hukum acara perdata modified April 2011

Download Report

Transcript hukum acara perdata modified April 2011

Bahan Kuliah
HUKUM ACARA
PERDATA
Created by [email protected]
Modified by : Heru Susetyo [email protected]
Pidana atau Perdata?
Pidana atau Perdata?
Pidana atau Perdata?
Pendahuluan
Pengertian Hukum Acara Perdata
 Hukum
Acara adalah kumpulan
ketentuan-ketentuan dengan tujuan
memberikan pedoman dalam usaha
mencari kebenaran dan keadilan bila
terjadi perkosaan atas suatu ketentuan
hukum dalam hukum materiil yang
berarti memberikan kepada hukum
dalam hukum acara suatu hunbungan
yang mengabdi kepada hukum materiil.
 Hukum Acara Perdata adalah Hukum Perdata
Formil, yaitu kaidah hukum yang menentukan dan
mengatur cara bagaimana hak-hak dan kewajibankewajiban perdata sebagimana yang diatur dalam
hukum perdata materil (Retnowulan Sutantio dan
Iskandar Oeriepkartaprawira, hal 1)
 Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-
peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus
bertindak terhadap pihak orang lain di muka pengadilan itu
harus bertindak untuk melaksanakan berjalannya
peraturan-peraturan hukum perdata (wirjono
Prodjodikoro)
Pengertian Hukum Acara Perdata (sambungan)
 Kaidah hukum yang mengatur cara dan prosedur
hukum
dalam
mengajukan,
memeriksa,
memutuskan, dan melaksanakan putusan tentang
tuntutan hak dan kewajiban tertentu sehingga
menjamin tegaknya hukum perdata materiil melalui
lembaga peradilan
Sifat / Karakteristik Hukum Acara Perdata
 Dalam Hukum acara perdata, orang yang merasa
haknya dilanggar disebut sebagai Penggugat,
sedangkan orang yang ditarik ke muka pengadilan
karena dirasa telah melanggar hak penggugat
disebut sebagai tergugat.
 Turut tergugat dipergunakan bagi orang-orang
yang tidak menguasai barang sengketa atau tidak
berkewajiban untuk melakukan sesuatu, namun
demi lengkapnya suatu gugatan, mereka harus
diikutsertakan
Sifat Hukum Acara Perdata
 Inisiatif ada tidak ada perkara ada pada orang/
beberapa orang yang merasa haknya dilanggar
(penggugat/ para penggugat)
 Berbeda dengan Hukum Acara Pidana yang tidak
tergantung ada/ tidak adanya inisiatif
 Ada Hukum acara pidana yang mirip dengan
Hukum acara perdata, yaitu Tindak Pidana Aduan
Tahapan Hukum Acara Perdata (menurut
Sudikno Mertokusumo)
 Tahap Pendahuluan : tahap persiapan menuju
tahap penentuan dan pelaksanaan, yaitu ada
sejumlah kegiatan yang harus dilakukan seperti
membuat
gugatan,mendaftarkan
gugatan,
membayar biaya perkara dll.
 Tahap Penentuan : Tahap pemeriksaan peristiwa,
pembuktian dan penjatuhan putusan.
 Tahap Pelaksanaan : Tahap dilakukannya tindakan
pelaksanaan putusan (eksekusi) yang telah
dijatuhkan oleh hakim.
Sifat Hukum Acara Perdata
 Pencabutan
gugatan oleh penggugat/ para
penggugat tidak dapat dilakukan sesuka hati,
Pencabutan gugatan dapat dilakukan apabila
tergugat menyetujui pencabutan gugatan, namun
kadangkala persetujuan itu tidak dipenuhi, bahkan
malah menggugat balik (rekonpensi)
Hukum Acara Perdata Positif
 Hukum acara perdata nasional hingga saat ini
belum diatur dalam undang-undang, sampai saat
ini ketentuan yang masih dipakai sebagai rujukan
adalah het Herziene Indonesich Reglement (HIR)
yang dulu diberlakukan untuk wilayah JawaMadura,
sedangkan
diluar
itu
berlaku
RechtsReglement Buitengewestem (RBg)
 Sejarah Hukum Acara Perdata/ terbentuknya HIR
dapat dibaca pada buku Retnowulan Sutantio
Sumber Hukum Acara Perdata (Hukum Positif) Berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 dan
Pasal 6 UU No. 1 Drt Tahun 1951 Tentang Tindakan-tindakan sementara untuk
menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil
 HIR, Het Herziene Indonesisch Reglement (Bab IX, 7 Bagian)
 RBg (Reglemen Buitengewesten, S. 1927 Nomor 227)
 RV (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering) disebut juga Hukum Acara






Perdata untuk Gol. Eropa, namun menurut Prof. Soepomo, sudah tidak berlaku
sejak Raad van Justitie dan Residentiegerecht dihapus.
RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in Het Beleid der Justitie in
Indonesie)
Undang-undang yang telah dikodifikasi (KUHPerdata dan KUHDagang)
Undang-undang yang belum dikodifikasi ( UU No. 20 Tahun 1947, tentang
acara banding, UU No. 14 Tahun 1970 Jo UU No. 35 Tahun 1999 Jo UU No. 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.dll
Yurisprudensi
Perjanjian Internasional
Doktrin
Asas-asas Hukum Acara Perdata
 Hakim Bersifat Menunggu (iudex no procedat ex
officio) diatur dalam Pasal 118 HIR dan 142 RBg,
artinya bila tidak tuntutan dari pihak, maka tidak
ada hakim (Wo Kein klager ist, ist kein rechter ;
nemo judex sine actor)
 Ada konsekuensi bagi seorang hakim, yaitu harus
mengadili semua perkara, karena hakim dianggap
tahu semua (ius curia novit)
Asas-asas Hukum Acara Perdata (sambungan)
 Hakim Bersifat Pasif (Lijdelijkeheid van Rechter),
artinya hakim hanya bertitik tolak pada peristiwa
yang diajukan oleh para pihak saja (secundum
allegat iudicare)
 Perdailan Terbuka untuk umum (Openbaarheid
van rechtspraak), konsekuensi yang terjadi apabila
asas ini tidak dilaksanakan adalah putusan dapat
menjadi tidak sah dan tidak memiliki kekuatan
hukum.
 Hakim mengadili kedua belah pihak (Horen van
beide partijen)
Asas-asas Hukum Acara Perdata (sambungan)
 Pemeriksaan dalam dua tingkat (Onderzoek in
twee instanties), hanya PN dan PT judex factie
dilaksanakan
 Pengawasan Putusan Pengadilan melalui Kasasi
(Toezicht op de rechtspraak door van cassatie)
 Mahkamah Agung adalah Puncak Peradilan di
Indonesia (Pasal 10 Ayat 2 UU No. 14 Tahun 1970
jo Pasal 2 UU No. 4 tahun 2004)
Asas-asas Hukum Acara Perdata (sambungan)
 Putusan Hakim harus disertai alasan (Pasal 23 UU
No. 14 tahun 1970 jo Pasal 25 UU No. 4 Tahun 2004,
Pasal 184 Ayat 1 , dan 319 HIR)
 Berperkara
dikenakan
biaya
(Niet-kosteloze
rechtspraak) Pasal 4, 5 UU No. 14 Tahun 1970 jo
Pasal 4 dan Pasal 5 UU No. 4 Tahun 2004)
Asas-asas Hukum Acara Perdata (sambungan)
 Tidak ada keharusan mewakilkan dalam Beracara
 Majelis hakim di Persidangan (Pasal 15 UU No. 14
Tahun 1970 jo Pasal 17 UU NO. 4 Tahun 2004)
 Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa (Pasal 4 UU No. 14 Tahun 1970 jo Pasal 4 UU
No. 4 Tahun 2004)
Asas-asas Hukum Acara Perdata (sambungan)
 Proses Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya
Ringan Pasal 4 Ayat 2 UU No. 4 Tahun 2004
 Hak menguji Materiil UU hanya ada pada MK dan
dibawah UU oleh MA (Pasal 11, 12 UU No. 4 Tahun
2004)
 Asas Obyektifitas, Pasal 5 UU No. 4 Tahun 2004
Perihal Kekuasaan Mutlak dan Kekuasaan relatif
 Kewenangan
Mutlak/ absolute compententie
menyangkut pembagian kekuasaan antar badanbadan
peradilan,
berdasarkan
macamnya
pengadilan yang memberikan kekuasaan untuk
mengadili
 Kewenangan
Relatif/ relative compententie
mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara
pengadilan yang serupa
 Asas yang berlaku dalam kewenangan relatif
adalah Actor sequitur forum rei
Lingkup Peradilan
Macam-Macam Pengadilan
 Di samping Pengadilan Sipil seperti tersebut diatas lazimnya disebut
Pengadilan Umum di Indonesia terdapat pula :
 Pengadilan Militer yang hanya berwenang untuk mengadili perkara
yang terdakwanya berstatus anggota ABRI.
 Pengadilan Agama yang kewenangannya mengadili perkara-perkara
perdata yang kedua pihaknya baragama Islam dan menurut hukum
yang dikuasai Hukum Islam.
 Pengadilan Administrasi yang termasuk wewenang Pengadilan
Administrasi adalah perkara yang tergugatnya pemerintah dan
penggugatnya perorangan pemerintah itu digugat dengan alsan
kesalahan dalam menjalankan administrasi.
Lingkup Peradilan (sambungan)
Susunan Badan-Badan Pengadilan Umum
 Di Indonesia kita kenal susunan Pengadilan dalam :



Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama yang berwenang
mengadili semua perkara baik perdata maupun pidana.
Pengadilan Tinggi atau Pengadilan tingkat banding yang juga merupakan
Pengadilan tingkat kedua. dinamakan Pengadilan tingkat kedua karena cara
pemeriksaannya sama seperti pemeriksaan di Pengadilan tingkat pertama
(Pengadilan Tinggi).
Mahkamah Agung yang merupakan Pengadilan tingkat akhir dan bukan
Pengadilan tingkat ketiga. Mahkamah Agung memeriksa perkara-perkara
yang dimintakan Kasasi, karena tidak puas dengan dengan putusan banding
dari Pengadilan Tinggi. Pada tingkat kasasi yang diperiksa adalah penerapan
hukumnya saja.
Lingkup Peradilan (sambungan)
Kewenangan Pengadilan
 Mengenai kewenangan mengadili dapat dibagi menjadi dua dalam Kekuasaan
Kehakiman, yaitu Kekuasaan Kehakiman atribusi (atributie van rechtsmacht) dan
Kekuasaan Kehakiman distribusi (distributie van rechtsmacht), bahwa :



