Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035

Download Report

Transcript Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035

RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL
TAHUN 2015-2035
Disampaikan pada acara:
Focus Group Discussion Pembahasan Rancangan
Peraturan Pemerintah tentang Rencana Induk
Pembangunan Industri Nasional tahun 2015-2035
Kementerian Perindustrian
Jakarta, 4 September 2014
DAFTAR ISI
I
II
III
Pendahuluan
Visi dan Misi Pembangunan Industri
Sasaran, Strategi Dan Tahapan Pembangunan Industri
IV
V
VI
Bangun Industri Nasional
Perwilayahan Industri
Pembangunan Sumber Daya Industri
VII Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri
VIII Pemberdayaan Industri
2
RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL (RIPIN)
Pasal 9 ayat 1
UU 3 TAHUN 2014
TTG PERINDUSTRIAN
PP
RIPIN
20 Thn
RIPIN paling sedikit memperhatikan :
a. potensi sumber daya Industri;
b. budaya Industri dan kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat;
c. potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah;
d. perkembangan Industri dan bisnis baik nasional maupun internasional;
e. perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun
internasional;
f. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi, dan/atau Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
Pasal 9 ayat 2
PERPRES
RIPIN paling sedikit meliputi :
a. visi, misi, dan strategi pembangunan Industri;
b. sasaran dan tahapan capaian pembangunan Industri;
c. bangun Industri nasional;
d. pembangunan sumber daya Industri;
e. pembangunan sarana dan prasarana Industri;
f. pemberdayaan Industri; dan
g. perwilayahan Industri.
KIN
5 Thn
RENJA
PEMBANGUNAN
INDUSTRI
PERMEN
1 Thn
Pasal 12 ayat 2
KIN paling sedikit meliputi :
a. sasaran pembangunan Industri;
b. fokus pengembangan Industri;
c. tahapan capaian pembangunan Industri;
d. pengembangan sumber daya Industri;
e. pengembangan sarana dan prasarana;
f. pengembangan perwilayahan Industri;
g. fasilitasi dan kemudahan.
3
OUTLINE LAMPIRAN RPP TENTANG RIPIN
I.
II.
III.
IV.
Pendahuluan
Visi dan Misi Pembangunan Industri
Sasaran, Strategi Dan Tahapan Pembangunan Industri
Bangun Industri Nasional
A.
B.
C.
D.
V.
Kerangka Pikir Pembangunan Industri Nasional
Penetapan Industri Prioritas
Industri Prioritas Tahun 2015-2035
Pentahapan Pembangunan Industri Prioritas
Perwilayahan Industri
A. Sasaran Pengembangan Perwilayahan Industri
B. Lingkup Perwilayahan Industri
1.
2.
3.
4.
5.
Wilayah Pengembangan Industri
Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI)
Pengembangan Kawasan Peruntukan Industri
Pembangunan Kawasan Industri
Pengembangan Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah
C. Program Pengembangan
4
OUTLINE LAMPIRAN RPP TENTANG RIPIN
VI.
Pembangunan Sumber Daya Industri
A.
B.
C.
D.
E.
Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) Industri
Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Industri
Pengembangan dan Pemanfaatan Kreativitas dan Inovasi
Penyediaan Sumber Pembiayaan
VII. Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri
A. Standardisasi Industri
B. Infrastruktur Industri
C. Sistem Informasi Industri Nasional
VIII. Pemberdayaan Industri
A.
B.
C.
D.
E.
Industri Kecil Dan Industri Menengah
Industri Hijau
Industri Strategis
Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri
Kerjasama Internasional Dalam Bidang Industri
5
I.
PENDAHULUAN
6
A
LATAR BELAKANG
Permasalahan Sektor Industri :
1.
2.
3.
4.
Masih lemahnya daya saing industri nasional,
Belum kuat dan belum dalamnya struktur industri nasional,
Kegiatan industri masih terkonsentrasi di Pulau Jawa,
Belum optimalnya peran pemerintah dalam mendukung pengembangan sektor industri.
Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional
Pedoman bagi Pemerintah dan pelaku Industri dalam perencanaan dan pembangunan Industri dalam
rangka mencapai tujuan pembangunan industri:
1. mewujudkan Industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional;
2. mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur Industri;
3. mewujudkan Industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta berwawasan lingkungan;
4. mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan atau
penguasaan Industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan masyarakat;
5. membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;
6. mewujudkan pemerataan pembangunan Industri ke seluruh wilayah Indonesia guna memperkuat
dan memperkukuh ketahanan nasional; dan
7. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan
7
B
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
1. Dinamika Sektor lndustri
Perubahan jumlah dan komposisi penduduk,
serta peningkatan kesejahteraan
Peningkatan kepedulian terhadap lingkungan
hidup
Perkembangan teknologi
Peningkatan kebutuhan pangan
Globalisasi proses produksi
Paradigma manufaktur
Kelangkaan energi
Alih daya produksi dan kolaborasi
Kelangkaan Bahan Baku Tidak Terbarukan
Ketersediaan tenaga kerja kompeten
8
2. Perjanjian Kerjasama Perdagangan Internasional
perjanjian kerjasama perdagangan multilateral
perjanjian kerjasama perdagangan regional
perjanjian kerjasama perdagangan bilateral
9
3. Kebijakan Otonomi daerah
Permasalahan internal
• Lambannya birokrasi,
• sinkronisasi kebijakan pusatdaerah,
• regulasi yang tidak pro bisnis,
• pembagian kewenangan yang
tidak dilaksanakan,
• Lemahnya koordinasi dengan
pihak-pihak terkait,
• Rendahnya kualitas SDM aparatur,
• turn over pejabat pembina industri
yang tinggi, serta
• penempatan sumber daya
manusia yang tidak sesuai dengan
kompetensinya
Permasalahan eksternal
• ketersediaan infrastruktur dan
lahan industri
10
II. VISI DAN MISI PEMBANGUNAN INDUSTRI
11
A. VISI PEMBANGUNAN INDUSTRI
Menjadi Negara Industri Tangguh yang bercirikan:
1. Struktur industri nasional yang kuat, dalam, sehat dan berkeadilan
2. Industri yang berdaya saing tinggi di tingkat global
3. Industri yang berbasis inovasi dan teknologi
B. MISI PEMBANGUNAN INDUSTRI
1.
2.
3.
4.
mewujudkan Industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional;
mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur Industri;
mewujudkan Industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta berwawasan lingkungan;
mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan atau
penguasaan Industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan masyarakat;
5. membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;
6. mewujudkan pemerataan pembangunan Industri ke seluruh wilayah Indonesia guna
memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; dan
7. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.
