Transcript BAB 2 KLS X

OLEH :
SULAIMAN, S.Pd
 Pengertian Sistem
Kata “sistem” dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
mengandung arti susunan kesatuan-kesatuan yang
masing-masing tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi
berfungsi membentuk kesatuan secara keseluruhan.
Pengertian sistem dalam penerapannya, tidak
seluruhnya berasal dari suatu disiplin ilmu yang
mandiri, karena dapat pula hanya berasal dari
pengetahuan, seni maupun kebiasaan : seperti sistem
mata pencaharian, sistem tarian, sistem perkawinan,
sistem pemerintahan, sistem hukum dan sebagainya.
 Untuk
dapat memperjelas dan memperluas
pemahaman tentang sistem, berikut ini terdapat
beberapa sarjana yang memberikan defenisinya.
1. Prof. Prajudi
Sistem adalah suatu jaringan daripada prosedurprosedur yang berhubungan satu sama lain menurut
skema atau pola yang bulat untuk menggerakkan
suatu fungsi yang utama dari suatu usaha atau urusan.
2. W. J. S. Poerwadarminta
Sistem adalah sekelompok bagian-bagian (alat
dan sebagainya), yang bekerja bersama-sama untuk
melakukan sesuatu maksud.
3. Prof. Sumantri
Sistem adalah sekelompok bagian-bagian yang
bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu
maksud.
Apabila salah satu bagian rusak atau tidak dapat
menjalankan tugasnya, maka maksud yang hendak
dicapai tidak akan terpenuhi, atau setidak-tidaknya
sistem yang telah terwujud akan mendapat gangguan.
4. Drs. Musanef
Sistem adalah suatu sarana yang menguasai
keadaan dan pekerjaan agar dalam menjalankan tugas
dapat teratur, atau Suatu tatanan dari hal-hal yang
paling berkaitan dan berhubungan sehingga
membentuk suatu kesatuan dan satu keseluruhan.
 Unsur-unsur dalam sistem mencakup antara lain :
Seperangkat komponen, elemen, bagian.
 Saling berkaitan dan tergantung.
 Kesatuan yang terintergrasi.
 Memiliki peranan dan tujuan tertentu.
 Interaksi antar sistem membentuk sistem
lain yang lebih besar.

 Sistem Hukum
sistem hukum adalah satu kesatuan hukum yang
berlaku pada suatu negara tertentu yang dipatuhi dan
diataati oleh setiap warganya.
Sistem hukum yang dianut oleh negara-negara di
dunia pada saat ini, antara lain sistem hukum Eropa
Kontinental, sistem hukum Anglo-Saxon, sistem
hukum adat, dan sistem hukum agama.
1. Sistem hukum Eropa Kontinental, adalah suatu
sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai
ketentuan-ketentuan
hukum
dikodifikasi
(dihimpun) secara sistematis yang akan
ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam
penerapannya. Hampir 60% dari populasi dunia
tinggal di negara yang menganut sistem hukum
ini.
2. Sistem hukum Anglo Saxon, adalah suatu
sistem
hukum
yang
didasarkan
pada
yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim
terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan
hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini
diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia
Baru, Afrika Selatan, Kanada.
3. Sistem hukum Adat/Kebiasaan, adalah
seperangkat
norma
dan
aturan
adat/kebiasaan yang berlaku di suatu
wilayah, dan
4. Sistem hukum Agama, merupakan
sistem hukum yang berdasarkan ketentuan
agama tertentu. Sistem hukum agama
biasanya terdapat dalam Kitab Suci.
 PENGERTIAN HUKUM
 Hukum sulit didefinisikan karena kompleks dan
beragamnya sudut pandang yang mau dikaji. Prof.
Van Apeldoorn mengatakan bahwa “definisi hukum
sangat sulit dibuat karena tidak mungkin
mengadakannya yang sesuai dengan kenyataan”.
Karena itu, sebaiknya kita lihat dulu pengertian
hukum menurut para ahli hukum terkemuka berikut
ini.
1. Prof. Mr. E.M. Meyers
 Hukum adalah semua aturan yang mengandung
pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah
laku manusia dalam masyarakat, dan menjadi
pedoman bagi penguasa negara dalam melaksanakan
tugasnya.
2. Leon Duguit
 Hukum adalah aturan tingkah laku anggota
masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada
saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat
sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang
pelanggaran terhadapnya akan menimbulkan reaksi
bersama terhadap pelakunya.
3. Drs. E. Utrecht, S.H.
 Hukum adalah himpunan peraturan (perintah dan
larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat
dan karen aitu harus ditaati oleh masyarakat itu.
4. S.M. Amin, S.H.
 Hukum merupakan kumpulan peraturan yang terdiri
dari norma dan sanksi, dengan tujuan mewujudkan
ketertiban dan pergaulan manusia.
5. J.C.T. Simorangkir, S.H. dan Woerjono
Sastropranoto, S.H.
 Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia
dalam lingkungan ,masyarakat, yang dibuat oleh
badan-badan resmi yang berwajib, dan yang
pelanggraan terhadapnya mengakibatkan diambilnya
tindakan, yaitu hukuman tertentu.
6. Samidjo
 Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yang
bersifat memaksa, berisikan perintah, larangan, atau
izin untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu serta
dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam
kehidupan masyarakat.
 Dari beberapa pengertian tentang hukum, secara
umum dapat dikatakan bahwa hukum mencakup
unsur-unsur berikut ini :
1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam
pergaulan masyarakat ;
2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang
berwenang;
3. Peraturan itu bersifat memaksa;dan
4. Adanya sanksi yang tegas terhadap pelanggaran
peraturan tersebut.
 Tujuan Hukum
- Hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Adapun
tujuan dibuatnya hukum dapat dilihat pada matriks di
bawah ini.
