenal juga akad disebabkan hal yang lain.
• Akad jabariyah, yaitu akad yang keberadaanya
berdasarkan kepada keharusan untuk
mendapatkan keputusan hakim (yang
dilakukan secara paksa). Misalnya, peletakan
sesuatu benda jaminan (seperti hipotek dan
Credietverband) untuk pelunasan utang si
berutang. Untuk ini kalaupun penjualan (akad
jual beli) tersebut dilakukan secara paksa,
tetap melahirkan hak bagi pihak pembeli.
• Akad Istimlak, yaitu jual beli yang dilakukan
untuk kemaslahatan umum.
3.Disebabkan Khalafiyah yaitu bertempatnya seseorang
atau sesuatu yang baru di tempat lama yang telah hilang
pada berbagai macam rupa hak (Hasbi Ash Shiddieqy,
1989:11).Dibagi menjadi:
• Khalafiyah Syakhsy’an Syakhsy yaitu ahli waris
menempati tempat si pewaris dalam hal kepemilikan
segala harta yang ditinggalkan oleh pewaris tersebut.
• Khalafiyah Syai’an Syaiin atau tadlmin atau ta'widl
atau menjamin kerugian. Maksudnya, apabila seorang
melakukan sesuatu perbuatan yang merugikan barang
lain, maka orang tersebut diwajibkan untuk mengganti
kerugian tersebut.
4.Disebabkan Attawalludu Minal Mamluk, yaitu
segala yang terjadi / lahir dari benda yang
dimiliki merupakan hak bagi pemilik barang
atau benda tersebut. Misalnya :
• Anak binatang yang lahir dari induknya
merupakan hak milik bagi pemilik
• Susu lembu merupakan hak milik bagi
pemilik lembu