d. URGEN GEMAR HALAL DAN POKOK2 PIKIRAN UU JPH

Download Report

Transcript d. URGEN GEMAR HALAL DAN POKOK2 PIKIRAN UU JPH

URGENSI MASYARAKAT SADAR HALAL DAN POKOK-POKOK PIKIRAN UNDANG-UNDANG JPH Disampaikan pada acara RAPAT KERJA TEKNIS URUSAN AGAMA ISLAM DAN PEMBINAAN SYARIAH Bekasi, 4 Desember 2014

PULAU JAWA BARAT

JAWA BARAT SEBAGAI PROVINSI HALAL

Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan menyerahkan plakat penghargaan Provinsi Halal kepada Gubernur Jawa Barat yang diwakili Asisten Kesra Satu Provinsi Jabar.

( Rabu 22 Oktober 2014 )

Menurut data Pemprov Jawa Barat, per Juni 2014 tercatat

1415

perusahaan yang produknya telah tersertifikasi halal.

You What

Are You

Eat

Sebagian besar muslim Indonesia belum menyadari bahwa mereka dikelilingi produk

Haram

dan

Syubhat

Perhatikan Peta Bahan Haram Berikut

Khamr Anggota Tubuh Manusia Darah Babi Bangkai (Tanpa penyembelihan atau disembelih tidak secara Islam

Mari kita perhatikan salah satu dari sekian banyak hadits terkait makanan haram berikut:

Ya Rasulullah, Doakanlah aku agar menjadi orang yang dikabulkan doa-doanya oleh Allah SWT Apa jawaban Rasulullah SAW: Wahai Sa’ad perbaikilah makananmu ( Makan lah makanan yang halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang akan selalu dikabulkan doanya . Dan demi jiwaku yang ada ditanganNya, Sungguh jika ada seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya , maka tidak akan diterima amalnya selama 40 hari dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari hasil menipu dan riba, maka neraka lebih layak baginya (HR. Thabrani)

INILAH REALITA KONDISI MASYARAKAT MUSLIM DI INDONESIA

KURANG PEMAHAMAN DARI SISI SYARIAH, TENTANG PERINTAH TERKAIT HALAL HARAM AKIBAT YANG DITIMBULKAN DAN PAHALA SERTA MANFAAT YANG DIDAPAT JIKA TAAT AKIBATNYA KURANG KESADARAN DAN KEPEDULIAN DALAM MENGONSUMSI MAKANAN, Contohnya: Ketika makan daging di warung makan (misalnya daging ayam) banyak yang tidak peduli apakah ayam yang dimakan disembelih dengan menyebut nama Allah atau kirang peduli apakah bumbu-bumbu yang dipakai mengandung bahan haram.

KURANG PENGETAHUAN TENTANG KEMAJUAN TEKNOLOGI Terutama pengetahuan tentang bahan makanan , obat obatan, kosmetika, pembersih tubuh bahkan alat-alat masak serta sandang.

Ketidaktahuan ini membuat masyarakat muslim merasa aman-aman saja ketika mengonsumsi produk pangan tanpa label halal, mengonsumsi kapsul dengan bahan gelatin babi, menggunakan pembersih wajah dengan karbon aktif dari tulang babi yang dibakar (karbon aktif) atau mandi mensucikan diri dengan menggunakan sabun yang mengandung lemak babi

Indikasi Produk dari Tulang Babi:

KURANG PEMAHAMAN KEWASPADAAN ATAS REALITA PASAR

Tengoklah kasus pencampuran daging sapi dengan daging babi, kasus penyelundupan babi hutan, bangkai ayam untuk baso, sapi gelonggongan, label halal palsu, bahkan produk-produk yang sengaja dibuat seolah halal namun haram, belum lagi derasnya impor barang dari negara non muslim.

