anotomi tindak pidana korupsi

Download Report

Transcript anotomi tindak pidana korupsi

ANOTOMI
TINDAK PIDANA
KORUPSI
1. PENGERTIAN KORUPSI
ISTILAH Korupsi berasal dari bahasa latin yaitu “corruptie” atau corruptus selanjutnya kata
corruptio berasal dari kata corrumpore ( suatu kata latin yang tua ). Dari bahasa latin inilah
yang kemudian diikuti dalam bahasa eropa seperti inggris, corruption, corrupt, ; perancis,
corruption. Dalam ensiklopedia indonesia disebutkan bahwa korupsi ( dalam latin corruptio
= penyuapan dan corrumpore = merusak ). Yaitu gejala bahwa para pejabat badan-badan
negara menyalahgunakan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidak beresan lainnya.
a. Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidak jujuran.
b. Perbuatan yang buruk seperi penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.
c. Perbuatan yang kenyataannya menimbulkan keadaan yang bersifat buruk :
-
Perilaku yang jahat dan tercela, atau kebejatan moral.
-
Sesuatu yang dikorup, seperti kata yang diubah dan diganti secara tidak tepat dalam satu
kalimat ;
-
Pengaruh-pengaruh yang korup.
Istilah KORUPSI sering kali diikuti dengan istilah kolusi dan nepotisme yang selalu
dikenal dengan singkatan KKN. KKN saat ini sudah menjadi masalah dunia, yang
harus diberantas dan harus dijadikan agenda pemerintahan untuk ditanggulangi
secara serius dan mendesak, sebagai bagian dari program untuk memulihkan
kepercayaan rakyat dan dunia internasional dalam rangka meningkatkan
pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan.
Transparency International memberikan defenisi tentang korupsi sebagai perbuatan
menyalahgunakan kekuasaan dan kepercayaan publik untuk keuntungan pribadi.
a. Menyalahgunakan kekuasaan
TIGA UNSUR
DARI
PENGERTIAN
b. Kekuasaan yang dipercayakan, memiliki akses bisnis
atau keuntungan materi.
KORUPSI
c. Keuntungan pribadi ( tidak selalu berarti hanya
untuk pribadi orang yang menyalahgunakan
kekuasaan, tetapi juga anggota keluarganya dan
teman-temannya.
PENGERTIAN KORUPSI
MENURUT
LUBIS DAN SCOOT
Korupsi adalah tingkah laku yang menguntungkan diri sendiri dengan merugikan
orang lain, oleh para pejabat pemerintah yang langsung melanggar batas-batas
hukum atas tingkah laku tersebut, sedangkan menurut norma-norma pemerintah
dapat dianggap korupsi apabila hukum dilanggar atau tidak dalam bisnis tindakan
tersebut adalah tercela. Jadi, pandangan tentang korupsi masih ambivalen hanya
disebut dapat dihukum apa tidak dan sebagai perbuatan tercela.
Jakob Van Klaveren mengatakan bahwa seorang pengabdi negara ( pegawai
negeri ) yang berjiwa korup menganggap kantor / instansinya sebagai
perusahaan dagang, sehingga dalam pekerjaannya diusahakan pendapatannya
akan diusahakan semaksimal mungkin.
M.Mc. Mullan mengatakan bahwa seorang pejabat pemerintahan
dikatakan korup apabila menerima uang yang dirasakan sebagai
dorongan untuk melakukan sesuatu yang bisa dilakukan dalam tugas
dan jabatannya padahal seharusnya tidak boleh melakukan hal
demikian selama menjalankan tugas.
Carl J. Friensich mengatakan bahwa pola korupsi dikatakan ada
apabila seorang memegang kekuasaan yang berwenang untuk
melakukan hal-hal tertentu seperti seorang pejabat yang bertanggung
jawab melalui uang atau semacam hadiah lainnya yang tidak
dibolehkan oleh undang-undang; membujuk untuk mengambil
langkah yang menolong siapa saja yang menyediakan hadiah dan
dengan demikian benar-benar membahayakan kepentingan umum.