Kekuasaan Kehakiman Atribusi disebut juga kewenangan mutlak atau kompetensi absolute.
Kewenangan Mutlak atau Kompetensi absolute adalah kewenangan badan pengadilan di dalam
memeriksa jenis perkara tertentu dan secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan
lain, misalnya Pengadilan Negeri pada umumnya berwenang memeriksa jenis perkara tertentu
yang diajukan dan bukan Pengadilan Tinggi atau Pengadilan Agama biasanya kompentensi
absolute ini tergantung pada isi gugatan dan nilai daripada gugatan (lihat Pasal 6 UU No. 29 Tahun
1947).
Kekuasaan Kehakiman Distribusi disebut juga kewenangan nisbi atau kompetensi relative .
Kewenangan nisbi atau Kompetensi relative adalah bahwa Pengadilan Negeri di tempat tinggal
(domisili) yang berwenang memeriksa gugatan atau tuntutan hak. jadi gugatan harus diajukan
kepada Pengadilan Negeri tempat tergugat tinggal. apabila tergugat tidak diketahui tempat
tinggalnya atau tempat tinggalnya yang nyata tidak dikenali, maka gugatan diajukan kepada
Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat sebenarnya.
Dikenali, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat
sebenarnya ( Pasal 18 HIR, Pasal 141 Ayat 1 Rbg)
Lingkup Peradilan (sambungan)
Tempat Kedudukan Pengadilan
 Tempat kedudukan Pengadilan Negeri pada prinsipnya
berada di tiap Kabupaten, namun di luar Pulau Jawa masih
terdapat banyak Pengadilan Negeri yang wilayah
hukumnya meliputi lebih dari satu Kabupaten.
 Kedudukan Pengadilan Negeri ada sebuah Kejaksaan
Negeri dan disamping tiap Pengadilan Tinggi ada
Kejaksaan Tinggi. Khusus di Ibukota Jakarta ada 5 instansi
Pengadilan Negeri yakni di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan,
Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara demikan pula
dengan Kejaksaannya Negerinya.
Lingkup Peradilan (sambungan)
Susunan Pejabat Pada Suatu Pengadilan
 Di tiap pengadilan terdapat beberapa hakim. diantaranya menjabat sebagai ketua pengadilan
dan wakil ketua.
 Para hakim bertugas untuk memeriksa dan mengadili perkara di persidangan.
 disamping itu ada panitera yang bertugas memimpin bagian administrasi atau tata usaha
dibantu oleh wakil panitera, beberapa panitera pengganti dan karyawan-karyawan lainnya.
 tugas dari pada panitera ialah menyelenggarakan administrasi perkara serta mengikuti semua
sidang serta musyawarah-musyawarah pengadilan dengan mencatat secara teliti semua hal
yang dibicarakan (Pasal 58,59 UU no. 2 Tahun 1986, Pasal 63 RO). ia harus membuat Berita
Acara (proses verbal) sidang pemeriksaan dan menandatanganinya bersama-sama dengan
ketua sidang (Pasal 186 HIR, Pasal 197 Rbg). karena ia tidak mungkin mengikuti semua sidangsidang pemeriksaan perkara, maka di dalam praktik, tugas tersebut dilakukan oleh panitera
pengganti.
 Di samping hakim dan panitera masih ada petugas yang dinamakan jurusita (deurwaarder)
dan jurusita pengganti (Pasal 38 UU No.21 Tahun 1986). adapun tugas dari pada jurusita dalai
melaksanakan perintah dari ketua sidang dan menyampaikan pengumuman-pengumuman,
teguran-teguran, pemberitahuan putusan pengadilan, panggilan-panggilan resmi para Tergugat
dan Penggugat dalam perkara perdata dan para saksi, dan juga melakukan penyitaan-penyitaan
atas perintah hakim.
Cara Mengajukan Gugatan
Pengertian Permohonan dan Gugatan
 Perbedaan Gugatan dengan Permohonan ada pada ada atau tidak
adanya konflik.
 Tuntutan dalam hal ini adalah tindakan yang bertujuan memperoleh
perlindungan hukum yang diberikan lembaga peradilan untuk
mencegah pemaksaan kehendak pihak lain atau main hakim sendiri
(eigenrichting)
 Dalam gugatan syarat utama adalah adanya orang/ sekelompok orang
yang merasa haknya dilanggar, dan orang yang dirasa melanggar hak
tersebut tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang diminta itu
 Dalam Perkara permohonan tidak ada sengketa, permohonan yang
umunya diajukan adalah pengangkatan anak, wali, pengampu
Pengajuan Gugatan,Tempat Tinggal, dan domisili
 Pengajuan gugatan diajukan di tempat tinggal
tergugat (Pasal 118 Ayat 1 HIR)
 Tempat tinggal adalah tempat dimana seorang
menempatkan pusat kediamannya (Pasal 17
KUHPerd) atau dengan kata lain dimana seorang
berdiam dan tercatat sebagai penduduk
 Domisili/ kediaman adalah tempat seseorang
berdiam
Pengecualian terhadap Asas Actor Sequitur Forum Rei
(berdasarkan Pasal 118 HIR)
 Gugat dapat diajukan di PN ditempat kediaman
tergugat apabila tempat tinggal tergugat tidak
diketahui
 Apabila tergugat lebih dari 2, maka penggugat
dapat mengajukan gugatan dapat diajukan disalah
satu tempat tinggal tergugat.
 Apabila tergugat ada 2, dan salah satunya adalah
penjamin dari yang berhutang, maka penggugat
mengajukan gugatan ke PN di wilayah tempat
tinggal tergugat yang berhutang
Pengecualian terhadap Asas Actor Sequitur Forum Rei
(berdasarkan Pasal 118 HIR)
 Apabila tempat tinggal atau kediaman tergugat
tidak dikenal, maka guguatan dapat diajukan di
tempat tinggal penggugat atau salah satu
penggugat.
 Apabila gugatan mengenai objek benda tetap,
maka gugatan diajukan di PN di wilayah benda itu
ada/ terletak.
 Apabila ada tempat tinggal yang dipilih dalam
suatu akta, maka gugatan diajukan di tempat yang
telah dipilih dalam akta.
Pengecualian lain terhadap Asas Actor
Sequitur Forum Rei
 Apabila tergugat tidak cakap, amak gugatan diajukan di PN dimana orang tua,






wali, pengampu tinggal.
Apabila PNS, maka pengadilan yang berwenang adalah PN di tempat ia bekerja
Apabila buruh, maka PN yang berwenang adalah PN tempat tinggal majikan
Apabila ini berkenaan dengan masalah kepailitan, maka PN yang berwenang
adalah yang memutus pailit.
Bila ini tentang penjaminan, maka yang berwenang untuk mengadili adalah PN
yang pertama dimana pemeriksaan pertama dilakukan.
Bila masalahnya adalah pembatalan perkawinan, maka PN yang berwenang
adalah tempat pertama kali perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal
kedua suami isteri atau salah satu tempat istri/ suami.
Gugatan perceraian dapat diajukan ke PN di kediaman penggugat
Gugat Lisan dan Tertulis
 Berdasarkan Pasal 118 HIR, gugat diajukan dengan surat
permintaan dan ditandatangani oleh penggugat atau
kuasanya.
 Gugat lisan dapat juga dilakukan, dan berdasarkan Pasal 120
HIR, Ketua PN akan membuat atau menyuruh untuk
membuat gugatan tersebut.
 Berdasarkan yurisprudensi, surat gugat yang bercap jempol
harus dilegalisasi
 Surat gugatan harus ditandatangani oleh penggugat atau
kuasanya.
Gugat Lisan dan Tertulis
 Gugatan sebaiknya ditik, tidak perlu memakai Materai (Meski
dalam praktek diperlukan, karena bila tidak dilakukan, surat
gugatan akan dikembalikan )
 Dalam gugatan harus memuat gambaran yang jelas mengenai
duduk perkara, dengan kata lain dasar gugatan harus dijelaskan
dengan jelas. Bagian ini disebut sebagai fundamentum petendti
atau Posita
 Dalam posita ada dua gugatan, yaitu alasan berdasarkan keadaan
dan alasan berdasarkan hukum
 Dalam gugatan harus dilengkapi dengan petitum, yaitu hal-hal yang
diinginkan/ diminta oleh penggugat agar diputuskan, ditetapkan
dan atau diperintahkan oleh hakim
Substansi Surat Gugatan



Identitas Para Pihak
Adanya Posita atau Fundamentum Petendi (Didasarkan pada
alasan hukum seperti piramida terbalik, Rentetan peristiwa
hukum yang terjadi dan atau dialami sampai terjadinya suatu
fakta hukum, Fakta hukum yang terjadi dan dialami
Penggugat, dan Fakta hukum terjadinya benturan
kepentingan)
Adanya Petitum atau Tuntutan , yaitu Permohonan berupa :
 Mengabulkan seluruh isi gugatan dan lain sebagainya.
 Putusan dilaksanakan terlebih dahulu (uitvooerbaar bij
vorrad)
 Didasarkan pada Posita
Syarat Formal Surat Gugatan yang lazim
dalam praktek
 Tempat dan waktu surat gugatan yang dibuat oleh




penggugat atau kuasa hukumnya
Harus menyebut identitas para pihak secara
lengkap dan jelas
Surat Gugatan memakai materai (UU No: 13/1985
(psl.2).PP No: 7/1995 PP No: 24/2000)
Surat Gugatan harus ditandatangani
Ex Aequa Et Bono
Bentuk dan Format Surat Gugatan
 Bentuk dan format pengetikan surat gugatan tidak
ada yang baku, namun selaku kuasa hukum harus
dapat
menyiapkan
surat
gugatan
dengan
memperhatikan bentuk, format, etika dan nilai-nilai
keindahan atau kebersihan (tanpa coretan)
 Surat Gugatan yang baik adalah Surat Gugatan yang
dapat menimbulkan opini dan perasaan hakim
bahwa penggugat adalah orang yang benar-benar
mendambakan keadilan atau keinginan menegakkan
keadilan
TEKHNIK MENYUSUN GUGATAN
 Hal-hal penting yang harus diingat :
 Tiap orang yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan
terhadap pihak yang dianggap merugikan lewat pengadilan
 Gugatan dapat diajukan secara lisan (Pasal 118 Ayat 1 HIR, Pasal 142
Ayat 1 Rbg) atau tertulis (Pasal 120 HIR Pasal 144 Ayat 1 Rbg) dan
bila perlu dapat minta bantuan kepada Ketua Pengadilan Negeri
 Gugatan itu harus diajukan oleh yang berkepentingan
 Tuntutan hak di dalam gugatan merupakan tuntutan hak yang ada
kepentingan hukumnya, yang dapat dikabulkan
apabila
kebenarannya dapat dibuktikan dalam sidang pemeriksaan
 Identitas Para Pihak
TEKHNIK MENYUSUN GUGATAN
(Sambungan)




Fundamentum Petendi, terdiri dari dua bagian :
 Bagian yang menguraikan tentang kejadian atau peristiwanya (fetelijkegronden)

Bagian yang menguraikan tentang dasar hukumnya (rechtsgronden)
Uraian tentang kejadian merupakan penjelasan duduknya perkara tentang adanya hak atau hubungan
hukum yang menjadi dasar yuridis daripada tuntutan.
Mengenai uraian yuridis tersebut tidak berarti harus menyebutkan peraturan -peraturan hukum yang
dijadikan dasar tuntutan, melainkan cukup hak atau peristiwa yang harus dibuktikan di dalam
persidangan nanti sebagai dasar dari tuntutan, yang memberi gambaran tentang kejadian materiil
yang merupakan dasar tuntutan itu.
Mengenai seberapa jauh harus dicantumkannya perincian tentang peristiwa yang dijadikan dasar
tuntutan ada beberapa pendapat :
 Menurut substantieringstheori, tidak cukup disebutkan hukum yang menjadi dasar tuntutan saja,
tetapi harus disebutkan pula kejadian itu kejadian yang nyata yang mendahului peristiwa hukum
yang menjadi dasar gugatan itu, dan menjadi sebab timbulnya peristiwa hukum tersebut misalnya
: Penggugat yang menuntut hak miliknya selain menyebutkan bahwa sebagai pemilik ia juga harus
menyebutkan asal-usul pemilikan tersebut.
 Menurut indvidualiseringstheorie, sudah cukup dengan disebutkannya kejadian-kejadiannya yang
dicantumkan dalam gugatan yang sudah dapat menunjukkan adanya hubungan hukum yang
menjadi dasar tuntutan. Dasar atau sejarah terjadinya hubungan tersebut tidak perlu dijelaskan,
karena hal tersebut tidak perlu dikemukakan dalam sidang yang akan datang pada acara
pembuktian
TEKHNIK MENYUSUN GUGATAN
(Sambungan)
 Petitum atau Tuntutan, apa yang diminta atau diharapkan Penggugat agar
diputuskan oleh hakim. jadi tuntutan itu akan terjawab didalam amar atau
dictum putusan. oleh karenanya petitum harus dirumuskan secara jelas dan
tegas (ps 8 Rv).
 Tuntutan yang jelas atau tidak sempurna dapat berakibat tidak diterimanya
tuntutan tersebut. demikian pula gugatan yang berisi pertanyaan-pertanyaan
yang bertentangan satu sama lain atau disebut obscuur libel (gugatan yang
tidak jelas dan tidak dapat dijawab dengan mudah oleh pihak Tergugat
sehingga menyebabkan ditolaknya gugatan) berakibat tidak diterimanya
gugatan tersebut. Sebuah tuntutan dapat dibagi 3 (tiga) ialah :



Tuntutan primer atau tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan pokok
perkara
Tuntutan tambahan, bukan tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan
pokok perkara
Tuntutan subsideir atau pengganti
TEKHNIK MENYUSUN GUGATAN
(Sambungan)

Biasanya sebagai tuntutan tambahan berwujud :






Tuntutan agar Tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara.
Tuntutan “uitvoebaar bij voorraad” yaitu tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan lebih dulu
meskipun ada perlawanan, banding atau kasasi. di dalam praktik permohonan uitvoebaar bij
voorraad sering dikabulkan. namun demikian Mahkamah Agung menginstruksikan agar hakim
jangan secara mudah memberi putusan uitvoerbaar bij voorraad (Intruksi MA tanggal 13
Februari 1958).
Tuntutan agar Tergugat dihukum untuk membayar bunga (moratair) apabila tuntutan yang
dimintakan oleh Penggugat berupa sejumlah uang tertentu.
Tuntutan agar Tergugat dihukum untuk membayar uang paksa (dwangsom), apabila hukuman itu
tidak berupa pembayaran sejumlah uang selama ia tidak memenuhi isi putusan.
Dalam hal gugat cerai sering disebut juga dengan tuntutan nafkah bagi istri (Pasal 59 Ayat 2, 62, 65
HOCI, Pasal 213, 229 BW) atau pembagian harta (Pasal 66 HOCI, Pasal 232 BW).
Mengenai tuntutan subsideir selalu diajukan sebagai pengganti apabila hakim
berpendapat lain. biasanya tuntutan subsidiary itu berbunyi “agar hakim mengadili
menurut keadilan yang benar” atau “mohon putusan yang seadil-adilnya” (aequo et
bono).
TEKHNIK MENYUSUN GUGATAN
(Sambungan)
 Kesimpulan agar gugatan tidak ditolak atau dinyatakan tidak diterima
ialah :







