BAB III KEWIRASWASTAAN DALAM PERSPEKTIF HISTORIS

Download Report

Transcript BAB III KEWIRASWASTAAN DALAM PERSPEKTIF HISTORIS

BAB III
KEWIRASWASTAAN DALAM
PERSPEKTIF HISTORIS
• Kewiraswastaan dalam perspektif historis
merupakan
gambaran
pasang-surut
pertumbuhan
dan
perkembangan
kewiraswastaan di tanah air dari :
a. Pada masa pra kolonial
b. Pada masa kolonial
c. Pada masa paska kolonial
3.1 Pada Masa Pra Kolonial
• Sebelum
kedatangan
pihak
penjajah,
kewiraswastaan
telah
tumbuh
dan
berkembang dengan baik di daerah-daerah
penghasil rempah-rempah dan kota-kota
pelabuhan (daerah kekuasaan suatu kerajaan).
• Contohnya di Kerajaan Malaka yang memiliki
jaringan perdagangan luas (Nusantara, Cina,
Afrika Timur, dan Laut Tengah) hingga pada
tahun 1400-an telah menjadi pelabuhan
internasional yang menguasai Selat Malaka.
• Menurut Tom Pires, lalu lintas perdagangan
dan komuditi yang penting meliputi :
– Malaka ke Pantai Timur Sumatera : emas, kapur
barus, lada, sutra, damar, madu, lilin, tir, belerang,
besi, kapas, rotan, beras, dan budak. Hasil-hasil ini
ditukarkan dengan tekstil India
– Malaka ke Sunda (Jawa Barat) : lada, asam Jawa,
emas, [budak, dan bahan-bahan pangan lainnya.
Hasil-hasil itu ditukarkan dengan tekstil India,
pinang, air mawar dan lain-lain.
•
•
•
•
•
•
•
•
Malaka ke Jawa Jengah dan Jawa Timur
Jawa Barat ke pantai Barat Sumatra
Jawa Tengah dan Jawa Timur ke Sumatra Selatan
Jawa ke Bali, Lombok, dan Sumbawa
Bali, Lombok, dan Sumbawa ke Timor dan Sumba
Timor dan Sumba ke Maluku
Jawa dan Maluku ke Kalimantan Selatan
Sulawesi Selatan ke Maluku, Jawa, Brunei, Siam, dan
Semenanjung Malayaan
Tempat pertukaran yag penting adalah Gujarat (India
Barat Laut) dan Malaka
•
•
•
•
•
•
Jepara merupakan pelabuhan penting di jawa terutama pada masa kepemimpinan
raja Yunus pada tahun 1513
Pelabuhan gresik dikenal sebagai pusat perdagangan internasional yang besar
pada abad XV.
Menurut Tome Pires, kota pelabuhan Gresik adalah :
“permata jawa dalam pelabuhan-pelabuhan perdagangan”
Surabaya merupakan sebuah pelabuhan perdagangan yang besar pada awal abad
XVI ( M.C. Ricklefs, 1991 : 58-59)
Berdasarkan hal di atas, pada masa pra kolonial sudah banyak lahir wiraswasta
yang bergerak di bidang perdagangan, khususnya perdagangan rempah-rempah,
hasil bumi dan hutan, pertambangan, binatang, dan lain-lain, baik perdagangan
dalam negri (domestik) maupun luar negeri (internasional) yang akhirnya dapat
mendorong ramainya kegiatan pelayaran di beberapa kota pelabuhan di tanah air
Menurut Frederik Barth dan Frank Young :
Ditinjau dari aspek antropologi dan sosiologi bahwa untuk menunjuk siapa
wiraswasta Indonesia, maka akan diperoleh semacam kesimpulan bahwa orangorang Batak dan Minangkabau di Sumatra, orang-orang santri dan Arab di Jawa,
dan orang-orang non-pribumi terutama China merupakan wiraswata indonesia
• Hambatan kegiatan wiraswasta di lingkungan kerajaan islam :
1. Keterbatasan teknologi dalam berproduksi
2. Adanya pengawasan dari golongan bangsawan (aristokrat) yang berkuasa
• Sehingga pada masa itu pertumbuhan dan perkembangan kewiraswastaan di tanah
air tidak secepat seperti di eropa yang sangat bebas dalam melaksanakan kegiatan
usaha yang didukung oleh revolusi industri (Djoko Suryo, 1986 : 30)
Pada masa Kolonial
• Kewiraswastaan dalam perspektif kolonial adalah
pasang surut pertumbuhan dan perkembangan
kewiraswastaan di tanah air pada masa
penjajahan Portugis, Belanda dan Jepang.