12
III. SASARAN, STRATEGI DAN TAHAPAN
PEMBANGUNAN INDUSTRI
13
A
SASARAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
1. Sasaran Kualitatif Pembangunan Industri
a. Meningkatnya pertumbuhan industri yang diharapkan dapat mencapai
pertumbuhan 2 digit pada tahun 2035 sehingga share industri terhadap PDB
mencapai 30 persen.
b. Meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri dengan mengurangi
ketergantungan terhadap impor bahan baku, penolong dan barang modal,
serta meningkatkan ekspor produk industri.
c. Tercapainya percepatan penyebaran dan pemerataan industri ke seluruh
wilayah Indonesia.
d. Terwujudnya peningkatan kontribusi industri kecil terhadap pertumbuhan
industri nasional;
e. Meningkatnya pengembangan inovasi dan penguasaan teknologi.
f. Meningkatnya penyerapan tenaga kerja yang kompeten di sektor industri.
g. Kuatnya struktur industri dengan tumbuhnya industri hulu dan antara yang
berbasis sumber daya alam
14
2. Sasaran kuantitatif Pembangunan Industri
NO
Indikator Pembangunan Industri
Satuan
2014
2015
2020
2025
2035
1
Pertumbuhan sektor Industri Non Migas
%
5,7
6,8
8,5
9,1
10,5
2
Share Industri non migas terhadap PDB
%
20,8
21,2
24,9
27,4
30,0
3
Share ekspor produk industri terhadap
total ekspor
%
66,5
67,3
69,8
73,5
78,4
4
Jumlah tenaga kerja di sektor industri
Juta
orang
14,88
15,44
18,44
21,73
29,19
(Persentase tenaga kerja di sektor
industri terhadap total pekerja)
%
13,7
14,1
15,7
17,6
22,0
5
Rasio impor bahan baku sektor industri
terhadap PDB sektor industri non migas
%
43,5
43,1
26,9
23,0
20,0
6
Realisasi Nilai Investasi sektor industri
(Total PMA & PMDN)
Rp
Trilyun
210
270
618
1.000
1.930
7
Persentase nilai tambah sektor industri
yang diciptakan di luar Pulau Jawa
%
29,00
30,00
32,00
35,00
40,00
Sumber : Kementerian Perindustrian, 2014
15
3. Asumsi Penentuan Sasaran Kuantitatif
a. Stabilitas politik dan ekonomi mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional
antara 6-9 persen per tahun
b. Perkembangan ekonomi global dapat mendukung pertumbuhan ekspor nasional khususnya
produk industri
c. Iklim yang mendorong peningkatan investasi dan pembiayaan di sektor industri
d. Ketersediaan infrastruktur yang dapat mendukung peningkatan produksi dan kelancaran
distribusi
e. Kualitas dan kompetensi SDM industri berkembang dan mendukung peningkatan
penggunaan teknologi dan inovasi di sektor industri
f. Kebijakan terkait sumber daya alam yang mendukung pelaksanaan program hilirisasi
industri secara optimal
g. Koordinasi antar Kementerian / Lembaga dan peran aktif pemerintah daerah dalam
pembangunan industri
16
B
STRATEGI PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL
1.
2.
3.
4.
Mengembangkan industri hulu dan antara berbasis sumber daya alam
Pengendalian Ekspor Bahan Mentah dan Sumber Energi
Meningkatkan penguasaan teknologi dan kualitas SDM industri.
Mengembangkan Wilayah Pengembangan Industri (WPI), Wilayah Pusat
Pertumbuhan Industri (WPPI), Kawasan Industri (KI), dan Sentra Industri Kecil
dan Menengah.
5. Menyediakan langkah-langkah afirmatif berupa perumusan kebijakan,
penguatan kapasitas kelembagaan dan pemberian fasilitas
6. Pembangunan sarana dan prasarana Industri
7. Pembangunan industri hijau
8. Pembangunan industri strategis
9. Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri
10. Kerjasama internasional bidang industri
17
C
PENTAHAPAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PRIORITAS
Tahap III 2025-2035
Tahap II 2020-2025
Tahap I 2015-2020
Indonesia sebagai Negara
Industri Tangguh
Keunggulan kompetitif
dan berwawasan
lingkungan
Meningkatkan nilai
tambah sumber daya alam
Catatan :
Pentahapan pembangunan industri prioritas sejalan dengan tahapan pembangunan
industri dalam RPJPN 2005-2025.
18
IV. BANGUN INDUSTRI NASIONAL
19
A
KERANGKA PIKIR PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL
BANGUN INDUSTRI NASIONAL
Industri Prioritas
1. Industri Andalan
2. Industri Pendukung
3. Industri Hulu
Modal Dasar
1. Sumber daya alam
2. Sumber daya manusia
3. Teknologi, kreativitas dan
inovasi
Prasyarat
1. Infrastruktur
2. Kebijakan dan Regulasi
3. Pembiayaan
INDUSTRI ANDALAN
Industri prioritas yang akan berperan besar sebagai penggerak utama (prime mover)
perekonomian di masa yang akan datang, yang memiliki keunggulan komparatif berupa potensi
sumber daya alam, dan keunggulan kompetitif berupa sumber daya manusia yang
berpengetahuan dan terampil, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
INDUSTRI PENDUKUNG
Industri prioritas yang akan berperan sebagai faktor pemungkin (enabler) bagi pengembangan
industri andalan secara efektif, efisien, integratif dan komprehensif.
INDUSTRI HULU
Industri prioritas yang bersifat sebagai basis industri manufaktur yang menghasilkan bahan baku
yang dapat disertai perbaikan spesifikasi tertentu yang digunakan untuk industri hilirnya.
20
MODAL DASAR
Faktor-faktor sumber daya yang digunakan dalam kegiatan industri untuk menghasilkan
barang serta dalam penciptaan nilai tambah atau manfaat yang tinggi :
a. Sumber daya alam
b. Sumber daya manusia yang memiliki kompetensi kerja
c. Pengembangan, penguasaan, dan pemanfaatan teknologi industri,
kreativitas serta inovasi
PRASYARAT
kondisi ideal yang dibutuhkan sebagai syarat agar tujuan pembangunan industri dapat
tercapai:
a. Penyediaan infrastruktur industri di dalam dan di luar kawasan industri dan/atau
di dalam kawasan peruntukan Industri;
b. Penetapan kebijakan dan regulasi yang mendukung iklim usaha yang kondusif bagi
sektor industri;
c. Penyediaan alokasi dan kemudahan pembiayaan yang kompetitif untuk
pembangunan industri nasional
21
B
PENETAPAN INDUSTRI PRIORITAS
1.
2.
KRITERIA KUANTITATIF
(BERDASARKAN PAST
PERFORMANCE)
3.
4.
5.
6.
KRITERIA KUALITATIF
(BERDASARKAN VISI
KEDEPAN)
1.
2.
3.
Memenuhi kebutuhan dalam negeri dan substitusi impor (Memiliki
pasar yang tumbuh pesat di dalam negeri).
Meningkatkan kuantitas dan kualitas penyerapan tenaga kerja
(Berpotensi dan/atau mampu menciptakan lapangan kerja
produktif).
Memiliki daya saing internasional (memiliki daya saing di pasar
global).
Memberikan nilai tambah yang berkelanjutan di dalam negeri
(Memiliki prospek untuk tumbuh pesat dalam kemandirian).