Gugatan supaya diajukan kepada Pengadilan yang berwenang.
Identitas seperti nama, pekerjaan, alamat dan sebagainya dari Penggugat
dan Tergugat harus jelas.
Pihak Penggugat maupun Tergugat harus ada hubungan hukum dengan
pokok permasalahan.
Pihak Penggugat maupun Tergugat mempunyai kemampuan untuk
melakukan perbuatan hukum (handelingsbekwaamheid).
Dalil-dalil atau posita gugatan harus mempunyai dasar peristiwa dan dasar
hukum (fundamentum petendi) yang cukup kuat.
Peristiwa atau permasalahan dalam gugatan belum lampau waktu.
Peristiwa belum pernah diajukan dan diputuskan oleh pengadilan
NO. _______________
Jakarta, ___________
Kepada Yth,
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Jl. Gajah Mada No. 17
JAKARTA PUSAT
Perihal : Gugatan
Dengan Hormat,
Yang bertandatangan di bawah ini, Dhoni Yusra, S.H., pengacara/ penasihat hukum pada Yusra & Yudi Law Firm “Y&Y”, berkedudukan hukum di
Jl_____________________, Jakarta, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa : HAJI GANI ABDUL SALAM, Usia 45 Tahun, pekerjaan
wiraswasta, alamat Jl. ______________, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal ______________selanjutnya disebut PENGGUGAT.
Dengan ini hendak mengajukan gugatan perdata terhadap SUTIYONO, Usia 42 Tahun, Pekerjaan Wiraswasta, ALamat _______________, selajutnya disebut
sebagai TERGUGAT.
Adapun duduk perkaranya adalah sebagai berikut :(Posita/ Fundamentum Petendi)
1. Bahwa _____
2. Bahwa _____
3. Bahwa _____
4.
5. Bahwa akibat perbuatan melawan hukum
a). Kerugian Material
b). Kerugian Moril / material, berupa :
6. Dwaangsom
7. Sita jaminan terhadap
A.
B.
C.
8. Permohonan serta merta
Maka Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Penggugat mohon sudilah kiranya Pengadilan berkenan memutuskan sebagai berikut : (PETITUM)
Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya ;
Menyatakan sah berharga sita jaminan tersebut ;
Menyatakan demi hukum para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan penggugat ;
Dan seterusnya
Ex Aequo Et Bono
Mohon putusan seadil-adilnya
Hormat Kami,
Kuasa Penggugat
Dhoni Yusra, SH
Yudi Syaifullah, SH
Pihak-Pihak yang berperkara, perwakilan orang, badan
hukum, dan negara
 Setiap orang boleh berpekara di depan pengadilan,
namun ada pengecualiannya yaitu orang sakit
ingatan, belum dewasa.
 Bila badan hukum, maka orang yang mewakili
adalah wenang mewakili badan hukum, itu dapat
dilihat di ADRT
 Surat kuasa yang dipakai adalah surat kuasa
khusus
JAWABAN TERGUGAT
 Eksepsi, Bentuk jawaban dalam eksepsi ialah suatu tangkisan bahwa
syarat-syarat prosessuil gugatan tidak benar atau eksepsi berdasarkan
ketentuan materiil (eksepsi dilatoir dan eksepsi paremptoir), sehingga
gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk
verklaard). Dasar-dasar daripada eksepsi antara lain sebagai berikut :





Gugatan diajukan kepada pengadilan yang tidak berwenang
Gugatan salah alamat (tergugat tak ada hubungan hukum)
Penggugat tak berkualitas (penggugat tidak mempunyai hubungan hukum)
Tergugat tidak lengkap
Penggugat telah memberi penundaan pembayaran (eksepsi)
JAWABAN TERGUGAT (sambungan)
 Dalam Pokok Perkara Jawaban dalam pokok perkara ini merupakan bantahan
terhadap dalil-dalil atau fundamentum petendi yang diajukan penggugat.
 Misalnya : A (Penggugat) menuntut B (Tergugat) agar meninggalkan tanah
yang dikerjakan B dengan dalih :



Tanah tersebut adalah milik A sebagai ahli waris bapaknya C pemilik tanah asal yang
sudah meninggal dunia.
Adanya petok D dan letter C yang masih atas nama C.
A tidak pernah melihat atau mengetahui adanya transaksi antara B dan C atas tanah
tersebut.
 Dalam contoh tersebut, B dapat membantah dalih A dengan alasan :
 A diragukan sebagai ahli waris karena tidak fatwa waris.
 Petok D dan letter C bukan bukti kepemilikan.
 B mempunyai akte jual beli.
 Berdasarkan bantahan atau tangkisan tersebut B dapat meminta kepada hakim
agar gugatan ditolak
JAWABAN TERGUGAT (sambungan)
 Permohonan atau Petitum:
 Sifat permohonan sudah barang tentu harus menguntungkan
tergugat sendiri, misalnya :

Primair :



Subsidair :


Agar gugatan ditolak secara keseluruhan
Agar hakim menerima sluruh jawaban tergugat
Apabila hakim berpendapat lain, maka tergugat mohon agar hakim
memberikan putusan seadil-adilnya
Jawaban tergugat pada prinsipnya menolak gugatan penggugat
dengan jalan menangkis dan membantah apa yang didalihkan oleh
penggugat. Untuk itu tergugat harus jeli, menguasai permasalahan
serta hukum-hukum yang terkait. semua jawaban juga cukup
beralasan artinya berdasarkan peristiwa yang didukung oleh hukum.
Pemeriksaan dalam persidangan
 Wajibnya hakim untuk mengupayakan perdamaian
dalam persidangan sesuai dengan Pasal 130 Ayat 1
HIR
 Perdamaian dalam persidangan, memiliki kekuatan
hukum yang pasti
Pemeriksaan dalam persidangan
Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi
 Jawaban diajukan setelah upaya perdamaian, tidak




berhasil.
Jawaban pada dasarnya dapat dilakukan secara
lisan.
Jawaban tergugat akan ditanggapi oleh penggugat
dalam replik
Tanggapan atas replik dijawab tergugat dalam duplik
Setelah itu apabila dikehendaki, maka para pihak
dapat membuat kesimpulan sebelum memohon
putusan dengan penawaran bukti
Pemeriksaan dalam persidangan
Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi
 Jawab tergugat dapat dikategorikan 2 macam :
 Jawaban tidak langsung mengenai pokok perkara atau
disebut sebagi tangkisan/ eksepsi
 Jawaban mengenai pokok perkara
 Eksepsi yang dikenal HIR adalah berkenaan
dengan tidak berkuasanya hakim dalam mengadili
apakah itu kekuasan absolut atau relatif
 Eksepsi ini berkenaan dengan hukum acara/
prosesuil
Pemeriksaan dalam persidangan
Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi
 Eksepsi berdasarkan hukum materil ada 2 macam:
 Eksepsi dilatoir, eksepsi yang menyatakan gugatan penggugat belum
dapat dikabulkan, misalnya karena penundaan pembayaran
 Eksepsi peremptoir, eksepsi yang menghalangi dikabulkannya
gugatan, misalnya gugatan yang diajukan daluarsa
 Pengajuan
eksepsi, umumnya dilakukan pada awal
persidangan, yaitu sebelum tergugat mengajukan jawaban
 Terlambat memberikan eksepsi, mengakibatkan sia-sia
Pemeriksaan dalam persidangan
Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi
 Jawaban tergugat hendaknya singkat, padat, dan
pada pokok persoalan dengan mengemukakan
alasan-alasan yang berdasar
 Gugat balik/ gugat dalam rekonpensi adalah hak
dari tergugat
 Gugat balasan diajukan bersama-sama dengan
jawaban atas gugatan
Pemeriksaan dalam persidangan
Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi
 Gugat balasan dapat diajukan dalam setiap perkara kecuali
seperti yang diatur dalam pasal 132 a HIR, yaitu :




Jika penggugat dalam gugat asal mengenai sifat, sedangkan gugat
balasan mengenai dirinya sendiri dan sebaliknya
Jika PN kepada siapa gugat asal itu dimasukkan, tidak berhak, oleh
karenanya berhubung dengan pokok perselisihan, memeriksa gugat
balasan
Dalam perkara perselisihan tentang menjalankan putusan
Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak dimasukkan gugat
balasan, maka dalam tingkat banding tidak ole memajukan gugat
balasan
Pemeriksaan dalam persidangan
Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi
 Manfaat gugat balasan :
 Menghemat ongkos perkara
 Mempermudah pemeriksaan
 Mempercepat penyelesaian sengketa
 Menghindarkan putusan yang saling bertentangan
 Diperkenankan untuk menambah atau mengurangi gugatan
selama tidak merugikan
 Perubahan tuntutan tidak bertentangan dengan azas-azas
hukum perdata, selama tidak merubah/ menyimpang dari
kejadian materil
 Perubahan dan penambahan gugatan diperkenankan kepada
pihak tergugat
Pemeriksaan dalam persidangan
Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi
 Perubahan gugatan dilarang apabila berdasar atas keadaan
hukum yang sama dimohon suatu pelaksanaan hak yang
baru sehingga dengan demikian memohon putusan hakim
tentang suatu hubungan hukum antara kedua-belah pihak
yang lain dari yang semula, contoh :


Mohon ganti rugi atas dasar ingkar janji, kemudian dirubah menjadi
tergugat harus memenuhi janji
Semula dasar gugatan perceraian adalah perzinahan, kemudian
dirubah menjadi keretakan rumah tangga yang tidak dapat
diperbaiki
Pemeriksaan dalam persidangan
Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi
 Penambahan
gugatan diperboleh selama tidak
merugikan pihak tergugat, seperti semula tidak
semua ahli waris diikutsertakan, kemudian
ditambah menjadi turut tergugat atau permohonan
sita jaminan tetapi lupa memohon menyatakan sah
dan berharganya sita jaminan tersebut.
 Perubahan atau penambahan gugatan yang diajukan
setelah jawaban, harus mendapat persetujuan dari
pihak tergugat
 Pengurangan gugatan selalu akan diterima dan
senantiasa diperkenankan
Pembuktian
 Adalah tugas hakim untuk menyelidiki adanya suatu hubungan hukum
yang menjadi dasar gugatan, sehingga hubungan hukum itu harus
dapat dibuktikan jika salah satu pihak (khususnya penggugat)
menginginkan kemenangan.
 Tidak semua dalil dapat dibuktikan atau perlu dibuktikan, misalnya
hal-hal yang diakui / tidak disangkal oleh Tergugat, tidak perlu lagi
dibuktikan, atau hal-hal yang sudah diketahui umum (facta notoir)
 Hukum Pembuktian adalah suatu rangkaian peraturan tata tertib yang
harus diindahkan dalam melangsungkan pencarian kebenaran dan
keadilan di hadapan hakim.
Pembuktian
 Kebenaran atas suatu fakta adalah hal yang harus
dibuktikan oleh hakim.
 Kebenaran yang dicari adalah kebenaran formil
 Menurut ajaran individualiserings-theorie, bahwa
penggugat dapat diterima gugatannya bila ia mampu
mendalilkan hal-hal yang pokok, dan pihak tergugat dapat
mengerti apa yang dimaksudkan dalam tuntutan
penggugat.
 Sedangkan menurut ajaran subtansierings-theorie
meminta penjelasan riwayat secara rinci tentang apa yang
menjadi dasar gugatan dan apa yang dijadikan tuntutan
berdasarkan fakta yang dikemukakan.
Pembuktian
 Para
pihak yang berperkara diwajibkan untuk
membuktikan tentang duduk perkara
 Oleh karenanya mereka harus mengajukan alat-alat bukti
dan sekaligus membuktikan kebenaran alat bukti yang
kemudian oleh Hakim dicari kebenarannya dan
dikonstantir peristiwa tersebut.
 Upaya hakim untuk memeriksa kebenaran dari bukti-bukti
tersebut, hakim berkonsultasi kepada ahli-ahli hukum
tertentu untuk menambah wacana keilmuan dan
pemahaman tentang hukum.
Pembuktian
 Hakim terikat oleh alat bukti dalam suatu proses
pembuktian, namun demikian hakim juga diberi kebebasan
untuk menilai alat bukti dan pembuktian tersebut (Pasal
172 HIR, 309 RBg, dan 1908 KUHPerd)
 Hakim melakukan penilaian terhadap bukti, dan dapat
dikatakan pembuktian merupakanpenilaian terhadap
kenyataan yang ada (judex factie)
 Suatu Bukti dikatakan sempurna jika bukti yang diajukan
tersebut dinilai hakim telah memadai untuk memberikan
kepastian tentang peristiwa yang disengketakan
Pembuktian
 3
Teori yang lazim digunakan untuk
keterikatan hakim dan para pihak, yaitu :
menentukan

