Bab-4 – 0K

Download Report

Transcript Bab-4 – 0K

LESSON - 4
( LAPANGAN TERBANG )
Materi
: Perencanaan Lapangan Terbang
Buku Referensi :
 Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara,
Jilid 1 dan 2, Horonjeff, R. & McKelvey, FX.
 Merancang, Merencana Lapangan Terbang,
Ir. Heru Basuki
 Pelabuhan Udara, Zainuddin, Achmad BE.
TOPIC FOUR
KONFIGURASI LAPANGAN TERBANG
Konfigurasi Lapangan Terbang
 Analisa Angin
 Data dan Fasilitas Lapangan Terbang

Konfigurasi Lapangan Terbang
Yang dimaksud dengan Konfigurasi Lapangan Terbang
adalah jumlah dan arah (orientasi) dari landasan serta
penempatan bangunan terminal termasuk lapangan par
kir yang terkait dengan landasan. Jumlah landasan tergantung pada beberapa hal antara lain :
1. Volume lalu lintas udara dan orientasi landasan.
2. Arah angin dominan yang bertiup.
3. Luas tanah yang tersedia bagi pengembangan.
Bangunan terminal ditempatkan sedemikian rupa, shg.
penumpang mudah dan cepat mencapai landasan.
Konfigurasi Lapangan Terbang meliputi : Runways,
Taxiways, Holding Aprons, Holding Bays & Terminal.
4.1. RUNWAYS
Komponen pokok dari lapangan terbang adalah Runway yang digunakan untuk landing dan take off. Konfigu
rasi dasar runway ada 4 macam antara lain :
a) Single Runway (landa pacu tunggal), adalah bentuk konfigurasi dasar runway yang paling sederhana dan sebagian lapangan terbang di Indonesia menggunakan konfigurasi ini. Kapasitas landasan tunggal dalam kondisi
VFR (Visual Flight Rules) berkisar antara 45-100 flight/
jam, sedang dlm kondisi IFR (Instrument Flight Rules)
berkisar antara 40-50 flight/jam
VFR, yaitu kondisi penerbangan yang dilaksanakan bila
cuaca benar2 baik, shg. Penerbangan 100 % dilakukan
secara visual, dalam hal ini tanggung jawab penuh ada
pada pilot.
IFR, yaitu kondisi penerbangan yang dilaksanakan bila
keadaan tidak memungkinkan dilakukan secara visual
(cuaca buruk, lalu lintas udara ramai) sehingga harus
dibantu dengan instrument, dalam hal ini tanggung jawab ada pada petugas ATC (Air Traffic Controller).
Runway
L / TO
L / TO
Terminal Building
L = Landing (pendaratan), TO = Take off (lepas landas)
b) Paralel Runway (landasan paralel). Umumnya terdiri
dari dua landasan paralel/sejajar atau empat landasan
paralel, jarang ada landasan paralel tiga dan jarang ada
landasan paralel lebih dari empat, karena faktor pengaturan lalu lintas udara makin rumit dan juga memerlukan lahan yang cukup luas. Jarak antara dua landasan
yang paralel sangat bermacam-macam dibagi menjadi
tiga macam, yaitu :
 Berdekatan (Close)
jarak 700 ft- 3500 ft
 Menengah (Intermediate)
jarak 3500 ft-5000 ft
 Jauh (Far)
jarak 4300 ft – lebih besar
Konfigurasi dasar paralel runway antara lain :
1) Dua paralel runway threshold segaris.
2) Empat paralel runway.
3) Dua paralel runway threshold digeser (staggered).
Threshold adalah ujung daripada landas pacu.
Runway
L / TO
L / TO
Terminal Building
L / TO
L / TO
Gambar 1)
Runway
L
TO
L
TO
Close
Terminal Building
Far
TO
L
TO
L
Gambar 2)
Close
Runway
L
TO
Terminal Building
TO
L
Gambar 3)
c) Intersecting Runway (landas pacu bersilangan), landasan
ini diperlukan jika angin yang bertiup kencang lebih
dari satu arah, yang akan menghasilkan tiupan angin
berlebihan bila landasan mengarah ke satu mata angin.
Pada satu saat angin bertiup kencang kesatu arah maka
hanya satu landasan yang bersilangan tersebut bisa digunakan, sehingga mengurangi kapasitas tetapi lebih
baik dari pada pesawat tidak bisa mendarat di runway.