Makna korupsi secara sosiologis dapat dilihat dari makna korupsi
sebagaimana yang dikemukakan oleh Syeh husain Alatas yang
mengatakan bahwa : “seperti halnya dengan semua gejala sosial yang
rumit, korupsi tidak dapat dirumuskan dalam satu kalimat saja. Yang
mungkin ialah membuat gambaran yang merusak akal mengenai
gejala tersebut agar kita dapat memisahkannya dari gejala lain yang
bukan Korupsi. Korupsi adalah penyalahgunaan kepercayaan untuk
kepentingan pribadi.
Dari beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan :
Korupsi merupakan suatu perbuatan melawan hukum baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat merugikan
perekonomian atau keuangan negara yang dari segi materiil
perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan
dengan nilai – nilai keadilan masyarakat.
Korupsi menurut standar yang digunakan untuk memberikan
pengertian tindak pidana korupsi secara konstitusional diatur dalam
UU No.8 Th 1999 pasal 1 ayat 3, 4 dan 5
Dengan Penjabaran :
A
B
C
Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tindak pidana korupsi.
Kolusi adalah pemufakatan atau kerjasama secara melawan hukum
atau penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dan pihak
lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara.
Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara
melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluatganya dan
atau kroninya diatas kepentingan masyarakat, bangas dan negara.
Secara yuridis pengertian korupsi menurut Pasal 1 UU No.24
Prp. Th. 1960 tentang pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan
Tindak Pidana Korupsi adalah bahwa :
A
Tindaka seorang yang dengan sengaja atau karena melakukan kejahatan atau
pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang
secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian
negara atau daerah atau merugikan keuangan suatu badan yang menerima
bantuan dari keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang
mempergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari negara atau
mesyarakat.
B
Perbuatan seseorang, yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau
dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan.
Dalam pasal 1 UU no 3 tahun 1971 tentang pemberantasan
korupsi dijelaskan tentang pengertian Korupasi
Yaitu bahwa :
Dihukum karena pidana korupsi ialah :
A
(1)
Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan, yang
secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan dan
atau perekonomian negara atau diketahui atau patut disangka
oelhnya bahwa perbuatan tersebut merugikan Keuangan
Negara atau Perekonomian Negara.
B
Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau suatu badan, menyalahgunakan kewenangan,
(1)
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabaan atau
kedudukan, yang secara langsung atau tidak langsung dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
C
Barang siapa yang melakukan kejahatan yang tercantum dalam
pasal-pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420,
423, 435, KUHP.
D
Barang siapa memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri
seperti dimaksud dalam pasal 2 dengan mengingat sesuatu
(1)
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatannya atau
kedudukannya atau oelh sipemberi hadiah atau janji dianggap
melekat pada jabatan atau kedudukan itu.
E
Barang siapa tanpa alasan yang wajar dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya setelah menerima pemberian atau janji
yang diberikan kepadanya seperti yang tersebut dalam pasalpasal 818, 419, dan 420 KUHP tidak melaporkan pemberian atau
janji tersebut kepada yang berwajib.
2. JENIS DAN TIPOLOGI KORUPSI
7 TIPOLOGI ATAU BENTUK/
JENIS KORUPSI
MENURUT Prof. Dr. Syed Husein Alatas
Korupsi transaktif, jenis korupsi yang menunjuk adanya kesepakatan
a.
timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan
kepada kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya
keuntungan yang biasanya melibatkan dunia usaha atau bisnis dengan
pemerintah.
b.
Korupsi perkerabatan ( nepotistic corruption ) yang menyangkut
penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang untuk membagi keuntungan
bagi teman atau sanak saudara dan kroni-kroninya.
c.
d.
e.
f.
g.
Korupsi yang memeras, adalah korupsi yang dipaksakan kepada suatu pihak yang
biasanya disertai ancaman, teror, penekanan terhadap kepentingan orang-orang dan
hal-hal yang dimilikinya.
Korupsi Investif, adalah memberikan suatu jasa atau barang tertentu kepada pihak
lain demi keunungan dimasa depan.
