Evaluasi program pengendalian merokok pada

Download Report

Transcript Evaluasi program pengendalian merokok pada

Evaluasi program pengendalian merokok pada
remaja: studi pada Murid SMP dan SMA di
kota Gorontalo
Sumartono, W. , Soetiarto F., Isfandari, S., Tuminah S. & Sari, P.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan ,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Seminar hasil penelitian – diselenggarakan oleh
Lembaga Penelitian Universitas Negeri Gorontalo
bersama Dinas Kesehatan Kota Gorontalo
di Hotel New Rahmat – Kota Gorontalo - Selasa 8 Februari 2011
1
PENDAHULUAN
2
Latar belakang
• Merokok merupakan salah satu factor risiko
utama Penyakit Jantung pembuluh darah.
• Propinsi Gorontalo merupakan salah satu
propinsi yang prevalensi merokok maupun
prevalensi peny. jantung (Angina Pectoris)nya tertinggi di Indonesia.
3
Permasalahan
Propinsi Gorontalo :
• bukan propinsi dimana tanaman tembakau
merupakan tanaman andalan
• juga bukan propinsi yang memiliki pabrik rokok
besar.
 sangat ironis propinsi ini merupakan propinsi
yang prevalensi merokoknya tinggi
4
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2007
• prevalensi merokok di Propinsi Gorontalo
32.6 % termasuk tertinggi di Indonesia
(prevalensi nasional : 29.3 %).
• prevalensi perokok yang mulai merokok umur
10-14 th di Propinsi Gorontalo 12,9% tertinggi
di Indonesia (prevalensi nasional 9.6 %).
5
• Sekolah merupakan salah satu tempat yang
baik untuk memberi pendidikan kesehatan
• termasuk tentang bahaya merokok dan
manfaat hidup tanpa merokok – pada remaja.
• perlu dikembangkan program pencegahan
merokok melalui sekolah di Gorontalo.
6
TINJAUAN PUSTAKA
7
Contoh program pencegahan merokok melalui
sekolah yg direncanakan dan didanai dg baik :
• “Program Pencegahan dan Penghentian
Merokok untuk Remaja di Jepang” yang
dikembangkan Shigeta dkk [2].
Didalam program tsb ada:
• “Program Biasa”
• “Program Berbasis Pengalaman”
8
”Program Biasa”
• Guru memberi penyuluhan ttg bahaya
merokok didalam kelas menggunakan
beberapa slide bahaya merokok dan
sejumlah kuis (pertanyaan)
”Program Berbasis Pengalaman”
 ”Program Biasa” ditambah serangkaian promosi
kesehatan oleh guru dan Petugas Kesehatan (dr
dinkes/ Puskesmas) dengan mengajak murid
melakukan bebeberapa kegiatan yaitu :
9
(i) mengukur kadar CO dalam udara
pernapasan –menggunakan alat
Smokerlyzer®,
(ii) mengukur tekanan darah,
(iii) mendengarkan suara jantung,
(iv) melihat paru-paru yang rusak  paru-paru
orang yang sudah meninggal karena kanker
paru yang disebabkan merokok
(v) melihat Cyber Media anti tembakau di
seluruh dunia.
(vi) dsb [2].
10
Menurut Shigeta dkk murid-murid responden
penelitiannya:
• Pengetahuannya tentang bahaya merokok
meningkat secara bermakna
11
Pada penelitian Shigeta dkk proporsi murid yang
berniat merokok bila berumur 20 tahun menurun
secara bermakna dari :
• 15.1 % menjadi 9.3 % pada murid SD
• 18.6 % menjadi 9.8 % pada murid SMP
dan
• 17.4 % menjadi 14.9 % pada murid SMA
12
Menurut Shigeta dkk
Di salah satu SMA:
• 20 % perokok langsung berhenti merokok
setelah diberi ceramah selama 1 jam
di SMA lain :
• 60 % perokok berhenti merokok selama 3
bulan tindak lanjut setelah program
berbasis pengalaman [2].