Bila angin bertiup lemah (13–20 knots), kedua landasan
bisa digunakan dan kalau hembusan angin cukup kencang, maka yang digunakan adalah runway yang searah
dengan angin. Kapasitas dua landasan yang bersilangan
tergantung sepenuhnya di bagian mana landasan itu
bersilangan (di ujung atau di tengah) serta dipengaruhi
oleh cara operasi penerbangan yaitu strategi dari pendaratan dan lepas landas.
L
TO
L
TO
L
TO
Gambar a)
Gambar b)
Gambar c)
Untuk titik perpotongan runway, makin jauh titik potong runway dari ujung take off dan thresholds untuk
landing, maka kapasitas runway makin turun, sebaliknya bila titik potong dekat ujung take off dan thresholds
dari pada landing kapasitas runway makin tinggi seperti tabel berikut :
Kapasitas Operasi Penerbangan
Kondisi Runway a)
Runway b)
Runway c)
VFR
70-175 flight/jam
50-100 flight/jam
60-100 flight/jam
IFR
60-70 flight/jam
45-60 flight/jam
40-55 flight/jam
Bila tidak terpaksa sebaiknya menghindari Intersecting
Runway.
d) Opening V Runway (landasan V terbuka), landasan dgn
arah divergen, tetapi tidak saling berpotongan.
Landasan V terbuka dipilih karena arah angin kencang
dari banyak arah, sehingga harus membuat landasan
dengan dua arah. Ketika angin bertiup kencang dari
satu arah, maka landasan hanya bisa dioperasikan satu
arah saja, sedang pada keadaan angin bertiup lemah
kedua landasan bisa digunakan. Konfigurasi Opening V
Runway seperti gambar berikut
L
TO
Gambar a)
L Gambar b) TO
Strategi pemakaian Opening V Runway ada 2 cara :
 Meninggalkan V (“Divergen”)
Gambar a)
 Menuju V (“Konvergen”)
Gambar b)
Kapasitas operasi penerbangan Opening V Runway digambarkan seperti tabel berikut :
Kapasitas operasi penerbangan
Kondisi
Runway a)
Runway b)
[divergen]
[konvergen]
VFR
80 – 200 flight/jam
50 – 100 flight/jam
IFR
60 – 70 flight/jam
50 – 60 flight/jam
Parameter yang mempengaruhi panjang pendeknya
runway adalah :
1) Elevasi lapangan terbang di atas permukaan laut.
2) Temperatur rata-rata harian dari bulan-bulan terpanas di sekitar lapangan terbang.
3) Take off weight yang digunakan, diambil harga yang
lebih kecil dari :
- Zero full weight + Payload + BBM yang dibutuhkan
untuk terbang + BBM cadangan.
- Maximum landing weight + Payload + BBM yang
dibutuhkan untuk terbang.
4) Jarak yang diperlukan dari satu lapangan terbang ke
lapangan terbang yang lain dgn maksimum payload
dan minimum berat BBM.
Dari berbagai konfigurasi runway yang paling banyak digunakan adalah Single Runway karena menghasilkan kapasitas terbanyak serta pengaturan lalu lintas udara (ATC)
lebih mudah (arah tunggal) dibandingkan dengan konfigu
rasi runway yang lain.
Perhitungan panjang Runway
1) Tentukan panjang runway yang diperlukan untuk mela
yani pesawat dengan data sebagai berikut :
- Pesawat Boeing 707-300 C untuk penumpang
- Temperatur maksimum harian rata-rata 85ºF = 29 C
- Ketinggian lapangan terbang 3.000 feet = 914 m
- Kemiringan runway 0,5 %
- Jarak penerbangan 1.200 Statute mile = 1.931 km
- Payload yang diinginkan 74.900 lbs = 33.975 kg
JAWAB :
a) Panjang landasan untuk landing,
Temperatur 85º F
Elevasi lapter 3.000 feet
Tabel 1-5 diperoleh max. landing weight = 247,0
Berat landing = 247,0 x 1.000 = 247.000 lbs
Interpolasi untuk max. landing weight didapat :
panjang landasan landing = 7,45 + (0,7 x 0,28) x 1.000
= 7.646 feet
b) Berat Take off yang diinginkan :
- Jarak penerbangan 1.200 statute miles
- Konsumsi BBM rata-rata = 27 lbs/mile (tabel 1-5)
- BBM untuk penerbangan = 1.200 x 27 = 32.400 lbs
- Operating weight empty + BBM cad. = 171.100 lbs
- Maximum Structural Payload
= 74.900 lbs
Berat Take off = 278.400 lbs
c) Panjang landasan untuk Take off :
Temperatur 85º F
Elevasi lapter 3.000 feet
Tabel 1-6 diperoleh max. allowable take off weight
sebesar 311,4
Berat take off yang di ijinkan = 311.400 lbs
Reference faktor R, dari tabel 1-6 dengan argumen :
Temperatur 85º F
Elevasi lapter 3.000 feet
di dapat faktor R sebesar 82,9
Interpolasi untuk max. allowable take off weight dan
faktor R diperoleh :
“R” 80 = 8,66 + (o,84 x 0,73) = 9,2732
“R” 90 = 9,75 + (0,84 x 0,84) = 10,4556
Untuk “R” 82,9 = 9,2732 +(1,19 x 0,29) = 9,6183
Panjang landasan untuk Take off sebesar :
9.618,3 + (9.618,3 x 0,1 x 0,5) = 10.099 feet
Jadi panjang landasan rencana = 10.099 feet.
