Hak Ulayat dan Hukum Adat 2013

Download Report

Transcript Hak Ulayat dan Hukum Adat 2013

Pengertian Hak ulayat
 Menurut Boedi Harsono (1994:215), Hak ulayat adalah
hak dari suatu masyarakat hukum adat atas lingkungan
tanah wilayahnya, yang memberi wewenang-wewenang
tertentu kepada penguasa adat untuk mengatur dan
memimpin penggunaan tanah wilayah masyarakat hukum
tersebut.
 Menurut Maria S.W. Sumardjono (1993), sebagai istilah
teknis yuridis, hak ulayat adalah hak yang melekat sebagai
kompetensi khas pada masyarakat hukum adat, berupa
wewenang/kekuasaan mengurus dan mengatur tanah
seisinya, dengan daya laku ke dalam dan ke luar.
 Menurut Ter Haar (1960), Hak Ulayat adalah hak
untuk mengambil manfaat dari tanah, perairan
(sungai, danau, perairan pantai, laut), tanamantanaman dan binatang yang ada di wilayah masyarakat
hukum adat yang bersangkutan.
 Menurut sumber lain: Hak Ulayat adalah hak
masyarakat hukum adat yang meliputi hutan, padang
penggembalaan ternak, belukar bekas ladang, tanahtanah pertanian yang dikerjakan secara berputar,
perairan darat maupun laut, penambangan tradisional
dan penagkapan ikan sungai dan laut (KPA, 1998).
 Menurut Pasal 1 angka 4 RUU SDAgraria:
Hak Ulayat adalah kewenangan masyarakat hukum adat
untuk mengatur secara bersama-sama pemanfaatan tanah,
perairan, tanaman serta binatang-binatang yang ada di
wilayah masyarakat hukum yang bersangkutan, sepanjang
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional
 Kesimpulan: hak ulayat adalah hak masyarakat hukum
adat terhadap tanah dan perairan serta isinya yang ada di
wilayahnya berupa wewenang menggunakan dan mengatur
segala sesuatu yang berhubungan dengan tanah dan
perairan serta lingkungan wilayahnya di bawah pimpinan
kepala adat.
Kriteria penentu masih ada atau tidaknya
hak ulayat (Sumardjono, 1999)
Adanya masyarakat hukum adat yang memenuhi
ciri-ciri tertentu sebagai subyek hak ulayat,
b) Adanya tanah/wilayah dengan batas-batas tertentu
sebagai lebensraum (ruang hidup) yang merupakan
obyek hak ulayat;
c) Adanya kewenangan masyarakat hukum adat untuk
melakukan tindakan-tindakan tertentu yang
berhubungan dengan tanah, sumber daya alam lain
serta perbuatanperbuatan hukum.
a)
Subyek hak masyarakat atas wilayah adatnya (hak
ulayat) Masyarakat hukum adat
Masyarakat hukum adat di Indonesia merupakan
masyarakat atas kesamaan;
 teritorial (wilayah),
 Genealogis (keturunan), dan
 teritorial-genealogis (wilayah dan keturunan),
sehingga terdapat keragaman bentuk masyarakat adat
dari suatu tempat ke tempat lainnya
Obyek hak masyarakat atas wilayah
adatnya (hak ulayat)
 tanah,
 air,
 Tumbuh tumbuhan, dan
 binatang,
Wewenang Masyarakat Adat atas
Tanah dan Sumber Daya Hutan
1) Mengatur dan menyelenggarakan penggunaan tanah
(untuk pemukiman, bercocok tanam, dll), persediaan
(pembuatan pemukiman/persawahan baru dll), dan
pemeliharaan tanah.
2) Mengatur dan menentukan hubungan hukum antara
orang dengan tanah (memberikan hak tertentu
kepada subyek tertentu)
3) Mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang
berkenaan dengan tanah (jual beli, warisan dll).
Wewenang masyarakat adat
semua yang ada di atas tanah (pepohonan, binatang,
bebatuan yang memiliki makna ekonomis);
 didalam tanah bahan-bahan galian), dan juga
 sepanjang pesisir pantai,
 juga diatas permukaan air,
 di dalam air maupun bagian tanah yang berada
didalamnya
Wilayah Hukum adat
Suatu wilayah yang didiami oleh sekelompok orang yang
corak corak kehidupan termasuk hukum adat mereka
yang hampir bersamaan ditandai oleh :
1. Sistim garis keturunan yang sama
2. Pola pola perkawinan yang sama
3. Bahasa pengantar / Bahasa daerah yang sama
4. Struktur kemasyarakatan yang sama
Hukum adat dalam masyarakat
Minangkabau
Adat adalah :
Pola kehidupan masyarakat berbentuk pola tingkah laku
yang berkembang sesuai dengan sejarah perkembangan
masyarakat yang bersangkutan, menyangkut semua aspek
kehidupan masyarakat, baik dalam aspek hidup pribadi ,
baik dalam hubungan antara manusia dengan sang
pencipta , hubungan manusia dengan machluk halus,
maupun hubungan antara manusia.
