*************C

Download Report

Transcript *************C

DISUSUN OLEH:
Elly Lestari
00310074
Fauziah Sriwahyuni 05171001
Teti Yuliani
07310275
Rangga Syamhadi 07310204
PEMBIMBING:
dr.Calvintinus Meliala, Sp.S

Makhluk hidup mempunyai irama sirkardian kehidupan yang sesuai
dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam.

Fase Tidur  susunan saraf pusat masih bekerja dimana neuron-neuron
di substansia retikularis ventral batang otak melakukan sinkronisasi
 Terletak pada substansia ventrikulo retikularis batang otak yang
disebut sebagai pusat tidur (sleep center).
 Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/
desinkronisasi terdapat pada bagian rostral batang otak disebut
sebagai pusat penggugah (arousal center).

Tidur Dibagi Menjadi 2 TipeYaitu:
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu
diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM
terjadi secara bergantian antara 4-6 kali siklus semalam.

Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur dan dibagi
emnjadi 4 stadium. Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan
waktu tidur. Tidak dibagi-bagi dalam stadium seperti dalm tidur NREM
PEMBAGIAN
KETERANGAN
Stadium 1
•
berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium ini dianggap stadium
tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran kumparan tidur yang khas,
bervoltase rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7 siklus perdetik, yang disebut
gelombang teta
Stadium 2
•
berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu tidur. EEG
menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin (spindle shaped) yang sering
dengan frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik, lambat, dan trifasik yang dikenal
sebagai kompleks K. Pada stadium ini, orang dapat dibangunkan dengan mudah
Stadium 3
•
berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG menggambarkan gelombang
bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga 2,5 siklus perdetik, yaitu gelombang
delta. Orang tidur dengan sangat nyenyak, sehingga sukar dibangunkan
Stadium 4
•
berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran EEG hampir sama dengan
stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada jumlah gelombang delta. Stadium 3 dan
4 juga dikenal dengan nama tidur dalam, atau delta sleep, atau Slow Wave Sleep (SWS)
*
Kadar melatonin dalam darah mulai meningkat pada jam 9 malam, terus meningkat sepanjang malam dan
menghilang pada jam 9 pagi.



Orang usia lanjut mengalami waktu tidur yang dalam lebih pendek,
sedangkan tidur stadium 1 dan 2 lebih lama.
Bila siang hari sibuk dan aktif sepanjang hari, pada malam hari tidak ada
gangguan dalam tidurnya, sebaliknya bila siang hari tidak ada kegiatan
dan cenderung tidak aktif, malamnya akan sulit tidur.5
Pada usia lanjut, ekskresi kortisol dan GH serta perubahan temperatur
tubuh berfluktuasi dan kurang menonjol. Melatonin menurun dengan
meningkatnya umur.

Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal
kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur nonrestoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan
gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu.

The International Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia
sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi
minimal 3 malam/minggu selama minimal satu bulan