• Sejak kedatangan armada perang Portugal untuk
menyerang ujung timur perdagangan Asia di
Malaka membuat pertumbuhan kewiraswastaan
terhambat. Setelah Portugis menguasainya
ternyata mereka menghadapi banyak persoalan
hingga masalah pun datang salah satunya korupsi
Lanjutan
• Para pedagang Asia pun mengalihkan
perdagangan kepelabuhan lain untuk
menghindari monopoli Portugis. Hal ini
menyebabkan kota Malaka menjadi merana
dan tidak ada lagi satu pelabuhan pusat
dimana kekayaan Asia dapat saling
dipertukarkan
2. Pada Masa Kolonial
Pada masa kolonial yaitu: sejak kedatangan
Belanda (VOC) dan Jepang di Indonesia, praktis
pertumbuhan dan perkembangan kewiraswastaan
sangat menyedihkan. Karena sekarang daerah – daerah
penghasil komoditi dan lalu lintas perdagangan banyak
dikuasai oleh VOC baik dengan cara kekerasan maupun
dengan cara lunak.
Setelah VOC berhasil mengambil alih dan
menyisihkan para wiraswasta dagang pribumi, maka
selanjutnya VOC membagi kegiatan perdagangan
menjadi beberapa golongan yaitu:
2.1 Golongan Wiraswasta Barat
Golongan ini diberi hak oleh VOC untuk menangani
sektor perdagangan dan perusahaan dalam skala besar yaitu
bertindak sebagai eksportir dan importir perdagangan
dipasar internasional, dan penanganan perusahaan
perkebunan (sekarang menjadi PTP).
2.2 Golongan Wiraswasta Cina
Golongan ini diberi hak oleh VOC untuk menangani
sektor distribusi dan penjualan komoditi perdagangan
domestik dalam skala menengah serta kecil.
2.3 Golongan Wiraswasta Pribumi
Golongan ini diberi hak oleh VOC untuk menangani
kegiatan perdagangan dan usaha industri kerajinan dalam
skala kecil.
Pada masa pergerakan Nasional, pertumbuhan
dan perkembangan kewiraswastaan mengalami
kemunduran,
meski
awalnya
kebangkitan.
Berdirinya
beberapa
mengalami
organisasi
(badan) sebagai alat perjuangan ekonomi para
wiraswasta,
kesejahteraan
bertujuan
hidup
yaitu
rakyat
pada
memajukan
saat
mengalami kesengsaraan akibat penjajahan.
itu
Adapun organisasi tersebut antara lain:
•Bank Pertolongan dan Tabungan (hulp em
Spaarbank) Didirikan oleh Raden Aria Wiriatmaja
(patih di Purwokerto-1896)
•Budi Utomo dipimpin oleh dr. Sutomo dan dr.
Wahidin
Sudirohusodo
mendirikan
koperasi
konsumsi tahun 1908
•Serikat dagang islam tahun 1913 mendirikan
sebuah koperasi produksi
•dll
Akibat semakin keras tekanan pihak Belanda
terhadap bangsa Indonesia, maka para tokoh
pergerakan di atas memilih perjuangan politik
yaitu
dalam
kemerdekaan
rangka
Indonesia,
memperjuangkan
sehingga
setelah
kemerdekaan tercapai, mereka telah kehilangan
jalur-jalur perniagaannya dan tidak meneruskan
profesinya sebagai seorang wiraswasta
Pada masa penjajahan Jepang, kehidupan sosial
ekonomi rakyat juga sangat memilukan. Melalui
kumiai, rakyat terutama di pedesaan diharuskan
menyerahkan sebagian besar hasil buminya
kepada pihak Jepang. Adanya kumiai tersebut,
maka kehidupan (kebebasan) ekonomi dan
berwiraswasta bangsa Indonesia menjadi lesu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
memang ada kesengajaan dari pihak penjajah
untuk membunuh segala potensi ekonomi rakyat
Indonesia (termasuk keinginan berwiraswasta)
dengan melaksanakan politik kelas/golongan,
monopoli, dsb (dibidang usaha), agar penjajah
leluasa untuk mengekploiter sumber daya alam
(natural resources) dan sumber daya manusia
(human resource) demi meraih keuntungan yang
sebesar-besarnya.