Teori pembuktian bebas, yaitu memberikan kebebasan pada hakim,
tanpa ada ketentuan-ketentuan tertentu yang mengikat hakim, dan
itu tergantung terhadap banyakanya alat bukti yang diserahkan oleh
hakim dalam persidangan
Teori Pembuktian Negatif, ini memberikan pembatasan pada
larangan hakim untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan
pembuktian
Teori Pembuktian Positif, disini ditekankan perlunya perintah
terhadap hakim disamping ada larangan


 Namun dalam Praktek teori pembuktian yang dipakai
adalah Teori Pembuktian bebas
Beban Pembuktian
 Pasal 553 BW :orang yang menguasai barang tidak
perlu membuktikan itikad baiknya. Siapa yang
mengemukakan itikad buruk harus
membuktikannya
 Pasal 535 BW : bila seseorang telah mulai
menguasai sesuatu untuk orang lain, maka selalu
dianggap meneruskan penguasaan tersebut,
kecuali apabila terbukti sebaliknya
 Pasal 1244 BW : Kreditur dibebaskan dari
pembuktian kesalahan debitur dalam hal adanya
wanprestasi
Beban Pembuktian
 Ada 5 teori pembebanan pembuktian yang dapat dijadikan pedoman
bagi hakim (Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo):





Teori Pembuktian yang hanya bersifat menguatkan, siapa yang
mengemukakan harus membuktikan
Teori Hukum subyektif, barang siapa yang mengaku atau mengemukakan
suatu hak, maka ia harus membuktikan
Teori hukum obyektif, penggugat yang mengajukan sutau gugatan berarti ia
telah meminta hakim untuk menerapkan ketentuan hukum obyektif
terhadap suatu peristiwa yang diajukan tersebut.
Teori Hukum Publik, upaya mencari keadilan dan kebenaran suautu
peristiwa di pengadilan merupakan kepentingan publik.
Teori hukum acara, hakim harus membagikan beban pembuktian
berdasakan kesamaan kedudukan para pihak (asas audi et alteram partem)
Alat Bukti
 Ada lima alat bukti yang dapat diajukan dalam
sidang perdata (Pasal 164 HIR, 284 RBg, dan 1866
BW) :





Bukti Surat
Bukti Saksi
Persangkaan
Pengakuan, dan
Sumpah
Alat Bukti
 Alat bukti tertulis selanjutnya disebut juga dengan surat
yang memuat tanda-tanda bacan yang dimaksudkan untuk
mencurahkan pikiran dan isi hati seseorang yang ditujukan
untuk dirinya dan atau orang lain yang dapat digunakan
untuk alat pembuktian, macamnya :


Surat yang bukan akta (Kekuatannya diserahkan pada penilaian
hakim)
Surat yang berupa akta, yaitu surat yang diberi tanda tangan yang
memuat suatu informasi tentang adanya suatu peristiwa yang
menjadi dasar suatu hak atau perikatan, terbagi macamnya:


Akta Otentik
Akta dibawah tangan
Alat Bukti
 Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi
wewenang untuk itu oleh pemerintah
perundang-undangan yang berlaku.
 Kekuatan akta otentik :



berdasarkan
peraturan
Kekuatan pembuktian lahir akta otentik, artinya terlihat secara lahiriah
telah memenuhi syarat yang telah ditentukan (Pasal 138 HIR, Pasal 164
RBg, Pasal 148 RV)
Kekuatan pembuktian formil akta otentik, suatu otentik membuktikan
kebenaran dan kepastian terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dilakukan
oleh pejabat yang berwenang dalam pembuktian akta. Disini yang dipatikan
adalah tanggal, tempat, dan keaslian tanda tangan dari akat itu sendiri.
Kekuatam pembuktian materil akta otentik, umumnya akta pejabat tidak
memiliki kekuatan pembuktian materil kecuali akta yang dikeluarkan oleh
Kantor Catatan SIpil. Yang dimaksud adalah petikan atau salinan dari daftar
aslinya, sepanjang isinya sesuai dengan daftar aslinya sampai dapat
dibuktikan sebaliknya.
Alat Bukti





Akta dibawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian para pihak
tanpa bantuan dari pejabat berwenang dan hanya untuk kepentingan para pihak yang
membuatnya.
Pengaturan Akta dibawah tangan diatur dalam S. 1874 No. 29 untuk Jawa-Madura,
sedangkan diluar Jawa-Madura diatur dalam Pasal 286 -305 RBg.
Akta dibawah tangan meliputi surat-surat daftar (register), catatan mengenai rumah
tangga, atau surat-surat lainnya yang dibuat tanpa bantuan seorang pejabat yang
berwenang.
Ada istilah bon pour cent florings, yaitu akta di bawah tangan yang memuat utang
sepihak, membayar sejumlah uang tunai atau menyerahkan suatu benda, harus ditulis
seluruhnya dengan tangan sendiri oleh orang yang menandatangani atau setidaktidaknya harus ditulis dibawah dengan tanda tangan sendiri
Pasal 1902 BW mengatur syarat-syarat yang harus dipenuhi bilamana terdapat
permulaan bukti tertulis adalah sebagai berikut :



Harus ada akta
Akta tersebut dibuat oleh orang terhadap siapa dilakukan tuntutan atau dari orang yang
diwakilinya
Akta tersebut harus memungkinkan kebenaran peristiwa yang bersangkutan
Alat Bukti
 Alat Bukti Saksi atau selanjutnya disebut dengan kesaksian diatur dalam Pasal




139-152, 168-172 HIR, Pasal 165-179 RBg, dan Pasal 1902-1912 BW.
Kesaksian adalah wujud kepastian yang diberikan kepada hakim di muka
sidang tentang peristiwa yang disengketakan dengan cara memberitahu secar
lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam sengketa, yang
dipanggil secara patut oleh pengadilan
Alat bukti saksi memiliki arti penting dalam perjanjian-perjanjian hukum adat
yang umumnya tidak menggunakan alat bukti tertulis.
Keterangan yang diberikan oleh saksi haruslah tentang peristiwa atau kejadian
yang dilihat, didengar atau dialami sendiri. Kekecualian adalah testimonium de
auditu, yaitu kesaksian/ keterangan yang diperoleh dari orang lain, ia tidak
mendengarkan atau mengalami, namun demikian dapat diterima setidaktidaknya sebagai petunjuk dan bahakan sebagai sumber persangkaan
Prinsip yang berlaku adalah unus testis nullus testis
Alat Bukti
 Seorang saksi dilarang untuk mengambil suatu
kesimpulan karena itu adalah tugas hakim.
 Saksi dalam memberikan keterangannya, harus
disumpah menurut agama atau berjanji bahwa ia
akan menerangkan yang sebenarnya.
 Penilaian terhadap saksi yang memberikan
kesaksian sepenuhnya merupakan hak hakim
untuk menilai.
Alat Bukti
 serta ipar, hal ini diatur dalam Pasal 146 HIR, 174 RBg, 1909 BW
Orang yang tidak menjadi saksi/ tidak boleh menjadi saksi dibagi
menjadi 2 macam :
 Golongan yang tidak mampu menjadi saksi
 Tidak mampu secara mutlak, seperti keluarga sedarah, semenda
(Pasal 145 HIR, 172 RBg, 1910 BW), termasuk suami istri
meskipun sudah bercerai
 Tidak mampu secara relatif, golongan ini boleh didengar
keterangannya, tetapi tidak dianggap sebagai saksi, seprti anakanak, orang yang sakit ingatan, dan orang yang berada dibawah
pengampuan
 Golongan yang dibebaskan dari kewajiban sebagai saksi, ini adalah
kelompok yang atas permintaannya sendiri dibebaskan kewajiban
untuk menjadi saksi seperti saudara laki-laki dan perempuan
Alat Bukti
 Kewajiban Saksi :
 Saksi wajib datang menghadap ke muka sidang
 Wajib untuk bersumpah
 Wajib memberi keterangan
Alat Bukti
 Persangkaan, diatur sebagai alat bukti berdasarkan Pasal
173 HIR, 310 RBg, dan Pasal 1915-1922 BW
 Persangkaan adalah kesimpulan yang diambil dari suatu
peristiwa yang telah terbukti ke arah suatu peristiwa yang
belum terbukti
 Yang memiliki hak mengambil kesimpulan adalah hakim
atau undang-undang sehingga dikenal persangkaan hakim
dan persangkaan undang-undang
 Pada hakikatnya persangkaan adalah alat bukti tidak
langsung
Alat Bukti
 Pengakuan sebagai alat bukti diatur dalam Pasal 174-176 HIR, Pasal 311-313




RBg, dan Pasal 1923-1928 BW.
Pengakuan adalah keterangan keterangan sepihak, baik tertulis maupun lisan
yang secara tegas dan nyata diterangkan oleh salah satu pihak atau lebih dalam
penyelesaian perkara di persidangan yang berisi pembenaran sebagian atau
seluruhnya terhadap suatu peristiwa, hak atau hubungan hukum yang diajukan
oleh pihak lawan yang mengakibatkan tidak perlu lagi dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut.
Pengakuan yang dilakukan secar diam-diam tidak memberikan kepastian
kepada hakim tentang kebenaran suatu peristiwa
Pengakuan juga merupakan keterangan yang membenarkan suatu peristiwa,
hak atau hubungan hukum yang diajukan oleh pihak lawan
Pengakuan merupakan bukti yang sempurna terhadap yang melakukannya
baik secara pribadi maupun diwakilkan secara khusus, juga sebagai alat bukti
yang bersifat menentukan yang tidak memungkinkan adanya pembuktian di
pihak lawan.
Alat Bukti
 Persangkaan dibedakan sebagai berikut :
 Persangkaan atas dasar kenyataan, yaitu upaya membuktikan
apakah suatu peristiwa y memiliki hubungan yang cukup erat
dengan peristiwa x yang sedang diajukan
 Persangkaan atas dasr hukum, disini undang-undang menetapkan
hubungan antara peristiwa yang diajukan dengan peristiwa yang
tidak diajukan. Ini dibedakan dalam 2 jenis :


Praesumptiones juris tantum, yaitu persangkaan berdasarkan hukum
yang memungkinkan adanya pembuktian lawan
Praesumptiones juris et de jure, persangkaan berdasarkan hukum yang
tidak memungkinkan pembuktian lawan.
Alat Bukti
 Bentuk pengakuan menurut Pasal 1923 BW :
 Pengakuan yang diberikan di depan hakim, ini tidak
dapat ditarik kembali
 Pengakuan yang diberikan di luar pengadilan
 Bentuk
pengakuan
Mertokusumo) :
menurut
Pengakuan murni
 Pengakuan dengan kualifikasi
 Pengakuan dengan klausula

teori
(Sudikno
Alat Bukti
 Sumpah adalah pernyataan yang dibuat seseorang secara
khidmat dan bersahaja yang diucapkan pada saat
memberikan janji atau keterangan dengan mengkaitkan
dengan sifat Tuhan Yang aha Kuasa dengan menyakini
akan ada kutukan-NYA bila ternyata memberikan
keterangan yang tidak benar
 Pengaturan tentang sumpah diatur dalam Pasal 155-158,
177 HIR, 182-185, 314 RBg, dan Pasal 1929-1945 BW
 Macam sumpahan yang dikenal dunia peradilan :