 Tujuan Hukum Nasional Indonesia
- Ingin mengatur secara pasti hak-hak dan kewajiban
lembaga tertinggi negara, lembaga-lembaga tinggi negara,
semua pejabat negara, setiap warga Indonesia agar
semuanya
dapat
melaksanakan
kebijaksanaankebijaksanaan dan tindakan-tindakan demi terwujudnya
tujuan nasional bangsa Indonesia, yaitu terciptanya
masyarakat yang terlindungi oleh hukum, cerdas, terampil,
cinta dan bangga bertanah air Indonesia dalam suasana
kehidupan makmur dan adil berdasarkan falsafah
Pancasila.
 Sumber Hukum
 Sumber hukum adalah segala yang menimbulkan
aturan yang mempunyai kekuatan memaksa, yakni
aturan-aturan yang pelanggarannya dikenai sanki yang
tegas dan nyata.
 Sumber hukum dibedakan dua yaitu :
1. sumber hukum “material” (welborn) dan
2. sumber hukum “formal” (kenborn).
 Sumber hukum material adalah keyakinan dan
perasaan (kesadaran) hukum individu dan pendapat
umum yang menentukan isi atau materi (jiwa)
hukum.
 Sumber hukum formal adalah perwujudan bentuk
dari isi hukum material yang menentukan berlakunya
hukum itu sendiri.
 Macam-macam sumber hukum formal, antara lain :
Undang-undang, Traktat, Kebiasaan (Hukum tidak
tertulis), Doktrin, dan Yurisprudensi,
1. Undang-Undang
 Pengertian undang-undang dapat dibedakan menjadi 2 macam,
yaitu undang-undang dalam arti material dan undang-undang
dalam arti formal.
 Undang-undang dalam arti material, adalah setiap peraturan
yang dikeluarkan oleh pemerintah yang isinya mengikat
secara umum. Di dalam UUD 1945, dapat kita jumpai
beberapa contoh, seperti : Undang-Undang Dasar, Ketetapan
MPR, Undang-Undang, Perpu, Peraturan Pemerintah,
Keputusan Presiden, dan Peraturan Daerah.
 Undang-undang dalam arti formal, adalah setiap peraturan
yang karena bentuknya dapat disebut undang-undang.
Misalnya, ketentuan pasal 5 ayat (1) UUD 1945
(Amandemen) yang berbunyi “Presiden memegang
kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat”. Jadi, Undang-undang yang
dibentuk oleh Presiden bersama DPR tersebut dapat diakui
sebagai sumber hukum formal, karena dibentuk oleh yang
berwenang sehingga derajat peraturan itu sah sebagai
undang-undang.
2. Kebiasaan (Hukum Tidak Tertulis)
Kebiasaan, merupakan perbuatan yang diulangulang terhadap hal yang sama dan kemudian
diterima serta diakui oleh masyarakat. Dalam
praktik penyelenggaraan negara, hukum tidak
tertulis disebut Konvensi. Dipatuhinya hukum
tidak tertulis, karena adanya kekosongan hukum
tertulis
yang
sangat
dibutuhkan
masyarakat/negara. Oleh karena itu, hukum tidak
tertulis (kebiasaan) sering digunakan oleh para
hakim untuk memutuskan perkara yang belum
pernah diatur di dalam undang-undang.
 Agar suatu kebiasaan mempunyai kekuatan dan
dapat dijadikan sebagai sumber hukum, maka
ditentukan oleh 2 (dua) faktor sebagai berikut :


Adanya perbuatan yang dilakukan berulang kali
dalam hal yang sama, yang selalu diikuti dan
diterima oleh yang lainnya.
Adanya keyakinan hukum dari orang-orang atau
golongan-golongan
yang
berkepentingan.
Maksudnya adanya keyakinan bahwa kebiasaan
itu memuat hal-hal yang baik dan pantas ditaati
serta mempunyai kekuatan mengikat.
3. Yurisprudensi
 Yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu
terhadap suatu perkara yang tidak diatur oleh undangundang dan dijadikan pedoman oleh hakim lainnya
dalam memutuskan perkara yang serupa. Timbulnya
yurisprudensi, karena adanya peraturan perundangundangan yang kurang atau tidak jelas pengertiannya,
sehingga menyulitkan hakim dalam memutuskan
suatu perkara. Untuk itulah hakim membuat atau
membentuk hukum baru dengan cara mempelajari
putusan-putusan hakim terdahulu, khususnya tentang
perkara-perkara yang yang sedang dihadapinya.
 Dalam membuat yurisprudensi, bisanya seorang hakim
akan melaksanakan berbagai macam penafsiran sebagai
berikut :
 Penafsiran secara gramatikal (tata bahasa), yaitu
penafsiran berdasarkan arti kata ;
 Penafsiran secara historis, yaitu penafsiran berdasarkan
sejarah terbentuknya undang-undang ;
 Penafsiran sistematis, yaitu penafsiran dengan cara
menghubungkan pasal-pasal yang terdapat dalam
undang-undang ;
 Penafsiran teleologis, yaitu penafsiran dengan jalan
mempelajari hakekat tujuan undang-undang yang
disesuaikan dengan perkembangan zaman, dan
 Penafsiran otentik, yaitu penafsiran yang dilakukan oleh
si pembentuk undang-undang itu sendiri.
4. Traktat
 Traktak adalah perjanjian yang dibuat oleh dua negara atau
lebih mengenai persoalan-persoalan tertentu yang menjadi
kepentingan
negara
yang
bersangkutan.
Dalam
pelaksanaannya, traktat dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:
 Traktat bilateral, adalah perjanjian yang dibuat oleh
dua negara. Traktat ini bersifat tertutup, karena hanya
melibatkan dua negara yang berkepentingan. Misalnya,
masalah Perjanjian Dwi-Kewarganegaraan antara
Indonesia dan RRC.
 Traktat multilateral, adalah perjanjian yang dibuat
atau dibentuk oleh lebih dari dua negara. Traktat ini
bersifat terbuka bagi negara-negara lainnya untuk
mengikatkan diri (PBB, NATO, dan sebagainya).
 Pembuatan traktat, biasanya melalui tahap-tahap
-
-
-
-
berikut ini.
