Psikologi-Islami-FITRAH-konsep

Download Report

Transcript Psikologi-Islami-FITRAH-konsep

FITRAH
KONSEP UTAMA DALAM
PSIKOLOGI ISLAMI
Arti Kata Fitrah
 Fitrah
: fitara, fitrun, fitratan
: memegang dengan erat,
: memecahkan,
: membelah,
: mengoyakkan
: meretakkan
: menciptakan
Makna Fitrah secara bahasa
 Kecenderungan bawaan alamiah manusia:
 Jika dikaitkan dalam Islam,
fitrah = sejak lahir manusia telah memiliki bawaan
tauhid, mengesakan Tuhan.
Fitrah dalam Psikologi Islami:
memandang manusia dengan wawasan tauhid.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui
(TQS. Ar Ruum: 30)
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi
saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami
(bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap
ini (keesaan Tuhan)“
(TQS. Al A’raaf: 172)
Paradigma Fitrah
 Dalam hubungannya dengan penciptaan manusia,
fitrah (fatara) berarti landasan (acuan)
penciptaannya.
 Fitrah = manusia adalah makhluk yang diciptakan
ALLAH.
 Peran utama yang dilakukan manusia:
1. sebagai abdullah
2. sebagai khalifah
DISKUSI
 BAGAIMANA SIFAT
DASAR MANUSIA?
 BAIK? BURUK?
“Anak-anak lahir dalam keadaan fitrah.
Orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi
atau Nasrani.”
(HR Bukhari)
Pandangan Fatalis
Tokoh: A. Qadir Jailani, Al-Azhari, Ibnu Mubarok
Isi Pandangan:
1. Setiap manusia melalui ketetapan Alloh adalah baik atau
jahat secara asal, baik semuanya atau sebagian.
2. Setiap manusia terikat dengan ketetapan Alloh untuk
menjalani cetak biru kehidupannya.
3. Yang ditakdirkan masuk neraka akan masuk neraka
sekalipun baik, sebaliknya yang ditakdirkan masuk surga
juga akan masuk surga sekalipun berbuat banyak dosa.
Dasar:
Hadis tentang ashabul yamin dan ashabus syimal
Pandangan Netral
Tokoh: Abd al-Barr
Pandangan:
1. Manusia lahir dalam keadaan suci (kosong) tanpa
kesadaran akan iman atau kufur.
2. Kebaikan dan keburukan bersifat eksternal
(pengaruh dari lingkungan).
Dasar:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu
dalam keadaan tidak mengetahui apapun (QS anNahl, 16:78)
Pandangan Positif
Tokoh: Ibnu Taymiyyah, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah,
Ismail al-Faruqi, Ali Ash-Shabuni, Moh As’ad
Pandangan:
1. Manusia memiliki sifat-sifat bawaan yang positif.
2. Manusia memiliki pengetahuan, cinta, dan
komitmen kepada Alloh.
3. Lingkungan dapat membuat potensi dasar/sifat
dasar manusia menyimpang
Dasar: (1). QS al-A’raaf, 7:172. (2). QS al-Ruum:
30:30.
Pandangan Dualis
Tokoh: Ali Shariati, Sayid Quthb
Pandangan:
1. Manusia lahir dalam keadaan mempunyai dua
sifat sekaligus.
2. Dua sifat asal itu adalah kebaikan dan keburukan.
3. Sifat kebaikan disimbolkan oleh Ruh Alloh dan
sifat keburukan disimbolkan oleh tanah/jasad.
Dasar:
Alloh mengilhamkan kepada jiwa kefasikan dan
ketakwaan (QS 91:10).
Psikologi Islami mengikuti pandangan positif
‘Idul Fithri artinya kembali kepada sifat asal/keadaan pertama saat
diciptakan.
Awalnya manusia dalam keadaan suci. Setelah bertindak dan
banyak berbuat kesalahan, manusia melakukan upaya penyucian
diri (dengan berpuasa, melakukan banyak shalat malam, berzakat,
dsb).
Setelah melakukan penyucian diri, apakah seseorang akan suci
kembali?
Jawabannya ya bila kita mengikuti pandangan positif.