Korupsi Defensif, adalah pihak yang akan dirugikan terpaksa ikut terlibat
didalamnya atau bentuk ini membuat terjebak bahkan menjadi korban perbuatan
korupsi.
Korupsi Otogenik, adalah korupsi yang dilakukan seorang diri tidak ada orang lain
atau pihak lain yang terlibat.
Korupsi Suportif, adalah korupsi dukungan dan tak ada orang atau pihak lain yang
terlibat.
a. Jenis korupsi “epidemic”
Jenis korupsi konversional yang lebih populer dengan korupsi publik dan
dengan cepat mewabah atau yang pelakunya biasanya masyarakat atau berbagai
tingkat bawah dengan pungutan “tidaresmi” atau pungutan liar, suap menyuap
untuk urusan administrasi, surat ijin atau lisensi, layanan dari pemerintah masih
ada tambahan biaya petugas pajak yang curang, tagihan rekening listrik, telepon
yang merugikan masyarakat, jadi benar benar merupakan bentuk korupsi yang
hampir sehari-hari terjadi pada masyarakat.
b. Jenis korupsi “endemic”
Merupakan bentuk korupsi antara kalangan bisnis, pelaku bisnis dengan
tindakan kolusi pada birokrat antinya karekter suap antara kontraktor dengan
aparat birokrat, sehingga jatah proyek pada yang tak berhak, komisi untuk
pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah daerah, melakukan ruislag tukar
guling dengan keputusan dipengaruhi unsur korupsi, menyelahgunakan APBN
dan berbagai bentuk penyelewengankeuangan negara dalam pengelolaan
keuangan dengan alasan kepentingan tugas padahal relatif dan meragukan tapi
menguntungkan diri sendiri.
c. Jenis korupsi
“transnasional”
Yaitu bentuk korupsi dilakukan oleh pelaku bisnis atau pera elite birokrat dengan cara yang
fropesional dengan memanfaatkan hi-tech dan bentuk kejahatan dimensi baru bahkan melibatkan
inpestor asing, kontraktor asing dan oleh badan-badan usaha besar yang berbentuk Multi National
Corporation yang melakukan korupsi, serta yang lebih populer disebut sebagai konglomerat hitam
karena korupsi jenis ini langsung berpengaruh kepada besar kecilnya APBN. Praktik jenis korupsi
transnasional misalnya dalam bentuk mark-up proyek pertambangan emas, tembaga, minyak,
eksplorasi uap, batu bara dan lain-lain, manipulasi pengelolaan hutan disertai illegal loging, komisi
dalam jumlah besar pada proyek-proyek pemerintah, manipulasi perpajakan dan manipulasi proyekproyek pembangunan lainnya serta kerugian yang ditimbulkan mencapai miliaran dolar atau triliun
rupiah.
Jenis dan Tipologi Korupsi menurut Bentuk-Bentuk Tipikor
Menurut Undang-undang No.31 Tahun 1999 dan diubah dengan UU No.20.
Tahun 2001
a.
Tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri, orang
b.
c.
d.
Tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan,
lain, atau suatu korporasi (pasal 2).
kesempatan, saran jabatan, atau kedudukan (pasal 3 )
Tindak
pidana
korupsi
suap
dengan
memberikan
atau
menjanjikan sesuatu ( pasal 5 )
Tindak pidana korupsi suap pada hakim dan advokat ( pasal 6 )
e.
f.
g.
h.
i.
Korupsi dalam hal membuat bangunan dan menjual bahan bangunan dan
korupsi dalam hal menyerahkan alat keperluan TNI dan KNRI ( pasal 7 )
Korupsi pegawai negeri menggelapkan uang dan surat berharga ( pasal 8 )
Tindak pidana korupsi pegawai negeri memalsu buku-buku dan daftardaftar ( pasal 9 )
Tindak pidana korupsi pegawai negeri merusakan barang, akta, surat atau
daftar ( pasal 10 )
Korupsi pegawai negeri menerima hadiah atau janji yang berhubungan
dengan kewenangan jabatan ( pasal 11 )
Korupsi pegawai negeri atau penyelenggraraan negara atau hakim dan
j.
adbokat menerima hadiah atau janji; pegawai negeri memaksa membayar,
memmotong pembayaran, memminta pekerjaan, menggunakan tanah
negara, dan turut serta dalam pemborongan ( pasal 12 )
k.
l.
m.
n.