Sumpah pelengkap (suppletoir)
Sumpah pemutus (decisoir)
Sumpah penaksir (aestimatoir)
Alat Bukti
 Sumpah pelengkap adalah sumpah yang diperintahkan oleh hakim




karena jabatannya kepada salah satu pihak dalam rangka melengkapi
pembuktian peristiwa yag menjadi sengketa untuk dijadikan dasar
putusan.
Sumpah ini dapat dilakukan bila bukti yang ada tidak memadai, hal ini
terjadi karena dalam praktek, hanya ada 1 orang saksi saja.
Sumpah penaksir adalah sumpah yang diperintahkan oleh hakim
karena jabatannya kepada pihak penggugat untuk menentuka bentuk
dan jumlah ganti rugi
Sumpah Pemutus adalah sumpah yangn dibebankan atas permintaan
salah satu pihak kepada lawannya.
Pihak yang meminta lawannya untuk mengucapkan sumpah disebut
deferent, sedangkan pihak yang bersumpah disebut delaat
Alat Bukti
 Sumpah decisoir dapat menimbulkan akibat yaitu
kebenaran peristiwa yang diminta untuk
bersumpah menjadi pasti dan pihak lawan tidak
diperkenankan membuktikan bahwa sumpah
tersebut adalah palsu
 Dalam praktek sumpah decisoir dikenal sebagai
sumpah pocong di mesjid, sumpah mimbar, bagi
umat nasrani, dan sumpah klenteng bagi ummat
budha
Alat Bukti
 Keterangan ahli adalah keterangan pihak ketiga yang
bersifat obyektif dan bertujuan untuk membantu hakim
dalam pemeriksaan dalam rangka menambah pengetahuan
hakim sendiri, hal ini diatur dalam Pasal 154 HIR, Pasal 181
RBg, dan 215 RV
 Pemeriksaan
Setempat
(Descente),
yaitu
suatu
pemeriksaan mengenai perkara oleh hakim karena
jabatannya yang dilakukan di luar gedung atau tempat
kedudukan pengadilan
 Tujuan dari pemeriksaan setempat agar hakim dapat
melihat dan mengamati sendiri secara nyata sehingga
mendapatkan kepastian tentang duduk persoalan persitiwa
yang menjadi sengketa
Sita (Beslag)
 Pada hakikat tujuan seseorang beracara perdata di pengadilan adalah




untuk mendapatkan penjaminan hak atau adanya jaminan bahwa
putusan dapat dilaksanakan.
Agar terjamin hak penggugat, sekiranya dikabulkan hakim, undangundang menyediakan upaya penjaminan hak tersebut yaitu melalui
penyitaan (beslag)
Penyitaan diartikan sebagai tindakan persiapan untuk menjamin dapat
dilaksanakannya putusan hakim dalam perkara perdata
Barang-barang yang disita untuk kepentingan penggugat itu disimpan
dan dibekukan untuk jaminan agar barang tersebut tidak dapat
dialihkan atau dijual oleh pihak tergugat (Pasal 197 Ayat 9, Pasal 199
HIR, Pasal 212, 214 RBg)
Penyitaan demikian selanjutnya disebut sebagai sita jaminan atau
conservatoir beslag
Sita (Beslag)
 Akibat




adanya sita jaminan ini, tergugat kehilangan hak dan
wewenangnya untuk menguasai benda.
Bila tergugat secara sadar melakukan tindakan pengalihan atas benda
yang telah disita, maka tindakan tersebut adalah tindakan tidak sah,
dan melawan hukum dan dapat dipidana (Pasal 231, 232 KUHP)
Yang berwenang untuk melaksanakan penyitaan adalah panitera
pengadilan.
Dalam praktek permohonan ini diajukan kepada Ketua PN, dan
umumnya diajukan dalam petitum, meskipun dapat diakukan
kemudian
Bila permohonan diterima dan dikabulkan, maka hakim menyatakan
sah sah dan berharga (van waarde verklard)
Sita (Beslag)
 Sita jamian dapat diberi makna sebagai upaya untuk menjamin pelaksanaan
suatu putusan hakim di kemudian hari atas barang-barang milik tergugat baik
benda bergerak maupun benda tetap selama proses perkara berlangsung
terlebih dahulu disita. Dengan demikian barang yang sudah disita tidak dapat
dialihkan.
 Tidak hanya barang milik tergugat saja, namun barang bergerak milik
penggugat yang ada dalam kekuasaan tergugat dapat pula diletakan sita
jaminan, yang disebut juga sebagai sita revindikatoir (revindicatoir beslag)
 Sita revindikatoir adalah sita yang dimohonkan, baik secara lisan atau tertulis
oleh pemilik suatu benda bergerak yang sedang dikukasai tergugat atau pihak
lain, melalui pengadilan negeri di tempat orang yang menguasai benda itu
tinggal
 Lebaga sita jaminan ini sangat bermanfaat mengingat pada masa kini lembaga
pelaksanaan putusan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij vorrad) sudah kurang
difungsikan.
Sita (Beslag)
 Barang yang dapat disita secara revindikatoir adalah barang bergerak milik





pemohon
Sita Marital adalah sita yang ditujukan untuk menjamin agar barang yang
disita tidak dialihkan atau diasingkan oleh pihak lawan, dan bukan ditujukan
untuk menjamin tagihan utang atau penyerahan barang.
Pemohon sita dapat dilakukan oleh suami atau istri untuk melindungi
kepentingan hak yang dimilikinya dari kemungkinan gangguan pihak lain.
SIta Marital ini dapat dimohonkan kepada Pengadilan Negeri oleh seorang istri
yang tunduk kepada BW, selama sengketa perceraiannya diperiksa di
pengadilan.
Kesimpulannya adalah yang dapat mengajukan sita marital adalah pihak istri,
karena menurut KUHPerd seorang istri dianggap tidak cakap melakukan
perbuatan hukum.
Untuk melindungi si istri terhadap kekuasaan maritaal suaminya, maka sita
maritaal ini disediakan bagi isteri.
Sita (Beslag)
 Sita gadai atau pandbeslag, adalah sita jaminan yang
dimohonkan oleh orang yang menyewakan rumah
atau tanah, agar supaya diletakkan suatu sitaan
terhadap perabot rumah tangga pihak penyewa/
tergugat guna menjamin pembayaran uang sewa
yang harus dibayar
JALANNYA PERSIDANGAN


Susunan Persidangan, Hakim tunggal atau Hakim Majelis terdiri dari satu ketua dan dua hakim
anggota, yang dilengkapi oleh Panitera sebagai pencatat jalannya persidangan.Pihak Penggugat dan
Tergugat duduk berhadapan dengan hakim dan posisi Tergugat disebelah kanan dan Penggugat
disebelah kiri Hakim. Apabila persidangan berjalan lancar maka jumlah persidangan lebih kurang 8
kali yang terdiri dari sidang pertama sampai dengan putusan hakim
Sidang Pertama, Setelah hakim ketua membuka sidang dengan menyatakan “sidang dibuka untuk
umum” dengan mengetuk palu. hakim memulai dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan kepada
Penggugat dan Tergugat :
 Identitas Penggugat
 Identitas Tergugat
 Apa sudah mengerti maksud didatangkannya para pihak, di muka sidang pengadilan.
 Hakim menghimbau agar dilakukan perdamaian. dalam hal ini meskipun para pihak menjawab
bahwa tidak mungkin damai Karen usaha penyelesaian perdamaian sudah dilakukan berkali – kali,
hakim meminta agar dicoba lagi. Jadi pada sidang pertama ini sifatnya merupakan checking
identitas para pihak dan apakah para pihak sudah mengerti mengapa mereka dipanggil untuk
menghadiri
 sidang. sebagai bukti identitasnya, para pihak menunjukkan KTP masing – masing. apabila tidak
ditemukan kekurangan atau cacat maka sidang dilanjutkan. setelah para pihak dianggap sudah
mengerti maka hakim menghimbau agar kedua belah pihak mengadakan perdamaian, kemudian
sidang ditangguhkan
JALANNYA PERSIDANGAN (sambungan)
 Sidang Kedua (Jawaban Tergugat), Apabila para pihak dapat berdamai maka
ada dua kemungkinan:



Gugatan dicabut
Mereka mengadakan perdamaian di luar atau di muka sidang
Apabila perdamaian dilakukan di luar sidang, maka hakim tidak ikut campur. belah
pihak berdamai sendiri. ciri daripada perdamaian diluar pengadilan ialah:



Apabila perdamaian dilakukan di muka hakim, maka ciri-cirinya adalah :



Dilakukan para pihaknya sendiri tanpa ikut campurnya hakim.
Apabila salah satu pihak ingkar janji permasalahannya dapat diajukan lagi kepada Pengadilan
Negeri
Kekuatan perdamaian sama dengan putusan pengadilan.
Apabila salah satu pihak melakukan ingkar janji, perkara tak dapat diajukan kembali. (bentuk
perdamaian dimuka pengadilan dapat dilihat dalam lampiran)
Apabila tidak tercapai suatu perdamaian, maka sidang dilanjutkan dengan
penyerahan jawaban dari pihak tergugat. jawaban ini dibuat rangkap tiga, lembar
pertama untuk penggugat , lembar kedua untuk hakim dan lembar ketiga untuk arsip
tergugat sendiri
JALANNYA PERSIDANGAN (sambungan)
 Sidang Ketiga (Replik), Pada sidang ini penggugat
atau kuasa hukumnya menyerahkan replik, satu
untuk hakim, satu untuk tergugat dan satunya
untuk penggugat sendiri. replik sendiri merupakan
tanggapan penggugat terhadap jawaban tergugat
 Sidang Keempat (Duplik), Dalam sidang,tergugat
menyerahkan duplik yaitu tanggapan tergugat
terhadap replik penggugat
JALANNYA PERSIDANGAN (sambungan)
 Sidang Kelima (Pembuktian dari Penggugat) :
 Sidang kelima dapat disebut sidang pembuktian oleh penggugat. di sini penggugat
mengajukan bukti-bukti yang memperkuat dalil-dalil penggugat sendiri dan yang
melemahkan dalil-dalil tergugat. Alat pembuktian melalui surat (fotocopy)harus di
nazagelen terlebih dahulu dan pada waktu sidang dicocokkan dengan aslinya oleh
hakim maupun pihak tergugat. hakim mempuyai kewenagan untuk mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dilanjutkan oleh tergugat sedangkan pihak penggugat
memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. teradap saksi-saksi hakim
mempersilahkan penggugat mengajukan pertanyaan terlebih dahulu, kemudian
hakim sendiri juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam rangka memperoleh
keyakinan. perdebatan-perdebatan di bawah pimpinan hakim.
 Apabila pembuktian ini belum selesai maka akan dilanjutkan pada sidang berikutnya.
sidang pembuktian ini dapat dapat cukup sehari, tetapi biasanya bisa dua tiga kali
atau lebih tergantung kepada kelancaran pembuktian. perlu dicatat disini ba sebelum
ditanyakan serta memberikan keterangan saksi harus disumpah lebih dahulu dan
tidak boleh masuk dalam ruang sidang belum dipanggil
JALANNYA PERSIDANGAN (sambungan)
 Sidang Keenam (Pembuktian dari Tergugat) :
 Kalau sidang kelima merupakan sidang pembuktian penggugat,
maka sidang keenam ini adalah sidang pembuktian dari pihak
tergugat. Adapun jalannya sidang sama dengan sidang kelima
dengan catatan bahwa yang mengajukan bukti-bukti dan saksi-saksi
adalah tergugat, sedang Tanya jawabnya kebalikan daripada sidang
kelima
 Sidang Ketujuh, adalah sidang penyerahan kesimpulan.
disini kedua belah pihak membuat kesimpulan dari hasilhasil sidang tersebut. isi pokok kesimpulan sudah barang
tentu yang menguntungkan para pihak sendiri
JALANNYA PERSIDANGAN (sambungan)
 Sidang Kedelapan :
 Sidang ini dinamakan sidang putusan hakim. dalam
sidang kedelapan ini hakim membaca putusan yang
seharusnya dihadiri olehpara pihak. setelah selesai
membaca putusan maka hakim menetukkan hakim palu
tiga kali dan para pihak diberi kesempatan untuk
mengajukan banding apabila tidak puas dengan putusan
hakim. pertanyaan banding ini harus dilakukan dalam
jangka waktu 14 hari terhitung ketika putusan dijatuhkan
PUTUSAN HAKIM
 Setelah melakukan segala pemeriksaan terhadap berkas-berkas dari
penggugat dan tergugat serta alat pembuktian yang dihadirkan dalam
persidangan acara perdata, maka hakim akan mengambil suatu
putusan terhadap perkara yang ia periksa. putusan itu di harapkan
menghasilkan suatu keadilan bagi para pihak atas kepentingannya
yang diminta untuk diperiksa dan diputus oleh hakim tersebut. Jadi
bagi hakim dalam mengadili suatu perkara yang dipentingkan adalah
fakta atau peristiwanya dan bukan hukumnya. peraturan hukumnya
dalai suatu alat sedangkan yang bersifat menentukan adalah
peristiwanya
 Dalam putusan hakim yang perlu diperhatikan dalam pertimbangan
hukumnya, sehingga siapapun dapat menilai apakah putusan yang
dijatuhkan cukup mempunyai alasan yang obyektif atau tidak.
Disamping itu pertimbangan hakim adalah penting dalam pembuatan
memori banding dan memori kasasi
PUTUSAN HAKIM (sambungan)
 Susunan dan isi putusan hakim adalah berdasarkan
Pasal 183,184,187 HIR, Pasal 194,195,198 Rbg, Pasal
4 Ayat 1, 23 UU No. 14 Tahun 1970 Jo UU No. 35
Tahun 1999 Jo UU No. 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman, Pasal 27 R.O dan 61 Rv, yang
terdiri dari :
ISI PUTUSAN HAKIM (sambungan)
 Kepala Putusan, Nomor register perkara,





nama pengadilan yang memutus perkara
Identitas Para Pihak
Tentang duduk perkara
Pertimbangan hukum atau Considerans
Amar atau Dictum
Penandatanganan
Perihal acara Istimewa
Pengertian gugur dan Perstek
 Gugur terjadi apabila semua penggugat, meskipun
sudah dipanggil secara patut, tidak hadir ke
pengadilan negeri pada hari yang ditentukan,
namun demikian si penggugat dapat mengajukan
gugat
 Perstek adalah kebalikannya, yaitu bila semua
tergugat meskipun sudah dipanggil secara patut
tidak hadir, dengan demikian gugat diputus secara
perstek, yaitu tanpa hadirnya tergugat
Perihal acara Istimewa
Penggugat Tidak hadir
 Bila penggugat sebelum dipanggil telah wafat, maka
terserah ahli waris untuk meneruskan gugatan atau tidak
 Bila penggugat sudah dipanggil secara patut, tetapi tidak
datang dalam persidangan, maka gugatannya digugurkan,
dan dihukum untuk membayar biaya perkara, namun
demikian ybs dapat mengajukan gugatan sekali lagi,
dengan membayar persekot
 Apabila perkara yang digugurkan pokok persoalannya
sama sekali belum diperiksa, karena tidak diperkenankan
atau salah, maka perkara tersebut tidak hanya digugurkan
tetapi juga ditolak
Perihal acara Istimewa
Tergugat Tidak hadir
 Pengaturan tentang Perstek diatur dalam pasal 125 HIR
 Bila tergugat tidak hadir meski telah dipanggil secara patut, dan tidak
mengirimkan wakilnya/ kuasanya.
 Hakim akan memutus perkara secara perstek, artinya tanpa hadirnya
tergugat.
 Upaya hukum yang dapat dilakukan adalah Verzet
 Lain halnya jika tergugat/ para tergugat hadir pada sidang pertama,
namun pada sidang-sidang berikutnya tidak hadir, maka perkara
diproses dengan acara biasa namun diputus dengan secara
contradictoir
Perihal acara Istimewa
Tergugat Tidak hadir
 Syarat putusan diputus secara perstek :