Menurut The International Classification of Sleep Disorders, insomnia
adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa
tidak nyaman setelah episode tidur tersebut.
Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu:
• Organik
• Non-organik
• Dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur)
• Parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti mimpu buruk, berjalan
sambil tidur, dll)
Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu:
• Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain
• Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum
• Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan atau keadaan tertentu
• Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali
dengan kondisi mental, penyakit, ataupun obat-obatan.) Gangguan ini
menetap dan diderita minimal 1 bulan.
Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang direvisi,
insomnia diklasifikasikan menjadi:
a. Acute insomnia
b. Psychophysiologic insomnia
c.
Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)
d. Idiopathic insomnia
e.
Insomnia due to mental disorder
f.
Inadequate sleep hygiene
g. Behavioral insomnia of childhood
h. Insomnia due to drug or substance
i.
Insomnia due to medical condition
j.
Insomnia not due to substance or known physiologic condition,
unspecified (nonorganic)
k.
Physiologic insomnia, unspecified (organic)
10
Stress
Kafein, nikotin,
alkohol
Kecemasan dan depresi
Kondisi medis
Perubahan lingkungan
Belajar
‘insomnia’
INSOMNIA
• Stres: Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga
dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk
tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau
penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan,
dapat menyebabkan insomnia.
• Kecemasan Dan Depresi:Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan
kimia dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.
• Obat-obatan: Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur,
termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat
alergi, stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid.
• Kafein, Nikotin Dan Alkohol: Kopi, teh, cola dan minuman yang
mengandung kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan
stimulan yang dapat menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat
penenang yang dapat membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi
mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering menyebabkan terbangun di
tengah malam.
• Kondisi Medis: Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan
bernapas dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk
mengalami insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala
tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker,
gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease
(GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.
• Perubahan Lingkungan Atau Jadwal Kerja: Kelelahan akibat perjalanan
jauh atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya
irama sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian
bertindak sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun,
metabolisme, dan suhu tubuh.
• “Belajar” Insomnia: Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan
tentang tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk
jatuh tertidur. Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika
mereka berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka
tidak mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau
membaca.
•
•
•
•
•
Wanita: Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan
hormon selama siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan
peran. Selama menopause, sering berkeringat pada malam hari dan hot
flashes sering mengganggu tidur.
Usia Lebih Dari 60 Tahun: Karena terjadi perubahan dalam pola tidur,
insomnia meningkat sejalan dengan usia.
Memiliki Gangguan Kesehatan Mental: Banyak gangguan, termasuk
depresi, kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder,
mengganggu tidur.
Stres: Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka
panjang seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat
menyebabkan insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran juga
meningkatkan risiko terjadinya insomnia.
Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja: Bekerja di malam
hari sering meningkatkan resiko insomnia.
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari
Sering terbangun pada malam hari
Bangun tidur terlalu awal
Kelelahan atau mengantuk pada siang hari
Iritabilitas, depresi atau kecemasan
Konsentrasi dan perhatian berkurang
Peningkatan kesalahan dan kecelakaan
Ketegangan dan sakit kepala
Gejala gastrointestinal
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:
 Pola tidur penderita.
 Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
 Tingkatan stres psikis.
 Riwayat medis.
 Aktivitas fisik
 Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.

Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:

Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur
yang buruk
 Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan
 Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap
akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari
 Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan
yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan


Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak
menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.
Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan
adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama
gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient
insomnia”) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres
akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2)
Trap Tingkah Laku :
•Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik,
•Teknik Relaksasi
•Terapi kognitif
•Restriksi Tidur
•Kontrol stimulus
Gaya Hidup Dan Pengobatan Di Rumah
• Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur
• Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.
• Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.
• Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.
• Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan
pernapasan atau beribadah
• Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan tidur pada
malam hari.
• Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti menghindari
kebisingan
• Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit
setiap hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.
• Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin
• Menghindari makan besar sebelum tidur
• Cek kesehatan secara rutin
• Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik
1.
2.
Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)
Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)
Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :
▪ Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur) Obat yang dibutuhkan
adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia” yaitu golongan
benzodiazepine (Short Acting)  Misalnya pada gangguan anxietas
▪ Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk
kembali ke proses tidur selanjutnya) Obat yang dibutuhkan adalah bersifat
“Prolong latent phase Anti-Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik
antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik)  Misalnya pada gangguan depresi
▪ Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecahpecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening). Obat yang
dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-Insomnia”, yaitu
golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long acting).

Kontraindikasi :
 Sleep apneu syndrome
 Congestive Heart Failure
 Chronic Respiratory Disease

Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko
menimbulkan “teratogenic effect” (e.g.cleft-palate abnormalities)
khususnya pada trimester pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan
melalui ASI, berefek pada bayi (penekanan fungsi SSP)

Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi
pada gangguan lain spt depresi dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai
skizophrenia