Penetapan isi perjanjian dalam bentuk konsep yang
dibuat/disampaikan oleh delegasi negara yang
bersangkutan.
Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat masingmasing.
Ratifikasi atau pengesahan oleh kepala negara masingmasing sehingga sejak saat itu traktat dinyatakan
berlaku di seluruh wilayah negara.
Pengumuman, yaitu penukaran piagam perjanjian.
Setelah diratifikasi oleh DPR dan kepala negara,
traktat tersebut menjadi undang-undang dan
merupakan sumber hukum formal yang berlaku.
5. Doktrin
 Doktrin adalah pendapat para ahli hukum terkemuka
yang dijadikan dasar atau asas-asas penting dalam
hukum dan penerapannya. Doktrin sebagai sumber
hukum formal banyak digunakan para hakim dalam
memutuskan perkara melalui yurisprudensi, bahkan
punya pengaruh yang sangat besar dalam hubungan
internasional.
 Dalam hukum ketatanegaraan, kita mengenal doktrin,
seperti doktrin dari Montesquieu, yaitu Trias Politica
yang membagi kekuasaan menjadi tiga bagian yang
terpisah, yakni:
1. Kekuasaan eksekutif (kekuasaan untuk melaksanakan
undang-undang)
2. Kekuasaan legislatif (kekuasaan untuk membuat
undang-undang)
3. Kekuasaan yudikatif (kekuasaan untuk mengadili
pelanggaran undang-undang)
 Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan
(TAP MPR No. III/MPR/2003)
 Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan,
merupakan pedoman pembuatan aturan hukum di
bawahnya. Tata urutan peraturan perundangundangan Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Undang-undang Dasar 1945 ;
2. Ketetapan MPR-RI ;
3. Undang-undang ;
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(Perpu) ;
5. Peraturan Pemerintah ;
6. Keputusan Presiden ; dan
7. Peraturan Daerah.
 PENGGOLONGAN HUKUM
1. Berdasarkan Wujudnya


Hukum tertulis, yaitu hukum yang dapat kita
temui dalam bentuk tulisan dan dicantumkan
dalam berbegai peraturan negara. Contoh :
UUD 1945, UU, dan lain-lain.
Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang
masih hidup dan tumbuh dalam keyakinan
masyarakat tertentu (hukum adat). Dalam
praktik ketatanegaraan hukum tidak
keyakinan disebut konvensi (Contoh: pidato
kenegaraan presiden setiap tanggal 16
Agustus).
2. Berdasarkan Ruang atau Wilayah Berlakunya
 Hukum lokal, yaitu hukum yang hanya berlaku di
daerah tertentu saja (hukum adat Manggarai-Flores,
hukum adat Batak, Jawa, Minangkabau, dan
sebagainya).
 Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku di
negara tertentu (hukum Indonesia, Malaysia, Mesir,
dan sebagainya).
 Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur
hubungan antara dua negara atau lebih (hukum
perang, hukum perdata internasional, dan
sebagainya).
3. Berdasarkan Waktu dan Diaturnya
 Hukum yang berlaku saat ini (ius constitutum);
disebut juga hukum positif.
 Hukum yang berlaku pada waktu yang akan datang
(ius constituendum).
 Hukum antarwaktu, yaitu hukum yang mengatur
suatu peristiwa yang menyangkut hukum yang
berlaku saat ini dan hukum yang berlaku pada masa
lalu.
4. Berdasarkan Pribadi dan Diaturnya

Hukum satu golongan, yaitu hukum yang
mengatur dan berlaku hanya bagi golongan
tertentu saja.

Hukum semua golongan, yaitu hukum yang
mengatur dan berlaku bagi semua golongan.

Hukum antargolongan, yaitu hukum yang
mengatur dua orang atau lebih yang masingmasingnya tunduk pada hukum yang
berbeda.
5. Berdasarkan Isi Masalah yang Diaturnya
 Berdasarkan isi masalah yang diaturnya, hukum dapat
dibedakan menjadi : hukum publik dan hukum privat.
A. Hukum Publik, yaitu hukum yang mengatur
hubungan antara warga negara dan negara yang
menyangkut kepentingan umum. Dalam arti formal,
hukum publik mencakup Hukum Tata Negara,
Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana, dan
Hukum Acara.
 Hukum Tata Negara, mempelajari negara tertentu, seperti bentuk
negara, bentuk pemerintahan, hak-hak asasi warga negara, alat-alat
perlengkapan negara, dan. Singkatnya mempelajati hal-hal yang bersifat
mendasar dari negara.
 Hukum Administrasi negara, adalah seperangkat peraturan yang
mengatur cara bekerja alat-alat perlengkapan negara, termasuk cara
melaksanakan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki oleh setiap organ
negara. Singkatnya, mempelajari hal-hal yang bersifat teknis dari negara.
 Hukum Pidana, adalah hukum yang mengatur pelanggaran-pelanggaran
dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum yang diancam
dengan sanksi pidana tertentu. Dalam KUHP (Kitab Undang-undang
Hukum Pidana), pelanggaran (overtredingen) adalah perbuatan yang
melanggar (ringan) dengan ancaman denda. Sedangkan kejahatan
(misdrijven) adalah perbuatan yang melanggar (berat) seperti pencurian,
penganiayaan, pembunuhan, dan sebagainya.
 Hukum Acara, disebut juga hukum formal (Pidana dan Perdata), hukum
acara adalah seperangkat aturan yang berisi tata cara menyelesaikan,
melaksanakan, atau mempertahankan hukum material. Di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) No.8/1981 diatur tata cara
penangkapan, penahanan, penyitaan, dan penuntutan. Selain itu juga
diatur siapa-siapa yang berhak melakukan penyitaan, penyelidikan,
pengadilan yang berwenang, dan sebagainya.