Tergugat/ para tergugat pada hari pertama sidang semuanya
tidak hadir, dan juga tidak mengirimkanwakilnya
Mereka kesemuanya itu telah dipanggil secara patut
Petitum beralasan dan tidak melawan hak
 Jika syarat 1 dan 2 dipenuhi tetapi syarat 3 tidak terpenuhi,
maka perkara diputus perstek, gugatan ditolak
 Jika syarat 1 dan 2 dipenuhi tetapi ada kesalahan formal,
yaitu surat kuasa penggugat tidak ditandatangani, atau
bukan surat kuasa khusus, maka, gugatan tidak dapat
diterima
Perihal acara Istimewa
Tergugat Tidak hadir
 Namun
jika tergugat tidak hadir namun memberika eksepsi
(tangkisan) berkenaan tentang kekuasaan absolut/ realtif, maka hakim
tidak boleh memutus perkara secara perstek, melainkan harus
memberikan putusan terlebih dahulu tentang eksepsi tersebut.
 Apabila eksepsi diterima, tidak perduli apakah tergugat tidak hadir,
maka persidangan diputus bahwa pengadilan tidak berhak
 Apabila eksepsi ditolak, hakim akan memeriksa pokok perkara dan jika
gugatan beralasan, maka gugatan akan dikabulkan dan perkara diputus
secara perstek
 Namun demikian bukan berarti putusan perstek menguntungkan
penggugat
Perihal acara Istimewa
Cara pemberitahuan perstek
 Putusan perstek harus diberitahukan kepada
tergugat (apabila dikalahkan), serta diterangkan
kepadanya bahwa ia berhak mengajukan
perlawanan (verzet) terhadap putusan perstek
tersebut di pengadilan negeri yang sama dalam
jangka waktu dan dengan cara yang telah
ditentukan dalam pasal 129 HIR
Wajibnya Hakim mengundurkan sidang
 Hakim memiliki kewajiban seperti yang diatur
dalam pasal 126 HIR untuk memundurkan
persidangan jika diperlukan.
 Hal itu dipertegas pula dalam pasal 127 HIR,
keharusan
memundurkan/
menangguhkan
persidangan jika tergugat/ salah satu tergugat
tidak hadir pada sidang pertama.
 Apabila salah satu penggugat tidak hadir, sidang
dapat diteruskan.
Cara mengajukan perlawanan terhadap
putusan Perstek
 Upaya
perlawanan terhadap putusan perstek
diatur pada pasal 129 HIR
 Perlawanan tersebutr dapat dilakyukan oleh
tergugat atau para tergugat yang dihukum dengan
putusan tidak hadir.
 Perlawanan terhadap putusan perstek diajukan
seperti mengajukan surat gugat biasa, artinya surat
perlawanan harus ditik beberapa rangkap, tidak
perlu memakai materai
Cara mengajukan perlawanan terhadap
putusan Perstek
 Tenggang waktu untuk mengupayakan perlawanan :
 Dalam waktu 14 hr setelah putusan perstek diberitahukan
 Sampai dengan hari kedelapan setelah teguran seperti yang dimaksud dalam
pasal 196 HIR, apabila yang ditegur datang menghadap
 Kalau ia tidak datang waktu dutegur, sampai hari kedelapan setelah sita
eksekutorial
 Pemeriksaan perkara perlawana seperti halnya perkara biasa,
maksudnya adalah pelawan seperti halnya tergugat, jadi beban
pembuktian tetap ada pada terlawan alias penggugat.
 Perlawanan menangguhkan eksekusi, kecuali bila putusan
perstek tersebut dijatuhkan dengan ketentuan Pasal 180 HIR,
yaitu putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu.
Cara mengajukan perlawanan terhadap
putusan Perstek
 Perlawanan terhadap perstek cukup sekali saja, artinya cukup pada
putusan perstek yang pertama, sedangkan jika keduakalinya diputus
perstek, maka ia hanya diperkenankan banding
 Jika perlawanan telah diajukan, terlawan tidak hadir, maka hakim
akan memanggil ulang terlawan, dan jika pada panggilan berikutnya
tidak hadir, maka terlawan/ penggugat masih juag tidak hadir atau
diasumsikan tidak hendak melawan, maka perlawanan tersebut
diputus secara contradictoir, dengan membatalkan putusan perstek,
akibatnya gugatan ditolak. Adapun upaya hukum yang dapat dilakukan
si terlawan/ pengugat adalah mengajukan upaya hukum banding.
Cara mengajukan perlawanan terhadap
putusan Perstek
 Bila penggugat mengajukan banding, (pengadilan
tingkat kedua)), maka tergugat pun harus juga
mempersiapkan jawaban atas memori banding,
namun demikian ia harus mempersipakan
perlawanan juga (pada pengadilan tingkat
pertama) sebagai antisipasi jika penggugat
mencabut bandingnya tersebut, ia masih ada
upaya hukum
Pengikut sertaan pihak ketiga dalam proses
 Vrijwaring/ penjaminan, terjadi apabila di dalam
suatu perkara yang sedang diperiksa oleh
pengadilan, di luar kedua belah pihak yang
berperkara, ada pihak ketiga yang ditarik masuk ke
dalam perkara yang sedang berlangsung
 Cara mengajukan :

Ajukan permohonan oleh tergugat pada saat mengajukan
jawaban,agar diperkenankan untuk memanggil seorang
sebagai pihak yang turut berperkara untuk melindungi
tergugat
Pengikut sertaan pihak ketiga dalam proses
(sambungan vrijwaring)
 Permohonan tersebut, dapat disebut juga sebagai
gugat insidentil, yang akan diputus melalui
putusan sela (dengan kata lain apabila ada gugat
insidentil pasti ada gugatan pokok, sehingga 2
gugatan tersebut dapat diputus secara sekaligus)
 Sedangkan
bagi
penggugat,
permohonan
vrijwaring diajukan sebelum memberikan replik
 Debat yang terjadi menjadi debat segitiga
Pengikut sertaan pihak ketiga
dalam proses (sambungan)
 Tussenkomst, bentuk intervensi yang dilakukan oleh
pihak ketiga dengan mencampuri sengketa antara
penggugat dan tergugat di sidang pengadilan dengan
bersikap tidak memihak salah satu pihak (penggugat/
tergugat)
melainkan
bersikap
memperjuangkan
kepentingan hukumnya sendiri
 Kepentingan pihak ketiga harus ada hubungannya
dengan perkara yang sedang disidangkan
Pengikut sertaan pihak ketiga dalam
proses (sambungan)
 Voeging (Penyertaan), adalah bentuk intervensi
yang dilakukan oleh pihak ketiga dengan
mencampuri sengketa antara penggugat dengan
tergugat dengan bersikap memihak dengan kepada
salah satu pihak.
 Hal ini dilakukan untuk membela kepentingan
hukumnya sendiri dengan jalan membela salah
satu pihak yang bersengketa
Upaya Hukum
 Mengenai Hukum Acara Perdata dalam praktek di pengadilan pada
saat para pihak penggugat dan tergugat menerima putusan. pastinya
salah satu pihak maupun pihak lainnya akan merasa tidak puas atas
putusan yang dijatuhkan oleh hakim tersebut. Untuk itu bagi para
pihak yang tidak puas akan putusan yang dijatuhkan, dalam hukum
acara perdata telah diberikan suatu hak untuk mengajukan upaya
hukum atas ketidakpuasan putusan tersebut. Upaya hukum dalam
hukum acara perdata terdiri dari :




Banding
Kasasi
Peninjauan Kembali
Perlawanan Pihak Ketiga (Derdenverzet)
Upaya Hukum
Banding
 Upaya Banding merupakan suatu Upaya Hukum yang diajukan oleh para pihak yang tidak puas atas
putusan yang dijatuhkan oleh hakim atas perkara yang diperiksa. Lazimnya yang mengajukan banding
adalah pihak yang kalah. Dalam perkara banding ini ditimbul istilah pembanding bagi yang
mengajukan banding sedang lawannya dinamakan terbanding. pernyataan banding ini harus
dilakukan dalam waktu 14 hari terhitung mulai sehari sesudah tanggal putusan hakim. (Pasal 7 UU
No. 20/1947, 199 Rbg) atau diberitahukan putusan kepada pihak yang bersangkutan. Pihak yang
mengajukan banding (pembanding) harus mengajukan memori banding yang kemudian ditanggapi
oleh pihak lawan (terbanding) dengan mengirimkan kontra memori banding. pengiriman memori
banding dan kontra memori banding yang ditunjukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi dikirimkan
lewat Pengadilan Negeri yang dulu memutuskan perkara yang bersangkutan. Perlu diketahui pula,
bahwa dalm memori dan kontra memori banding misalnya pihak penggugat yang mengajukan
banding, maka ia menyebut dirinya sebagai “pembanding semula tergugat” dan lawannya disebut
“terbanding semula tergugat”, bila yang mengajukan banding pihak tergugat, maka ia menyebut
dirinya sebagai pembanding semula tergugat” dan lawannya disebut “terbanding semula penggugat”.
 Dengan adanya banding tersebut, Pengadilan Tinggi mengadakan sidang yang dilakukan oleh majelis
hakim. Sidang tingkat bandingjuga disebut sidang tingkat kedua, karena cara pemeriksaannya sama
dengan pada sidang pemeriksaan tingkat pertama di Pengadilan Negeri. Di sini yang diperiksa adalah
pokok perkaranya. Hasil sidang banding tersebut merupakan putusan Pengadilan Tinggi. Putusan
Pengadilan Tinggi dapat berupa memperkuat Putusan Pengadilan Negeri, membatalkan, menjatuhkan
putusannya sendiri
Upaya Hukum
Kasasi
 Kasasi adalah pembatalan oleh Mahkamah Agung atas Putusan Pengadilan Negeri dan Putusan
Pengadilan Tinggi (Judex Factie) yang dianggap bertentangan dengan hukum yang berlaku atau salah
menerapkan hukum. pemeriksaan kasasi meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukum, baik
yang meliputi bagian daripada putusan yang merugikan maupun yang menguntungkan pemohon
kasasi. jadi pada tingkat kasasi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk perkara atau
penskorannya dan oleh karenanya pemeriksaan tingkat kasasi tidak dianggap sebagai pemeriksaan
tingkat ke 3.
 Dari hal-hal tersebut, jelaslah seperti apa yang dikatakan oleh Prof. Subekti dalam Buku Hukum Acara
Perdata, BPHN 1977, bahwa tugas Pengadilan Kasasi dalai menguji atau meneliti Putusan Pengadilan
di bawahnya (Judex Factie). Dasar daripada pembatalan suatu putusan adalah “kesalahan penerapan
hukum” yang dilakukan oleh Pengadilan di bawahnya (judex Factie). Putusan dan Penetapan
Pengadilan yang lebih rendah dapat dibatalkan oleh Putusan Kasasi Mahkamah Agung, dikarenakan :


