modul 9 marketing public relations

Download Report

Transcript modul 9 marketing public relations

PERTEMUAN 9
MARKETING PUBLIC RELATIONS
MEMBANGUN MEREK PRODUK (TEH BOTOL SOSRO)
Awal Keluarga Sosrodjojo
Keluarga Sosrodjojo mulai bergelut dalam industri teh (khususnya teh wangi)
pada tahun 1940 di sebuah kota kecil bernama Slawi,Jawa Tengah. Pada
awalnya, usaha teh wangi tersebut masih berskala industri rumah tangga
(home industry) dengan tiga orang karyawan di bagian produksi dan enam
orang karyawati sebagai pembungkus teh (packers). Produk teh wangi adalah
racikan blending) antara teh hijau dan bunga melati yang dikenal sebagai teh
melati (Jasmina tea). Pada saat itu teh yang diproduksi adalah teh seduh atau
teh bubuk.
Sosrodjojo sebagai generasi pertama yang telah menerapkan prinsip-prinsip
pemberian merek (branding), semua merek yang digunakan harus mudah
diucapkan dan diingat, dari sisi grafis maupun pengucapan. Merek pertama
untuk produk teh wanginya menggunakan merek pada waktu itu masih disebut
cap) “Botol”. Teh Wangi Cap Botol, yang disingkat menjadi Teh Botol.
Latar belakang penggunaan merek “Botol” adalah sebagai berikut :
• Kata “Botol” pasti sudah dimengerti oleh semua kalangan dan tidak
membingungkan, karena maknanya hanya satu dan setiap rumah tangga
sudah pasti memiliki botol.
• Kata “Botol” mudah diingat oleh konsumen, yang sebagian besar adalah
para ibu rumah tangga. Agar lebih mudah diinat gambar botol juga
dicantumkan pada kemasannya, sekaligus untuk mempermudah para
konsumen yang tidak bisa membaca.
• Kata “Botol” tidak mempunyai konotasi atau citra negatif.
Ekspansi Pasar Jakarta
Pada pertengahan tahun 1940 putra Sosodjojo mulai membantu usaha
keluarga dan diberikan peran yang lebih besar. Setelah memperkuat pasar di
wilayah Slawi, generasi kedua ini mulai meneropong pasar nasional dan
memilih Jakarta sebagai target pasar yang mutlak harus ditembus. Pemilihan
pasar Jakarta tersebut dilandasi oleh pemikiran sebagai berikut :
• Sebagai ibukota negara, Jakarta merupakan potensi pasar yang besar.
•
Apabila berhasil menembus pasar Jakarta diharapkan akan mempermudah
pemasaran di daerah lainnya. Jakarta merupakan sentral perdagangan, sehingga
kemungkinan besar semua pedagang dari seluruh tanah air sering datang atau paling
tidak pernah datang ke Jakarta.
• Apabila sebuah merek sudah terkenal di Jakarta, maka akan lebih mudah diterima di
daerah lain karena dianggap sebagai merek yang paling baik.
Pada pertengahan tahun 1950 teh wangi Cap Botol mulai dipasarkan di Jakarta
dan harus berhadapan dengan pemimpin pasar pada waktu itu yaitu Cap Bayi.
Melalui perjuangan dan pengorbanan yang cukup berat, akhirnya pada
pertengahan tahun 1960 teh Cap Botol berhasil merebut pangsa pasar teh Cap
Bayi dan mulai mendominasi pasar di Jakarta.
Program Cicip Rasa
Walaupun pada tahun-tahun berikutnya teh Cap Botol mulai mendominasi
pasar, namun persaingan di Jakarta sangat ketat, karena hampir semua
produsen teh wangi juga mengincar pasar Jakarta. Hal ini menyebabkan
keluarga Sosrodjojo harus terus menerus melakukan kegiatan-kegiatan
promosi untuk mempertahankan pasarnya di Jakarta, sekaligus mengembangkan pasar
di sekitar Jakarta seperti Tangerang Labuan, Karawang, Bekasi dan Bogor.