B. Hukum Privat (hukum perdata), adalah hukum yang
mengatur kepentingan orang-perorangan. Perdata,
berarti warga negara, pribadi atau sipil. Sumber pokok
hukum perdata adalah Buergelijik Wetboek (BW). Dalam
arti luas hukum privat (perdata) mencakup juga Hukum
Dagang dan Hukum Adat. Hukum Perdata dapat di bagi
sebagai berikut:
 Hukum Perorangan, adalah hampunan peraturan yang
mengatur manusia sebagai subyek hukum dan tentang
kecakapannya memiliki hak-hak serta bertindak sendiri
dalam melaksanakan hak-haknya itu. Manusia dan Badan
Hukum (PT,CV<Firma, dan sebagainya) merupakan
“pembawa hak” atau sebagai “subyek hukum”.
 Hukum keluarga, adalah hukum yang memuat
serangkaian peraturan yang timbul dari pergaulan hidup
dan keluarga (terjadi karena perkawinan yang melahirkan
anak). Hukum keluarga dapat dibagi sebagai berikut :
1. Kekuasaan Orangtua, yaitu kewajiban membimbing
anak sebelum cukup umur. Kekuasaan orangtua putus
ketika seorang anak telah dewasa (21 tahun), terlalu
nakal, putusnya perkawinan.
2. Perwalian, yaitu seseorang/perkumpulan tertentu
yang bertindak sebagai wali untuk memelihara anak
yatim piatu sampai cukup umur. Hal ini terjadi,
misalnya karena perkawinan keduaorangtuany outus.
Di Indonesia, wali pengawas dijalankan oleh pejabat
Balai Harta Peninggalan.
3. Pengampunan, yaitu seseorang/perkumpulan
tertentu yang ditunjuk hakim untuk menjadi kurator
(pengampun) bagi orang dewasa yang diampuninya
(kurandus) karena adanya kelainan; sakit ingatan,
boros, lemah daya, tidak sanggup mengurus diri, dan
berkelakuan buruk.
4. Perkawinan, yaitu mengatur perbuatan-perbuatan
hukum serta akibat-akibatnya antara dua pihak
(laki-laki, dan perempuan) dengan maksud hidup
bersama untuk jangka waktu yang lama menurut
Undang-undang. Di Indonesia, diatur dengan UU
No.1/1974.
 Hukum Kekayaan
 Adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur hak
dan kewajiban manusia yang dapat dinilai dengan uang.
Hukum kekayaan mengatur benda (segala barang dan hak
yang dapat menjadi milik orang atau objek hak milik) dan
hak-hak yang dapat dimiliki atas benda. Hukum kekayaan
mencakup :
a. Hukum benda, mengatur hak-hak kebendaan yang
bersifat mutlak 9diakui dan dihormati setiap orang).
Hukum benda terdiri dari :
a.1 Hukum Benda Bergerak: karena sifatnya (kendaraan
bermotor) dan karena penetapan undang-undang (suratsurat berharga);
a.2. Hukum Benda Tidak Bergerak: karena sifatnya
(tanah dan bangunan), katena tujuannya (mesin-mesin
pabrik), dan karena penetapan undang-undang (hak opstal
dan hipotik).
b. Hukum Perikatan, mengatur hubungan yang bersifat
kehartaan antara dua orang atau lebih. Pihak pertama
(kreditur) berhak atau suatu prestasi (pemenuhan
sesuatu). Pihak lain (debitur) wajib memberikan sesuatu.
Bila debitur tidak menetapi perikatannya, hal itu
dinamakan wanprestasi. Obyeknya adalah prestasi, yaitu
hal pemenuhan perikatan yang terdiri dari :



Memberikan ssesuatu; yaitu membayar harga,
menyerahkan barang, dan sebagainya
Berbuat sesuatu; yaitu memperbaiki barang
yang rusak, membongkar bangunan, karena
putusan pengadilan , dan sebagainya.
Tidak berbuat sesuatu; yaitu tidak mendirikan
bangunan, tidak memakai merk tertentu
karena putusan pengadilan.
 Hukum Waris
 Hukum yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan
seseorang setelah ia meninggal, terutama berpindahnya
harta kekayaan itu kepada orang lain. Hukum waris
mengatur pembagian harta peninggalan, ahli waris, urutan
penerima waris, serta hibah serta wasiat. Pembagian waris
dapat dilakukan dengan cara :
 Menurut Undang-Undang, yaitu pembagian kepada si
waris yang memiliki hubungan darah terdekat. Contoh: jika
seorang ayah meninggal, hartanya akan di wariskan kepada
anak dan istrinya, tetapi apabila ia tidak mempunyai
keturunan pembagian warisannya diatur menurut undangundang.
 Menurut Wasiat, yaitu pembagian waris berdasarkan pesan
atau kehendak terakhir (wasiat) dari si pewaris yang harus
dinyatakan secara tertulis dalam akte notaris. Penerima
warisan disebut legataris, dan bagian warisan yang
diterimanya disebut legaat.
 Hukum Waris
 Hukum yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan seseorang
setelah ia meninggal, terutama berpindahnya harta kekayaan itu
kepada orang lain. Hukum waris mengatur pembagian harta
peninggalan, ahli waris, urutan penerima waris, serta hibah serta
wasiat. Pembagian waris dapat dilakukan dengan cara :
 Menurut Undang-Undang, yaitu pembagian kepada si
waris yang memiliki hubungan darah terdekat. Contoh:
jika seorang ayah meninggal, hartanya akan di wariskan
kepada anak dan istrinya, tetapi apabila ia tidak
mempunyai keturunan pembagian warisannya diatur
menurut undang-undang.
 Menurut Wasiat, yaitu pembagian waris berdasarkan
pesan atau kehendak terakhir (wasiat) dari si pewaris
yang harus dinyatakan secara tertulis dalam akte
notaris. Penerima warisan disebut legataris, dan bagian
warisan yang diterimanya disebut legaat.
 Dalam arti luas, hukum perdata mencakup pula Hukum Dagang dan
Hukum Adat.


Hukum Dagang (Bersumber dari Wetboek Van
Koophandel), adalah hukum yang mengatur soalsoal perdagangan/perniagaan yang timbul karena
tingkah laku manusia (person) dalam perdagangan
atau perniagaan. Hal-hal yang diatur mencakup :
Buku I (perniagaan pada umumnya) dan Buku II
(hak dan kewajiban yang timbul dalam dunia
perniagaan).