13
TUJUAN DAN MANFAAT
14
Tujuan
Tujuan umum:
• Mengembangkan model program
Pengendalian Merokok pada Remaja melalui
Sekolah di Kota Gorontalo
Tujuan khusus:
• Mengukur pengetahuan tentang tembakau atau
kesehatan sebelum dan sesudah intervensi 1,2 & 3
• Mengukur sikap terhadap pengendalian tembakau
sebelum dan sesudah intervensi 1,2 & 3
15
Tujuan khusus:
• Mengukur proporsi murid perokok sebelum
dan setelah intervensi 1,2 & 3
• Mengukur proporsi murid yang berniat
merokok bila berumur 20 tahun sebelum dan
setelah intervensi 1, 2 & 3
Mengkaji efektifitas model penyuluhan dalam
• Meningkatkan proporsi responden yang
berpengetahuan baik dan bersikap baik
• Menurunkan proporsi responden yg merokok
dan berniat merokok bila sudah berumur 20
tahun
16
Manfaat
• Didapatkannya model pencegahan merokok
melalui sekolah untuk remaja Gorontalo.
• Didapatkannya data tentang efektifitas
model pencegahan tsb dalam menurunkan
proporsi murid perokok dan yang berniat
merokok bila berumur 20 tahun
17
METODOLOGI
18
Kerangka konsep
Studi Remaja Gorontalo Tahap I (Agus 2009 – Feb 2010)
Survey
Pre- intervensi
(Okt 2009)
Sekolah
intervensi
Sekolah
pembanding
Proporsi
a. Responden berpengetahuan baik
b. Responden
bersikap baik
c. Perokok
d. Responden yg
berniat merokok
bila berumur 20 th
e. Faktor lain
Proporsi
a. Responden berpengetahuan baik
b. Responden
bersikap baik
c. Perokok
d. Responden yg
berniat merokok
bila berumur 20 th
e. Faktor lain
Intervensi Pertama
(Okt 2009)
1. “Program biasa”
2. “Mari kita dengar suara
jantung kita”
3. “Mari kita ukur tekanan
darah kita”
Tanpa intervensi
(Pembanding)
Survey Kedua
(Januari 2010)
Proporsi
a. Responden berpengetahuan
baik
b. Responden
bersikap baik
c. Perokok
d. Responden yg
berniat merokok
bila berumur 20
th
e. Faktor lain
Proporsi
a. Responden berpengetahuan
baik
b. Responden
bersikap baik
c. Perokok
d. Responden yg
berniat merokok
bila berumur 20
th
e. Faktor lain
Intervensi Kedua
(Januari 2010)
1. “Perlombaan
menterjemahkan poster
bahaya merokok LN”
2. “Mari kita nikmati cyber
media anti tembakau di
seluruh dunia”
Tanpa intervensi
(pembanding)
19
19
Studi Remaja
Gorontalo Tahap I
Intervensi Kedua
(Januari 2010)
1. “Perlombaan
menterjemahkan
poster bahaya
merokok LN”
2. “Mari kita nikmati
cyber media anti
tembakau di seluruh
dunia”
Tanpa intervensi
(pembanding)
Studi Remaja Gorontalo Tahap II (Juni - Desember 2010)
Survey
Ketiga (Juli 2010)
Proporsi
a. Responden berpengetahuan
baik
b. Responden
bersikap baik
c. Perokok
d. Responden yg
berniat merokok
bila berumur 20
th
e. Faktor lain
Proporsi
a. Responden berpengetahuan
baik
b. Responden
bersikap baik
c. Perokok
d. Responden yg
berniat merokok
bila berumur 20
th
e. Faktor lain
Intervensi Ketiga
(Agustus 2010)
1. Pendidikan media
2. Ajakan pada orang
tua untuk membantu
anaknya jadi bukan
perokok
Tanpa intervensi
(Pembanding)
Survey Keempat
(Desember 2010)
Proporsi
