sejarah kecamatan Pakis

Download Report

Transcript sejarah kecamatan Pakis

SEJARAH KECAMATAN PAKIS
Riwayat sejarah kecamatan Pakis, tidak bisa dipisahkan dari munculnya Tirta Wendit. Konon diceritakan ketika Kadipaten Malang
diserang oleh prajurit Mataram sekitar tahun 1542, dimana Adipati Ronggo Tohjiwo menunjuk patih Mangun Yudo (Mangun Darmo)
sebagai senopati perang, sednagkan dari Mataram dipimpin Juru Mertani dan Tumenggung Alab-Alab.
Dalam peperangan tersebut Patih mangun Yudo terkena tombak Tumenggung Alab-Alab di bagian perutnya, dan lari ke arah timur
menemui Sang Guru Caroko Negoro di Padepokan Pusung Buntung. Namun prajurit Mataram terus mengejarnya hingga Padepokan
Pusung Buntung. Di Padepokan tersebut para prajuri Mataram ditemui oleh Resi Laroko Negoro didampingi oleh 2 cantiknya yang
bernama Mbah Kabul dan Mbah Sodik Ibrohim serta murid-muridnya sebanyak 144 siswa.
Ketika Juru Mertani dan Tumenggung Alab-Alab bertanya kepada para murid Pusung Buntung, tentang keberadaan Patih Mangun
Yudo, para murid itu tidak ada yang mau buka suara, dan hanya saling menatap satu sama lain (clinagk clinguk) sambil garuk-garuk
seperti kera. Juru Mertani dan Tumenggung Alab-Alab yang terlanjur marah, akhirnya menyabdo para murid Pusung Buntung menjadi
kera (ketek / monyet).
Monyet-monyet inilah yang menjadi cikal bakal kera-kera penghuni petirtaan Wendit yang kala itu masih berupa hutan belantara,
dimana pepohonan yang ada hanya berupa pohon Pakis. Jumlah monyet yang 144, dipercaya sampai sekarang meskipun banyak yang
beranak dan ada yang mati, namun jumlahnya tetap / tidak bertambah dan tidak berkurang. Sampai saat ini, kalaupun ada monyet
yang mati juga tidak pernah ditemukan bangkainya. Itulah monyet-monyet penghuni Pemandian Wendit yang saat ini masih tetap
lestari keberadaannya.
Raden Bagus Sapujagat, sebagai pewaris Padepokan Pusung Buntung, setelah keliling sekitaran Padepokan ia menemukan 5
Sumber Air yang semuanya mengalir dan bermuara di Wendit. 5 sumber air tersebut adalah : Sumber Semeru, Sumber Gunung Kawi di
Kendogo, Sumber Arjuno Grojokan Sukmo Ilang, Sumber Gunung Sekeno Cemoro Sewu, dan Sumber Laut Selatan.
Untuk menjaga kelestarian dan keberadaan kawasan Pusung Buntung (sekarang Mangliawan), Raden Sapu Jagat memerintahkan
dua cantriknya yaitu Mbah Kabul dan Mbah Sodik Ibrahim. Sampai dengan saat ini petilasan (makam) Mbah Kabul ada di dalam
Pemandian Wendit, sedangkan makam Mbah Sodik Ibrahim ada di daerah Lowok Suruh Desa Mangliawan. Kedua makam tersebut
sampai saat ini, sering dikunjungi para pejiarah. Makam Mbah Kabul yang beragama Hindu, tiap 1 Suro, secara rutin dikunjungi
rombongan umat Hindu dari Tengger, sedangkan makam Mbah Sodik Ibrahim yang muslim, banyak peziarah ketika malam Jum’at Legi
khususnya.
Sedangkan kecamatan Pakis, digunakan karena pada dahulu ada desa Pakis yag merupakan wilayah paling luas. Hutan Pakis ini
dipisahkan oleh jalan yang membujur dari barat ke timur. Dimana penduduk yang berada di utara jalan dan selatan jalan tidak bernah
akur/rukun . Masyarakat sebelah selatan jalan, beraliran dan berhalauan alim dan soleh, sedangkan masyarakat sebelah utara jalan
beraliran keras, banyak yang berprofesi maling, brandal, pejudi dan sebagainya. Karena tidak mungkin bersatu maka kedua wilayah itu
minta memisahkan diri menjadi 2 desa, akhirnya menjadi desa Pakisjajar untuk sebelah utara jalan dan desa Pakiskembar yang di
sebelah selatan jalan. Kecamatan Pakis digunakan dan keberadaannya ada diantara dua desa itu, untuk menyatukan konflik kedua desa
tersebut.