Memperkuat, memperdalam, dan menyehatkan struktur industri.
Memiliki keunggulan komparatif, penguasaan bahan baku dan
teknologi.
Memperkokoh konektivitas ekonomi nasional.
Menopang ketahanan pangan, kesehatan dan energi.
Mendorong penyebaran dan pemerataan industri.
22
C
INDUSTRI PRIORITAS TAHUN 2015-2035
Industri Pangan
Industri Pembangkit Energi
Industri Farmasi, Kosmetik
dan Alat Kesehatan
Industri Barang Modal,
Komponen, Bahan
Penolong dan Jasa Industri
Industri Tekstil, Kulit, Alas
Kaki dan Aneka
Industri Hulu Agro
Industri Alat Transportasi
Industri Logam Dasar dan
Bahan Galian Bukan Logam
Industri Elektronika dan
Telematika (ICT)
Industri Kimia Dasar
Berbasis Migas dan
Batubara
23
D
BANGUN INDUSTRI NASIONAL
VISI & MISI PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL
Industri Andalan
Industri
Pangan
Industri Farmasi,
Kosmetik dan
Alat Kesehatan
Industri Tekstil,
Kulit, Alas Kaki
dan Aneka
Industri Alat
Transportasi
Industri
Elektronika &
Telematika (ICT)
Industri
Pembangkit
Energi
Industri Pendukung
Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong dan Jasa Industri
Industri Hulu
Industri Hulu Agro
Industri Logam Dasar dan Industri Kimia Dasar Berbasis
Migas dan Batubara
Bahan Galian Bukan Logam
Modal Dasar
Sumber Daya Alam
Sumber Daya Manusia
Teknologi, Inovasi & Kreativitas
Prasyarat
Infrastruktur
Kebijakan & Regulasi
Pembiayaan
24
V. PERWILAYAHAN INDUSTRI
25
A
TUJUAN DAN SASARAN PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN
INDUSTRI
Pengembangan perwilayahan industri dilaksanakan dalam rangka percepatan
penyebaran dan pemerataan industri ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dengan sasaran sebagai berikut:
1. Peningkatan kontribusi sektor industri pengolahan non-migas luar Jawa
dibanding Jawa dari 28% : 72 % pada tahun 2013 menjadi 40% : 60% pada tahun
2035.
2. Peningkatan kontribusi investasi sektor industri pengolahan non-migas di luar
Jawa terhadap total investasi sektor industri pengolahan non migas nasional.
3. Penumbuhan kawasan industri sebanyak 36 kawasan yang memerlukan
ketersediaan dengan lahan sekitar luas 50.000 Ha yang diprioritaskan berada di
luar Jawa sampai dengan tahun 2035.
4. Pembangunan Sentra IKM baru minimal 1 Sentra IKM per Kabupaten/Kota,
terutama di luar Jawa.
26
B
LINGKUP PERWILAYAHAN INDUSTRI
1. Wilayah Pengembangan Industri (WPI)
Wilayah Pengembangan Industri (WPI) dikelompokkan berdasarkan keterkaitan
backward dan forward sumberdaya dan fasilitas pendukungnya, serta memperhatikan
jangkauan pengaruh kegiatan pembangunan industri.
No.
1
2
3
Wilayah Pengembangan Industri
No
Provinsi
No.
Papua
Papua Barat
Sulawesi Bagian Utara dan
Maluku
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Papua
Papua Barat
Sulawesi Utara
Gorontalo
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
Maluku
Maluku Utara
Sulawesi Barat
Sulawesi Selatan
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Bali
Nusa Tenggara Barat
8
Wilayah Pengembangan
Industri
Sumatera Bagian Utara
9
Sumatera Bagian Selatan
10
Jawa
18
Nusa Tenggara Timur
4
Sulawesi Bagian Selatan
5
Kalimantan Bagian Timur
6
Kalimantan Bagian Barat
7
Bali dan Nusa Tenggara
No
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
Provinsi
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Kep. Riau
Jambi
Bengkulu
Bangka Belitung
Sumatera Selatan
Lampung
Banten
Jawa Barat
DKI Jakarta
DI Jogjakarta
Jawa Tengah
Jawa Timur
27
2. Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI)
DEFINISI WPPI
Suatu wilayah dengan karakteristik tertentu yang berpotensi untuk menumbuhkan dan
mengembangkan industri tertentu yang akan berperan sebagai penggerak utama (prime
mover) bagi pengembangan wilayah tersebut serta membawa peningkatan pertumbuhan
industri dan ekonomi pada wilayah lain di sekitarnya dalam suatu wilayah regional atau
provinsi dengan batas-batas yang jelas.
KRITERIA WPPI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Potensi sumber daya alam (agro, mineral, migas)
Kelengkapan sistem logistik dan transportasi
Kebijakan affirmatif untuk pengembangan industri ke luar Pulau Jawa
Penguatan dan pendalaman rantai nilai
Kualitas dan kuantitas SDM
Memiliki potensi energi berbasis sumber daya alam (batubara, panas bumi, air)
Memiliki potensi sumber daya air industri
Memiliki potensi dalam pewujudan industri hijau
Kesiapan jaringan pemanfaatan teknologi dan inovasi
28
DAERAH YANG DITETAPKAN SEBAGAI WPPI
No
1
2
Lokasi
Lhokseumawe
Provinsi
Aceh
Banda Aceh, Aceh Besar dan
Pidie (KAPET BANDAR ACEH
DARUSSALAM)
Medan-Binjai-Deli SerdangSerdang Bedagai
Aceh
4
Karo-Simalungun-Batubara
Sumatera Utara
5
6
7
Dumai-Siak
Batam-Bintan
Muara Enim
Riau
Kep. Riau
Sumatera Selatan
8
Banyuasin
Sumatera Selatan
9
Lampung Bagian Selatan
(Lampung Barat, Lampung Timur,
Lampung Tengah, Tanggamus,
Lampung Selatan)
Cilegon-Serang-Tangerang
Bogor-Bekasi-PurwakartaSubang-Karawang
Lampung
12
13
Cirebon-Indramayu-Majalengka
Kendal-Semarang-Demak
14
Tuban-Lamongan-GresikSurabaya-Sidoarjo-MojokertoBangkalan
3
10
11
No
15
16
Sumatera Utara
Lokasi
Pontianak-Landak-SanggauKetapang
Tanah Bumbu-Kotabaru (KAPET
BATULICIN)
Provinsi
Kalimantan Barat
Kalimantan
Selatan
17
Samarinda, Balikpapan, dan Kutai
Kertanegara (KAPET SASAMBA)
Kalimantan Timur
18
Bontang-Kutai Timur
Kalimantan Timur
19
Tarakan
Kalimantan Utara
20
Bitung-Manado-TomohonMinahasa-Minahasa Utara (KAPET
MANADO BITUNG)
Morowali-Konawe-Pomala
(Morowali + KAPET BANK
SEJAHTERA SULTRA)
Palu-Donggala-Parigi Mountong-Sigi
(KAPET PALAPAS)
Sulawesi Utara
23
Makassar-Maros-Gowa
Sulawesi Selatan
24
Takalar-Jeneponto-Bantaeng
Sulawesi Selatan
Jawa Barat
Jawa Tengah
25
Halmahera Timur-Halmahera Tengah
Maluku Utara
26
Pulau Morotai
Maluku Utara
Jawa Timur
27
Mimika
Papua
28
Teluk Bintuni
Papua Barat
21
22
Banten
Jawa Barat
Sulawesi TengahSulawesi Tenggara
Sulawesi Tengah
29
3. Pengembangan Kawasan Peruntukan Industri
Industri penggerak utama untuk setiap WPPI dan industri lainnya haruslah
dibangun dalam Kawasan Peruntukan Industri (KPI). Pengembangan KPI
dilakukan dengan mengacu pada RTRW masing-masing kabupaten/kota. KPI
adalah tempat berlokasinya kawasan industri dan industri-industri di daerah
yang tidak memiliki kawasan industri. Bagi kabupaten/kota yang tidak termasuk
dalam WPPI dan tidak memungkinkan dibangun kawasan industri karena tidak
layak secara teknis dan ekonomis, pengembangan industrinya dapat dilakukan
sepanjang berada di dalam KPI.