a. Responden berpengetahuan
baik
b. Responden
bersikap baik
c. Perokok
d. Responden yg
berniat merokok
bila berumur 20
th
e. Faktor lain
Proporsi
a. Responden berpengetahuan baik
b. Responden
bersikap baik
c. Perokok
d. Responden yg
berniat merokok
bila berumur 20 th
e. Faktor lain
Sekolah
intervensi
Sekolah
pembanding
20
Disain penelitian
• Kuasi eksperimen, before and after with control
• Intervensi berupa penyuluhan kesehatan
tentang bahaya merokok
Tempat penelitian:
Sebuah SMP dan sebuah SMA di Barat Kota
Gorontalo digunakan sebagai sekolah intervensi
Sebuah SMP dan SMA lainnya di Utara kota
Gorontalo digunakan sbg sekolah pembanding
21
Instrumen survey:
Kuesioner untuk memperoleh data tentang
• Pengetahuan tentang tembakau atau kesehatan
(pada survei I dan II  9 pertanyaan, survei III
15 pertanyaan dan survey IV  20 pertanyaan)
• Sikap terhadap pengendalian tembakau (6
pertanyaan)
• Praktek (practice) berkaitan merokok (msl:
merokok atau tidak)
• Beberapa faktor predisposisi yang mungkin
berpengaruh pada perilaku merokok
22
Pengukuran kadar CO dalam paru atau udara
ekspirasi:
• Menggunakan alat Smoke-check®
• Digunakan sejak survey kedua (Jan 2010)
• sebagai alat pendidikan pada salah satu
kegiatan “Program Berbasis Pengalaman”: “Mari
kita ukur kadar CO dalam paru-paru kita”
• sebagai alat utk memperoleh data perilaku
merokok yg mungkin yang tidak dapat diperoleh
dari hasil wawancara/ menjawab kuesioner
23
Gb. 1. Pengukuran kadar CO paru menggunakan alat Smokecheck®
24
Gb. 2. Lampu merah pada alat Smokecheck® menyala bila ditiup
oleh responden dengan kadar CO > 10 ppm (perokok atau
perokok berat)
25
Bahan dan prosedur kerja
• Bahan untuk intervensi pada Studi Remaja
Gorontalo Tahap I (Sept 2009 – Feb 2010):
26
Bahan Intervensi pertama:
(1) Booklet TOP Penuntun utk Para Pemimpin (Gb. 3).
27
Contoh bagian dalam booklet “TOP Penuntun untuk para
pemimpin” (Gb. 4).
28
(2). “TOP –Majalah Penampilan dan Kepribadian” (Gb. 5)
.
29
Contoh salah satu halaman dalam “TOP Majalah Penampilan dan
Kepribadian” (Gb. 6). Lengkapnya dapat dilihat di:
http://www.facebook.com/album.php?aid=2038405&id=1243111649
30
(3) Stop Merokok sebab Anda Bisa (Gb. 7).
31
Salah satu halaman dari buku “Stop Merokok Sebab Anda Bisa” (Gb. 8).
Sebagian halaman dpt dilihat di
http://www.facebook.com/photo.php?fbid=1094161194582&set=a.10941569
54476.2014831.1243111649.
32
Dvd tentang tembakau atau kesehatan (sebagian terdapat di
http://www.youtube.com/MUSAUP2009). Salah satu contohnya adalah
http://www.youtube.com/watch?v=SKx99foT1VE
(Video. 1).
33
Bahan Intervensi kedua:
(4) poster bahaya merokok yg digunakan dalam
“Perlombaan menterjemahkan poster bahaya
merokok luar negeri”. Contoh sebuah poster dari CTOB
(Gb.10).
34
(5) “Cyber Media” untuk kegiatan “Mari Kita Nikmati Cyber Media
Anti tembakau di Seluruh Dunia”. Contoh:
http://www.youtube.com/watch?v=4Vn3mLIlqp4 (video 2).