Hukum Adat, hukum adat adalah hukum yang
tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat
tertentu serta hanya dipatuhi dan ditaati oleh
masyarakat yang bersangkutan. Contoh:
pernikahan menurut adat manggarai-Flores,
pernikahan daerah Bugis, pembagian waris di
Batak, dan sebagainya.
 SANKSI HUKUM
 macam-macam sanksi Pidana sesuai dengan Pasal 10
KUHP :
a. Hukuman Pokok, yang terdiri dari :
 Hukuman Mati
 Hukuman Penjara, yang terdiri dari :


Hukuman seumur hidup
Hukuman sementara waktu (setinggi-tingginya 20 tahun dan
sekurang-kurangnya 1 tahun)
- Hukuman Kurungan (setinggi-tingginya 1
tahun dan sekurang-kurangnya 1 hari)
b. Hukuman Tambahan, yang terdiri dari :
o Pencabutan hak-hak tertentu.
o Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu.
o Pengumuman keputusan hakim.
 Perbedaan Hukum Pidana dan Hukum Perdata
Dalam mempelajari hukum pidana dan hukum perdata,
perlu diberikan pemahaman perbedaan yang sangat
mendasar dari keduanya sebagai berikut :
1. Hukum Pidana
 Pelanggaran terhadap norma hukum pidana pada
umumnya segera disikapi oleh pengadilan setelah
menerima berkas polisi yang mengadakan penyelidikan
dan penyidikan. Tindakan Pidana (delik) yang disengaa
disebut delik doloes, sedangkan tindak pidana yang tidak
sengaja di sebut delik coelpa.
2. Hukum Perdata
 Pelanggaran terhadap norma hukum perdata baru dapat
disikapi oleh pengadilan setelah ada pengaduan dari pihak
yang merasa ingin dirugikan. Di sini, ada pihak yang
mengadu (penggugat) dan pihak yang diadukan (tergugat).
 Perbedaan antara hukum acara pidana dan hukum
acara perdata, dapat dilihat pada matrik berikut ini :
TITIK PERHATIAN
PERBEDAAN HUKUM ACARA
Pelaksanaan
Inisiatif datang dari
pihak yang dirugikan
(penggugat)
Inisiatif datang dari
pihak
penuntut
umum (Jaksa)
Penuntutan
Penuntut adalah pihak
yang dirugikan
(penggugat), dan
berhadapan dengan
tergugat.
Jaksa sebagai penuntut
umum, yang memiliki
wewenang atas nama
negara dan berhadapan
dengan pihak terdakwa.
Alat-alat Bukti
- tulisan
- saksi
- persangkaan
- pengakuan
- Sumpah
- tulisan
- saksi
- persangkaan
- Pengakuan
KEDUDUKAN PARA
PIHAK
Semua pihak
mempunyai
kedudukan yang sama,
dan hakim bertindak
sebagai wasit dan
bersifat pasif.
Jaksa mempunyai
kedudukan yang lebih
tinggi dari pada
terdakwa. Hakim aktif.
MACAM HUKUMAN
Hukum dapat berupa
denda, atau hukuman
kurungan seba-gai
pengganti hukuman
denda.
Hukum berupa hukuman
mati, penjara, kurungan,
denda dan hukuman
tambahan.
 Sumber-sumber yang dijadikan pedoman dalam
pelaksanaan Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara
Pidana antara lain:
1. UU Darurat No.1 Tahun 1951 (Het Herziene Indonesische
Reglement, disingkat HIR, atau Reglement Indonesia yang
sudah diperbaharui).
2. UU No.14 Tahun 1970 yang sudah dirubah dengan UU.
No. 35 Tahun 1999 tentang ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman, dan dirubah dengan UU No. 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
3. UU No.14 tahun 1985 tentang Mahkama Agung dan
dirubah dengan UU No.5 Tahun 2004.
4. UU No. 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum, dan
dirubah dengan UU No.8 Tahun 2004.
5. UU No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia, dan dirubah dengan UU No. 16 Tahun 2004.
 PERADILAN NASIONAL
 Sesuai dengan Ketentuan Umum Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman,
bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan
negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara
Hukum Republik Indonesia.
 Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2004, bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya
dalam lingkungan sebagai berikut :
 Peradilan Umum,
 Peradilan Agama,
 Peradilan Militer,
 Peradilan Tata Usaha Negara, dan
 Oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
SUSUNAN BADAN LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA
MAHKAMAH AGUNG
PENGADILAN
TINGGI/UMUM/SIPIL
PENGADILAN TINGGI
AGUNG
PENGADILAN TINGGI
MILITER
PENGADILAN TINGGI
TATA USAHA NEGARA
PENGADILAN NEGERI
UMUM
PENGASILAN NEGERI
AGUNG
PENGADILAN
MILITER
PENGADILAN TATA
USAHA NEGARA
 Dari bagan tersebut, badan peradilan dapat
diklasifikasikan berdasarkan tingkatannya sebagai
berikut.
A. Pengadilan Sipil, terdiri dari :
1. Pengadilan Umum
 Pengadilan Negeri
 Pengadilan Tinggi
 Mahkamah Agung
2. Pengadilan Khusus
 Pengadilan Agama
 Pengadilan Adat
 Pengadilan Tata Usaha Negara (Administrasi Negara)
B. Pengadilan Militer, terdiri dari:
 Pengadilan Tentara
 Pengadilan Tentara Tinggi
 Mahkamah Tentara Agung
A. Pengadilan Negeri
 Pengadilan Negeri adalah suatu pengadilan umum
yang sehari-hari memeriksa dan memutuskan perkara
dalam tingkat pertama dari segala perkara perdata dan
pidana sipil untuk semua golongan penduduk (warga
negara dan orang asing). Dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun1986 tentang
Peradilan Umum, bahwa yang dimaksud Peradilan
Umum adalah salah satu pelaku kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada
umumnya.