30
4. Pembangunan Kawasan Industri
Pembangunan kawasan industri akan diprioritaskan pada daerah-daerah yang
berada dalam WPPI. Daerah-daerah di luar WPPI yang mempunyai potensi, juga
dapat dibangun kawasan industri yang diharapkan menjalin sinergi dengan
WPPI yang sesuai. Dalam rangka percepatan penyebaran industri keluar Pulau
Jawa, pemerintah membangun kawasan-kawasan industri sebagai infrastruktur
industri di Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri. Pembangunan kawasan industri
sebagai perusahaan kawasan industri yang lebih bersifat komersial didorong
untuk dilakukan oleh pihak swasta.
31
5. Pengembangan Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah
Pengembangan Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah (Sentra IKM)
dilakukan pada setiap wilayah Kabupaten/Kota (minimal sebanyak satu sentra
IKM, terutama di luar Pulau Jawa) yang dapat berada di dalam atau di luar
kawasan industri. Bagi kabupaten/kota yang tidak memungkinkan dibangun
kawasan industri karena tidak layak secara teknis dan ekonomis, maka
pembangunan industri dilakukan melalui pengembangan Sentra IKM yang
perlu diarahkan baik untuk mendukung industri besar sehingga perlu dikaitkan
dengan pengembangan WPPI, maupun sentra IKM yang mandiri yang
menghasilkan nilai tambah serta menyerap tenaga kerja.
32
VI. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI
33
A
PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) INDUSTRI
1. Pembangunan SDM industri difokuskan pada rencana pengembangan tenaga
kerja industri. Pembangunan tenaga kerja industri bertujuan untuk menyiapkan
tenaga kerja Industri kompeten yang siap kerja sesuai dengan kebutuhan
perusahaan industri dan/atau perusahaan kawasan industri, meningkatkan
produktivitas tenaga kerja Industri, meningkatkan penyerapan tenaga kerja di
sektor Industri dan memberikan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja
Industri.
2. Sasaran yang akan dicapai meliputi:
a. Sasaran penyerapan tenaga kerja industri pengolahan nonmigas
berdasarkan jenis pekerjaan (manajerial dan teknisi)
b. Sasaran Pembangunan Infrastruktur Kompetensi (SKKNI, asesor, LSP, TUK,
lembaga pendidikan berbasis komunitas)
3. Program Pengembangan :
a. Pembangunan infrastruktur tenaga kerja industri berbasis Kompetensi
b. Pembangunan tenaga kerja berbasis kompetensi
c. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan untuk
melengkapi unit pendidikan dan balai diklat melalui penyediaan
laboratorium, teaching factory, dan workshop.
34
Sasaran penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan
menurut jenis pekerjaan
Uraian
Jumlah Tenaga Kerja Industri
Pengolahan Non Migas
1. Manajerial
2. Teknis
Tahun
2020
2015
2035
15.439.320 18.435.206 29.185.712
1.836.478
2.257.644
3.918.182
13.602.842 16.177.563 25.267.530
Sasaran Pembangunan Infrastruktur Kompetensi
No
Infrastruktur kompetensi
1 SKKNI bidang industri (standar)
Asesor kompetensi dan asesor lisensi
2
(orang)
Lembaga Sertifikasi Profesi / LSP dan
3
Tempat Uji Kompetensi / TUK (unit)
4 Tenaga kerja industri terampil di bidang
industri berbasis kompetensi (ribu orang)
5 Tenaga kerja industri ahli di bidang industri
yang tersertifikasi (ribu orang)
6 Lembaga Pendidikan / akademi komunitas
berbasis kompetensi (unit)
2015-2020
100
2020-2025
100
2025-2035
200
750
750
1.000
50
50
100
130
150
350
20
25
50
20
25
50
35
B
PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM
1. Pemanfaatan sumber daya alam untuk Perusahaan Industri dan Perusahaan
Kawasan Industri diselenggarakan melalui prinsip tata kelola yang baik dengan
tujuan untuk:
a. pendalaman dan penguatan struktur Industri,
b. peningkatan nilai tambah melalui proses pengolahan sumber daya alam;
dan
c. memenuhi kebutuhan dan keberlangsungan kegiatan Industri
2. Untuk mencapai tujuan pemanfaatan sumber daya alam tersebut, maka
diproyeksikan kebutuhan dan pasokan sumber daya alam untuk industri hulu
berbasis mineral tambang, migas dan batubara, serta agro .