Ataukah anda pernah merasa yakin bahwa anda terbebas dari najis saat melakukan sholat, padahal dompet yang anda kantongi saat sholat atau sandal yang anda pakai untuk mengambil air wudhu terbuat dari kulit babi.

Beberapa contoh temuan atas produk yang terbuat dari kulit babi

Contoh produk dari kulit babi: 16

Pola kulit babi :

17

Beberapa contoh temuan atas produk yang terbuat kaldu babi

(

2014

)

Makanan ringan dari Jepang cenderung menggunakan bahan hewani. Oleh karena itu perlu ekstra berhati-hati mengkonsumsi makanan ringan dari Jepang yang tidak berlabel halal.

“Pertama, (

konsome

).

snack

itu rasanya kaldu “ Kedua, di snack tersebut tertulis

豚肉を含む

yang artinya daging babi.

mengandung

Beberapa contoh temuan atas produk yang terbuat susu babi (

2014

)

Kuas kosmetik

Indikasi Produk dari bulu babi:

Kuas kue Sikat gigi

KURANG PEMAHAMAN AKAN HUKUM DAN DAN PERATURAN TERKAIT Contoh yang paling jelas adalah masalah label halal. Banyak diantara kita menganggap bahwa restoran atau produk yang mencantumkan label halal sudah pasti halal.

Padahal Realitanya banyak label halal adalah

“self claim”

adalah pernyataan sepihak tanpa adanya pengujian dari badan yang berwenang.

.

Kurangnya pemahaman atas konsep ujian dunia

Perhatikan hadits berikut:

Sesungguhnya Allah Ta’ala senang melihat hambaNya bersusah payah (lelah) dalam mencari rezeki yang halal . (HR. Ad-Dailami

)

Dampak dari kondisi masyarakat yang tidak sadar halal

Walau muslim Indonesia jumlahnya lebih dari 180 juta. Namun karena minimnya kesadaran halal di masyarakat tidak menjadikan jumlah besar ini sebagai kekuatan signifikan yang mampu mendorong pelaku usaha, pedagang dan pemerintah untuk menyediakan produk halal.....

Seperti dalam hal- hal lainnya, dalam bidang halal toyyiban kita masih bercerai berai.....

Akibatnya.....

Dengan leluasa produk-produk haram dan syubhat di Produksi dan diperdagangkan karena....

Toh masyarakat muslim mau membeli dan mengonsumsinya……

Krupuk. bakso Porcine, rennin, Insulin

ENZIM BABI DAN PRODUK TURUNANNYA

taurin Casing sosis

PARU BULU

Kuas, Sistein

EMPEDU JEROAN TULANG USUS LEMAK KULIT

Pangsit, Shortening, sosis, kosmetik, penyedap, flavor, margarin, mentega, ester-ester asam lemak

DAGING

Shortening, sosis, sate, abon, penyedap, bakso, rendang, Bacon, Burger, ham, donat, roti, pangsit

GELATIN

Karbon Aktif Ion Ca. dan P -Emulsi, susu, jelli, sirop, cangkang kapsul, permen, dll.

Krupuk rambak, cecek, gudeg, kolagen 27

Kecurangan dan pengelabuan produk haram menjadi “seolah” halal, kian marak dan meluas dengan berbagai modusnya.

Toh masyarakat muslim tidak mengetahuinya, walaupun ketahuan tidak besar resikonya

Sertifikasi halal bukan menjadi”nilai Tambah” bagi produsen karena.....

Toh

banyak muslim yang tidak mempertanyakannya dan tidak menjadi pertimbangan utama dalam membeli.

Produsen pangan dengan leluasa mencampurkan bahan-bahan haram (dengan pertimbangan harga yang murah).

toh

, masyarakat tidak mengetahui atau mempertanyakannya.