Karena lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang mengancam
kelalaian itu dengan batalnya putusan tersebut, misalnya apabila dalam putusan tidak memuat kalimat kepala
putusan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Melampaui batas wewenangnya apabila yang dilanggar wewenang pengadilan secara absolute. Salah
menerapkan atau melanggar peraturan-peraturan hukum yang berlaku. hal ini yang sering terjadi
dalam praktek. Pengertian salah menerapkan hukum banyak terjadi karena perkembangan hukum
meningkat sedangkan buku-buku terutama buku yurisprudensi masih jarang diterbitkan
Upaya Hukum
Kasasi
 Sebagai gambaran yang jelas mengenai putusan yang bertentangan dengan hukum apabila peraturan
hukum tidak dilaksanakan atau ada kesalahan pada pelaksanaannya dan pemeriksaan pekara tidak
dilaksanakan menurut hukum acara yang berlaku
 Selanjutnya menurut UU No. 13 Tahun 1965 menyebutkan bahwa permohonan kasasi oleh pihak yang
bersangkutan atau oleh pihak ketiga yang dirugikan hanya dapat diterima apabila upaya-upaya hukum
biasa telah dipergunakan sebagaimana mestinya. Tenggang waktu pengajuan permohonan kasasi
adalah 3 minggu bagi daerah Jawa dan Madura dan 6 minggu bagi daerah luar Jawa dan Madura.
Mengenai permohonan pencabutan kembali kasasi dalai beda dengan tata cara pencabutan dalam
tingkat banding. Dalam pemeriksaan banding dapat sewaktu-waktu dicabut kembali selama perkara
belum diputus oleh Pengadilan Tinggi, sedangkan pencabutan dalam kasasi hanya diperkenankan
untuk dicabut apabila berkas tersebut masih ada pada Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
 Berbeda dengan alasan dalam tingkat pemeriksaan banding, maka permohonan kasasi mutlak disertai
memori kasasi ini merupakan syarat formal sedangkan pihak lawan dapat mengajukan kontra memori
kasasi. Tenggang waktu diajukan memori kasasi adalah 14 hari terhitung mulai hari diterimanya
permohonan kasasi
Upaya Hukum
Peninjauan Kembali
 Peninjauan Kembali menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH, merupakan
upaya hukum terhadap putusan tingkat terakhir dan putusan yang dijatuhkan
diluar hadir tergugat (verstek) dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk
mengajukan perlawanan. Istilah peninjuan kembali ini dapat dijumpai dalam
UU No. 14 Tahun 1970 Jo UU No. 35 Tahun 1999 Jo UU No. 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman dan dalam Rv yang disebut Request Civil (Pasal
385-401). Dalam UU Mahkamah Agung sendiri mengatur tentang peninjauan
kembali diatur dalam Pasal 66 s/d 77
 Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan secara lisan maupun tertulis
(Pasal 71) oleh para pihak sendiri (Pasal 68 Ayat 1) kepada Mahkamah Agung
melalui Ketua Pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama. yang
berhak mengajukan peninjauan kembali adalah pihak yang berperkara, pihak
yang berkepentingan misalnya pihak yang kalah perkaranya atau ahli warisnya
atau seseorang wakilnya yang dikuasakan secara khusus. (PERMA No. 1 Tahun
1980) yang disempurnakan
Upaya Hukum

Berdasarkan Pasal 67 alasan-alasan peninjuan kembali adalah :







Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui
setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana
dianggap palsu;
Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada
waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;
Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab–
sebabnya;
Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh
Pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang bertentangan satu
dengan yang lainnya;
Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata
Ternyata bahwa alasan-alasan tersebut diatas sama dengan yang tersebut dalam PERMA
I Tahun 1982. Mahkamah Agung dengan putusannya tanggal 2 Oktober 1984 telah
mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali berdasarkan adanya novum (surat bukti
baru) dan membatalkan putusan MA yang dimohonkan Peninjauan Kembali
Upaya Hukum
Perlawanan Pihak Ketiga (Derdenverzet)
 Derdenverzet atau perlawanan pihak ketiga dapat
diajukan apabila putusan merugikan pihak ketiga
tersebut (Pasal 378 Rv). Perlawanan ini diajukan
kepada hakim yang memutuskan perkara dengan
menggugat para pihak yang bersangkutan (Pasal
379 Rv). Apabila perlawanan dikabulkan maka
putusan yang dilawan diperbaiki sepanjang
merugikan pihak ke tiga (Pasal 382 Rv).
Eksekusi Atas Putusan
Pelaksanaan putusan hakim dalam sengketa perdata disebut eksekusi yang pada
hakikatnya merupakan penyelesaian perkara bagi para pihak yang bersengketa. putusan
hakim tanpa perintah eksekusi sangat tidak berarti bagi keadilan pihak yang
dimenangkan dalam perkara tersebut. Eksekusi itu dapat dilaksanakan setelah putusan
hakim mempunyai kekuataan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Pelaksanaannya
dapat dilakukan secara sukarela namun seringkali pihak yang dikalahkan tidak mau
melaksanakannya, sehingga diperlukan bantuan dari pengadilan untuk melaksanakan
secara paksa. Dalam hal ini pihak yang dimenangkanlah yang mengajukan permohonan
tersebut.
 Berdasarkan permohonan tersebut, Ketua Pengadilan Negeri memanggil pihak yang
dikalahkan untuk ditegur agar memenuhi keputusan dalam jangka waktu 8 hari setelah
teguran tersebut diberitahukan oleh Juru Sita Pengadilan Negeri (Pasal 196 HIR, 207
Rbg). Jika dalam jangka waktu tersebut sudah lewat putusan pengadilan tetap belum
dilaksanakan maka Ketua Pengadilan Negeri karena jabatannya memberi perintah agar
putusan hakim dilaksanakan dengan paksa dan bila perlu dengan bantuan alat Negara.