Salah satu program promosi yang dlakukan adalah program “Cicip Rasa”,
program ini dirancang agar para konsumen atau calon konsumen dapat
merasakan secara langsung kualitas teh Cap Botol serta meyakinkan mereka
bahwa teh tersebut enak dan bermutu tinggi. Dalam program ini juga dibagikan
contoh untuk mereka coba di rumah. Pada pelaksanaan program ini hal
pertama yang harus dilakukan adalah pengumpulan massa. Berbagai cara
dilakukan seperti memutar lagu-lagu dari mobil keliling atau memilih pusat
keramaian seperti pasar untuk mengumpulkan massa.
Dengan berbagai upaya dilakukan akhirnya cara yang cukup sederhana tetapi
efektif, yaitu dorongan menyimpan air teh yang telah diseduh ke dalam botol.
Untuk selanjutnya, metode ini selalu digunakan dan program “cicip rasa” masih
terus diadakan sampai saat ini. Dengan program “cicip rasa” serta promosi
lainnya, teh cap Botol berhasil mendominasi pasar di Jakarta.
Teh Botol Sosro Lahir
Dari program “Cicip Rasa” yang dilakukan selama bertahun-tahun muncul
gagasan untuk “membotolkan” teh. Kenyataan bahwa tidak semua orang bisa
menyeduh teh dengan baik dan benar serta animo yang cukup tinggi selama
cicip rasa, makin mendukung gagasan tersebut. Pada tahun 1969 mulailah
keluarga Sosrodjojo menjual teh siap minum dalam kemasan botol.
Merek yang digunakan adalah Teh Cap Botol, yang sudah terkenal sebagai teh
yang baik. Untuk mempermudah penjualannya Teh Cap Botol lebih sering
disebut “Teh Botol”. Pada mulanya pembotolan teh dilakukan secara manual.
Pengisian teh yang sudah diseduh menggunakan gayung, serta botol yang
dipakai adalah botol yang sangat sederhana dengan disain grafis merek yang
sederhana. Kemampuan produksi pada waktu itu hanya 20 krat per hari.
Pada tahap awal pemasaran Teh Botol, paar yang dipilih adalah proyek paar
Senen serta tempat keramaian strategis lainnya. Harga ditentukan dengan
prinsip tidak melebihi harga parkir, yang pada saat itu Rp.25,-. Jadi, pada
awalnya Teh Botol dijual dengan harga Rp.25,- per botol. Prinsip ini secara
alamiah tetap berlaku hingga sekarang. Ternyata reaksi pasar sangat positif.
Dalam waktu satu tahun, permintaan pasar telah mencapai 100 krat per hari.
Permintaan yang demikian tinggi menjadi masalah tersendiri, mengingat
proses produksinya masih secara manual. Selain itu kendala berikutnya adalah
banyaknya persediaan yang terbuang, karena dengan cara konvensional Teh
Botol tidak dapat bertahan lama. Sejak awal keluarga Sosrodjojo sengaja tidak
menggunkan bahan pengawet. Hal ini tetap dilakukan sampai sekarang
walaupun mereka menyadari risikonya bahwa teh secara alami akan menjadi
basi dalam waktu satu hari.
Dari pengalaman, akirnya ditemukan cara untuk mempertahankan teh lebih
dari satu hari yaitu dengan cara merebus ulang botol-botol yang telah diisi
dengan seduhan teh. Metode ini ternyata bisa mempertahankan kesegaran teh
selama seminggu tanpa bahan pengawet.