3. Program Pengembangan :
a. Pengelolaan sumber daya alam secara efisien, ramah lingkungan dan
berkelanjutan melalui penerapan tata kelola yang baik
b. Pelarangan atau pembatasan ekspor sumber daya alam
c. Jaminan Penyediaan dan Penyaluran Sumber Daya Alam
36
Proyeksi Kebutuhan dan Pasokan Sumber Daya Alam Industri Hulu
KEBUTUHAN DAN PASOKAN SUMBER DAYA ALAM
NO
KELOMPOK
/ JENIS
INDUSTRI
(1)
(2)
KAPASITAS PRODUKSI
(ton per tahun)
KEBUTUHAN BAHAN BAKU
(ton per tahun)
2015-2020
2020-2025
2025-2035
2015-2020
2020-2025
2025-2035
KETERSEDIAAN
BAHAN BAKU
(Juta TON)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
40 juta
Cadangan bijih besi /
pasir besi : 1.217 *
Konsentrat
dengan
kandungan besi 62%
I
INDUSTRI HULU BERBASIS MINERAL TAMBANG
1
Besi Baja
Dasar
12 juta
17 juta
25 juta
20 juta
28 juta
2
Nikel
200 ribu
250 ribu
300 ribu
11 juta
14 juta
17 juta
Cadangan bijih nikel :
2.905 *
Total kandungan nikel
Bahan baku nickel ore
(1,8%)
3
Tembaga
500 ribu
750 ribu
1 juta
2 juta
3 juta
4 juta
Cadangan bijih
Tembaga : 3.044 *
Kadar konsentrat 25%
2 juta
Cadangan bauksit
:
1.129 *
Bahan baku alumina
kadar minimum 50%
4
Aluminium
300 ribu
600 ribu
1 juta
600 ribu
1,2 juta
37
Proyeksi Kebutuhan dan Pasokan Sumber Daya Alam Industri Hulu
KEBUTUHAN DAN PASOKAN SUMBER DAYA ALAM
NO
(1)
KELOMPOK
/ JENIS
INDUSTRI
(2)
KAPASITAS PRODUKSI
(ton per tahun)
KEBUTUHAN BAHAN BAKU
(ton per tahun)
2015-2020
2020-2025
2025-2035
2015-2020
2020-2025
2025-2035
KETERSEDIAAN
BAHAN BAKU
(Juta TON)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
 Minyak bumi : 3,7
Milyar Barrel (503
juta ton)
 Gas bumi : 152,89
TCF (3.142 juta ton)
 CBM : 453,3 TCF
(9.315 juta ton)
 Shale gas : 574 TCF
(11.796 juta ton)
 Batubara : 21.131,84
juta ton
II
INDUSTRI HULU BERBASIS MIGAS DAN BATUBARA;
1
Industri
Petrokimia
Hulu (olefin)
2
Industri
Petrokimia
Hulu
(aromatik)
III
INDUSTRI HULU BERBASIS AGRO
1
Industri
Bahan
Penyegar
(kakao)
2
Industri
Oleofood,
Oleokimia
dan Kemurgi
(kelapa
sawit)
15,7 juta
20,5 juta
30 juta
Gas :
7,3 juta
Batubara :
12,4 juta
Gas :
13,5 juta
Batubara :
23 juta
Gas :
19,7 juta
Batubara :
33,5 juta
3,5 juta
4,2 juta
5,6 juta
Minyak bumi :
71 juta
Minyak
bumi :
82,3 juta
Minyak
bumi :
105 juta
0,80 juta
1,05 juta
1,37 juta
0,90 juta
1,42 juta
1,85 juta
42,9 juta
59,5 juta
75 juta
25,3 juta
37,4 juta
47,5 juta
Biji kakao:
 2015-2019 : 1,36
 2020-2024 : 2,04
 2025-2035 : 2,86
CPO :
 2015-2019 : 40
 2020-2024 : 50
 2025-2035 : 60
38
C
Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Industri
1. Pengembangan, penguasaan dan pemanfaatan teknologi industri bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi, produktivitas, nilai tambah, daya saing dan kemandirian
industri nasional
2. Dalam rangka pengembangan, penguasaan dan pemanfaatan teknologi, maka perlu
dipetakan kebutuhan teknologi yang akan dikembangkan untuk masing-masing
kelompok industri prioritas.
3. Program Pengembangan :
a. Peningkatan sinergi program kerjasama litbang antara balai-balai industri
dengan lembaga riset pemerintah, lembaga riset swasta, perguruan tinggi, dunia
usaha dan lembaga riset untuk menghasilkan produk litbang yang aplikatif dan
terintegrasi.
b. Implementasi pengembangan teknologi baru melalui pilot plant atau yang
sejenis.
c. Pemberian jaminan resiko terhadap pemanfaatan teknologi yang dikembangkan
berdasarkan hasil litbang dalam negeri melalui kerjasama dengan lembaga
penjamin resiko pemanfaatan teknologi yang ditunjuk pemerintah.
d. Pemberian insentif bagi industri yang melaksanakan kegiatan R&D dalam
pengembangan industri dalam negeri.
39
3. Program Pengembangan (lanjutan) :
e. Pemberian insentif dalam bentuk royalti kepada unit R&D dan peneliti yang hasil
temuannya dimanfaatkan secara komersial di industri
f. Peningkatan transfer teknologi melalui proyek putar kunci (turn key project)
apabila belum tersedia teknologi yang diperlukan di dalam negeri.
g. Mendorong relokasi unit R&D milik perusahaan industri PMA melalui skema
insentif pajak (double tax deductable) terutama bagi industri yang berorientasi
ekspor dan sifat siklus umur teknologinya singkat atau berubah cepat.
h. Meningkatkan kontribusi hasil kekayaan intelektual berupa desain, paten dan
merk dalam produk industri untuk meningkatkan nilai tambah.
i. Melakukan audit teknologi terhadap teknologi yang dinilai tidak layak untuk
industri antara lain boros energi, beresiko pada keselamatan dan keamanan,
serta berdampak negatif pada lingkungan.
j. Mendorong tumbuhnya pusat-pusat inovasi (center of excellence) pada wilayah
pusat pertumbuhan industri.
k. Mendorong terjadinya transfer teknologi dari perusahaan atau tenaga kerja asing
yang beroperasi di dalam negeri.
l. Pemberian penghargaan bagi rintisan, pengembangan, dan penerapan teknologi
industri
40
D
Pengembangan dan Pemanfaatan Kreativitas dan Inovasi
1. Pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi dimaksudkan untuk
memberdayakan budaya Industri dan/atau kearifan lokal yang tumbuh di
masyarakat terutama dalam rangka pengembangan industri kreatif.
2. Ruang lingkup Pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi meliputi:
a. Penyediaan ruang dan wilayah untuk masyarakat dalam berkreativitas dan
berinovasi;
b. Pengembangan sentra Industri kreatif;
c. Pelatihan teknologi dan desain;
d. Konsultasi, bimbingan, advokasi, dan fasilitasi perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual khususnya bagi Industri kecil; dan
e. Fasilitasi promosi dan pemasaran produk Industri kreatif di dalam dan luar
negeri
41
3. Program Pengembangan:
a. Penyediaan ruang dan wilayah untuk masyarakat dalam berkreativitas dan
berinovasi (Pembangunan techno park, pusat animasi dan pusat inovasi)
b. Pengembangan sentra Industri kreatif (Bantuan mesin peralatan dan bahan
baku/penolong, Pembangunan UPT, Bantuan desain dan tenaga ahli, serta
Fasilitasi pembiayaan)
c. Pelatihan teknologi dan desain (Pelatihan desain dan teknologi, dan Bantuan
tenaga ahli)
d. Fasilitasi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (Konsultasi, bimbingan,
advokasi HKI, serta Fasilitasi pendaftaran merk, paten, hak cipta dan desain
industri)
e. Fasilitasi promosi dan pemasaran produk Industri kreatif (Promosi dan
pameran di dalam negeri, Promosi dan pameran di luar negeri, dan
Penyediaan fasilitas trading house di luar negeri)
42
Sasaran Pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi
Periode
No
Sasaran
1
Bertambahnya ruang dan wilayah untuk masyarakat
dalam berkreativitas dan berinovasi
Pengembangan Sentra Industri kreatif (% dari total
sentra IKM yang dikembangkan/dikuatkan)
Terlatihnya SDM IKM di bidang teknologi dan desain
(orang)
Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual bagi Industri kecil :
a. paten
b. desain industri
c. hak cipta
d. Merk
Terselenggaranya promosi dan pemasaran produk
Industri kreatif:
a. luar negeri
b. dalam negeri
2
3
4
5
2015-2020
2020-2025
2025-2035
10
12
23
30
30
30
200
240
460
25
30
30
1.200
30
35
35
1.500
75
100
100
3.250
11
29
15
40
24
60
43
E
Penyediaan Sumber Pembiayaan
1. Dalam rangka pencapaian sasaran pengembangan industri nasional dibutuhkan
pembiayaan investasi di sektor industri yang bersumber dari penanaman modal
dalam negeri dan penanaman modal asing, serta penanaman modal pemerintah
khususnya untuk pengembangan industri strategis.