2) Tentukan panjang runway yang direncanakan, jika di –
ketahui data-data sebagai berikut :
- Pesawat Boeing 727-200 (Mesin JT 8D-7)
- Temperatur Max. harian rata-rata 70º F
- Elevasi lapangan terbang 4.000 feet
- Kemiringan runway 0.5 %
- Jarak penerbangan 545 Statute mile
- Payload 26.800 lbs.
JAWAB :
a) Panjang landasan landing :
Temperatur 70º F
)
Elevasi lapter 4.000 feet )
Tabel 1-8
Maximum Landing weight = 148.000 lbs
Interpolasi : Tabel 1-8
Berat
Panjang landasan
150.000 lbs
6.250 feet
145.000 lbs
6.070 feet
Maka panjang landasan landing = 6.070 + (0,6 x 180)
= 6.178 ≈ 6.200 feet
Ketentuan : > 30 feet dibulatkan keatas 100 feet,
< 30 feet dibulatkan kebawah 0 feet.
b) Panjang landasan take off :
Berat take off yang diinginkan
Tabel 1-7
- BBM untuk penerbangan = 545 x 19 = 10.355 lbs
- Operating weight empty + BBM cad. = 114.800 lbs
- Payload
= 26.800 lbs
Max. Take off Weight (MTOW)
= 151.955 lbs
Faktor Reference R :
Temperatur 70º F
)
Elevasi lapter 4.000 feet )
Tabel 1-10
Max. allowable take off weight (MATW) = 158.900 lbs
Faktor Reference R = 54,8
Interpolasi : Tabel 1-10
Berat
Panjang landasan
“R50”
“R55”
155.000 lbs
8.540 feet
9.500 feet
150.000 lbs
7.940 feet
8.810 feet
“R50”
7.940 + (0,391 x 600) = 8.174,60 feet
“R55”
8.810 + (0,391 x 690) = 9.079,79 feet
“R54,8”
8.174,6 + (0,96 x 905.19) = 9.043,58 feet
Koreksi Kemiringan = (9.043,58 x 0,1 x 0,5) = 452,179
Panjang landasan take off = 9.043,58 + 452,18
= 9.495,76 ≈ 9.500 feet
Maka dari hasil perhitungan diperoleh :
- Max. landing weight (MLW) = 148.000 lbs
- Landing Distance Avaliable (LDA) = 6.200 feet
- Max. take off weight (MTOW) = 151.955 lbs
- Max. allowable take off weight (MATW) = 158.900 lbs
- Take off Distance Avaliable (TODA) = 9.500 feet
Jadi panjang landasan rencana = 9.500 feet = 2.895,6 m
3) Tentukan berat lepas landas yang diizinkan pada suatu
lapangan terbang dengan kondisi :
- Pesawat Lookheed L-1011-385-1 (RB 221-22B)
- Temperatur max. harian rata-rata 60,5º F
- Elevasi lapangan terbang 748 feet
- Kemiringan runway 0,32 %
- Panjang landasan yang ada 7.845 feet
JAWAB :
a) Panjang landasan menurut ARFL
- Koreksi kemiringan Fs = 1 + 0,1 s = 1 + (0,1 x 0,32)
= 1,032
- Panjang landasan ARFL = 7.845 / 1,032 ≈ 7.600 feet
b) Berat lepas landas yang diijinkan
- Temperatur 60,5º F )
- Elevasi lapter 748 feet )
Tabel 1-12
Temp.
