ANALISIS DERET WAKTU Ganjil 2011 kuliah ke-3

Download Report

Transcript ANALISIS DERET WAKTU Ganjil 2011 kuliah ke-3

ANALISIS DERET WAKTU

Abdul Kudus, SSi., MSi., PhD.

Selasa, 15.00 – 17.30 di R313

IO 12.20 – 14.50 di 206 Senin, 11.30 – 14.00 di 307B IO tambahan 10.00 – 12.30 di FMIPA

DEKOMPOSISI

Notasi

 Data deret waktu dengan panjang pengamatan n

x t

:

t

 1 ,  ,  

t n

 

x

1 ,

x

2 ,  ,

x n

 Rata-rata sampel

x

 

x i n

Prediksi atau ramalan

x

ˆ

t

k

|

t

adalah ramalan yang dibuat pada waktu t untuk nilai ramalan pada waktu t+k

Model

Dekomposisi aditif

x t

m t

s t

z t m t s t

: trend : efek musiman

z t

: error Jika efek musiman cenderung meningkat seiring peningkatan trend, model yang tepat adalah model multiplikatif

x t

m t

s t

z t

(perkalian): Model aditif dalam log log  

t

m t

s t

z t

Menaksir Trend dan Efek Musiman

Menaksir trend m

t

pada waktu t dapat dilakukan dengan menghitung rata-rata bergerak (moving average) yang berpusat di t.

Misal untuk data bulanan (periode 1 tahun atau 12 bulan) Taksiran efek aditif bulanan (musiman)

s

ˆ

t

x t

 ˆ

t

Jika efek bulanannya multiplikatif

s

ˆ

t

x t

/ ˆ

t s

ˆ kita dapatkan taksiran tunggal efek bulan tersebut (misal Januari).

Adapun komponen random (residu) adalah

z

ˆ

t

x t

 ˆ

t

s

ˆ

t

Membuat Dekomposisi dalam R (

decompose

)

Contoh data LISTRIK.

plot(decompose(Elec.ts))

Decomposition of additive time series

Error-nya masih jelek (tidak acak) 1960 1965 1970 1975 Time 1980 1985 1990

Coba model Multiplikatif Elec.decom <- decompose(Elec.ts, type = "mult") plot(Elec.decom)

Decomposition of multiplicative time series

1960 1965 1970 1975 Time 1980 1985 1990 Variasi errornya meningkat utk nilai trend yg besar

Trend <- Elec.decom$trend Seasonal <- Elec.decom$seasonal ts.plot(cbind(Elec.ts,Trend, Trend * Seasonal), col = 2:4) Data asli Taksiran Trend Taksiran Model

TUGAS: Bagian 1.7 Latihan No. 1 halaman 24 E-mail:

[email protected]

deadline Senin 17 Okt pukul 23.59

KORELASI

Setelah kita lakukan dekomposisi, maka komponen random TIDAK PERLU dimodelkan dengan variabel acak yang bebas. Seringkali komponen random ini berkorelasi.

Jika kita bisa mengidentifikasi korelasi tsb  Ramalan akan lebih baik Struktur korelasi dari data deret waktu dimodelkan oleh fungsi korelasi .

E(x) = rata-rata populasi dari x, yaitu 

E

 

x

   2  = rata-rata populasi dari simpangan di sekitar disebut dengan varians  2  , yang = kovarians Kovarians merupakan ukuran hubungan linier antara dua variabel x dan y.