2. Berdasarkan UU No 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, pemerintah memfasilitasi
ketersediaan pembiayaan yang kompetitif untuk pembangunan industri melalui
pembentukan lembaga pembiayaan pembangunan industri yang berfungsi sebagai
lembaga pembiayaan investasi di bidang industri.
Proyeksi Penyediaan Sumber Pembiayaan secara kumulatif
Investasi
Tahun
2013
2015-2020
2020-2025
2025-2035
PMA (US$ Milyar)
15,9
119,4
203,2
706,9
PMDN (Rp Trilyun)
51,2
497,2
848,8
2.942,7
44
VII. PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA
INDUSTRI
45
A
STANDARDISASI INDUSTRI
1. Standardisasi industri bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri dalam rangka
penguasaan pasar dalam negeri maupun ekspor.
2. Pengembangan Standardisasi industri meliputi perencanaan, pembinaan, pengembangan
dan Pengawasan untuk Standar Nasional Indonesia (SNI), Spesifikasi Teknis (ST) dan
Pedoman Tata Cara (PTC)
3. Sasaran pengembangan standardisasi industri meliputi
a. Penyusunan rancangan dan pemberlakuan SNI, Spesifikasi Teknis dan/atau Pedoman
Tata Cara
b. Pembentukan Lembaga sertifikasi produk untuk pelaksanaan penilaian kesesuaian
c. Penyediaan Laboratorium penguji, lembaga inspeksi, laboratorium kalibrasi untuk
pelaksanaan penilaian kesesuaian
d. Peningkatan Auditor/asesor, petugas penguji, petugas inspeksi, dan petugas kalibrasi
untuk pelaksanaan penilaian kesesuaian
e. Peningkatan kuantitas Petugas Pengawas Standar Industri (PPSI) dan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Industri (PPNS-I)
4. Program Pengembangan :
a. Pengembangan standardisasi industri dalam rangka peningkatan kemampuan daya
saing industri
b. Pengembangan infrastruktur untuk menjamin kesesuaian mutu produk industri
dengan kebutuhan dan permintaan pasar
46
Sasaran penambahan kebutuhan standardisasi industri
2015-2020
500
Target
2020-2025
1.000
2025-2035
2.000
Diberlakukannya SNI, Spesifikasi Teknis dan/atau Pedoman
Tata Cara secara wajib untuk kelompok industri prioritas
(regulasi)
50
50
100
3
Terbentuknya Lembaga sertifikasi
pelaksanaan penilaian kesesuaian (unit)
untuk
10
10
20
4
Tersedianya Laboratorium penguji, lembaga inspeksi,
laboratorium kalibrasi untuk pelaksanaan penilaian
kesesuaian (unit)
15
15
30
5
Meningkatnya jumlah auditor/ asesor, petugas penguji,
petugas inspeksi, dan petugas kalibrasi untuk pelaksanaan
penilaian kesesuaian (orang)
500
500
1.000
6
Meningkatnya jumlah Petugas Pengawas Standar Industri
(PPSI) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Industri (PPNS-I)
untuk pelaksanaan pengawasan penerapan SNI, Spesifikasi
Teknis dan/atau Pedoman Tata Cara (orang)
500
1.000
2.000
No
Uraian
1
Tersusunnya Rancangan SNI, Spesifikasi Teknis dan/atau
Pedoman Tata Cara sesuai kebutuhan industri prioritas
(judul)
2
produk
47
B
INFRASTRUKTUR INDUSTRI
Infrastruktur yang diperlukan oleh industri, baik yang berada di dalam dan/atau di luar
Kawasan Peruntukan Industri, meliputi energi dan lahan kawasan industri.
1. Energi
Untuk mendukung pertumbuhan industri nasional yang ditargetkan, diperlukan penyediaan
energi baik yang bersumber dari listrik, gas maupun batubara.
Program penyediaan kebutuhan energi untuk industri meliputi:
a. Koordinasi antar kementerian/lembaga terkait dalam penyusunan rencana penyediaan
energi untuk mendukung pembangunan industri;
b. Pembangunan pembangkit listrik untuk mendukung pembangunan industri;
c. Pembangunan dan pengembangan jaringan transmisi dan distribusi;
d. Pengembangan sumber energi yang terbarukan;
e. Diversifikasi dan konservasi energi; dan
f. Pengembangan industri pendukung pembangkit energi.
Proyeksi Kebutuhan Energi untuk Industri Tahun 2014-2035
No
1
2
3
Jenis Energi
Listrik (GWh)
Gas (Milyar MBTu)
Batubara (ribu ton)
Tahun
2014
70.777
482.937
33.571
2020
123.554
621.712
45.238
2025
178.845
782.691
58.571
2035
446.993
1.559.831
83.095
48
2. Lahan Industri
Tujuan pembangunan dan pengusahaan kawasan industri adalah
a. memberikan kemudahan dalam memperoleh lahan industri yang siap pakai dan/atau
siap bangun,
b. jaminan hak atas tanah yang dapat diperoleh dengan mudah,
c. tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh investor, dan/atau
d. kemudahan dalam mendapatkan perizinan.
Program penyediaan lahan kawasan industri dan/atau kawasan peruntukan industri
meliputi:
a. Koordinasi antar kementerian/lembaga terkait dalam penyelesaian aspek-aspek yang
terkait pertanahan.
b. Penyusunan rencana pembangunan kawasan industri, termasuk analisis kelayakan
dan penyusunan rencana induk (masterplan).
c. Pembentukan kelembagaan dan regulasi bank tanah (Land Bank) untuk
pembangunan kawasan industri.
d. Pembangunan kawasan industri.
e. Koordinasi antar Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dengan kementerian/lembaga
terkait untuk penetapan kawasan peruntukan industri dalam RTRW Kabupaten /Kota.
f. Melakukan review terhadap pengembangan KPI
49
Proyeksi Kebutuhan Lahan Kawasan Industri dan Jumlah
Kawasan Industri Baru Tahun 2015-2035
Uraian
Kebutuhan lahan kawasan industri (Ha)
Kebutuhan lahan non-kawasan industri di
dalam Kawasan Peruntukan Industri (Ha)
Total Kebutuhan Lahan Industri (Ha)
2015-2020
6.000
Tahun
2020-2025
9.000
2025-2035
35.000
4.000
6.000
25.000
10.000
15.000
60.000
4
6
26
Jumlah Kawasan Industri yang akan
dibangun (unit)
Proyeksi Tambahan Kebutuhan Daya Listrik, Air Baku, Telekomunikasi
dan Kapasitas Angkut untuk Industri Tahun 2015-2035
Uraian
Total Kebutuhan Lahan Industri (Ha)
Daya Listrik (MW per tahun)
Air baku (juta m3 per tahun)
Telekomunikasi (ribu sst)
Kapasitas Angkut (TEUs per tahun)
2015-2020
10.000
600
50
300
80.000
2020-2025
15.000
900
75
450
120.000
2025-2035
60.000
3.900
325
1.800
480.000
50
3. Sistem Informasi Industri Nasional
a.
