1. Penerapan Pemotongan di RPH Ruminansia

Download Report

Transcript 1. Penerapan Pemotongan di RPH Ruminansia

Bandung,
13 Nopember 2014
Ade K

Undang Undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan.

Undang Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Undang Undang no.18 Tahun 2009 tentang Peternakan & Kesehatan
Hewan.

PP 22 Tahun 1983 tentang Kesmavet.

SK.Mentan no.555 Tahun 1986 syarat-syarat Pemotongan Hewan &
Usaha Pemotongan Hewan.

SK.Mentan no.413 Tahun 1992 tentang Pemotongan Hewan &
Penanganan Daging, serta Hasil Ikutannya.

Peraturan-peraturan daerah (provinsi maupun kabupaten/kota)
Ade K
2. Aspek Ekonomis
• Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
• Menyerap lapangan pekerjaan.
3. Aspek Sosial
• Memberikan pelayanan kepada masyarakat
dengan menyediakan daging yang aman, sehat,
utuh dan halal bagi masyarakat konsumen. Hal
tersebut penting dalam memberikan ketentraman
batin masyarakat konsumen atas jaminan kualitas
produk yang dikonsumsi.
• Memperlakukan ternak potong sesuai dengan
kaidah kesejahteraan hewan.
Ade K

Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
merupakan Unit Pelaksana teknis (UPT) yang
berada dibawah naungan Dinas yang
menangani fungsi peternakan, Bidang
Kesehatan Hewan dan Ikan. RPH sebagai unit
pelayanan publik memiliki fungsi teknis,
ekonomis dan sosial dimana pelaksanaannya
mengacu pada visi misi Dinas tersebut.
Ade K
Ade K
 VISI
RPH
Tercapainya pemotongan ternak hewan besar, kecil dan
unggas yang optimal dalam upaya mewujudkan
masyarakat veteriner yang maju, mandiri dan sejahtera.
 MISI RPH
 Meningkatkan kualitas pelayanan pemotongan ternak
dan kesejahteraan hewan
 Meningkatkan profesionalisme petugas dalam
penyelenggaraan pelayanan pemotongan ternak
 Meningkatkan mutu produk rumah potong hewan
yang memenuhi kaidah ASUH
Ade K
RPH adalah Bisnis
berkaitan erat dengan
keuntungan = uang
Point penting
operasional di RPH
 Fasilitas
dan Prasarana
 Sistem dan Manajemen RPH
* Keamanan
* Standar Operasional Prosedur
* Pekerja dan sistem kekaryawanan
* Pengawasan
 Higiene dan sanitasi
 Maintenance / perawatan
 Komunikasi dan training yang
berkesinambungan
Ade K
Penyembelihan Hewan
Ruminansia
Stunning
 Menggunakan
restraining box
yang dimodifikasi
untuk stunning
(untuk sapi eks
impor/sapi escas)
Non stunning
 Metode lama menggunakan
cincin/ring besi di lantai (Sapi
lokal)
 Menggunakan restraining box
Mark I, sapi masuk killing box,
diikat, direbahkan selanjutnya
disembelih (sapi likal dan BX
sebelum tahun 2012)
 Menggunakan restraining box
hydrolik, Mark IV (sapi lokal
Ade K
dan sapi eks impor)
Penyembelihan dengan
stunning
 Dilakukan
pada proses
penyembelihan sapi eks-import (BX)
 Dilaksanakan karena tuntutan
eksportir, keselamatan kerja dan
memudahan penyembelihan
 Lokasi Stunning pada titik imajiner di
atas persilangan antara mata dan
bagian atas telinga
 Struktur tulang di tempat tersebut
rapuh dan berongga
Ade K
Lanjutan…..
 Stunning
menggunakan crushknocker
 Peluru diperoleh dari feedlot pengirim.
Ketersediaan peluru hampa terbatas
 Petugas Stunning sudah mengikuti
pelatihan dan bersertifikat
 Rata-rata stunning menggunakan 1
peluru
 Hasil pengamatan yang dilakukan 90%
menimbulkan kerusakan tulang
tengkorak, otak memar
Ade K
Pemotongan dengan
menggunakan RB Hydrolik
 Sapi
direbahkan setelah dijepit leher dan
badannya
 Dilakukan penyembelihan tanpa
dilakukan perlakuan yang menyakiti
 Dibolehkan oleh Badan Dunia tentang
Kesehatan Hewan (OIE/ organitation for
Animal Health)
 Belum dilaksanakan karena belum ada
audit independent yang menyatakan
Ade
boleh dilakukan untuk sapi eks-import
K
lanjutan
 Lebih
murah, tidak tergantung
ketersediaan peluru
 Lebih ikhsan karena tidak ada unsur
menyakiti
 Pemeliharaan oli, selang dan tekanan
penjepitan
 Tidak ada feedlot yang berani audit
karena takut gagal audit sebagai akibat
adanya vokalisasi
Ade K
Permasalahan
 Dengan
adanya 5 katagori kerusakan tengkorak
karena stunning, dapat dipastikan di atas 70%
masuk dalam katagori 3-5
 Di Indonesia tidak ada pasar khusus Muslim-Non
Muslim, kegagalan stunning tidak punya pasar
 Tidak ada feedlot yang berani audit dengan
menggunakan Mark IV
 Pemingsanan menggunakan crashknocker atau
pneumatik belum diuji bahwa sapi hanya sampai
pingsan
Ade K
Solusi yang diusulkan
 Meningkatkan
posisi tawar sebagai
pengimpor,
 untuk “zero loose” ditekankan bahwa
harus menggunakan pemotongan yang
lebih ikhsan tapi memenuhi persyaratan
kesejahteraan hewan, yaitu pemotongan
menggunakan Mark IV, secara hydrolik
Ade K
Harapan
 Adanya
ketegasan (tanpa ada keraguan dan
catatan) penggunaan stunning, untuk ketentraman
konsumen dan petugas. Karena tidak dilakukan
pembukaan tiap kepala (kulit tengkorak) untuk
mengecek akibat penggunaan stunning.
 Meninjau ulang kebijakan stunning, karena 70%<
masuk kategori 3-5, sapi yang merupakan ternak
halal dikonsumsi, bisa menjadi haram dikonsumsi
karena proses pemotongannya yang “tidak benar”
 Mendesak pihak berwenang untuk memilih
alternatif cara pemotongan yang memenuhhi
persyaratan OIE, tapi juga dijamin sembelihannya
100% halal (Mark IV/Hydrolik)
Ade K
Kesimpulan
 Perlu
mengkaji ulang kebijakan stunning
 Penggunaan stunning perlu tenaga
terlatih sehingga produk yang dihasilkan
dijamin halal
 Penyembelihan menggunakan Mark
IV/Hydrolik lebih ikhsan, terjamin halal,
diizinkan diaplikasikan baik untuk sapi
lokal maupun sapi eks impor
Ade K
Terima Kasih
Ade K
Restraining Box Mark I
Ade K
Restraining Box Modif untuk Stunning
Herlien K Ade K
Restraining box hydrolik
Ade K
Herlien K