penyakit parasiter ii tremacesto

Download Report

Transcript penyakit parasiter ii tremacesto

PENYAKIT PARASITER

- TREMATODE & CESTODE -

Handayu Untari

EXERCISE TODAY

  Schistosomiasis  Echinococcosis  Dipyllidiasis  Dipyllobothriasis  Taeniasis (Taenia solium dan Taenia saginata)

Meliputi .....

 Epidemiologi / persebaran penyakit (zoonosis)  Cara transmisi penyakit (kaitannya dengan siklus hidup)  Patogenesis (termasuk Imunitas jika ada)  Gejala Klinis  Teknik Diagnosa  Pengendalian dan Terapi

TREMATODA

 Morfologi umum cacing penyebab :  Pipih bilateral, seperti daun  Hermaphrodit  Tidak bersegmen  Saluran pencernaan tdk sempurna  Oral & Ventral sucker  Telur beroperculum

Operculum

Common Trematodes Life Cycle

Telur cacing Mirasidium Metacercaria Sporokista Cercaria Redia

Fasciola hepatica

 Predileksi : saluran empedu pada Liver/ Hepar  Host : ruminansia, gajah, kuda, babi, anjing,kucing,  Morfologi :

Fasciola hepatica

 Kerugian :  Produktivitas menurun  Harga jual turun  Kematian  Cara Penularan :  Tertelannya metaserkaria  Melalui inang antara 

Lymnea sp.

Fasciola hepatica

 Patogenesa :  Migrasi cacing muda  hemoragi, fibrosis, anemia  Cacing dewasa pada bile duct   proliferasi epitel bile duct, cholangitis, nekrosis, fibrosis kalsifikasi teraba berpasir  Keluarnya cairan jaringan  edema, ascites

Fasciola hepatica

 Gejala klinis : 1.

Akut (ingesti metacercaria dlm jumlah banyak pd 1 waktu) Penurunan BB rasa sakit pada abdomen Anemia Ascites Kematian mendadak 2.

3.

Subakut Nafsu mkan turun BB turun Anemia haemorrhagic Kerusakan hepar Kematian dlm 4-8 minggu Kronis Penurunan BB Produksi susu turun Anemia Edema submandibula Ascites

Fasciola hepatica

 Diagnosa :  Pemeriksaan feses  cacing (beroperculum) telur  Post mortem  dewasa pada hepar, kerusakan hepar cacing 

Antigen Diagnostic Fasciola

 intradermal (pangkal ekor 15-30 menit)  ELISA (cathepsin-L  feses)

Pencegahan Fasciolosis

 Pemeriksaan tinja setiap 2-3 bulan  Program deworming secara teratur  Kontrol siput  intermediate host  mollusida pada selokan tergenang pelihara bebek atau  Penggembalaan pada lahan yang kering, hindari lahan yang becek  Tebar natrium pentachlorpenate pada ladang penggembalaan

Pengobatan Fasciola sp.

 Carbon tetrachloride 1-2 ml/ 50kgBB SC/IM  Clorsulon 7 mg/kgBB PO  Dovenix 7 ml SC  Triclabendazole 5 mg/kgBB IM  Hexachlorophene 15 mg/KgBB PO (cacing dewasa)

Paramphistomiasis

 Causa : Cotylophoron cotylophorum,

Paramphistomum cervii, Gastrothylax crumenifer, Gigantocotyle explanatum

 Predileksi : rumen, retikulum  Host : ruminansia

Paramphistomiasis

Patogenesa : Tdk patogen kecuali dalam jumlah banyak Nekrosis dan hemoragi PA : radang kataralis dan haemoragik, kerusakan kelenjar intestinal, degenerasi Lgl.