Tujuan Pembangunan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS) :
i.
Menjamin ketersediaan, keamanan/kerahasiaan, kualitas, dan akses terhadap data dan/atau
informasi industri
ii. Mempercepat pengumpulan, penyampaian/pengadaan, pengolahan / pemrosesan, analisis,
penyimpanan, dan penyajian, termasuk penyebarluasan data dan/atau informasi industri
yang akurat, lengkap, dan tepat waktu
iii. Meningkatkan efisiensi, inovasi, dan pelayanan publik dalam mendukung pembangunan
industri
b. Sasaran penyelenggaraan Sistem Informasi Industri Nasional meliputi:
i.
Terlaksananya penyampaian data industri dan data kawasan industri secara online.
ii.
Tersedianya data perkembangan dan peluang pasar, serta data perkembangan teknologi
industri.
iii. Tersedianya sistem informasi yang sesuai dengan kebutuhan stakeholders.
iv. Tersedianya infrastruktur teknologi informasi dan tata kelola yang handal.
v.
Terkoneksinya Sistem Informasi Industri Nasional dengan sistem informasi yang
dikembangkan oleh kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah
daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota, dalam rangka pertukaran data.
vi. Tersedianya model sistem industri sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan nasional.
vii. Tersosialisasikannya Sistem Informasi Industri Nasional kepada seluruh stakeholders.
viii. Terpublikasikannya laporan hasil analisis data industri secara berkala
51
c.
d.
Institusi-institusi pemilik sistem informasi yang terhubung dengan Sistem Informasi Industri
Nasional secara garis besar terdiri atas:
i.
Kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian.
ii. Pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, termasuk Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP) di daerah, dan insitusi yang membidangi perindustrian.
iii. Institusi di negara lain atau organisasi internasional
Tahapan pengembangan Sistem Informasi Industri Nasional
i. Tahap Perencanaan (2015-2016)
ii. Tahap Pengembangan Sistem (2015-2018)
iii. Tahap Pengolahan Data dan Penyebarluasan Informasi (2015-2020)
iv. Tahap Pengembangan Interkoneksi (2016-2020)
52
VIII. PEMBERDAYAAN INDUSTRI
53
A
INDUSTRI KECIL DAN INDUSTRI MENENGAH (IKM)
1. Pemberdayaan IKM dimaksudkan untuk untuk mewujudkan IKM yang berdaya saing,
berperan signifikan dalam penguatan struktur Industri nasional, berperan dalam
pengentasan kemiskinan melalui pemerataan pembangunan industri, perluasan
kesempatan kerja, dan menghasilkan barang dan/atau Jasa Industri untuk pasar dalam
negeri dan ekspor.
2. Program yang dilakukan dalam rangka pemberdayaan IKM meliputi :
a. Penguatan kapasitas kelembagaan bagi IKM
b. Pemberian fasilitas bagi IKM
3. Kebijakan afirmatif untuk IKM meliputi:
a. Pengembangan IKM yang sejalan dengan penguatan struktur industri dengan
memperbesar keterkaitan antara industri besar dengan IKM
b. Meningkatkan akses IKM terhadap sumber pembiayaan
c. Mendorong tumbuhnya kekuatan bersama sehingga terbentuk kekuatan kolektif untuk
menciptakan skala ekonomis melalui standardisasi, procurement dan pemasaran
bersama
d. Perlindungan dan fasilitasi terhadap inovasi baru dengan mempermudah pengurusan
hak kekayaan intelektual bagi kreasi baru yang diciptakan IKM.
e. Diseminasi informasi dan fasilitasi promosi dan pemasaran di pasar domestik dan
ekspor.
f. Menghilangkan bias kebijakan yang menghambat dan mengurangi daya saing industri
kecil
54
Sasaran Penguatan Kelembagaan dan Pemberian Fasilitas IKM
No
Sasaran
I
1
PENGUATAN KELEMBAGAAN
Penguatan Sentra IKM (sentra)
Revitalisasi dan pembangunan Unit Pelayanan Teknis
(UPT)
Penyediaan Tenaga Penyuluh Lapangan (orang)
Penyediaan Konsultan Industri kecil dan Industri
menengah (orang)
2
3
4
2015-2020
Periode
2020-2025
2025-2035
1.090
1.305
2285
110
260
685
1.000
1.200
2.100
590
649
1282
55
Sasaran Penguatan Kelembagaan dan Pemberian Fasilitas IKM
No
II
1
2
Sasaran
PEMBERIAN FASILITAS
Peningkatan kompetensi SDM (Orang)
Pemberian bantuan dan bimbingan teknis (unit IKM)
Pemberian bantuan serta fasilitasi bahan baku dan bahan
3
penolong (unit IKM)
4 Pemberian bantuan mesin atau peralatan (unit IKM)
5 Pengembangan produk (unit IKM)
Pemberian bantuan pencegahan pencemaran lingkungan
6
hidup (unit IKM)
Pemberian bantuan informasi pasar, promosi, dan
7
pemasaran (unit IKM)
8 Fasilitasi akses pembiayaan (unit IKM)
Penyediaan Kawasan Industri untuk IKM yang berpotensi
9
mencemari lingkungan (Kawasan)
Fasilitasi kemitraan antara industri kecil, menengah dan
10
besar (unit IKM)
11 Fasilitasi HKI terhadap IKM (unit IKM)
Fasilitasi penerapan standar mutu produk bagi IKM (unit
12
IKM)
2015-2020
Periode
2020-2025
2025-2035
545
8805
760
14290
1415
39350
600
975
2300
815
2065
1165
2650
2665
6390
85
135
365
1150
1500
2200
5200
6300
12600
10
10
15
145
280
790
1250
1500
3250
2500
3000
6000
56
B
INDUSTRI HIJAU
1. Industri hijau bertujuan untuk efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber
daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan
industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi
manfaat bagi masyarakat.
2. Lingkup penerapan industri hijau meliputi standardisasi, sertifikasi dan
pemberian fasilitas untuk industri hijau.