65º F
60º F
“Interpolasi” Faktor Reference R
Elevasi (0)
Elevasi (1000)
50,5
53,6
50,1
53,2
Elevasi (0)
50,1 + (0,1 x 0,4) = 50,14
Elevasi (1000)
53,2 + (0,1 x 0,4) = 53,24
Faktor Ref. R = 50,14 + (0,748 x 3,1) ≈ 52,46
“Interpolasi” berat lepas landas yang diizinkan :
Berat
Panjang landasan
“R50”
“R60”
420.000 lbs
7.350 feet
8.940 feet
410.000 lbs
6.980 feet
8.470 feet
“R52,46”
7.350 + (0,246 x 1.590) = 7.741
6.980 + (0,246 x 1.490) = 7.346
7.346
410.000
254
X
7.600
Berat
395
10.000
7.741
420.000
Dari perumusan diatas diperoleh :
X / 10.000 = 254 / 395
X = (10.000 x 254) / 395 = 6.430 lbs
Maka Berat lepas landas yang diizinkan :
410.000 lbs + 6.430 lbs = 416.430 lbs.
Perhitungan panjang runway dapat juga dihitung dengan
Grafik seperti contoh berikut.
4) Tentukan panjang landasan dari grafik dengan datadata sebagai berikut :
- Pesawat berbadan lebar, bermesin Turbo Prop.
- Temperatur max. harian rata-rata 85º F
- Elevasi lapter 1.800 feet
- Jarak penerbangan 1.400 miles
- Max. landing weight = 175.000 lbs
- Kemiringan lapter 0,5 %
JAWAB :
a) Panjang landasan untuk landing : Grafik 1-10
- MLW = 175.000 lbs, tarik vertikal hingga memotong
elevasi lapter 1.800 feet, maka di dapat panjang
landasan untuk landing sebesar = 6.700 feet.
( lihat garis putus-putus pada grafik 1-10)
b) Panjang landasan untuk take off : Grafik 1-11
- Temperatur 85º F
- Elevasi lapter 1.800 feet, tarik garis ke kanan hingga
memotong garis pedoman.
- Tarik ke atas sampai berpotongan dengan jarak
1.400 miles.
- Dari titik tsb. Tarik garis lurus ke kanan di dapat
Panjang landasan = 8.940 feet
- Koreksi kemiringan = (8.940 x 0,2 x 0,1) = 894 feet
- Panjang landasan untuk take off = 9.834 ≈ 9,900 feet
4.2. TAXIWAYS
Fungsi utama taxiway adalah sebagai jalan ke luar
masuk pesawat dari runway ke apron dan sebaliknya dari
apron ke hanggar pemeliharaan. Taxiway diatur sedemikian hingga pesawat yang baru saja mendarat tidak meng
ganggu pesawat lain yang sedang taxiing menuju ujung
runway.
Rute taxiway dipilih jarak terpendek dari apron menuju
ujung runway sehingga kepergian pesawat bisa cepat.
Ditinjau dari segi pendaratan pembuatan taxiway harus
bisa dipakai oleh pesawat secepatnya ke luar landasan yg
berupa “Exit Taxiway” sehingga landasan bisa dipakai
mendarat pesawat lain. Hindari pembuatan taxiway dgn
rute melintas runway aktif. Sudut belokan exit taxiway
Umumnya bersudut siku-siku (90º) terhadap runway, sehingga harus memperlambat kec. sebelum masuk taxiway.
Untuk pesawat yang baru mendarat diharapkan secepat
mungkin keluar runway, maka sudut belokan Exit taxiway dibuat lebih kecil kira-kira sebesar 30º dengan demi
kian untuk pesawat dengan kecepatan 60-65 mil / jam
masih dapat membelok masuk taxiway dan runway dapat
dipakai pesawat lain (kapasitas landasan meningkat).
4.3. HOLDING APRONS
Apron untuk holding / Run-up atau Warm-up (pemanasan) diperlukan pada lokasi ujung landasan dengan pelebaran yang cukup luas sehingga dapat untuk menampung 2 – 3 pesawat pada waktu akan take off.
Holding apron dirancang untuk melayani dua sampai empat pesawat dan cukup ruang bagi pesawat satu menyalip
pesawat yang lain.