Paramphistomiasis

Paramphistomiasis

 Diagnosa : GK dan PA  Pencegahan : molluscida & drainase daerah rawa  Pengobatan :  Hexachloretane – bentonite 180 gram  Bithionol 25-35 mg/kgBB  Hexa chlorophene 10 mg/kgBB  Yomesan 75 mg/kgBB

Schistosomiasis (Bilharziasis)

  Causa :

, S. japonicum, S.mansoni, S. curassoni, S. bovis, S. mattheei, S. leiperi, S. indicum, S. incognitum, S. spindale, S. rhodhaini, S. Margrebowiei S. haematobium, S. mekongi,S. intercalatum

Morfologi :   Cacing betina lebih panjang dari jantan Dioescious  jenis kelamin terpisah (selalu dlm keadaan kopulasi)  Jantan memiliki celah perut (canal gyneacophore/ventral groove)

Schistosomiasis (Bilharziasis)

 Lanjutan morfologi :  Betina  silindrik  Telur berbentuk ovoid yang dilengkapi spina  Cacing betina sucker dan ventral sucker  oral  Vulva cacing betina  posterior

Schistosomiasis (Bilharziasis)

    Endemik di 76 negara termasuk Indonesia Sudah ditemukan sejak tahun 1900 SM 

haematobium

 kandung kemih (Masir,Mesopotamia) ; telur diidentifikasi pda tahun 1250-1000 SM

S.

kronik haematuria, kelainan pada Telur dengan spina lateral dari S. mansoni  oleh Manson 1902 S. japonicum : 1847  Kabure itch / Katayama syndrome di Jepang; 1904  cacing dari vena porta pada kucing (Schistosoma japonicum)

Schistosomiasis (Bilharziasis)

S. intercalatum

 memiliki bentuk telur yang mirip dengan S. haematobium , tahun 1934 diberikan nama S. intercalatum

S. Mekongi

 tahun 1978, di Laos dan Kamboja dg hospes antara Tricula aperta

Schistosomiasis (Bilharziasis)

 Endemik Indonesia adalah S. Japonicum ( Sulawesi )  S. Mansoni endemik di 55 negara hingga Madagascar dengan prevalensi tertinggi di Sudan dan Mesir  Arab, Africa,  S. Haematobium endemik di 53 negara di Timur Tengah, Afrika,Mauritius, Zanzibar, Madagascar  S. Intercalatum endemik di 10 negara di Afrika bagian tengah dan Barat  S. Mekongi endemik di Kamboja dan Laos

Schistosomiasis (Bilharziasis)

Schistosomiasis (Bilharziasis)

 Habitat : vena porta dan vena messeterica  Host : manusia, anjing, kucing, sapi, kambing, babi, dan tikus

Schistosomiasis (Bilharziasis)

 Patogenesa :  Pruritus  bekas masuknya serkaria  Ptechiae pada organ yang terkena  Oedema subcutan  Hati membengkak dan nyeri  Abdominal pain, demam, malaise,  diare

Schistosomiasis (Bilharziasis)

  Pengobatan :  Stibophene 7,5 mg/kgBB  Praziquantel 8-15 mg/kgBB SC  Niridazole 55 mg/kgBB PO 5 hari Pencegahan :  Pemeriksaan rutin terutama pada daerah endemik  Pembuangan feses ke tempat tertentu, tanpa kontak dengan air  Molluscida  Pengeringan habitat siput

Paragonomiasis

 Causa :  Paragonimus westermanii (manusia, felidae, canidae)  Paragonimus kellicoti (felidae, canidae, tikus besar, babi, cerpelai)  Paragonimus iloktsuenensis (tikus)  Paragonimus ohirai (tikus dan anjing)

Paragonomiasis

 Habitat : paru-paru (jaringan peribronkhioli)  kista  Morfologi :  Sperti biji kopi (dorsal cembung, ventral datar)  Duri halus di seluruh permukaan tubuh  Telur beroperkulum berwarna coklat keabu-abuan  Telur dikeluarkan belum berembrio

Paragonomiasis

CACING DEWASA CACING MUDA

• Migrasi (e. koleganse & diastase proteolitik)