35
Bahan intervensi ketiga
(6) buku “Melek Media dan Melek Informasi agar Tidak
Tertipu oleh Iklan Rokok” untuk pendidikan media (gb. 11)
36
Contoh salah satu halaman didalam “Melek Media dan Melek
Informasi” (Gb. 12).
37
(7) Leaflet “Bantulah Anak Anda Menjadi Bukan Perokok” (Gb. 13).
38
Salah satu halaman di leaflet “Bantulah Anak Anda Menjadi
Bukan Perokok” (Gb. 14).
39
Prosedur kerja:
Oktober 2009:
• Studi Kualitatif “Potensi dukungan masyarakat
sekolah Kota Gorontalo dan Puskesmas
terdekatnya pada Program Pencegahan
Merokok Melalui Sekolah”
• Pelatihan guru dan staf Puskesmas terdekat
• Materi pelatihan: teori dan praktek “program
biasa” dan “program berbasis pengalaman”
40
Setelah pelatihan
• dilakukan survey pertama
Setelah survey pertama:
• Dilakukan intervensi pertama:
• Guru membagi buku “TOP – Majalah Penampilan
dan Kepribadian” untuk dibaca di rumah
• Keesokan harinya guru memutar dvd “Bahaya
merokok bagi kesehatan”
• Kemudian mengadakan diskusi tentang tembakau
atau kesehatan selama 1 jam pelajaran.
41
Januari 2010
• Dilakukan survey ke dua
Setelah survey dilakukan intervensi kedua
berupa
• 3 kegiatan “Program berbasis pengalaman”:
• “Mari kita ukur kadar CO pernapasan kita”
• “Perlombaan menterjemahkan poster bahaya
merokok luar negeri” dan
• “Mari Kita Menikmati Cyber Media Anti
Tembakau di Seluruh Penjuru Dunia”
42
Juli 2010
• Dilakukan survei ketiga
Agustus 2010 dilakukan intervensi ketiga berupa:
• Pendidikan media menggunakan buku “Melek
Media dan Melek Informasi agar tidak Mudah
Tertipu oleh Iklan rokok”
• Guru mengundang orang tua murid ke sekolah
untuk diberi pesan “Bantulah anak anda agar
menjadi bukan perokok” dengan leaflet berjudul
sama.
43
Desember 2010:
• Dilakukan survei ke empat (terakhir)
44
HASIL
45
Hasil survey awal (baseline) Okt 2009, dari :
• + 600 murid di 1 SMP dan 1 SMA
sekolah intervensi dan
• + 600 murid di 1 SMP dan 1 SMA lainnya
sbg responden pembanding.
proporsi perokok responden:
• di sekolah intervensi 14.8 %
• di sekolah pembanding 22.7 %
46
Responden yg berniat akan merokok bila
berumur 20 tahun
• Di sekolah intervensi 13.3 %
• disekolah pembanding, 16.1 %.
Proporsi orang tua responden yg merokok:
• Di sekolah intervensi 79.5 %
• di sekolah pembanding 81 %.
47
Analisis efektifitas Intervensi I, II dan III.
48
Gb. 15. Grafik perbandingan perubahan proporsi murid sekolah yang pengetahuan tentang
tembakau atau kesehatannya termasuk kategori ”baik” di sekolah intervensi dan di
sekolah pembanding – Studi Remaja Gorontalo 2009-2010.
Proporsi/ persentase responden yg pengetahuannya
tentang tembakau atau kesehatan “baik” (%)
50.0
45.0
40.0
35.0
30.0
Sklh. Intervns.
25.0
Sklh. Pembdg.
20.0
Kedua sekolah
15.0
10.0
5.0
0.0
S 1 - Okt 09
S 2 - Jan 10
S 3 - Jul 10
S 4 - Des 10
49
Gb. 16. Grafik perbandingan perubahan proporsi murid sekolah yang memiliki
sikap yang ”baik” terhadap pengendalian tembakau di sekolah
intervensi dan di sekolah pembanding – Studi Remaja Gorontalo 20092010.