4.4. HOLDING BAYS
Holding bay adalah apron yang tidak luas berlokasi di
lapangan terbang untuk parkir pesawat sementara diarea
ujung taxiway. Pada beberapa lapangan terbang jumlah
gate yang disediakan mungkin tidak cukup untuk melayani pesawat yang datang, dalam hal ini pesawat tersebut
di parkir di holding bay untuk parkir sementara sampai
ada gate yang kosong.
4.5. TERMINAL AREA
Lapangan terbang ideal adalah apabila perletakan bagian-bagiannya sedemikian rupa sehingga jarak taxiing
dari terminal area ke ujung-ujung runway bisa sesingkat
mungkin. Secara skematis hubungan runway dengan terminal area dapat dijelaskan sebagai berikut.
a) Single Runway, jarak taxiing pendek, maka jarak pesawat yang landing dan take off dibuat sama sehingga
terminal area terletak di tengah-tengah antara ujungujung runway.
L / TO
L / TO
Taxiway berangkat
Taxiway datang
Taxiway sejajar
Terminal
b) Paralel Runway, agar jarak taxiing sesingkat mungkin,
maka terminal area diletakkan di tengah-tengah antara
kedua runway. Jarak taxiing tidak berbeda banyak
pada waktu landing dan take off.
L / TO
L / TO
c) Staggered Paralel Runway, pada staggered arah untuk
take off dan landing tidak sama karena terbatasnya per
kerasan yang diperkeras, dan juga disebabkan terbatas
nya area lapangan terbang. Yang terpenting pada staggered paralel runway adalah letak terminal area harus
simetris terhadap kedua runway agar di dapatkan jarak
taxiing se singkat mungkin.
L
TO
TO
L
d) Opening V Runway, bentuk ini dipilih karena adanya
angin yang lebih dari satu arah dan kecepatan angin
tersebut cukup tinggi. Agar jarak taxiing sesingkat
mungkin terminal area diletakkan di antara kedua runL
TO
way tersebut.
TO
L
e) Single and Paralel Runway, bentuk single dan paralel
seperti ini dipilih, disebabkan adanya angin besar satu
arah yang terjadi satu kali dalam setahun. Dan karena
kapasitas penerbangan yang cukup tinggi, demikian
pula apabila keadaan angin tidak begitu besar, maka
semua runway bisa digunakan bersama-sama. Perletak
an terminal area sedemikian rupa sehingga akan di dapat jarak taxiing yang relatif pendek.
L
L / TO
TO
TO
L
f) Double Paralel Runway, double paralel yang terdiri dari
4 paralel yang digunakan pada lapangan terbang yang
kapasitasnya tinggi sekali. Runway bagian dalam digunakan untuk pesawat-pesawat yang akan take off,
sedang runway bagian luar digunakan khusus untuk
landing. Hal ini untuk menjaga pesawat yang taxiing
dan akan take off tidak mengganggu runay yang masih
aktif melayani landing.
L
L
TO
TO
TO
TO
L
L
Analisa Angin
Sebuah analisa angin adalah dasar bagi perencanaan
lapangan terbang, sebagai pedoman pokok landasan
pada sebuah lapter arahnya harus searah dengan arah
angin dominan (prevailling wind), karena gerakan pesawat sewaktu take off dan landing dapat bebas dan
aman kalau komponen angin samping (cross wind) seminimal mungkin.
Maximum Cross Wind yang diijinkan tergantung bukan saja kepada ukuran pesawat tetapi juga kepada
konfigurasi sayap dan kondisi perkerasan landasan.