TELUR

• Sputum/feces • Berkembang pada tmpt berair

MIRASIDIUM

• Siput (inang antara I) • Migrasi ke jar. limfa, otot, atau bronkhi

SPOROKISTA METASERKARIA SERKARIA

• Crustacea (inang antara II)

REDIA

Paragonomiasis

 Patogenesa :  Migrasi cacing muda  kista jaringan  mikroinfark, dan nekrosis parenkhim paru2 emboli,  Pengeluaran telur  iritasi pada parenkhim  granuloma pseudotuberculosa  Hiperplasia sel-sel epitel bronkhioli  batuk

Paragonomiasis

 Gejala Klinis :  Batuk kering  sputum bergaris darah, coklat karat  Rasa sakit pada paru2 dan demam ringan  Rasa sakit pada bagian terbentuknya kista  Epilepsi, paresis, gangguan visual  otak  Diagnosa :  Telur pada sputum atau feces  CFT, reaksi intradermal

Paragonomiasis

 Pengobatan :  Bithionol  Obat2 untuk distomatosis  Pencegahan :  Hindari penggembalaan pada tempat dg genangan air  Memakan udang/kepiting yg dimasak sempurna  Pada daerah endemis  mnum air yg sudah dimasak

CESTODA

 Morfologi umum :  Bersegmen  Pipih bilateral  Hermaphrodite  Larva intermediate  kista  Membutuhkan intermediate host (sbgian besar)  Skoleks & proglotid  Telur  oncosphere / hexacanth embrio (pada segmen gravid)

SIKLUS HIDUP (UMUM)

TELUR CACING DEWASA + SEGMEN GRAVID HEXACANT EMBRIO AKTIF CACING MUDA METACESTODA (BENTUK PERALIHAN)

Monieziasis

 Causa : 

Moniezia expansa

Moniezia benedini

 Predileksi : usus halus  Inang definitif : ruminansia

Monieziasis

TELUR

• Feces, segmen/individual

CACING DEWASA ONKOSFER

• Pada inang antara (oribated mites)

SISTISERKOID

• Stadium infektif

Monieziasis

 Patogenesa :  Cacing muda/dewasa  gangguan pencernaan iritasi pada usus   Gejala klinis :  Tidak jelas  Kelemahan/kurus  Anemia, diare profus, pertumbuhan lambat, bersifat fatal pada anak sapi (infeksi berat)

Monieziasis

 Diagnosis :  Pemeriksaan feces rutin (telur/segmen gravid)  Pengobatan :  Cupper sulfat 10-100 ml  Dichlorophene 300-600 mg/kgBB  Yomesan 75 mg/kgBB  Lead arsenat 0,5-1 gram dlm kapsul gelatin

Dipyllidiasis (Taeniasis pada anjing)

 Causa : Dipyllidium caninum  Predileksi : usus halus  Hospes :  anjing  Kucing  Serigala  manusia

Dipyllidiasis

Dipyllidiasis

 Patogenesa :  Gangguan pencernaan  Enteritis kronis & kolik  Gejala klinis :  Gejala nyata hanya dlm jumlah banyak  Bulu kusam, nafsu makan turun,kurus,lemah  Berjalan dgn menyeret anus di tanah/menggigit perut

Dipyllidiasis

 Diagnosa :  Pemeriksaan feces teratur  Proglotid di sekitar anus  Gejala klinis anjing yng khas  Pengobatan :  Bithionol  Dichlorophene  Arecoline acetorsal Gatall....