Hukum Adat : Pola prilaku masyarakat yang diberi sanksi
apabila melanggarnya.
2.Pengakuan Hak ulayat dan
perundang-undangan
Pasal 3 UUPA menegaskan keberadaan hak ulayat dengan
menyatakan:
 Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2,
pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa itu dari masyarakatmasyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya
masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas
persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang dan peraturan-peraturan yang lain yang lebih
tinggi.Pengakuan eksistensi hak ulayat oleh UUPA tetap dibatasi
oleh eksistensinya dan pelaksanannya. Artinya, pengakuan itu
akan diberikan kepada hak ulayat yang memang secara faktual
masih berlangsung, dan bahwa pelaksanaan hak ulayat itu harus
memperhatikan kepentingan bangsa secara keseluruhan.
 Rancangan UUSDAgraria, Pasal 6 menyatakan:
Hak Ulayat masyarakat hukum adat atas tanah, perairan,
tanaman dan binatang dalam wilayahnya yang menjadi
sumber kehidupan dan mata pencahariannya, yang pada
kenyataannya masih berlangsung, diakui, dihormati dan
dilindungi sesuai dengan dinamika perkembangan
masyarakat hukum adat, kepentingan nasional dan negara
dan prinsip Negara Kesatuan RI serta pelaksanaannya tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi.
 Pengakuan Hak Ulayat yang masih berlangsung,
dikukuhkan dengan peraturan perundang-undangan
berdasarkan kriteria tertentu dan hasil penelitian yang
melibatkan masyarakat hukum adat ybs, instansi terkait,
akademisi dan lembaga swadaya masyarakat.




Menurut ketentuan Pasal 6 ayat (3) RUU SDAgraria,
kriteria masih berlangsungnya hak ulayat meliputi
unsur-unsur:
masyarakat hukum adat;
wilayah tempat hak ulayat berlangsung;
hubungan, keterkaitan dan ketergantungan
masyarakat hukum adat dengan wilayahnya;
adanya kewenangan untuk mengatur secara bersamasama pemanfaatan tanah, perairan, tanaman serta
binatang-binatang yang ada di wilayah masyarakat
hukum ybs., berdasarkan hukum adat yang berlaku
dan ditaati masyarakatnya.
Ketentuan tersebut kemudian diatur dalam RUU
SDAgraria Pasal 6 ayat (5) menyatakan:
 “Dalam hal di atas hak ulayat akan diberikan suatu hak
tanah atau ijin pemanfaatan sumberdaya agraria
kepada pihak ketiga, hak ulayat masyarakat hukum
adat tersebut harus dilepaskan terlebih dahulu setelah
memperoleh persetujuan tertulis dari masyarakat
hukum adat ybs.”
Dalam hal ijin pemanfaatan SDAgraria, ketentuan Pasal
26 ayat (3) RUU SD Agraria menyatakan:
 “Dalam hal sumberdaya agraria yang akan diberikan
terletak di dalam wilayah hak ulayat, maka pemberian
ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
dengan persetujuan tertulis masyarakat hukum adat
yang bersangkutan”.
Dalam memperoleh hak tanah atau ijin pemanfaatan
sumberdaya, Pasal 29 ayat (3) menentukan:
“Dalam hal sumberdaya agraria terletak dalam wilayah
hak ulayat, tatacara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, meliputi pula tatacara yang berlaku dalam
hukum adat ybs.
3.Pengingakaran terhadap hukum
adat
 1. UU No. 4 Tahun 2009
Undang-undang Pertambangan mineral dan Batu bara
Di lihat dari kewenangan pemerintah di dalam pengelolaan
pertambangan mineral dan batubara terlihat dengan jelas
ketidak berpihakan pemerintah terhadap hak ulayat yang
mana penguasaan tanah berdasarkan hak ulayat itu oleh
persekutuan hukum adat itu dipergunakan sebesarbesarnya untuk kesejahtraan daripada persekutuan
masyarakat adat itu sendiri. Pemerintah hanya
mengantisifasi apabila terjadi konflik internal masyarakat
yang ada dikawasan pertambangan.
 Wilayah Pertambangan
Pasal 9
(1) WP sebagian dari tata ruang nasional merupakan landasan bagi
penetapan kegiatan pertambangan.
(2) WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan
berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
PEMBAHASAN
Bahwa di dalam ketentuan pasal 9 tersebut diatas hak ulayat yang
merupakan hak penguasaan tanah oleh persekutuan hukum adat tidak
dijadikan pertimbangan khususKalau kita tinjau dari segi ciri-ciri hak
ulayat : hanya persekutuan hukum itu sendiri beserta warganya yang
berhak dengan bebas mempegunakan tanah-tanah liar diwilayah
kekuasaannya. Orang luar hanya boleh mempergunakan tanah dengan
izin penguasa persekutuan tersebut, tanpa itu di dianggap melakukan
pelanggaran. Warga persekutuan hukum boleh mengambil manfaat
dari wilayah hak ulayat dengan ijin kepala persekutuan hukum adat.
