11 Alasan RUU Ormas Mengancam Umat

Download Report

Transcript 11 Alasan RUU Ormas Mengancam Umat

• RUU ini akan menghapus UU RI Nomor 8 Thn
1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
• Pemerintah & DPR “berambisi” segera
mengesahkan RUU bermasalah ini, akhir
Maret 2013.
• Padahal banyak sekali Ormas yg menolak RUU
ini; diantaranya: NU, Muhamadiyah, HTI, DDII,
Tokoh-tokoh Agama dll.
[www.metrotvnews.com]
• Sangat terasa adanya keinginan/ bahkan nafsu
represi (penindasan) untuk mengekang
masyarakat.
• Hal itu dituangkan dalam definisi Ormas, asas,
syarat pendaftaran, pengaturan bidang
kegiatan, larangan dan sanksinya.
• Dalam pasal 2 dinyatakan: “Asas Ormas adalah Pancasila &
UUD Negara Republik Indonesia 1945, serta dapat
mencantumkan asas lainnya yg tidak bertentangan dengan
Pancasila & Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945.”
• Padahal Asas tunggal adalah alat memberangus Ormas yg
kritis pada masa ORBA, dan bertentangan dengan spirit
Reformasi itu sendiri.
• Artinya DPR & Pemerintah menghendaki NEO ORBA yg
Kejam.
• UU Parpol saja, tidak secara jelas mengusung
spirit asas tunggal. Kenapa RUU Ormas justru
mengusung spirit asas tunggal ala Orba itu?
Apakah ini menjadi “pembalasan” Partai
Politik terhadap Ormas yg selama ini bersikap
kritis terhadap Parpol, DPR dan Pemerintah yg
korup?
• Pasal 1 ayat 1 dinyatakan definisi Ormas: “…organisasi yg
didirikan & dibentuk oleh masyarakat secara sukarela
berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan,
kepentingan, kegiatan, & tujuan untuk berpartisipasi dlm
pembangunan demi tercapainya tujuan NKRI yg
berdasarkan Pancasila”.
• Definisi ini mencakup semua organisasi di masyarakat,
termasuk Ormas Islam (kecuali Parpol dan organisasi sayap
Parpol).
• Ini menunjukkan ambisi untuk mengontrol semua dinamika
organisasi di masyarakat.
• Pada Pasal 4: “Ormas bersifat sukarela, sosial,
mandiri, nirlaba, demokratis, & bukan merupakan
organisasi sayap partai politik”.
• Jika terhadap Ormas pengawasan & kontrol begitu
ketat & represif. Lantas, mengapa organisasi sayap
partai politik dikecualikan dari RUU Ormas?
• Bahkan organisasi sayap politik, tidak sedikitpun
tercakup dalam UU Parpol, UU Yayasan, & UU
Perseroan.
• Pada Pasal 7 tentang kegiatan Ormas, dari 16
bidang kegiatan Ormas, tidak ada satu pun
menyebutkan bidang Politik.
• Dengan begitu artinya, Ormas tidak boleh
melakukan: (1) aktifitas politik; (2) mengkritisi
Pemerintah;
(3)
demonstrasi
mengkritisi
kebijakan pemerintah, & aktifitas-aktifitas politik
lainnya.
• Pasal 38 (2): Keuangan Ormas sebagaimana
dimaksud ayat (1) harus dikelola secara transparan &
akuntabel.
• Pasal 39 (1): Dalam hal Ormas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf a & huruf b
menghimpun & mengelola dana dari anggota &
masyarakat, Ormas wajib membuat laporan
pertanggungjawaban keuangan sesuai dengan
standar akuntansi secara umum atau sesuai dengan
AD dan/atau ART.
• Pasal tadi tidak menjelaskan, laporan pertanggungjawaban tsb diserahkan kepada siapa? Jika kepada
Pemerintah, mau diapakan oleh pemerintah, & apa
konsekuensi dari laporan itu? Jika dari APBN, APBD/
asing wajar saja harus dilaporkan kepada Pemerintah.
Tapi jika berasal dari anggota, untuk apa dilaporkan
kepada pemerintah?
• Bukankah sudah ada aturan terkait yayasan di dalam
UU tentang Yayasan, Juga sudah ada aturan di UU
Keterbukaan Informasi Publik.
• Pada pasal 16: Ormas tidak berbadan hukum harus
mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari
Pemerintah (Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota) agar
bisa menjalankan aktivitasnya.
• Syarat SKT: (1) punya AD/ART /akta pendirian yg dikeluarkan
oleh notaris yg memuat AD/ART; (2) program kerja; (3)
kepengurusan; (4) surat keterangan domisili; (5) Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) atas nama Ormas; (6) surat pernyataan