3. Pada Masa Paska Kolonial
• pada masa zaman orde lama, keadaan dunia usaha di
indonesia belum banyak berubah, dimana warisan
kolonial masih terasa. Hal ini disebabkan beberapa
sektor usaha masih dikuasai oleh swasta asing dan
kegiatan perdagangan masih dikuasai oleh golongan
non-pribumi. Padahal berbagai kebijaksanaan
ekonomi yang telah diambil oleh pemerintah cukup
banyak, dalam rangka menumbuhkan serta
mengembangkan kewiraswastaan pada golongan
pribumi, seperti ; politik demokrasi/ekonomi
terpimpin, Rencana Pembangunan Nasional, semesta
Berencana, nasionalisasi perusahaan-perusahaan
swasta asing.
• Pada zaman orde baru, pertumbuhan dan
perkembangan kewiraswastaan di tanah air cukup
baik, meskipun dapat dikatakan terlambat karena
faktor historis yang tidak menguntungkan di atas.
Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
jumlah wiraswasta tersebut sangat menghambat
pembangunan ekonomi. Menyadari hal ini, maka
akhir-akhir ini pemerintah banyak mengeluarkan
kebijaksanaan debirokratisasi dan deregulasi dengan
maksud untuk mendorong pertumbuhan dan
perkembangan kewiraswastaan, khususnya di bidang
perbankan dan perpajakan.
• Kebijaksanaan deregulasi ini ternyata telah telah
membawa
hasil.
Selanjutnya
kebijaksanaan
perbankan diteruskan pemerintah pada tahun 1988
dengan dikeluarkannya paket kebijaksanaan 27
oktober 1988 (pakto 27).
• Adapun tujuan dari pakto 27 adalah :
1. Peningkatan dan pengerahan dana masyarakat
2. Peningkatan ekspor nonmigas
3. Efisiensi lembaga-lembaga keuangan dan perbankan
4. Peningkatan pengendalian kebijaksanaan moneter
5. Penciptaan iklim yang lebih baik bagi
pengembangan pasar modal. ( warta koperasi , no
28/1988)
• Pakto 27 telah melahirkan bank-bank baru atau
perluasan dari bank-bank yang sudah ada.
• Menurut J.B. Sumarlin, sebelum dikeluarkan pakto 27
di Indonesia hanya terdapat 7 bank pemerintah, 66
bank swasta, nasional dan 11 bank asing, yang terdiri
atas 10 cabang bank asing dan 1 bank campuran.
Dengan dikeluarkannya pakto 27 dalam waktu 1 tahun
jumlah bank di Indonesia meningkat cukup banyak,
seperti : bank swasta nasional yang telah mendapat
izin prinsip ada 40 buah, sedangkan yang telah
diberikan izin operasi tercatat 20 buah
Bank asing/campuran yang telah mendapat izin prinsip 6 buah,
sedangkan yang telah diberikan izin operasi 4 buah.bank Perkreditan
Rakyat yang mendapatkan izin prinsip 400 buah, sedangkan yang telah
memperoleh izim operasi 100 buah. Disampint itu, ada peningkatan
status bank komersial dari bank non devisa sebanyak 20 buah. Selain
jumlahnya meningkat, penyebaran bank-bank kian merata di daerahdaerah seluruh tanah air, sehingga tidak lagi hanya terpusat di kota-kota
besar.
Sebagai/lanjutan dari Pakto 27, pemerintah mengumumkan Paket
Deregulasi 21 November 1988 (Pakno 21) di bidang tata niaga impor,
perdagangan, industri dan pertanian.
Itulah antara lain beberapa kebijaksanaan pemerintah di bidang
ekonomi, dalam rangka melaksanakan Tap MPR No.II/MPR/1998
tentang GBHN bidang Ekonomi.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan
kewiraswastaan di Indonesiaan jika ditinjau dari aspek historis, memang
tidak menggembirakan (kecuali pada zaman Orde Baru ini).