Sehingga dapat disimpulkan UU No. 4 Tahun 2009, merupakan
pengingkaran terhadap hak ulayat oleh pemerintah.
 2. UU. No. 41 TAHUN 1999 tentang penguasaan Hutan
Penguasaan hutan
Pasal 4
(1) Semua hutan di wilayah Republik Indonesia termasuk
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
(2) Penguasaan hutan oleh Negara sebagaimana dimaksud ayat
(1) memberi wewenang kepada pemerintah untuk :
a. Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan
dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.
b. Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan
atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan; dan
c. Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum
antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatanperbuatan hukum mengenai kehutanan.
(3) Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak
masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataan masih ada dan
diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional.
 PEMBAHASAN
Pasal 9
(1) Untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan
air, disetiap kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
PEMBAHASAN
Di daerah perkotaan sekalipun pasti ditemukan persekutuan hukum
adat yang notabena masih ditemukan hak ulayat. Dengan ketentuan
pasal 9 di atas seringkali kita temukan pengingkaran hak ulayat
bahkan pengingkaran hak milik perorangan. Seperti ditetapkannya
kawasan tertentu sebagai hutan kota atau jalur hijau. Pada saat
kepentingan masyarakat adat dengan hak ulayat ataupun kepentingan
perseorangan dengan hak miliknya untuk kepentingan lain sangat
tidak memungkinkan merubah ketetapan kawasan hutan kota atau
kawasan jalur hijau tersebut.
Sehinga dapat disimpulkan bahwa UU 41 Tahun 1999 adalah suatu
pengingkaran atas keberadaan hak ulayat oleh pemerintah.
 UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan gas bumi
PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN
Pasal 4
(1) Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis takterbarukan yang
terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan
nasional yang dikuasai oleh negara.
(2) Penguasaan oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh
Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan pertambangan.
(3) Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan membentuk Badan Pelaksana
sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat 23.
PEMBAHASAN
Pengakuan hak ulayat oleh pemerintah sebatas hak ulayat itu tidak dipergunakan oleh
pemerintah untuk kepentingan Negara dan bangsa. Apabila hak ulayat itu dipakai oleh
pemrintah untuk kepentingan Negara maka secara otomatis hak ulayat itu dikuasai oleh
Negara.
Begitu pula dengan rencana pemerintah membangan pertambangan minyak dan gas
bumi di wilayah hak ulayat, maka persekutuan hukum adat itu diharuskan untuk
menyerahkan hak ulayat itu menjadi tanah yang dikuasai oleh Negara yang nantinya
dipakai sebagai salah satu kekayaan nasional yang dikuasai oleh Negara.
 Pasal 20
(1) Data yang diperoleh dari survey Umum dan/atau Eksplorasi dan
Eksploitasi adalah milik Negara yang dikuasai oleh pemerintah.
(2) Data yang diperoleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap di
Wilayah kerjanya dapat digunakan oleh Badan Usaha atau Bentuk
Usaha Tetap dimaksud selama jangka waktu kontrak kerjasama.
(3) Apabila Kontrak Kerja Sama berakhir, Badan Usaha atau Bentuk
Usaha Tetap wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh selama
masa kontrak kerja sama kepada Mentri melalui badan pelaksana.
(4) Kerahasiaan data yang diperoleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap di Wilayah Kerja berlaku selama jangka waktu yang ditentukan.
(5) Pemerintah mengatur, mengelola, dan memanfaatkan data
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) untuk
merencanakan penyiapan pembukaan Wilayah Kerja.
(6) Pelaksanaan ketentuan mengenai kepemilikan, jangka waktu
penggunaan, kerahasiaan, pengelolaaan, dan pemanfaatan data
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat
(5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
 PEMBAHASAN
Melihat Dari ketentuan pasal 20 UU Minyak dan Gas Bumi
dinyatakan eksplorasi dan eksploitasi adalah milik Negara yang
dikuasai oleh pemerintah, dalam hal ini menurut pendapat saya
meskipun perusahaan minyak dan gas bumi itu berbentuk
BUMN tetap Negara hanya komposisinya adalah menguasai
bukan memiliki, pemerintah dalam hal ini mengelola sumber
daya alam itu. Kalau dalam konteks berpikir memiliki berarti
semua asfek tanah yang dikuasai oleh persekutuan hukum adat
maupun perseorangan dapat dimiliki oleh negara , kalau itu
terjadi bagaimana kalau terjadi dampak bagi masyarakat
persekutuan adat di wilayah perusahaan minyak dan gas bumi
itu.
 Di sinilah terlihat jelas pengingkaran hak ulayat, kekawatiran
masyarakat yang berada diwilayah tersebut yang tanah
persekutuan hukum adat itu dipergunakan untuk pertambangan
berdampak bencana berkepanjangan yang tidak bisa
ditanggulangi akibat kerusakan alam. Masyarakat hanya bisa
pasrah menerima kenyataan yang harus mereka hadapi.