POKOK-POKOK PIKIRAN UU TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL KEMENTERIAN AGAMA JAKARTA

POKOK BAHASAN A. PENDAHULUAN B. ASAS JPH C. TUJUAN JPH D.RUANG LINGKUP UNDANG-UNDANG JPH E. SIFAT PENGATURAN SERTIFIKASI PRODUK HALAL F. KELEMBAGAAN PENYELENGGARA JPH G.KEWENANGAN BPJPH H.PELAKSANAAN KEWENANGAN I. HUBUNGAN KOORDINASI ANTAR K/L J. KERJASAMA BPJPH DENGAN MUI K. OTORITAS FATWA MUI 2

POKOK BAHASAN L.

KERJA SAMA BPJPH DENGAN LPH M. LPH N. AUDITOR HALAL O. LABEL HALAL P. SERTIFIKAT HALAL Q. PROSES SERTIFIKASI HALAL R. PEMBIAYAAN S.

KERJA SAMA INTERNASIONAL T. PENGAWASAN U. PERAN SERTA MASYARAKAT V. SANKSI DAN HUKUMAN PIDANA 3

A. PENDAHULUAN

1. Kesadaran warga negara Indonesia yang mayoritas beragama Islam untuk mengonsumsi makanan atau minuman yang baik dan dijamin kehalalannya semakin meningkat.

2. Sesuai amanah Undang-undang Dasar Negara (UUD) 1945, sesuai pasal 28 dan 29 UUD 1945 pemerintah Indonesia berkewajiban memberikan jaminan halal dan menjamin tersedianya makanan halal bagi warga negaranya.

3. Di era globalisasi perdagangan saat ini dimana berbagai produk olahan dari luar negeri begitu mudah masuk ke Indonesia, maka adanya jaminan kehalalan produk makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika, maupun barang gunaan lainnya menjadi sangat penting bagi umat Islam.

4. UU JPH merupakan instrumen hukum yang memberikan perlindungan dan menjamin masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan Produk Halal, serta dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia.

4

B. ASAS JPH

Penyelenggaraan JPH berasaskan: 1. pelindungan; 2. keadilan; 3. kepastian hukum; 4. akuntabilitas dan transparansi; 5. efektivitas dan efisiensi; dan 6. profesionalitas.

5

C. TUJUAN JPH

Penyelenggaraan JPH bertujuan: 1. memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, Produk Halal dan bagi kepastian ketersediaan masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan Produk; dan 2. meningkatkan nilai tambah bagi Pelaku Usaha untuk memproduksi dan menjual Produk Halal;

6

D. RUANG LINGKUP UNDANG-UNDANG JPH

Ruang lingkup Undang-Undang JPH meliputi: 1. Penyelenggara JPH 2. Bahan dan Proses Produk Halal 3. Pelaku Usaha 4. Tata Cara Memperoleh Sertifikat Halal 5. Kerja Sama Internasional 6. Pengawasan 7. Peran Serta Masyarakat 8. Ketentuan Pidana 9. Ketentuan Peralihan 10. Ketentuan Penutup

7

E. SIFAT PENGATURAN SERTIFIKASI HALAL

   Sifat pengaturan sertifikasi halal adalah “wajib” (

mandatory

) bertahap dalam waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak UU JPH diundangkan.

Sebelum kewajiban bersertifikat halal diberlakukan, maka jenis-jenis produk yang wajib bersertifikat halal diatur secara bertahap melalui Peraturan Pemerintah.

Untuk produk asal hewan yang wajib bersertifikat halal sebagaimana telah diatur pada peraturan sebelumnya, maka sifat pengaturan sertifikasi halalnya adalah tetap “wajib” (

mandatory

) .

8

F. KELEMBAGAAN PENYELENGGARA JPH

1. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) adalah Badan yang dibentuk pemerintah untuk menyelenggarakan JPH.