Tindak pidana korupsi suap pegawai negeri menerima garatifikasi ( pasal
12b )
Korupsi suap pada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan jabatan (
pasal 13 )
Tindak pidana yang berhubungan dengan Hukum Acara pemberantasan
korupsi.
Tindak pidana pelanggaran terhadap pasal 220, 231, 421, 429, dan 430
KUHP ( pasal 23 )
Pelayanan Publik yang potensial Korupsi
di Indonesia
a.
Petit Corruption
Atau dengan pola extortion sebagai korupsi kelas teri, dengan bentuk
kasus delik pelayanan publik pada seluruh lembaga instansi, aparatur
pemerintahan agar lebih mengenal atas kinerja sektor pelayanan publik
yang fropesional perbuatan korupsi yang dewasa ini masih meresahkan
masyarakat antara lain :birokrasi perizinan, sektor perpajakan, bea
cukai, penerimaan pegawai baru, pengurusan KTP SIM, surat kelakuan
baik, sertifikat tanah dan bentuk pelayanan kepada masyarakat lainnya
yang meminta imbalan.
Lanjutan
Bentuk korupsi seperti diatas tersebut disebut “Extortion atau Petit
Corruption” dan oleh praktisi hukum sering disebut “Public
Corruption” sebagai korupsi kelas teri meskipun kalau dijumlah
secara keseluruhan cukup besar, korupsi bentuk extortion atau
meminta imbalan ini, paling mengganggu masyarakat sehingga
terjadi pameo “publik servants” Indonesia tidak lagi melayani
masyarakat tetapi “to be served by the public” meminta dilayani oleh
masyarakat.
b.
Ethics in Goverment Corruption
Ethics in Goverment Corruption atau dengan pola Internal theft yang
tergolong kelas kakap. Korupsi pada ethics in Goverment yaitu
kerawanan unit-unit kerja pemerintahan dalam pengelolaan keuangan
negara, APBN, APBD seperti korupsi pada unit kerja bertugas dibidang
pengelolaan negara penerimaan pajak, bea dan cukai, pendapatan negara
bukan pajak atau non pajak lainnya dengan cara pejabat unit kerja
tersebut “memainkan” wewenangnya terhadap isi wajib pajak, PNBP,
serta bea dan cukai.
c.
Gurita Corruption
Adalah model korupsi yang paling berbahaya menghancurkan ekonomi
negara secara laten dan permanen. Lebih populer dengan sebutan “
distroyer economic state “ dan dikalangan masyarakat ada yang
mengartikan dengan “ Gurita Corruption “ atau gendruwo / raksasa
korupsi karena secara sistematis menggurita dan menjadi lingkaran
setan yang membuat kerugian negara sejumlah ratusan bahkan ribuan
rupiah dalam waktu satu tahun. Bentuk korupsi girita atau the big
corruption ini sangat terkait dengan pelayanan publik dalam bisnis
global yang dilakukan oleh national corporation atau international
corporation dimotori para konglomerat hitam.
3. Sebab dan Akibat Korupsi
Guna memahami sebab-sebab korupsi sebagai suatu kejahatan
dapat dikaji melalui proses analisis teori kriminologi terutama
digunakan untuk memberikan petunjuk bagaimana masyarakat
berperan
serta
menanggulangi
korupsi
dan
lebih-lebih
mencegahnya. Bagian dari teori atau ilmu pengetahuan
kriminologi untuk mengungkap sebab-sebab kejahatan korupsi,
disebut pendekatan sosiologi kriminil yaitu pengetahuan
tentang kejahatan sebagai gejala masyarakat atau sampai
dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat.
Etiologi Sosial Faktor-Faktor Penyebab Korupsi
a.