Dipyllidiasis

 Pencegahan :  Pembasmian pinjal / kutu pd anjing

Dipyllobothriasis

 Causa : Diphyllobothrium latum  Hospes : manusia, anjing,babi,beruang,hewan pemakan ikan  Predileksi : usus halus hospes

Dipyllobothriasis

Dipyllobothriasis

 Gejala klinis dan patogenesa:  Cacing dewasa  menyerap nutrisi  kekurangan vitamin B12  hospes

Anemia perniciosa

 Diare  Diagnosa : pemeriksaan feces  Pengobatan :  Yomesan  Quinacrine hydrochloride  Dichlorophene

Dipyllobothriasis

 Pencegahan :  Memasak ikan dengan sempurna sebelum dikonsumsi

Cistisercosis cellulose

 Causa : Cysticercercus cellulose (kista dari Taenia solium)  Hospes : babi, sapi, anjing, kucing, kambing, kera, manusia  Predileksi : otot bergaris (otot lidah, masseter, otot paha, otot perut), diafragma, mesenterium, paru-paru, jantung, ginjal, hati, mata

Cistisercosis cellulose

Cistisercosis cellulose

TELUR

Taenia solium

CACING DEWASA

• Termakannya cysticercus

ONKOSFER

• Usus halus babi • Penetrasi dan migrasi

Cysticercus cellulosae

• Bladder Worm (Cacing gembung) • Pada otot/organ

Cistisercosis cellulose

 Gejala klinis :  Hipersensitivitas moncong  hilangnya kebiasaan menggosok2kan moncong ke tanah  Bulu kusam dan berdiri  Kejang pada otot bergaris  Anjing  seperti rabies  PA :  Oedema pada organ  Anemia

Cistisercosis cellulose

  Diagnosa :      Gejala klinis Antemortem  Postmortem  lidah babi otot bergaris / organ Radiologis Serologis  test sero-presipitasi, sero-aglutinasi, intradermal Pengobatan :   Cycticercosis  sulit diobati karena biasanya baru ditemukan setelah dilakukan pemotongan Manusia  radiasi pada kista / operasi pengambilan kista

Cistisercosis cellulose

 Pencegahan :  Memutus daur hidup  tmpt defekasi yang higienis  Pengobatan terhadap manusia penderita taeniasis  Pemeliharaan babi secara intensif  Memasak daging babi dg sempurna  Setelah pemotongan, daging babi didinginkan slma 4 hari  Menggarami daging babi 3-4 minggu  Afkir daging babi

Taeniasis unggas

   Causa dan inang antara:  Davainea proglottina (siput tanah)  Railletina sp. (lalat dan kumbang)   Amoebotaenia sphenoides (cacing tanah) Choanotaenia infundibulum (lalat rumah dan kumbang) Hospes : unggas Predileksi : usus halus

Taeniasis unggas

TELUR

• Feces, segmen/individual

CACING DEWASA ONKOSFER

• Pada inang antara

SISTISERKOID

• Stadium infektif

Taeniasis unggas

 Patogenitas & patogenesa: 

D. proglotina

 paling patogen 

R. tetragona dan R. echinobothrida

 patogen kedua  Penetrasi cacing muda/dewasa  haemorhagi, nodule2 enteritis,  Gejala klinis :  Nafsu makan turun, lemah, kurus, anemia  Produksi telur meurun  Diare berdarah, kadang terjadi gangguan saraf

Taeniasis unggas

Taeniasis unggas

 PA : 

D. proglotina

 mukosa usus menebal + hemoragi, cairan mukus berbau busuk pada lumen usus 

Railletina

 nodule pada usus, kadang haemoragi  Diagnosa :  Gejala klinis  Nekropsi  enteritis dan nodule  Scraping mukosa usus  terutama Davainea proglotina

Taeniasis unggas

  Pengobatan :    Di-N-butyl Tin Dilaurat 250 mg/kg makanan slma 48 jam (Davainea proglotina &

Amoeboteania sp.)

Di-N-butyl Tin Oxide 15 100 mg/hewan (Railletina

sp.)

Panhelmin (levamisole+praziquantel) 100 ml panhelmin dlm 100 liter air slma 2 hari

Pencegahan :

  Basmi serangga (insektisida) Pemeliharaan unggas  kandang (higienis)

TERIMA KASIH