2. BPJPH berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama. Usulan tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 11 UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

3. Ketentuan mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi BPJPH diatur dalam Peraturan Presiden.

9

G. KEWENANGAN BPJPH

Dalam Penyelenggaraan JPH, Badan berwenang: a. merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH; b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH; c.

menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal dan Label Halal pada Produk; d. melakukan registrasi Sertifikat Halal pada Produk luar negeri; e. melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi Produk Halal; f.

melakukan akreditasi terhadap LPH; g. melakukan registrasi Auditor Halal; h. melakukan pengawasan terhadap JPH; i.

melakukan pembinaan Auditor Halal; j.

melakukan kerjasama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggaraan JPH.

10

H. PELAKSANAAN KEWENANGAN Dalam melaksanakan BPJPH bekerjasama dengan: kewenangannya, a. Kementerian dan/atau Lembaga terkait; b. LPH; dan c. MUI.

11

I. HUBUNGAN KOORDINASI ANTAR K/L

Kemendag:

Peredaran Barang dan Jasa

Kementerian Koperasi dan UMKM:

Pembinaan dan Pengembangan UMKM

Badan POM:

Pemeriksaan dan Pengujian Produk Halal

BPJPH Kemenag KAN &BSN:

Standar akreditasi dan sertifikasi

Kemenperin:

Pembinaan Pelaku Usaha

Kementan:

Pengendalian Bahan Pangan dan Hewan

Kemenkeu:

Tarif dan Pengelolaan Keuangan BLU

12

J. KERJA SAMA BPJPH DENGAN MUI

Kerja sama BPJPH dengan MUI dilakukan dalam bentuk: a. Sertifikasi Auditor Halal; b. Penetapan fatwa halal yang menghasilkan Keputusan Penetapan Kehalalan Produk; dan c. Akreditasi LPH.

13

K. OTORITAS FATWA MUI

MUI

(KOMISI FATWA) Menetapkan fatwa tentang status hukum sesuatu yang belum jelas/ada hukumnya Menetapkan Fatwa Halal atas produk yang dimintakan sertifikat halalnya kepada BPJPH. Sidang Fatwa Halal akan menghasilkan Penetapan Kehalalan Produk Dilakukan secara mandiri oleh MUI (Komisi Fatwa) melalui mekanisme Munas dan ditetapkan legalitasnya melalui Keputusan Menteri Agama Dilakukan dalam Sidang Fatwa Halal yang mengikutsertakan pakar, unsur K/L, dan/atau instansi terkait. Penetapan Kehalalan Produk menjadi dasar Penerbitan Sertifikat Halal

14

L. KERJA SAMA BPJPH DENGAN LPH

 Kerja sama BPJPH dengan LPH dilakukan dalam bentuk pemeriksaan dan/atau pengujian Produk.

 Akreditasi LPH oleh BPJPH  Kerja sama lain yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah

15

M. LEMBAGA PEMERIKSA HALAL (LPH)

1.

2.

3.

4.

LPH terdiri dari LPH Pemerintah dan LPH Swasta; Untuk pendirian LPH Swasta, harus diajukan oleh lembaga keagamaan Islam berbadan hukum; LPH pemerintah dan swasta memiliki kesempatan yang sama dalam melakukan pemeriksaan dan pengujian produk; Syarat pendirian LPH: a. memiliki kantor sendiri dan perlengkapannya; b. memiliki akreditasi dari BPJPH; c. memiliki Auditor Halal minimal 3 (tiga) orang; dan d. memiliki laboratorium atau kesepakatan kerja sama dengan lembaga lain yang memiliki laboratorium.

16

N. AUDITOR HALAL

 Auditor Halal diangkat dan diberhentikan oleh LPH;  Persyaratan Auditor Halal: a. warga negara Indonesia; b. beragama Islam; c. minimal berpendidikan S1 di bidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri, biologi, atau farmasi; d. memahami dan memiliki wawasan luas mengenai kehalalan produk menurut syariat Islam; e. mendahulukan kepentingan umat di kepentingan pribadi dan/atau golongan; dan f. memperoleh sertifikat dari MUI.

atas

17

N. AUDITOR HALAL

 Tugas Auditor Halal adalah: a. memeriksa & mengkaji bahan yang digunakan; b. memeriksa & mengkaji proses pengolahan Produk; c. memeriksa dan mengkaji sistem penyembelihan; d. meneliti lokasi Produk; e. meneliti peralatan, ruang produksi, penyimpanan; f. memeriksa pendistribusian & penyajian Produk; dan g. memeriksa sistem jaminan halal Pelaku Usaha; dan h. melaporkan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kepada LPH.