Kovarians sampel adalah dalam R dihitung dengan cov

> www <- "http://www.massey.ac.nz/~pscowper/ts/Herald.dat" > Herald.dat <- read.table(www, header = T) > attach (Herald.dat) > x <- CO; y <- Benzoa; n <- length(x) > sum((x - mean(x))*(y - mean(y))) / (n - 1) [1] 5.511042

> mean((x - mean(x)) * (y - mean(y))) [1] 5.166602

> cov(x, y) [1] 5.511042

Penaksir yang bias Tidak spt kovarians yang mempunyai satuan, maka korelasi tidak mempunyai satuan ( dimensionless ) Korelasi sampel: dalam R menggunakan perintah cor > cov(x,y) / (sd(x)*sd(y)) [1] 0.3550973

> cor(x,y) [1] 0.3550973

Ke-STASIONER-an

Fungsi rata-rata populasi dari model deret waktu: Jika fungsi ini konstan,  (t) =  , maka model deret waktu tersebut adalah stasioner dalam rata-ratanya. Taksiran sampelnya:

Fungsi Varians

Fungsi varians bagi model deret waktu yg stasioner dalam rata ratanya adalah: Jika fungsi ini konstan,  2 (t) =  2 , maka model deret waktu tersebut adalah stasioner dalam variansnya. Taksiran sampelnya:

Autokorelasi

Dalam analisis deret waktu yang memegang peranan penting adalah: 1) rata-rata, 2) varians dan 3) korelasi serial (autokorelasi) Bagi model deret waktu yang stasioner dalam rata-rata dan varians, antar pengamatan mungkin berkorelasi dan ia dikatakan stasioner berderajat dua ( second-order stationarity ), jika autokorelasinya hanya tergantung dari selisih lag-nya.

Jika deret waktu bersifat stasioner berderajat dua, maka fungsi autokovarians (autocovariance = acvf), 

k

, didefinisikan sbg: tidak tergantung dari t Fungsi autokorelasi (acf) lag k, 

k

, adalah Selanjutnya istilah stasioner berderajat dua cukup disebut “stasioner” saja.

Taksiran sampel bagi: 1. acvf adalah c

k

, yaitu: Keterangan: penyebutnya adalah n, meskipun banyaknya pasangan yang terlibat dalam penghitungan ada sebanyak n

k

2. acf adalah r

k

, yaitu: varians

Contoh:

> www <- "http://www.massey.ac.nz/~pscowper/ts/wave.dat" > wave.dat <- read.table (www, header=T) > attach(wave.dat) > layout(1:2) > plot(ts(waveht)) > plot(ts(waveht[1:60])) 0 100 200 Time 300 400 0 10 20 30 Time 40 50 60

> plot(waveht[1:395],waveht[2:396]) > abline(h=0) > abline(v=0) -500 0 waveht[1:395] 500

Dalam R, nilai autokorelasi dan autokovarians dihitung dgn perintah acf .

> acf(waveht)$acf [,1] [1,] 1.000000000

[2,] 0.470256396

[3,] -0.262911528

[4,] -0.498917020

[5,] -0.378706643

[6,] -0.214992933

[7,] -0.037917306

[8,] 0.177644329

[9,] 0.269315275

[10,] 0.130385337

dst

r r r

3

r

4

r

5

r

6

r

7

r

8

r

9 1 2

> acf(waveht,type = c("covariance"))$acf [,1] [1,] 70872.8002

[2,] 33328.3876

[3,] -18633.2762

[4,] -35359.6463

[5,] -26840.0002

[6,] -15237.1512

[7,] -2687.3057

[8,] 12590.1510

[9,] 19087.1277

[10,] 9240.7739

dst...

c c

1

c

2

c

3

c

4

c

5

c

6

c

7

c

8

c

9 0 = varians

Korelogram

Hasil utama dari perintah acf yang disebut korelogram.

sebenarnya adalah plot dari r

k

versus k, > acf(waveht)

Series waveht

Jika 

k

dari r

k

= 0, distribusi sampling akan mendekati

Normal

 1

n

, 1

n

Sehingga konfiden interval-nya  1

n

 2 var yaitu  1

n

 2

n

Jadi jika terdapat nilai rk yang di luar batas, maka artinya nilai autokorelasinya signifikan ( 

k

 0) 0 5 10 15 20 25 Lag