Proporsi/ persentase responden yg sikapnya
terhadap pengendalian tembakau “baik” (%)
45.0
40.0
35.0
30.0
25.0
Sklh. Intervns.
20.0
Sklh. Pembdg.
15.0
Kedua sekolah
10.0
5.0
0.0
S 1 - Okt 09
S 2 - Jan 10
S 3 - Jul 10
S 4 - Des 10
50
Gb. 17. Grafik perbandingan perubahan proporsi responden
perokok di sekolah intervensi dan di sekolah pembanding –
Studi Remaja Gorontalo 2009-2010.
Proporsi/ persentase responden perokok (%)
25.0
20.0
15.0
Sklh. Intervns.
Sklh. Pembdg.
10.0
Kedua sekolah
5.0
0.0
S 1 - Okt 09
S 2 - Jan 10
S 3 - Jul 10
S 4 - Des 10
51
Gb. 18. Grafik perbandingan perubahan proporsi responden yang berniat
merokok bila berumur 20 tahun di sekolah intervensi dan di sekolah
pembanding – Studi Remaja Gorontalo 2009-2010.
Proporsi/ persentase responden yang berniat
merokok bila berumur 20 tahun (%)
18.0
16.0
14.0
12.0
10.0
Sklh. Intervns.
8.0
Sklh. Pembdg.
6.0
Kedua sekolah
4.0
2.0
0.0
S 1 - Okt 09
S 2 - Jan 10
S 3 - Jul 10
S 4 - Des 10
52
Gb. 19. Grafik perbandingan perubahan proporsi orang tua responden di
sekolah intervensi yang merokok dan di sekolah pembanding – Studi
Remaja Gorontalo 2009-2010.
Proporsi/ persentase responden yang orang
tuanya (%)
82.0
80.0
78.0
76.0
74.0
Sklh. Intervns.
72.0
Sklh. Pembdg.
70.0
Kedua sekolah
68.0
66.0
64.0
62.0
S 1 - Okt 09
S 3 - Jul 10
S 4 - Des 10
53
Gb. 20. Grafik perbandingan perubahan proporsi responden yg kadar karbon
monoksida pernapasannya > 10 ppm (perokok atau perokok berat) di sekolah
intervensi dan di sekolah pembanding – Studi Remaja Gorontalo 2009-2010.
Proporsi/ persentase responden yang kadar
CO paru-nya > 10 Ppm (%)
4.0
3.5
3.0
2.5
Sklh. Intervns.
2.0
Sklh. Pembdg.
1.5
Kedua sekolah
1.0
0.5
0.0
S 2 - Jan 10
S 3 - Jul 10
S 4 - Des 10
54
PEMBAHASAN
55
Penelitian ini punya sejumlah kelemahan a.l.
• respondennya -yang seharusnya selalu sama
di setiap survey- ternyata banyak yang tidak
sama
• antara survey ke 2 dan ke 3 ada kenaikan
kelas  siswa yang lulus tidak dapat ditindak
lanjuti
• Posisinya diganti dengan murid baru
• Siswa yang seharusnya dapat ditindak
lanjuti-pun sebagian tidak ikut lagi dalam
survey berikut sehingga posisinya diganti
siswa lain.
56
Setelah membandingkan grafik perubahan proporsi
• murid yang merokok,
• yang berniat merokok bila berumur 20 tahun,
• yang memiliki kadar CO pernapasan > 10 ppm
(perokok atau perokok berat)
antara responden sekolah intervensi dan sekolah
pembanding
 diputuskan untuk analisis efektifitas intervensi
dengan membandingkan grafik parameter2 tsb
57
Dari perbandingan grafik perubahan proporsi
parameter tsb di kedua kelompok disimpulkan:
intervensi yang telah dilakukan belum efektif
untuk mengendalikan:
• proporsi perokok dan
• Proporsi yang berniat merokok bila
berumur 20 tahun
pada responden disekolah intervensi.