Masih
melekatnya
budaya
feodal,
dengan
perilaku
upetiisme,
premodialisme dan nepotisme yang mementikan keluarga atau kroninya
yang mendorong perbuatan korupsi.
Kesengajaan dalam sistem penggajian dan kesejahteraan dalam bentuk
politic risk dan economi risc sebagai dukungan anggaran, sarana fasilitas
b.
materiil dalam bertugas dan itdak memadai kesejahteraan keluarga
pegawai, karyawan yang tak layak sesuai standar minimal kebutuhan
hiduo sehingga menjadi potensial dengan elemen perbuatan Korupsi.
Lemahnya manajemen kepemimpinan institusi pemerintah termasuk para
pelaku bisnis seperti BUMN, Koperasi, Swasta / pengusaha yang tidak
c.
memberikan keteladanan, kesederhanaan atau pola hidup sederhana
sehingga kurangnya fungsi kontrol melalui pengawasan melekat sehingga
menjadi sangat toleran dengan perbuatan Korupsi.
Terjadinya erosi moral pada setiap lapisan sosial masyarakat, rendahnya
kadar keimanan moralitas ajaran-ajaran agama dan etika yang hasilnya
d.
terjebak dengan mental pengabdian yang buruk dari perilaku sebagai
pegawai, karyawan serta pelaku bisnis lainnya dengan cara korupsi
karena ego epentingan pribadi jauh lebih tinggi daripada kepentingan
umum, bangsa dan negara.
Gaya hidup sangat konsumtif, sebagai pengaruh negatif yang
e.
sangat kuat dari pola kehidupan eforia neo liberalism, sehingga
menjadi terlalu interes dan individualistis bahwa nepotisme dan
kepentingan keluarga diatas segalanya.
Adanya kemiskinan dan pengangguran, yang tersruktur dalam
kehidupan masyarakat, dissertai diskriminasi perlakuan hukum
f.
bagi
pelaku
korupsi
dan
kejahatan
biasa
dengan
cara
penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan yang menjadi peluang
suburnya perilaku korupsi .
Produk politik hukum yang menghasilkan instrumen peraturan perundang-undangan
yang potensial korupsi, misalnya pembentukan peraturan perundang-undangan
g.
melalui proses demokrasi dengan legislasi nasional yang sarat rekayasa atau
interpretasi politik dan perbuatan gratifikasi sehingga menetapkan undang-undang
tergolong korupsi dan saling bertentangan seperti pada UU keuangan negara jika
hasil korupsi dikembalikan bisa bebas sedangkan dalam UU pemberanrasan korupsi,
mengembalikan hasil korupsi tidak menghentikan suatu proses peradilan pidana.
Penerapan hukum terhadap pelaku korupsi disamping lamban juga tidak
menimbulkan efek jera dan dianggap kasus biasa. Hasil tegaknya hukum bagi
h.
korupsi menjadi tidak konsisten sesuai instrumen hukum korupsi sebagai extra
ordinary crim yang harusnya diutamakan sebagai kasus yang luar biasa dengan
sanksi yang paling berat dan keras, misalnya dengan metode carot dan stick yaitu
penerapan sanksi hukum mati atau seumur hidup.
Kurangnya pemahaman masyarakat yang membedakan antara perbuatan
korupsi dengan perbuatan kriminalitas lainnya atau perbuatan maling (
i.
kejahatan pencurian ) pada umumnya, juga masyarakat dan pelaku bisnis
banyak yang belum memahami perbedaan perilaku hasil bisnis dan
perilaku hasil dari korupsi, sehingga dalam praktik bisnis banyak terjebak
korupsi.
“Peningkatan kasus korupsi oelh institusi penegak hukum yang
berwenang ( polisi, jaksa, KPK dan hakim ), hasil ponis pengadilan kasus
j.
korupsi relatif masih kecil dan banyak penyelesaian perkara korupsi tidak
tuntas sampai tingkat pengadilan, serta sering putusan peradilan
kontroversial hanya dengan vonis bebas yang bertentangan dengan rasa
keadilan masyarakat”.
SEKIAN &
TERIMA KASIH