Pembangunan Pabrik Teh Botol Sosro
Dengan mempertimbangkan kendala-kendala keluarga Sosrodjojo menyadari
perlunya fasilitas produksi yang lebih modern, lebih besar kapasitasnya dan
dapat mempertahankan kesegaran teh siap minum. Sebelum diputuskan
mendirikan pabrik yang modern, beberapa hal yang menjadi pertimbangan
antara lain :
• Para ibu rumah tangga dapat membuat teh di rumah dengan dengan
mudah, selain itu harga satu bungkus teh seduh yang cukup untuk seluruh
keluarga jauh lebih murah dari harga Teh Botol.
• Kemungkinan pemalsuan sangat besar mengingat proses produksi yang
sangat sederhana.
• Jika menggunakan mesin yang modern diperlukan jumlah investasi yang
cukup besar.
Dengan pertimbangan bahwa prospek teh siap minum masih terbuka lebar,
serta harga tanah yang akan digunakan sebagai pabrik pasti akan terus
meningkat, maka diputuskan untuk membangun pabrik. Pada tanggal 17 Juli
1974 dibangun pabrik pembotolan teh siap minum pertama di Indonesia dan di
dunia. Pabrik tersebut didirikan dengan nama PT. Sinar Sosro berdasarkan
keputusan tersebut mulailah dicari mesin-mesin terbaik dari beberapa negara,
hingga akhirnya diputuskan untuk menggunakan mesin dari Jerman. Setelah
pembangunan pabrik dan pemasangan mesin oleh para ahli dari Jerman
selesai, ternyata hasilnya sangat mengecewakan. Alaupun air yang dihasilkan
berwarna kecoklatan namun tidak terasa tehnya, hanya rasa manis saja.
Komentar yang muncul adalah seperti minum sirup warna teh. Problem ini baru
bisa teratasi setelah secara langsng generasi kedua keluarga Sosrodjojo yang
lebih ahli dalam hal per”teh”an terlibat dalam proses produksinya. Sejak saat
itu, disain botol pun dirubah dengan disain yang sekarang.
Strategi Pemaaran Teh Botol Sosro
Dengan kapasitas mesin pertama mencapai 6000 botol per jam 1.750 krat
(1 krat = 24 botol) per satu shift, maka dperlukan upaya pemasaran yang lebih
intensif. Pada saat itu, belum ada pedagang yang menjual minuman di pinggir
jalan, terutama jalan-jalan yang ramai. Melihat potensi tersebut maka Teh Botol
mulai secara intensif dijual di pinggir jalan.
Saat pertamakali dicoba berjualan di jalan Kemayoran, setiap penjual dibekali
dengan kotak pendingin (cooler box), harga yang diberlakukan saat itu adalah
Rp.25,- dari perusahaan dan Rp.50,- untuk konsumen. Strategi ini cukup
berhasil dan dalam waktu satu tahun pabrik mulai bekerja tiga shift. Untuk
memperluas pasar, pada akhir tahun 1970 dibuka gudang penyimpanan diluar
Jakarta. Seperti Karawang, Tangerang dan daerah-daerah lain. Untuk
memperkuat merek Teh Botol dimulailah program komunikasi secara nasional
dengan beriklan di media massa, terutama televisi. Pada awalny-a penyebutan
merek dalam komunikasi menggunakan “TEH BOTOL”.
Namun diawal tahun 1980-an, mulai banyak pesaing yang mencoba memasuki
pasar teh siap minum. Jumlah produsen yang ada saat itu lebih dari sepuluh
dan semua menyebut produk mereka dengan cara yang sama “Teh Botol”. Hal
ini mengakibatkan merek “Teh Botol” menjadi generik. Untuk membedakan Teh
Botol Sosro dari “teh botol-teh botol” yang lain, maka cara berkomunikasipun
diubah dengan merubah cara menyebut “Teh Botol” dengan “Teh Sosro”.
Langkah ini ternyata cukup berhasil untuk membedakannya dari produk teh
botol lainnya. Tahun berikutnya berupaya untuk mendistribusikan Teh Sosro ke
seluruh pelosok tanah air. Ini dilakukan dengan mendirikan pabrik di Surabaya,
Medan, Ungaran, serta di Pandeglang.