B. Pengadilan Agama
 Adalah pengadilan yang memeriksa dan memutuskan
perkara-perkara yang timbul antara orang-orang
Islam, yang berkaitan dengan nikah, rujuk, talak
(perceraian), nafkah, waris, dan lain-lain. Dalam hal
yang dianggap perlu, keputusan Pengadilan Agama
dapat dinyatakan berlaku oleh Pengadilan Negeri.
C. Pengadilan Militer
 Adalah pengadilan yang mengadili hanya dalam
lapangan pidana, khususnya bagi :
o Anggota TNI dan Polri,
o Seseorang yang menurut Undang-Undang dapat
dipersamakan dengan anggota TNI dan Polri,
o Anggota jawatan atau golongan yang dapat
dipersamakan dengan TNI dan Polri menurut
Undang-Undang,
o Tidak termasuk a sampai dengan c tetapi menurut
keputusan Menteri Pertahanan yang ditetapkan
dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus
diadili oleh Pengadilan Militer.
D. Pengadilan Tata Usaha Negara
 Pengadilan Tata Usaha Negara adalah badan yang
berwenang memeriksa dan memutus semua sengketa
tata usaha negara dalam tingkat pertama. Sengketa
dalam tata usaha negara adalah sengketa yang timbul
dalam bidang tata usaha negara sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan tata usaha negara.
 Keputusan tata usaha negara adalah suatu ketetapan
tertulis yang dikeluarkan oleh badan tata usaha negara
yang berisi tindakan hukum badan tata usaha negara
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang menerbitkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum.
 Masalah-masalah yang menjadi jangkauan Pengadilan Tata
Usaha Negara, antara lain sebagai berikut.




Bidang Sosial, yaitu gugatan atau permohonan terhadap keputusan
administrasi tentang penolakan permohonan suatu izin.
Bidang Ekonomi, yaitu gugatan atau permohonan yang berkaitan dengan
perpajakan, merk, agraria, dan sebagainya.
Bidang Function Publique, yaitu gugatan atau permohonan yang
berhubungan dengan status atau kedudukan seseorang. Misalnya, bidang
kepegawaian, pemecatan, pemberhentian hubungan kerja, dan sebagainya.
Bidang Hak Asasi Manusia, yaitu gugatan atau permohonan yang berkaitan
dengan pencabutan hak milik seseorang serta penangkapan dan
penahanan yang tidak sesuai dengan prosedur hukum (seperti yang diatur
di dalam KUHP) mengenai praperadilan, dan sebagainya.
 Pengadilan Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh badan
pengadilan berikut :


Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai pengadilann tingkat pertama di
kabupaten/kota.
Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai pengadilan tingkat banding di
provinsi.
 Peranan Lembaga-Lembaga Peradilan
A. PERADILAN TINGKAT PERTAMA
Fungsi pengadilan tingkat pertama adalah memeriksa
tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau
penahanan yang diajukan oleh tersangka, keluarga
atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan dengan
menyebutkan alasan-alasannya. Tugas dan wewenang
pengadilan negeri adalah memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat
pertama.
 Hal lain yang menjadi tugas dan kewenangannya, antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Menyatakan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan,
penghentian penyelidikan, atau penghentian tuntutan.
Tentang ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang
perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Memberikan keterngan, pertimbangan, dan nasihat tentang
hukum kepada instansi Pemerintah di daerahnya, apabila diminta.
Mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku
Hakim, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita di daerah hukumnya.
Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan dan menjaga
agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.
Memberikan petunjuk, teguran dan peringatan yang dipandang
perlu dengan tidak mengurangi kebebasan Hakim dalam
memeriksa dan memutus perkara.
Melakukan pengawasan atas pekerjaan notaris di daerah
hukumnya, dan melaporkan hasil pengawasannya kepada Ketua
Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung, dan Menteri yang
tugas dan tanggung jawabnya meliputi jabatan notaris.
 Ketua Pengadilan Negeri dapat menetapkan perkara
yang harus diadili berdasarkan nomor urut, kecuali
terhadap tindak pidana yang pemeriksaannya harus
didahulukan, yaitu :
1. Korupsi,
2. Terorisme.
3. Narkotika/psikotropika,
4. Pencucian uang, atau,
5. Perkara tidak pidana lainnya yang ditentukan oleh
undang-undang dan perkara yang terdakwanya
berada di dalam Rumah Tahanan Negara.
B. PENGADILAN TINGKAT KEDUA
 Pengadilan Tingkat Kedua disebut juga
Pengadilan Tinggi yang dibentuk
dengan undang-undang. Daerah
hukum Pengadilan Tinggi
berkedudukan di ibukota Provinsi, dan
daerah hukumnya meliputi wilayah
Provinsi. Pengadilan Tinggi, disebut
juga sebagai Pengadilan Tingkat
Banding.
 Fungsi Pengadilan Tingkat Kedua adalah.
Menjadi pemimpin bagi pengadilan-pengadilan
Negeri di dalam daerah hukumnya.
2. Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan
di dalam daerah hukumnya dan menjaga supaya
peradilan itu diselesaikan dengan seksama dan
sewajarnya.
3. Mengawasi dan meneliti perbuatan para hakim
pengadilan negeri di daerah hukumnya.
4. Untuk kepentingan negara dan keadilan, Pengadilan
Tinggi dapat memberi peringatan, teguran, dan
petunjuk yang dipandang perlu kepada Pengadilan
Negeri dalam daerah hukumnya.
1.
 Wewenang Pengadilan Tingkat Kedua adalah.
Mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan
negeri dalam daerah hukumnya yang dimintakan
banding.
2. Berwenang untuk memerintahkan pengiriman
berkas-berkas perkara dan surat-surat untuk diteliti
dan memberi penilaian tentang kecakapan dan
kerajinan para hakim.
1.
C. KASASI OLEH MAHKAMAH AGUNG
 Mahkamah Agung, sebagaimana diatur di dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2004 sebagai perubahan atas
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985, adalah pemegang
Pengadilan Negara Tertinggi dari semua Lingkungan
Peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas
dari pengaruh Pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.