3. Strategi pengembangan industri hijau akan dilakukan yaitu:
a. mengembangkan industri yang sudah ada menuju industri hijau; dan
b. membangun industri baru dengan menerapkan standar industri hijau
5. Program yang dilakukan dalam rangka mewujudkan industri hijau :
a. Penetapan standar industri hijau
b. Pembangunan dan pengembangan lembaga sertifikasi industri hijau yang
terakreditasi serta peningkatan kompetensi auditor industri hijau
c. Pemberian bantuan prasarana dan fasilitas untuk industri hijau
57
Sasaran Pengembangan Industri Hijau
2015-2020
PERIODE
2020-2025
2025-2035
Tersusunnya standar industri hijau (jenis
industri)
50
50
200
2
Terakreditasinya lembaga sertifikasi (unit)
25
30
60
3
Tersertifikasi auditor industri hijau (orang)
100
200
300
4
Bantuan prasarana industri hijau pada
sentra IKM (unit)
Bantuan fasilitasi untuk sertifikasi industri
hijau (kegiatan)
50
50
100
20
20
50
NO
URAIAN
1
5
58
C
INDUSTRI STRATEGIS
1. Industri strategis adalah Industri yang :
a. memenuhi kebutuhan yang penting bagi kesejahteraan rakyat atau menguasai hajat
hidup orang banyak;
b. meningkatkan atau menghasilkan nilai tambah sumber daya alam strategis; dan/atau
c. mempunyai kaitan dengan kepentingan pertahanan serta keamanan negara
2. Industri strategis dikuasai oleh negara melalui :
a. pengaturan kepemilikan;
b. penetapan kebijakan;
c. pengaturan perizinan;
d. pengaturan produksi, distribusi, dan harga; dan
e. pengawasan.
3. Strategi pembangunan industri strategis sebagai berikut:
a. Mengembangkan industri hulu dan antara dalam rangka meningkatkan nilai tambah
sumber daya alam strategis, mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku, dan
sekaligus memperkuat struktur industri nasional;
b. Mengembangkan industri yang dapat meningkatkan ketersediaan energi dan
mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil;
c. Mengembangkan teknologi tinggi untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan daya saing
produk hasil industri yang memiliki keunggulan kompetitif.
d. Mengembangkan industri yang dapat meningkatkan ketahanan pangan dan
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
59
4.
Program pengembangan industri strategis sebagai berikut:
a. Penyertaan modal seluruhnya oleh pemerintah pada industri strategis tertentu
b. Pembentukan usaha patungan antara pemerintah dan swasta dalam pembangunan
industri strategis
c. Pengalihan sebagian modal yang dimiliki pemerintah pada industri strategis kepada
pemerintah daerah
d. Pemberian Fasilitas kepada Industri Strategis yang melakukan:
i. pendalaman struktur;
ii. penelitian dan pengembangan teknologi;
iii. pengujian dan sertifikasi;
iv. restrukturisasi mesin dan peralatan;
e. Renegosiasi kepemilikan industri strategis oleh pemerintah yang dimiliki oleh swasta
nasional atau asing.
f. Pengkajian potensi industri strategis yang perlu dikembangkan
60
D
PENINGKATAN PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI
1. Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) merupakan suatu kebijakan
pemberdayaan industri yang bertujuan untuk:
a. Meningkatkan penggunaan produk dalam negeri oleh pemerintah, badan
usaha dan masyarakat.
b. Memberdayakan industri dalam negeri melalui pengamanan pasar domestik,
mengurangi ketergantungan kepada produk impor, dan meningkatkan nilai
tambah di dalam negeri.
c. Memperkuat struktur industri dengan meningkatkan penggunaan barang
modal, bahan baku, komponen, teknologi dan SDM dari dalam negeri.
2. Sasaran Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri meliputi:
a. Peningkatan penggunaan produk dalam negeri oleh Kementerian / Lembaga
Negara, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha
Swasta maupun masyarakat.
b. Peningkatan capaian nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
c. Peningkatan jumlah produk yang tersertifikasi TKDN.
d. Peningkatan kecintaan dan kebanggaan masyarakat akan produk dalam negeri
61
3. Program peningkatan penggunaan produk dalam negeri :
a. Sosialisasi kebijakan dan promosi P3DN melalui media elektronik, media cetak,
pameran dan talk show.
b. Pemberian insentif sertifikasi TKDN.
c. Program membangun kecintaan, kebanggaan dan kegemaran penggunaan produk
dalam negeri melalui pendidikan.
d. Pemberian insentif kepada badan usaha swasta yang konsisten menggunakan
produk dalam negeri.
e. Audit kepatuhan pelaksanaan kewajiban peningkatan penggunaan produk dalam
negeri.
f. Pemberian penghargaan Cinta Karya Bangsa.
g. Monitoring dan evaluasi dampak kebijakan P3DN bagi peningkatan daya saing dan
penguatan struktur industri.
Sasaran Penggunaan Belanja Modal dari APBN untuk
pengadaan barang/jasa produksi Dalam Negeri
Uraian
Persentase Belanja Modal Pemerintah
untuk pengadaan barang/jasa produksi
Dalam Negeri (persen)
Tahun
2020
2025
2030
2035
25
30
35
40
62
E
KERJASAMA INTERNASIONAL DALAM BIDANG INDUSTRI
1. Kerjasama internasional bidang industri bertujuan untuk :
a. melindungi dan meningkatkan akses pasar produk industri dalam negeri;
b. membuka akses sumber daya industri yang mendukung peningkatan produktivitas dan
daya saing industri dalam negeri;
c. meningkatkan integrasi industri dalam negeri kedalam jaringan rantai suplai global,
dan;
d. meningkatkan investasi untuk mendukung pengembangan industri di dalam negeri.
2. Lingkup kerja sama internasional di bidang industri meliputi:
a. Pemanfaatan akses pasar produk industri;
b. Peningkatan kapasitas sumber daya industri;
c. Pemanfaatan rantai suplai global,
d. Peningkatan investasi industri, dan
e. Pengolahan data dari kegiatan industrial intelligence di Negara akreditasi.
3. Program yang dilaksanakan dalam rangka pencapaian sasaran Pengembangan Kerjasama
Internasional di Bidang Industri antara lain:
a. Perlindungan dan peningkatan akses pasar internasional produk industri
b. Peningkatan Akses Sumber Daya Industri yang dibutuhkan dalam mendukung
peningkatan produktivitas Industri Dalam Negeri
c. Pengembangan jaringan rantai suplai global
d. Peningkatan kerja sama investasi di sektor industri
63
Sasaran Pengembangan Kerjasama Internasional di Bidang Industri
Periode
No
Sasaran
1
2015-2020
2020-2025
2025-2035
Penambahan jumlah negara sebagai pasar
utama / main countries produk industri
(negara)
2
2
5
2
Meningkatnya akses industri nasional
untuk memanfaatkan sumber daya
teknologi industri melalui kerjasama teknik
(kerjasama)
5
5
10
3
Meningkatnya pemanfaatan jaringan rantai
suplai global (rantai suplai)
5
5
10
4
Terselenggaranya forum investasi industri
diluar negeri (forum)
15
15
30
64
TERIMA KASIH
Kementerian Perindustrian
Gedung Kementerian Perindustrian
Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta Selatan
Telp/Fax
: (021) 5255509
Website
: http://kemenperin.go.id