Berdasarkan FAA arah runway harus dibuat sedemikian rupa sehingga pesawat terbang dapat mendarat
95 % dari seluruh waktu dengan cross wind yang tidak
berlebihan seperti berikut :
 Untuk pesawat yang besar, 13 knot (15 mph)
 Untuk pesawat kecil sebesar 10 knot (11,5 mph
Sedangkan menurut ICAO dibedakan sesuai dengan
Tingkatan dari pada runway, yaitu arah runway harus
sedemikian sehingga pesawat dapat mendarat 95 % dari seluruh waktu dengan komponen cross wind :
 Runway klas A dan B = 20 knot (23 mph)
 Runway klas C
= 13 knot (15 mph)
 Runway klas D dan E = 10 knot (11,5 mph)
Klasifikasi lapangan terbang menurut ICAO :
Klas
Panjang Runway (feet)
A
≥ 7.000
B
5.000 = 7.000
C
3.000 = 5.000
D
2.500 = 3.000
E
2.000 = 2.500
Untuk melayani pesawat diperlukan data angin di daerah tersebut yang digunakan untuk merencanakan
arah runway. Data-data mengenai angin meliputi :
- Arah dari pada angin
- Kecepatan dari pada angin (besar kec. & prosentase)
Dengan data arah angin yang dominan (searah) dapat
ditentukan arah runway dan dihindari cross wind sekecil mungkin. Arah angin yang bertiup ada 16 penjuru,
N
NE
NW
W
E
SW
SE
S
N = Utara
NNE = Utara-Timur laut
NE = Timur laut
ENE = Timur-Timur laut
E = Timur
ESE = Timur-Tenggara
SE = Tenggara
SSE = Selatan-Tenggara
S = Selatan
SSW = Selatan-Barat daya
SW = Barat daya
WSW = Barat-Barat daya
W = Barat
WNW = Barat-Barat laut
NW = Barat laut
NNW = Utara-Barat daya
Dari data angin (arah, besar kec. Dan prosentasenya) dimasukkan ke dalam “WIND ROSE”, yaitu suatu lingkaran yang terdiri dari beberapa sektor arah angin dan
kecepatan angin. Dengan memasukkan data angin ke dalam wind rose dapat ditentukan arah runway secara grafis
arah angin dominan yang digambarkan pada
Gbr. 3-4 : Wind Rose.
Setelah arah runway ditentukan, maka letak komponen
lainnya mengikuti seperti letak terminal building, jalur
taxiway, holding apron dan lain sebagainya.
CROSS WIND, TRACK & HEADING
Pesawat yang akan mendarat mengadakan approach ke
arah sumbu landasan, dimana arah hidung pesawat
(Heading) sangat tergantung kepada kekuatan tiupan
angin (cross wind) yang melintas garis arah pesawat.
Track adalah arah garis penerbangan untuk approach
ke landasan yang juga merupakan perpanjangan sumbu
landasan.
Hubungan Track, Heading dan Cross wind dilukiskan :
Angin
VC
VH
α
VT
Heading
Track
Pesawat yang akan mendarat harus terbang dengan
sudut α dari track, agar tidak ditiup cross wind menjauhi
track. Besarnya α dihitung dengan rumus :
Sin α = VC / VH
dimana : VH = True Air Speed, yaitu kec. Pesawat diudara (knot)
VC = Kec. Angin cross wind yang tegak lurus
terhadap track
α = sudut udang (crab angle)
sedang VT adalah True Air Speed sepanjang track yang
besarnya dihitung dengan rumus :
Cos α = VT / VH
VT = VH Cos α
Contoh :
Pesawat yang sedang terbang approach mengarah landasan dengan kec. 135 knot, cross wind dgn kec. 25 knot
Berapa α ? α = arc Sin (25/135) = 10º 40’ 19”
Data dan Fasilitas Lapangan Terbang
AIP adalah Aeronautical Information Publication yang
merupakan informasi aeronautical dari suatu lapangan
terbang beserta fasilitas-fasilitas yang dipunyai, guna
dipakai oleh operator pesawat dan perusahaan-perusahaan penerbangan sebagai data referensi.
Hal-hal yang disebutkan dalam AIP antara lain :
a) ARP (Aerodrome Reference Point) yaitu titik pedoman yang digunakan sebagai penentu lokasi geografis lapangan terbang. ARP hanya digunakan untuk
mengontrol ordinat horisontal, bisa juga dipakai sebagai titik nol setempat. ARP sedapat mungkin di –
tempatkan pada sumbu geometris dari seluruh sistem
landasan, baik yang telah ada maupun yang dirancang untuk pengembangan.
b) Elevasi landasan, elevasi lapter biasanya diambil titik
yang tertinggi dari area pendaratan dan informasi
elevasi, meliputi elevasi ujung-ujung landasan, dan
juga elevasi titik perubahan sepanjang landasan.
c) ART (Aerodrome Reference Temperatur, yaitu temp
rata-rata bulanan dari suhu max. harian untuk bulan
bulan terpanas setiap tahunnya.
d) Ukuran-ukuran lapter & fasilitas-fasilitasnya:
- Arah sebenarnya landasan (true bearing), nomor
landasan, lokasi displaced threshold, kemiringan
dan jenis permukaan.
- Track, Taxiway, Stopway, Apron mengenai panjang
lebar dan jenis permukaan.
- Halangan-halangan yang akan mengganggu penerbangan di sekeliling lapangan terbang.