bukan organisasi sayap partai politik; (7) surat pernyataan
tidak dlm sengketa kepengurusan/perkara pengadilan; (8) dan
surat pernyataan kesanggupan melaporkan kegiatan.
• Itu artinya, kelompok arisan, majelis taklim, paguyuban &
organisasi lainnya harus mendapat SKT untuk bisa
beraktifitas.
• Jika tidak punya SKT maka tidak boleh melakukan
kegiatan.
• Ketentuan ini seolah mengatakan, silahkan berserikat &
berkumpul asal memiliki SKT yg ditentukan oleh
Pemerintah.
• Jadi sama saja mengatakan, silahkan berserikat &
berkumpul asal mendapat persetujuan dari pemerintah.
• RUU ini menjadikan semua Organisasi baik berbadan
hukum (yayasan & perkumpulan) atau tidak berbadan
hukum, dengan semua ragamnya, berada dalam
kontrol & pengawasan pemerintah (Kesbangpol
Kemendagri).
• Pengawasan
Pemerintah
(Pasal
58)
berupa
pemantauan dan evaluasi, hasilnya akan dijadikan
dasar tindakan terhadap Ormas.
• Jika melanggar larangan (Pasal 61) bisa dijatuhi
sanksi oleh pemerintah tanpa harus melalui putusan
pengadilan.
• Itu artinya, semua Ormas akan dikontrol pemerintah
agar bisa sesuai keinginan Pemerintah.
• Ini akan mengembalikan kontrol dan represi Orba
yang sudah susah payah direformasi.
• Pasal 61 (3) c: “Ormas dilarang menerima sumbangan
berupa uang, barang, ataupun jasa dari pihak mana pun
tanpa mencantumkan identitas yg jelas.”
• Pasal ini mengancam keberadaan organisasi sosial &
organisasi keagamaan: yayasan yatim piatu, panti suhan, yg
biasa menerima donasi tanpa identitas jelas.
• Dengan ini, kegiatan pengumpulan donasi di jalan-jalan
misalnya untuk membantu korban bencana, membangun
fasilitas umum, masjid dan sebagainya, tidak bisa lagi
dilakukan kecuali pemberi donasi mencatumkan identitas
yang jelas. Larangan ini akan bisa mematikan jiwa filantropi
masyarakat Indonesia.
• Dalam pasal tercantum: kegiatan yg membahayakan
keutuhan & keselamatan NKRI; menyebarkan permusuhan
antrasuku, agama, ras & golongan; memecahbelah
persatuan & kesatuan bangsa; mengganggu ketertiban.
Namun kriteria, & siapa yg memutuskan? Tidak Jelas!
• JIka dikaitkan pasal 58 (bentuk pengawasan oleh
Pemerintah) & pasal 62 (sanksi), dapat dipahami bahwa
semua itu tergantung kepada Pemerintah.
• Jika demikian sikap kritis kepada pemerintah, Ormas yg
membongkar
kejahatan
negara,
bisa
dianggap
membahayakan keselamatan negara; atau dianggap
melakukan kegiatan yg mengancam, mengganggu,
dan/atau membahayakan keutuhan & kedaulatan NKRI.
• Pasal 61 (6): “Ormas dilarang melakukan kegiatan
apabila tidak memiliki seurat pengesahan badan
hukum atau tidak terdaftar pada pemerintah atau
pemerintah daerah.”
• Sementara Ormas yg tidak memenuhi syarat
menapat SKT harus memberitahukan keberadaannya
kapada pemerintahan setempat sesuai domisilinya.
• Lalu apa artinya memberitahukan keberadaannya
kalau tidak boleh beraktifitas?
• Kekuasaan menjatuhkan sanksi ada di pemerintah (atau
pemerintah daerah): (1) sanksi administratif surat peringatan
tertulis; (2) penghentian bantuan/ hibah, (3) sanksi penghentian
kegiatan (sementara), paling lama 1 (satu) tahun; (4) pencabutan
SKT; (5) dan pencabutan pengesahan badan hukum.
• Peradilan hanya dilibatkan pemerintah (atau pemerintah daerah)
pada saat menjatuhkan sanksi pembubaran ormas berbadan
hukum.
• Selain hal itu, semuanya tergantung pemerintah. Ini membuka
peluang disalah gunakan demi kekuasaan & bisa melahirkan
kembali represi pemerintah, sebab semua itu dikaitkan dengan
larangan pada pasal 61 yg tolok ukur dan kriterianya sangat
longgar dan bisa tergantung pada selera pemerintah.
• Dengan demikian, RUU itu adalah ancaman bagi
umat, pintu kembalinya pemerintahan otoriter,
pemerintahan represif.
• Fitnah-fitnah terhadap Ormas & kelompok
masyarakat yg pernah terjadi pada masa Orde Baru
yg telah menimbulkan trauma di masyarakat
mungkin sekali akan kembali.
• Atas dasar semua itu, maka RUU ini harus dihentikan
pembahasannya dan ditolak.