58
Sejumlah factor mungkin berperan dalam tidak
tercapainya efektifitas model pencegahan yang
digunakan pada tahap intervensi.
• Pertama, bahan dan tehnik intervensinya
mungkin masih perlu ditingkatkan.
• Salah satu kegiatan dalam “Progam Berbasis
Pengalaman” yang telah dilakukan di Jepang
oleh Shigeta dkk ialah: “Mari kita lihat paruparu yg rusak”
59
• Shigeta dkk menggunakan: Jaringan paruparu dari orang yg meninggal karena kanker
paru-paru yg diawetkan dengan formalin dan
disimpan didalam stoples.
• Dalam penelitian yang dilakukan di
Gorontalo, telah dicoba meminjam jaringan
serupa dari Bagian Patologi Anatomi RS
Persahabatan dan Bagian Patologi Anatomi
FK UI tapi tidak berhasil .
60
Ketiadaan jaringan kanker paru yg diawetkan dengan
formalin:
• Mungkin memiliki peran dalam belum efektifnya
intervensi yang dilakukan pada responden sekolah
intervensi.
• Karena itu jika kegiatan seperti ini akan dilakukan lagi,
keberadaan jaringan kanker paru untuk intervensi
penyuluhan perlu diupayakan
61
Faktor lain yang mungkin juga berpengaruh
• Waktu dan dana untuk intervensi penyuluhan yang
terbatas mungkin juga berpengaruh pada belum
tercapainya efektifitas penyuluhan.
• Idealnya, di sekolah pemutaran video penyuluhan
dan diskusi tentang buku penyuluhan maupun film
penyuluhan dilakukan per kelas (maks. 40 orang),
• bukan secara massal –seperti yg dilakukan saat
intervensi pertama (+ 300 orang sekaligus).
62
Peneliti dari Badan Litbang Kesehatan :
• tidak memiliki cukup waktu untuk memberikan nasihat
pribadi kepada para perokok – seperti yang dilakukan
dalam penelitian oleh Shigeta dkk [2].
•
hanya dapat memberikan buku panduan bernama “Stop
merokok – sebab Anda Bisa” kepada para guru yang
telah dilatih untuk membimbing anak perokok berhenti
merokok.
63
Kondisi lingkungan
• dukungan masyarakat sekolah, khususnya dari
guru dan orang tua murid juga masih perlu
ditingkatkan.
• contoh, masih ada guru yang merokok di dalam
lingkungan sekolah intervensi
• kepala sekolah belum memberlakukan larangan
merokok di lingkungan sekolah termasuk guru yg
berlaku untuk siapapun termasuk guru.
64
Ketika orang tua murid di sekolah intervensi diundang
ke sekolah untuk diajak membantu anak menjadi bukan
perokok:
• di SMA, dari 150 orang tua responden yang
diundang, hanya hadir 2 orang tua murid.
• di SMP, dari 150 orang tua murid yang
diundang hanya datang 50 orang tua murid.
 respons orang tua terhadap ajakan
membantu anak menjadi bukan perokok
masih belum memadai.
65
• Masih tingginya proporsi orang tua responden
yang merokok
• Faktor lingkungan kota Gorontalo dalam arti lebih
luas,
• Iklan rokok yang sangat banyak bertebaran di
setiap sudut kota
• para orang dewasa, bahkan petugas kesehatan,
yang seharusnya tidak merokok agar dapat
menjadi teladan untuk anak anak dan remaja, di
kota Gorontalo banyak yang merokok
66
Murid-murid di Kota Gorontalo mungkin kurang
memiliki panutan atau model peran (role model).
• Meskipun model intervensi yang sedang
dikembangkan–masih memiliki
kekurangan dan masih bisa terus
disempurnakan
• ketidak efektifan model itu pada populasi
Studi Remaja Gorontalo bukan semata
mata disebabkan oleh kurang
sempurnanya model pencegahan merokok
67
Pada dasarnya:
• model edukasi itu merupakan adaptasi dan
modifikasi dari model edukasi serupa di
Negara lain yang telah terbukti efektif dalam
menurunkan proporsi murid yang merokok.