18

O. LABEL HALAL

1. Label Halal adalah tanda kehalalan suatu Produk.

2. BPJPH menetapkan bentuk Label Halal yang berlaku nasional.

3. Pelaku Usaha yang telah memperoleh Sertifikat Halal, wajib mencantumkan Label Halal pada kemasan Produk, bagian tertentu dari Produk, dan/atau tempat tertentu pada Produk.

4. Pencantuman Label Halal harus mudah dilihat, dibaca, tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak.

5. Ketentuan lebih lanjut tentang Label Halal diatur dalam Peraturan Menteri.

19

P. SERTIFIKAT HALAL

1. Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu Produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI; 2. Permohonan Sertifikat Halal diajukan Pelaku Usaha secara tertulis kepada BPJPH; 3. Pelaku Usaha yang telah memperoleh Sertifikat Halal wajib mencantumkan Label Halal pada produknya; 4. Sertifikat Halal berlaku selama 4 (empat) tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH, kecuali terdapat perubahan komposisi Bahan;

20

P. SERTIFIKAT HALAL

5. Pelaku Usaha wajib memperpanjang masa berlaku Sertifikat Halal yang telah habis, paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berakhir; 6. Kelengkapan dokumen permohonan Sertifikat Halal berupa data Pelaku Usaha, nama dan jenis Produk, daftar Produk dan bahan yang digunakan, dan proses pengolahan Produk; 7. Sertifikat Halal akan diterbitkan dan dipublikasikan oleh BPJPH.

21

Q. PROSES SERTIFIKASI HALAL

1. Pelaku Usaha mengajukan permohonan secara tertulis kepada BPJPH yang dilengkapi dengan dokumen: data Pelaku Usaha, nama dan jenis Produk, daftar bahan Produk yang digunakan, dan proses pengolahan Produk.

2. LPH atas perintah BPJPH melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan Produk dalam waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak dokumen permohonan dinyatakan lengkap.

3. Auditor Halal LPH melakukan pemeriksaan kehalalan Produk dan jika terdapat bahan yang diragukan kehalalannya, LPH melakukan pengujian di laboratorium.

4. Hasil pemeriksaan dan/atau pengujian LPH dilaporkan ke BPJPH

22

Q. PROSES SERTIFIKASI HALAL

4.

5.

6.

7.

BPJPH menyampaikan laporan LPH kepada MUI untuk memperoleh penetapan kehalalan Produk melalui sidang Fatwa Halal.

MUI bersama dengan pakar, unsur K/L, dan/atau instansi terkait melakukan sidang fatwa halal guna menetapkan Keputusan Penetapan Halal Produk yang menjadi dasar penerbitan Sertifikat Halal.

Keputusan Penetapan Halal Produk dihasilkan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak MUI menerima berkas hasil pemeriksaan dan/atau pengujian dari BPJPH.

BPJPH menerbitkan Sertifikat Halal paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak Keputusan Penetapan Halal Produk diterima dari MUI.