HUKUM ACARA PERDATA POSITIF
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Kaedah-kaedah Hukum Acara
Perdata HIR/RBG
Belum disyahkan BP.LPHN,
Ke 13 tanggal 12 Juni 1967
______________________
Konsep RUU Hukum Acara Perdata
dalam LingkunganPeradilan Umum
HIR – Jawa Madura
NB. IR = Inlands Reglement
RBG – Indonesia Lainnya
14/1970 Jo 35/1999 Jo 4/2004– UU Kekuasaan Kehakiman
14/1985 Jo 5/2004 – Mahkamah Agung
2/1986 – Peradilan Umum
HIR = Het Heir Ziene
7/1989 Peradilan Agama
Indrusisch
1/1974 – Perkawinan
Reglement
PP. 9/19975 – Perkawinan
20/1947 – Pengadilan Peradilan Umum (Jawa Madura)
Jurisprudensi – 20/1945 berlaku L.J.M
R.V – Penggabungan – (Vaoeging)
RIB = Reglement
Penjaminan – (Vrijwaring)
Indonesia Diperbaharui
Intervensi – (Interventie)
Rekes Sipil (Request Civiel)
12. Surat Edaran MA yang ditunjukan Pengadilan
bawahannya → petunjuk bagi hakim dalam menghadapi
perkara perdata → sema 02/1964.
13. Pengahapusan Sandera (Gijzeling) → sema 02/2000 penghidupan
TEORI : HUKUM ACARA PERDATA
GUGATAN HUKUM
Permohonan Hak
Gugatan
I
Permohonan
Penetapan
Gugat PLN = Bergerlijk VOR
Tertulis dering, Civil Suit
II Orangnya = Eischer, Plaintif
III Yang digugat = Gedangde
Dependant
IV
Gugat Tak Tertulis =
Schriftelijk Vondering
Written Suit
Satu Pihak dan
Tanpa Sengketa
=Yang penting = .
1.
Identitas
2. A. Dasar Gugatan
(fundamental patendi)
B. Uraian Kejadian
(Faitelijkegranden
Factual grounds)
C. Isi Tuntutan (Petitum
Petition)
______________________
Tuntutan Primer
Tuntutan Subsidair
_________________
TEORI Penyusunan
Gugatan
1. Substantierings thecrie
Mis : p, pemilik barang
p, pemilik barang
Karena telah membeli
(Bid – Ru) tertulis
2. Individualiserings
theorie
Cukup disebutkan
mempunyai hubungan
Hukum dengan barang
(Indonesia) - lisan
Pasal : 199
HIR/143 RBG
Hakim dapat memberi
Petunjuk untuk
Memperbaiki
Gugatan
Pasal 120
HIR/144 RBG
Gugatan Lisan, dapat
- Dibantu hakim
- memenuhi bea
materai
Kepentingan
Subyek Hukum
Pengadilan
Hukum Acara
Positive
Gugatan
Psl : 118 HIR/124 RBG
1. Dengan surat permohonan
ditandatangani oelh:
penggugat/kuasanya.
2. Psl 123
3. Psl. 6 (2) RO.
4. Tempat tinggal tidak dikenal
→dimana benda.
5. Dengan akte tidak dipilih
tempat tinggal pilihan
Identitas
a. Penggugat, tempat kedudukannya
dan alamat yang selanjutnya
Menyebut dirinya
b. Tergugat, satu dua dst, tempat
Kedudukannya, dan alamat yang
selanjutnya sebagai tergugat
TEORI MENYUSUN GUGATAN
A.
Setiap orang yang
Merasa dirugikan.
K
U
A
S
A
H
U
K
U
M
Lisan Psl 14 (1) Rbg
Psl 118 (1) HIR
Tertulis Psl 120 HIR
Psl 114 (1) RBG
Pengadilan
Permohonan
hak
-Penetapan
-Gugatan
1. Punya landasan
Hukum (kode etik)
advokat
2. Dimungkinkan
dapat dikabulkan
(proses acara)
Persyaratan gugatan Tdk
Ketentuan : RUPS 8 no 3
Ada keharusan :
1.
Identitas para pihak.
2. Dalil kongret tentang
adanya hubungan
hukum yang
Merupakan dasar
serta alasan-alasan
dari pada tuntutan,
dalil-dalil fundamentum
Petendi.
3. Tuntutan harus jelas/
tegas HIR/RBG,
hanya mengatur cara
mengajukan gugatan
B. Identitas Para Pihak
PENGGUGAT
Nama
Pekerjaan
TERGUGAT
Tempat Tinggal
- KTP
- SIM
- Identitas lain
THEORY PENYUSUNAN GUGATAN
adalah dalil-dalil posita kongkrit tentang adanya hubungan yang merupakan dasar serta
ulasan daripada tuntutan
Fundamental Petendi
A.
Menguraikan ttg
Kejadian atau
peristiwa
B. Menguraikan ttg
dasar hukumnya
Penjelasan duduk
Perkara ttg adanya
Hak & peristiwa
Dasar hukum untuk
Tuntutan material
Contoh kasus
Contoh kasus
=TUNTUTAN PROVISIONAL=
Tuntutan yang diajukan oleh penggugat untuk mengatur sesuatu yang mendesak
dan perlu seketika diatasi karena sifatnya tidak dapat menunggu sampai pada
putusan akhir
Contoh : menghentikan produksi
=PERUBAHAN
GUGATAN=
Pasal 127 BRV
Penggugat boleh mengubah atau mengurangi tuntutan sepanjang pemeriksaan
Perkara, asal saja tidak merubah atau menambah het onder werp van den eisch
Itu, juga dasar tuntutan (soepomo)
Alasan Gugatan ( Posita )
Didasarkan pada alasan hukum
seperti piramida terbalik
Rentetan peristiwa hukum yang
terjadi dan atau dialami sampai
terjadinya suatu fakta hukum.
a. Fakta hukum yang terjadi dan dialami P.
b. Fakta hukum terjadinya benturan
kepentingan.
Isi
Gugatan
Permintaan dalam Gugatan (Petitum)
A. - Mengabulkan seluruh isi gugatan
dan lain sebagainya.
- Didasarkan pada Posita.
B. Aequa et Bono
Penutup Jakarta, 26 April 2000
Bea Materai
-UU No: 13/1985 (psl.2).
-PP No: 7/1995
-PP No: 24/2000
Lampiran-lampiran Gugatan
Gugatan Penggugat
(Eiser/Planatif)
Tuntutan, dakwaan
atau eis
__________________
1.
Sifat Condemnatoir
2. Eksekusi
Permohonan
Hak di PN
Permohonan
Pemohon sifatnya
Deklatoir
_________________
Seseorang atau lebih
Tertulis
Dibuatkan
Ketua PN
(388 HIR)
(321 RBG)
Syarat Mengajukan
Gugatan secara teori
1.
Adanya kepentingan
langsung yang cukup
layak mempunyai dasar
hukum.
A. Yurisprudensi MARI No :
294K/SIP/1971 tgl 7 Juli 1971.
Mensyaratkan :
Gugatan harus mempunyai
Hubungan hukum.
B. UU 4/1982, tentang
lingkungan hidup LSM →
Kerusakan lingkungan.
Gugatan Wahli lawan PT.IIU
No.820/PDT/1988/PN.JKT
PUS tgl 30 Des 1988.
Isi Gugatan
1. Tanggal Suratan Gugatan
2. Nama dan alamat Penggugat
(kuasa). Tergugat (kuasa) →
Identitas
3. Posita Gugatan
4. Petitum Gugatan yang diminta
Untuk dikabulkan oleh PN.
5. Bermaterai cukup
6. Ditandatangani
Bagi Orang Buta Huruf dibuat
Atau dimintakan oleh ketua
Pengadilan Negri
(Psl : 388 HIR/Psl : 321 RBG)
B. Tergugat
TERGUGAT
(GEDAGDE/DEPENDENT)
-Apabila Tergugat Meninggal dunia
-Melalui Penggugat kedudukannya
digantikan oleh para ahli warisnya.
-Penggugat → Mengajukan
Permohonan ke Pengadilan
(majelis yang memeriksa perkara)
-Tentang penggantian kedudukan
___________________________
Tergugat tersebut oleh ahli warisnya
Alasan : (nama, umur, pekerjaan,
Alamat) masing-masing ahli waris.
N
o
TERGUGAT
GUGATAN DITUJUKAN
KEPADA
DASAR
HUKUM
1
Orang Perorangan
Orang Perorangan itu
2
Badan Hukum
Publik
Badan Hukum Publik itu diwakili
pemimpinnya
3
Badan Hukum
Keperdataan
Badan hukum itu diwakili
pengurusnya, bila telah
dibubarkan kepada salah satu
seorang pemberesnya.
4
Firma
Seluruh Persero/ Salah
seorang Persero
Pasal 6 No.5
RV
5
CV
CV itu, Diwakili Persero
pengurus
Pasal 6 No.5
RV
6
BUMN
A.
Persero
B.
Perum
C.
Perjan
Pemerintah RI, cq. Departemen
yang membawahi BUMN cq.
BUMN itu, diwakili pimpinannya
7
BUMD
Pemerintah RI cq. Departemen
yang membawahinya, cq.
Pemda yang membawahinya,
cq. BUMD itusendiri diwakili
oleh pimpinannya
Pasal 6 No.3
RV
C. KUASA
(LASTHEBBER)
Kuasa / wewenang
untuk mewakili
kepentingannya
Pasal : 1792. BW
Secara khusus /
umum
Psl : 1792.BW
Kuasa Umum
perbuatan
Psl : 1796.BW
- Kewajiban Sikuasa
- Kewajiban pemberi Kuasa
- Isi Surat Kuasa
- Berakhirnya Surat Kuasa
- Yang Berhak menerima Kuasa
- Memperbaiki Surat Kuasa
- ACTION ENDESELVEU
D. Kompetensi Pengadilan
1.
1. Peradilan Umum
2. Peradilan Agama
3. Peradilan Militer
4. Peradilan TUN
Kompetensi Absolut
1.
2.
3.
4.
2.
Kompetensi Relatif
Diperiksa oleh Majelis Hakim
diminta oleh pihak atau tidak
;
Diputus sebelum pemeriksaan
Pokok perkara.
Actor Sequitur Forum rei (domisili)
Tempat tinggal salah seorang dari tergugat
Tempat tinggal siberhutang utama
Tempat tinggal penggugat / salah seorang
dari penggugat
5. Daerah hukum yang terletak
6. Pilihan Hukum
7. Pembatalan Perkawinan
8. Tergugat tidak cakap hukum
9. Penggabungan perkara gugatan
10. Tergugat berada diluar negeri
11. Tergugat Pegawai Negeri
12. Gugatan terhadap
buruh
13. Dalam hal failit
14. Gugat Cerai
E. Class Action
- Gugatan perwakilan dengan cara
Class Representatif (mengajukan)
Class Members (orang yang diwakili).
- Dasar, Psl 37 UU25 / 1997 UULH
Psl 71 ayat (1) b. UU 41 / 1999
Kehutanan
Psl 46 UU No. 8 / 1999
Konsumen.
- Tanpa Surat Kuasa, atas kepentingan
yang sama (dari orang yang diwakili).
- Gugatan secara Perdata
Class Action di Amerika
- US Federal Rule of Civil Prosedure
( 1983 ), kemudian
- Pasal 23 Federal Rule ( 1966 )
- Class Action berupa Gugatan Perdata
diajukan sejumlah orang (C.R) –
mewakili kepentingan mereka dan
orang lain sebagai korban (CM)
- Dengan Syarat-syarat
1. Numerosity ( jml penggugat banyak)
2. Commonality (kesamaan hukum)
3. Typicacity (Tuntutan)
4. Adequacy of Representation
(kelayakan perwakilan)
- Gugatan Reg. No : 445/pdt.G/Pn
Tgl 14 Oktober 2000 = Gugat class action
GUG/DPRD-SV
F. Legal Standing
1.
Hak Gugat LSM \
(Bidang lingkungan
hidup – kehutanan
konsumen)
Penguasa Sumber Daya Alam
sekitar yang berdimensi Public
Agar terjaga, APBN, APBB,
Keamanan.
2. Hak gugat Pemerintah
Dasar Psl 46 ayat (2), UU 8 / 1999 tenteng konsumen
Pemerintah dan / atau instansi terkait apabila barang
dana atau jasa yang dikonsumsi atau dimasyarakatkan
mengakibatkan kerugian materi yang besar dan / atau
korban yang tidak sedikit dapat mengajukan gugatan
ke Pengadilan.
Macam ada 3 ( Tiga )
1.
Hak gugat pribadi
(Private Procecution)
2. Hak gugat warga Negara
(Citizen standing)
3. Gugatan perwakilan
(Representative Standing)
UPAYA PELUNASAN HUTANG
GEJZELING (Paksa Badan)
209-224 HIR
242-258 RBG
1.
2.
Gajeling
UU Kepailitan
UU 19/97
Penagihan Pajak
3. KUHP Psl 161
Menyandra Saksi/Saksi
ahli bersumpah
Pembekuan
1.
Sema 2/1964
2. Sema 4/1975
Waktu
-Psl 6 Bulan + 6
Bulan → max
3 tahun
Prosedur .
Putusan yang
Mempunyai
Kekuatan
Hukum pasti
Debitur tidak
Mampu
Debitur tidak
Beritikad baik
Batas Utang
- Psl 4 Rp. 1 Milyar
- HIR, tidak dibatasi
Batas Usia
PER I/2002
-Psl 3 (1) 75
tahun
-RV. Psl 58365 Tahun
Ahli Waris
Psl 1083-1084
KUH Perdata
Kewajiban sesuai
Dengan porsi
Bukan Hukum
Acara semata
tapi menjadi
Hukum publik
HUKUM ACARA
PENGADILAN HAM
(UU No. 26 tahun 2000)
JENIS
PENGADILAN HAM
(Munarman, 2005)
AD HOC
SEBELUM
UU NO 26 TAHUN 2000
(24 NOV 2000)
REGULER
SETELAH
UU NO 26 TAHUN 2000
PERTANGGUNGJAWABAN PELANGGARAN
HAM (Munarman, 2005)
STATE
RESPONSIBILITY
PERISTIWA
PELANGGARAN
HAM
TINDAKAN
PENGHUKUMAN
THD PELAKU
INDIVIDUAL
RESPONSIBILITY
LINGKUP KEWENANGAN
PERADILAN HAM
BAB III PSL. 4 – 6 (Munarman, 2005)
PELANGGARAN HAM BERAT
(GROSS VIOLATION OF HUMAN RIGHTS)
GENOCIDE
CRIMES AGAINST HUMANITY
TERITORIAL
NASIONALITAS AKTIF
TIDAK BERLAKU BAGI PELAKU YG BERUMUR DIBAWAH 18 TAHUN
GENOCIDE
BY COMMISSION
CRIMES
AGAINST
HUMANITY
BY OMMISSSION
DELIK-DELIK
PELANGGARAN HAM BERAT (Munarman, 2005)
DELICT BY COMMISSION
(PASAL 8 DAN 9 UU NO 26 TAHUN 2000)
DELICT BY OMMISSION
(PASAL 42 UU NO 26 TAHUN 2000)
DELICT BY OMMISSION
Unsur Pasal 42 UU No. 26 tahun 2000:
 Command responsibility
 Aware/ should aware
 Failure to act
 Ignoring the information
DELICT BY OMMISSION
(PEMBIARAN)
Komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai
komandan militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana yang
berada di dalam yurisdiksi Pengadilan HAM, yang dilakukan oleh pasukan
yang berada di bawah komando dan pengendaliannya yang efektif, atau
dibawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif dan tindak pidana
tersebut merupakan akibat dari tidak dilakukan pengendalian pasukan secara
patut, yaitu:
a. komandan militer atau seseorang tersebut mengetahui atau atas dasar keadaan
saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukan tersebut sedang melakukan
atau baru saja melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat; dan
b. komandan militer atau seseorang tersebut tidak melakukan tindakan yang
layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau
menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada
pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan.
Seorang atasan, baik polisi maupun sipil lainnya, bertanggung jawab
secara pidana terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat
yang dilakukan oleh bawahannya yang berada di bawah kekuasaan
dan pengendaliannya yang efektif, karena atasan tersebut tidak
melakukan pengendalian terhadap bawahannya secara patut dan
benar, yakni:
a. atasan tersebut mengetahui atau secara sadar mengabaikan
informasi yang secara jelas menunjukkan bahwa bawahan sedang
melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran hak asasi manusia
yang berat;dan
b. atasan tersebut tidak mengambil tindakan yang layak dan
diperlukan dalam ruang lingkup kewenangannya untuk mencegah
atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya
kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan.
Sidang Pleno untuk
Membantu KPP HAM
Atau kasus didrop
Korban berhak
Pra-peradilan
Tim penyidik
memutuskan
Sidang memutuskan
Pelaku bersalah
Banding
Peraturan Pemerintah
No.2/2003
Bebas
PENANGKAPAN
 KEWENANGAN PENANGKAPAN HANYA PADA
JAKSA AGUNG
 JANGKA WAKTU PENANGKAPAN HANYA
UNTUK PALING LAMA 1 HARI
PENAHANAN
(610 HARI)
 TINGKAT PENYIDIKAN
90 HARI
JAKSA AGUNG
90 HARI
Ka. Pengdl. HAM
60 HARI
Ka. Pengdl. HAM
PENAHANAN
 TINGKAT PENUNTUTAN
30 HARI
JAKSA AGUNG
20 HARI
Ka.Pengdl.HAM
20 HARI
Ka.Pengdl.HAM
PENAHANAN
 TINGKAT PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN
TK.PERTAMA
90 HARI
Ka.Pengdl.HAM
30 HARI
Ka.Pengdl.HAM
PENAHANAN
 TINGKAT PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN TK.
BANDING & KASASI
60 HARI
Ka.P.T
30 HARI
Ka.P.T
60 HARI
30 HARI
Ka.M.A
Ka.M.A
Hukum Acara
 Berlaku KUHAP
 Utk penyidikan Jaksa Agung menangkap &
menahan
 Penahanan utk:
penyidikan 90 hr
 penuntutan 30 hr
 pemeriksaan di pengad 90 hr
 Pemeriksaan tk banding 60 hr
 Pemeriksaan tk kasasi 60 hr

PENYELIDIKAN
 PENYELIDIK ADALAH KOMNAS HAM
 KOMNAS DAPAT MEMBENTUK TIM AD HOC
 PENYELIDIK MEMBERITAHUKAN KEPADA
PENYIDIK DIMULAINYA PENYELIDIKAN
 KESIMPULAN PENYELIDIKAN DISAMPAIKAN
KEPADA PENYIDIK, 7 HARI SETELAHNYA
MENYERAHKAN SELURUH HASIL
PENYELIDIKAN
 APABILA DIKEMBALIKAN OLEH PENYIDIK,
DALAM 30 HARI SEJAK DIKEMBALIKAN
PENYELIDIK WAJIB MELENGKAPI
KEKURANGAN TERSEBUT
Penyidikan & Penuntutan
 Dilakukan JA
 JA dpt. membentuk tim ad hoc utk penyidikan
 Max 90 hr & dpt diperpanjang 90 hr + 60 hr
Proses Pengadilan
Hakim:
 Majelis Hakim 5 Orang:


2 hakim karir
3 hakim non-karir
 Diangkat & diberhentikan oleh Presiden atas usulan
Ketua MA
 Masa jabatan 5 th & dpt diangkat kembali
Acara Pemeriksaan
 Maximum 180 hr
 Banding di PT 90 hr oleh majelis hkm 5 org (2
karir & 3 non-karir)
 Kasasi di MA 90 hr majelis hkm 5 org (2 karir & 3
non-karir)
Perlindungan Korban & Saksi
 Korban & Saksi berhak atas perlindungan fisik &
mental dr ancaman, gangguan, teror, kekerasan
dr pihak manapun
 Oleh aparat penegak hk & keamanan
 Tata Cara: PP No. 2 /2002
Kompensasi, Restitusi & Rehabilitasi
 Korban / ahli warisnya berhak atas KRR
 Dicantumkan dalam amar putusan
 Tata cara: PP No. 3/2002