Mahkamah Agung berkedudukan di Ibu Kota Negara
Republik Indonesia atau dilain tempat yang ditetapkan
oleh Presiden.
 Pimpinan Mahkamah Agung terdiri dari seorang Ketua,
seorang Wakil Ketua, dan beberapa orang Ketua Muda.
Tiap-tiap bidang dipimpin oleh seorang Ketua Muda yang
dibantu oleh beberapa Hakim Anggota Mahkamah Agung,
yaitu Hakim Agung.
 Tugas atau Fungsi Mahkamah Agung adalah sebagai
berikut.
1. Melakukan pengawasan tertinggi terhadap
penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan
peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman.
2. Mengawasi tingkah laku dan perbuatan para Hakim
disemua lingkungan peradilan dalam menjalankan
tugasnya.
3. Mengawasi dengan cermat semua perbuatan-perbuatan
para hakim di semua lingkungan peradilan.
4. Untuk kepentingan negara dan keadilan Mahkamah
Agung memberi peringatan, teguran, dan petunjuk yang
dipandang perlu baik dengan surat tersendiri, maupun
dengan surat edaran.
 Wewenang Mahkamah Agung (dalam lingkungan peradilah) adalah sebagai
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
berikut.
Memeriksa dan memutus permohonan kasasi, (terhadap putusan Pengadilan
Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir dari semua Lingkungan Peradilan),
Memeriksa dan memutus sengketa tentang kewenangan mengadili,
Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
Menguji secara materiil hanya terhadap peraturan perundang-undangan di
bawah undang-undang,
Meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan
dari semua Lingkungan Peradilan,
Memberi petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada
Pengadilan di semua Lingkungan Peradilan, dengan tidak mengurangi
kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat
pertama dan terakhir atas putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
 Tugas dan kewenangan lain (di luar lingkungan peradilan) dari
1.
2.
3.
4.
5.
Mahkamah Agung, adalah sebagai berikut :
Menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan dari
tingkat yang lebih rendah daripada undang-undang atas alasan
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi,
Memutus dalam tingkat pertama dan terakhir, semua sengketa yang
timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal
perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku,
Memberikan nasihat hukum kepada Presiden selaku Kepala Negara
dalam rangka pemberian atau penolakan grasi,
Bersama Pemerintah, melakukan pengawasan atas Penasihat
Hukum dan Notaris,
Memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum
baik diminta maupun tidak kepada Lembaga Tinggi Negara yang
lain.
 Dalam hal kasasi, yang menjadi wewenang Mahkamah
Agung adalah membatalkan putusan atau penetapan
pengadilan-pengadilan dari semua Lingkungan Peradilan
karena :
1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang,
2. Salah menerapkan atau karena melanggar hukum yang
berlaku,
3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan yang mengancam
kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan.
 Permohonan suatu kasasi dapat dilakukan oleh orang-
orang dalam perkara berikut ini.
1. Dalam hal perkara perdata, yaitu oleh pihak-pihak
yang berperkara. Permohonan demikian hanya dapat
diterima apabila upaya-upaya hukum biasa yang
dapat digunakan telah dimanfaatkan.
2. Dalam perkara pidana, dapat dilakukan oleh
terpidana atau jaksa yang bersangkutan sebagai
pihak atau pihak ketiga yang dirugikan.
D. Mahkamah Konstitusi
 Mahkamah Konstitusi sesuai dengan Undang-Undang
Dasar 1945 yang selanjutnya disyahkan menurut UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003, memiliki wewenang dan
kewajiban sebagai berikut :

Wewenang, yaitu mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji
Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar
1945, memutus pembubaran partai politik, dan
memutus perselisihan Pemilihan Umum.

Kewajiban, yaitu memberi putusan atas pendapat
Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden
menurut Undang-Undang Dasar 1945.
 Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh
Hakim Konstitusi untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.
Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 (sembilan)
Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden.
Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga)
orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh
Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3 (tiga) orang oleh
Presiden. Masa jabatan Hakim Konstitusi adalah 5
(lima) tahun, dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali
masa jabatan berikutnya.
 MENUNJUKKAN SIKAP YANG SESUAI DENGAN KETENTUAN
HUKUM YANG BERLAKU
 Diantara sikap yang mendukung ketentuan hukum antara lain :
1. Sikap Terbuka
 Sikap terbuka, merupakan sikap yang secara internal adanya
keinginan bagi setiap warga negara untuk membuka diri dalam
memahami hukum yang berlaku di dalam masyarakat. Sikap ini
sangat penting dalam rangka menghilangkan rasa curiga dan
salah faham sehingga dapat memupuk saling rasa percaya dalam
membangun persatuan dan kesatuan. Sikap terbuka dalam
memahami ketentuan hukum yang berlaku, dapat mencakup
hal-hal berikut :
 sanggup menyatakan suatu ketentuan hukum adalah benar
atau salah,
 mau mengatakan apa adanya benar atau salah,
 berupaya selalu jujur dalam memahami ketentuan hukum,
 berupaya untuk tidak menutup-nutupi kesalahan.
2. Sikap Obyektif/Rasional
 Bersikap obyektif atau rasional, merupakan sikap yang
ditunjukkan oleh seseorang dalam memahami
ketentuan-ketentuan hukum dikembalikan pada data,
fakta dan dapat diterima oleh akal sehat. Seseorang
yang mengedepankan obyektivitas atau rasionalitas,
akan memiliki pendirian kuat dan mampu berfikir
jernih dalam menghadapi berbagai persoalan sehingga
tidak mudah difitnah atau terombang-ambing oleh
keadaan.
 Beberapa contoh sikap obyektif yang dapat ditunjukkan antara
lain :
1. mampu menyatakan/menunjukkan bahwa suatu ketentuan
hukum benar atau salah dengan argumentasi yang baik,
2. sanggup menyatakan ya atau tidak untuk suatu pelaksanaan
ketentuan hukum dengan segala konsekuensinya,
3. mampu memberi penjelasan yang netral dan dapat diterima
akal sehat bahwa suatu pelaksanaan ketentuan hukum benar
atau salah,
4. sanggup menyatakan kekurangan atau kelemahannya jika
orang lain lebih baik,
5. menghargai orang lain sesuai dengan kemampuan, keahlian
atau profesinya.