23

Q. PROSES SERTIFIKASI HALAL

PELAKU USAHA PENOLAKAN PEMBERIAN SERTIFIKAT PENDAFTARAN TIDAK PEMERIKSAAN ADMINISTRASI OK BERKAS DIKEMBALIKAN TIDAK MEMENUHI SYARAT ADM HALAL PENERBITAN SERTIFIKAT HALAL OLEH BPJPH 7 Hari Kerja HALAL TIDAK MEMENUHI SYARAT HALAL PEMERIKSAAN OLEH AUDITOR HALAL LPH 5 Hari Kerja BPJPH PENGUJIAN OLEH LPH SIDANG FATWA HALAL (MUI,PAKAR, K/L, INSTANSI TERKAIT) 30 Hari Kerja 24

R. PEMBIAYAAN

1. Biaya sertifikasi halal dibebankan kepada Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal.

2. Biaya sertifikasi halal bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil dapat difasilitasi oleh pihak lain.

3. Pengelolaan keuangan BPJPH menggunakan pengelolaan keuangan badan layanan umum.

4. Ketentuan mengenai biaya sertifikasi halal diatur dalam Peraturan Pemerintah.

25

S. KERJA SAMA INTERNASIONAL

1. Pemerintah dapat melakukan kerja sama internasional dalam bidang JPH sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Kerja negeri.

sama internasional dapat berbentuk pengembangan JPH, penilaian kesesuaian, dan/atau pengakuan Sertifikat Halal dengan lembaga halal luar 3. BPJPH meregistrasi sertifikat halal produk luar negeri yang telah disertifikasi oleh lembaga halal luar negeri yang telah bekerja sama dengan pemerintah.

26

T. PENGAWASAN

1. BPJPH melakukan pengawasan terhadap JPH yang meliputi: a. LPH; b. masa berlaku Sertifikat Halal; c. kehalalan Produk; d. pencantuman Label Halal; e. pencantuman keterangan tidak halal; f. pemisahan lokasi, tempat, dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, serta penyajian antara Produk Halal dan tidak halal; g. keberadaan Penyelia Halal; dan/atau h. kegiatan lain yang berkaitan dengan JPH.

27

T. PENGAWASAN

2. BPJPH dan/atau K/L terkait memiliki kewenangan pengawasan JPH secara sendiri-sendiri atau bersama-sama; 3. Ketentuan lebih lanjut tentang pengawasan JPH yang dilakukan oleh BPJPH dan/atau K/L terkait diatur dalam Peraturan Pemerintah.

28

U. PERAN SERTA MASYARAKAT

1.

2.

3.

4.

Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan JPH, antara lain berupa: a. melakukan sosialisasi mengenai JPH; dan b. mengawasi Produk dan Produk Halal yang beredar.

Peran serta masyarakat tersebut dilakukan dalam bentuk pengaduan atau pelaporan ke BPJPH.

BPJPH dapat memberikan penghargaan kepada masyarakat yang berperan serta dalam penyelenggaraan JPH.

Ketentuan lebih lanjut tentang peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.

29

V. SANKSI DAN HUKUMAN

1. Pelaku Usaha yang tidak memisahkan lokasi, tempat, dan alat PPH dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; atau b. denda administratif.

2. Pelaku Usaha yang tidak melaksanakan kewajiban sebagai pemegang Sertifikat Halal dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. denda administratif; atau c. pencabutan Sertifikat Halal.

30

V. SANKSI DAN HUKUMAN

3.

4.

Pelaku Usaha yang memproduksi produk tidak halal dan tidak mencantumkan keterangan tidak halal pada produknya dikenai sanksi administratif berupa: a. teguran lisan; b. peringatan tertulis; atau c. denda administratif.

Pelaku Usaha pemegang Sertifikat Halal yang mencantumkan Label Halal tidak sesuai ketentuan yang berlaku dikenai sanksi administratif berupa: a. teguran lisan; b. peringatan tertulis; atau c. pencabutan Sertifikat Halal.

31

V. SANKSI DAN HUKUMAN

PIDANA

5. Pelaku Usaha yang tidak menjaga kehalalan Produk yang telah bersertifikat Halal dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

6. Auditor Halal yang terlibat dalam penyelenggaraan proses JPH namun tidak menjaga kerahasiaan formula dari Pelaku Usaha dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

32

Start

Now

We choose halal !!!!!!!

product