Pandangan Positif: Awalnya suci, kemudian terkotori oleh
perbuatan buruk. Apabila dilakukan penyucian, maka orang
akan kembali kepada sifat asalnya, yaitu positif atau suci.
Jawabannya belum tentu bila kita mengikuti selain pandangan
positif.
Pandangan Fatalis: Kalau awalnya diciptakan dalam
keadaan berpotensi buruk (ashabul syimal) ya tak akan
kembali suci.
Pandangan netral: Awalnya kosong, ketika sudah
menyucikan diri ya tetap kosong, tak ada isinya. Masak sih?
Pandangan dualis: Setelah menyucikan diri tetap saja
dengan sifat asalnya: hitam dan putih, baik dan buruk.
Perbandingan dengan Pandangan Agama,
Aliran Filsafat & Psikologi
Agama Kristen: Manusia terlahir dalam keadaan
berdosa/dalam keadaan tidak suci. Manusia
tidak bisa menebus dirinya melalui sumber
batinnya sendiri, tetapi hanya melalui Kristus.
Psikoanalisis: Manusia lahir dalam keadaan
cenderung memenuhi dorongan hidup (libido
seksualita) dan dorongan mati. Hati nurani
(superego) terbentuk karena lingkungan
eksternal.
Empirisme/Behaviorisme: Manusia lahir dalam keadaan
netral, kosong, bagaikan kertas putih (tabularasa). Manusia
tidak memiliki bakat atau potensi yang melekat dalam
dirinya untuk menjadi manusia baik atau buruk. Semuanya
terserah lingkungan.
Humanistik: Manusia memiliki potensi-potensi positif
semenjak kelahirannya. Kesederhanaan, integritas
(kejujuran) adalah beberapa contoh potensi awal manusia.
Bedanya dengan psikologi Islami adalah potensi spiritual
(kepercayaan terhadap Tuhan) dan terlalu positif (terlalu
yakin pada manusia, mengabaikan faktor-faktor lain).
Psikologi Islami
 Fitrah = bentuk dan sistem yang diwujudkan Allah pada
setiap makhluk.
 Fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa saja yang
diciptakan Allah pada manusia yang berkaitan dengan
jasmani dan akalnya (‘Asyur dalam Baharuddin, 2004)
 Sifat asal yang positif berkaitan dengan fisik, kognitif,
afektif, sosial, di samping spiritual.
 Bukan Hanya Berkaitan dengan Keyakinan
Fitrah Berbagai Dimensi
Potensi Fisik: Setiap anak punya
kekuatan fisik yang memungkinkannya
untuk membuat gerakan fisik yang efisien.
Bila manusia melatihnya, akan tampak ciri
khasnya. Tendangan bola satu pemain dan
pemain lain berbeda: tendangan kanon,
tendangan pisang, tendangan salto, dsb.
Potensi Kognitif: Allah SWT memerintahkan manusia
untuk berpikir, karena manusia memiliki potensi berpikir.
Setiap anak punya kemampuan belajar info baru,
menghubungkan berbagai info, dan menghasilkan
pemikiran baru.
Ada anak yang unggul dalam ada yang kuat dalam hafalan,
kemampuan berbahasa, ada yang unggul dalam bahasa
tulisan.
Menemukan potensi kognitif sejak awal dan mengasahnya
akan menghasilkan kualitas yang optimal bagi yang
bersangkutan.
Potensi Sosial: Allah mempercayai manusia sebagai
khalifah. Pasti manusia punya potensi sosial, yang
memungkinkanya melakukan peran sebagai khalifah.
Potensi itu bertingkat-tingkat: aspek utama dalam potensi
sosial adalah kemampuan melakukan hubungan
interpersonal, kemampuan berkomunikasi secara publik, dan
kepemimpinan.
Contoh anak yang memiliki potensi kepemimpinan adalah
Usamah bin Zaid.
Menemukan potensi sosial sejak awal dan mengasahnya akan
menghasilkan kualitas yang optimal bagi yang bersangkutan.