3. Sikap Mengutamakan Kepentingan Umum
 Kepentingan umum atau kepentingan orang lain,
dimanapun berada agar didahulukan. Sikap
mengutamakan kepentingan umum, merupakan sikap
seseorang untuk menghargai atau menghormati orang
lain yang dirasakan lebih membutuhkan/penting
dalam suatu kurun waktu tertentu untuk sesuatu yang
lebih besar manfaatnya.
 Dalam pelaksanaan ketentuan hukum, sikap mengutamakan
kepentingan umum dapat dilihat pada beberapa contoh berikut
ini :
1. merelakan tanah atau bangunan diambil oleh pemerintah
untuk kepentingan sarana jalan atau jembatan,
2. memberikan jalan kepada orang lain untuk lebih dahulu
menyeberang atau melewatinya,
3. memberi tempat/pertolongan kepada orang lain yang sangat
membutuhkan,
4. memenuhi tugas yang diberikan oleh atasan atau guru di
sekolah sesuai dengan kesepakatan,
5. membayar pajak (bumi dan bangunan, kendaraan,
perusahaan, dan lain-lain) berusaha tepat waktu.
 UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
 Pengertian Korupsi
 Kata “korupsi” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ,
merupakan penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
perusahaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau
orang lain. Oleh sebab itu, perbuatan korupsi sesungguhnya
selalu mengandung unsur “penyelewengan” atau dishonest
(ketidak jujuran). Sedangkan sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme,
disebutkan bahwa “Korupsi” adalah tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.
 Istilah korupsi yang sebangun dengan kata “kolusi” dan
“nepotisme”, nampaknya perlu juga disebutkan sebagai
berikut :
1. Kolusi, adalah permufakatan atau kerja sama secara
melawan hukum antar penyelenggaraan negara atau
antara penyelenggara negara dan lain yang merugikan
orang lain, masyarakat dan atau negara.
2. Nepotisme, adalah setiap perbuatan penyelenggara
negara secara melawan hukum yang menguntungkan
kepentingan keluarga dan atau kroninya di atas
kepentingan masyarakat bangsa dan negara.
 PERAN SERTA DALAM UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI
INDONESIA
 Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai upaya untuk pemberantasan
tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia antara lain :
 Upaya Pencegahan (Preventif) :
1.
Menanamkan aspirasi, semangat dan spirit nasional yang positif
dengan mengutamakan kepentingan nasional, kejujuran serta
pengabdian pada bangsa dan negara melalui sistem pendidikan
formal, non formal dan pendidikan agama.
2.
Melakukan sistem penerimaan pegawai berdasarkan prinsip
achievement atau keterampilan teknis dan tidak lagi berdasarkan
norma ascription yang dapat membuka peluang berkembangnya
nepotisme.
3.
Para pemimpin dan pejabat selalu dihimbau untuk memberikan
keteladanan, dengan mematuhi pola hidup sederhana, dan memiliki
rasa tanggungjawab sosial yang tinggi.
4.
Demi kelancaran layanan administrasi pemerintah, untuk para
pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada
jaminan masa tua.
5.
Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja
6.
7.
8.
Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai
tanggung jawab etis tinggi; dibarengi sistem kontrol yang
efisien. Menyelenggarakan sistem pemungutan pajak dan bea
cukai yang efektif dan ada supervisi yang ketat, baik di pusat
maupun di daerah.
Melakukan herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap
kekayaan perorangan “pejabat” yang mencolok. Kekayaan
yang statusnya tidak jelas dan diduga menjadi hasil korupsi,
akan disita oleh negara.
Berusaha untuk melakukan reorganisasi dan rasionalisasi dari
organisasi pemerintahan, melalui penyederhanaan jumlah
departemen beserta jawatanjawatan bawahnya. Akan selalu
ada koordinasi antar departemen yang lebih baik, disertai
sistem kontrol yang teratur terhadap administrasi
pemerintah, baik di pusat maupun di daerah.
 Upaya Penindakan (Kuratif) :
 Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang
terbukti melanggar dengan diberikan peringatan,
dilakukan pemecatan tidak hormat dan dihukum pidana.
Beberapa contoh penanganan kasus dan penindakan yang
sudah dilakukan oleh pemerintah melalui KPK yaitu :
1.
2.
3.
Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2
Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
Dugaan korupsi dalam pengadaan Buku dan Bacaan SD,
SLTP, yang dibiayai oleh Bank Dunia (2004),
Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway
pada Pemda DKI Jakarta (2004),
 Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa.
1. Memiliki rasa tanggung jawab guna melakukan
partisipasi politik dan kontrol sosial, terkait dengan
kepentingan-kepentingan publik (masyarakat luas),
2. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh, karena hal
ini justru akan merugikan masyarakat itu sendiri,
3. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan,
terutama yang dilaksanakan oleh pemerintahan desa,
kecamatan dan seterusnya sampai tingkat
pusat/nasional,
4.
5.
Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman
tentang penyelenggaraan pemerintahan negara dan
aspek-aspek hukumnya.
Mampu memposisikan diri sebagai subyek
pembangunan dan berperan aktif dalam setiap
pengambilan keputusan untuk kepentingan
masyarakat luas.
 Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
1. Indonesia Corruption Watch atau disingkat ICW
adalah sebuah organisasi non-pemerintah (NGO) yang
mempunyai misi untuk mengawasi dan melaporkan
kepada publik mengenai aksi korupsi yang terjadi di
Indonesia.
2. Transparency International (TI), adalah sebuah
organisasi internasional yang bertujuan memerangi
korupsi politik. Organisasi yang didirikan di Jerman
sebagai organisasi nirlaba sekarang menjadi organisasi
non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang
berstruktur demokratik.