 Faktor perbedaan lingkungan dimana model
itu diterapkan mungkin berpengaruh terhadap
belum efektifnya model pencegahan merokok
melalui sekolah di kota Gorontalo.
68
Bagaimana membuat lingkungan yang mendukung
program pencegahan merokok pd remaja Gorontalo
• merupakan tantangan bagi para cerdik
cendekiawan, professional pendidikan,
professional kesehatan kota dan propinsi
Gorontalo.
Harapan peneliti Badan Litbang Kesehatan :
• Lemlit UNG, bersama Dindik dan Dinkes
Kota dan Prop. Gorontalo dll, dapat
mengembangkan lebih lanjut program
pencegahan merokok ini.
69
BAPPEDA kota dan Propinsi , DPRD Kota dan Propinsi
Gorontalo:
• Perlu pertimbangkan: apakah akan terus
membiarkan anak dan remaja Gorontalo jadi
sasaran industri tembakau dengan tidak
melarang iklan rokok?
• demi mendapatkan “Pendapatan Daerah”
namun dengan mengorbankan kesehatan
generasi sekarang dan masa depan?
70
Kesimpulan dan saran
71
Kesimpulan:
• Program/ model Pencegahan Merokok yang
diteliti belum efektif untuk menurunkan
proporsi responden yang merokok dan
berniat merokok bila umur 20 th.
• Hal ini mungkin bukan hanya karena
modelnya masih perlu disempurnakan –tapi
juga karena dukungan dari lingkungan
terhadap program masih kurang memadai.
72
Faktor kondisi lingkungan –misal:
• masih ada guru yang merokok,
• belum ada larangan merokok di sekolah yang
berlaku untuk semua orang termasuk guru,
• masih banyak orang tua yang merokok,
• banyaknya iklan rokok di kota Gorontalo,
• kurangnya keteladanan para pemimpin –
terutama petugas kesehatan- dsb
 perlu ditanggulangi terlebih dulu.
73
Mengingat Propinsi Gorontalo merupakan salah satu
propinsi yang dalam survai nasional termasuk propinsi
tertinggi dalam hal:
• prevalensi merokok,
• prevalensi penyakit jantung dan
• usia mulai merokok dibawah 14 tahun,
 para pemimpin kota/ prop. Gorontalo
perlu memikirkan & melakukan tindakan
agar upaya pengendalian wabah merokok
di kota/ propinsi Gorontalo dapat efektif
74
Saran:
– Pemda Kota & Prop. Gorontalo perlu meminta dan
memanfaatkan sebagian Pajak Tembakau untuk
pendidikan kesehatan, khususnya pendidikan ttg
bahaya merokok dan manfaat hidup tanpa merokok
– DPRD Kota dan Propinsi Gorontalo perlu membuat
peraturan daerah yang melarang iklan rokok dalam
segala bentuk guna melindungi kesehatan generasi
sekarang dan masa depan Gorontalo.
75
– Lemlit UNG, bersama Dinas Kesehatan, Dinas
Pendidikan, PGRI, IDI dan semua pihak yang
relevan, mengembangkan lebih lanjut program
pencegahan merokok ini,
– bukan hanya di kota Gorontalo, tapi di
Kabupaten lain, termasuk Boalemo, yang
merupakan kabupaten tertinggi prevalensi
merokok & penyakit angina pectoris -nya .
76
– Pemerintah dan masyarakat Gorontalo
mengembangkan pembangunan yang
berwawasan kesehatan,
 Dalam pembangunan bidang ekonomi,
pertanian, perdagangan, perindustrian,
hendaknya kesehatan masyarakat tidak
dikorbankan, tetapi dilindungi dan ditingkatkan
77
TERIMA KASIH
78