Sosialisasi UU JPH 014

Download Report

Transcript Sosialisasi UU JPH 014

POKOK-POKOK PIKIRAN UU TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL oleh:

Dr. H. Muchtar Ali, M.Hum

Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA JAKARTA

POKOK BAHASAN

A. PENDAHULUAN B. ASAS JPH C. TUJUAN JPH D. RUANG LINGKUP UNDANG-UNDANG JPH E. SIFAT PENGATURAN SERTIFIKASI PRODUK HALAL F. KELEMBAGAAN PENYELENGGARA JPH G. KEWENANGAN BPJPH H. PELAKSANAAN KEWENANGAN I. HUBUNGAN KOORDINASI ANTAR K/L J. KERJASAMA BPJPH DENGAN MUI K. OTORITAS FATWA MUI 2 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

POKOK BAHASAN

S.

T.

U.

V.

L.

M.

N.

O.

P.

Q.

R.

KERJA SAMA BPJPH DENGAN LPH LPH AUDITOR HALAL LABEL HALAL SERTIFIKAT HALAL PROSES SERTIFIKASI HALAL PEMBIAYAAN KERJA SAMA INTERNASIONAL PENGAWASAN PERAN SERTA MASYARAKAT SANKSI DAN HUKUMAN PIDANA KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA 3

A. PENDAHULUAN

1. Kesadaran warga negara Indonesia yang mayoritas beragama Islam untuk mengonsumsi makanan atau minuman yang baik dan dijamin kehalalannya semakin meningkat.

2. Sesuai amanah Undang-undang Dasar Negara (UUD) 1945, sesuai pasal 28 dan 29 UUD 1945 pemerintah Indonesia berkewajiban memberikan jaminan halal dan menjamin tersedianya makanan halal bagi warga negaranya.

3. Di era globalisasi perdagangan saat ini dimana berbagai produk olahan dari luar negeri begitu mudah masuk ke Indonesia, maka adanya jaminan kehalalan produk makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika, maupun barang gunaan lainnya menjadi sangat penting bagi umat Islam.

4. UU JPH merupakan instrumen hukum yang memberikan perlindungan dan menjamin masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan Produk Halal, serta dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia.

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA 4

B. ASAS JPH

Penyelenggaraan JPH berasaskan: 1. pelindungan; 2. keadilan; 3. kepastian hukum; 4. akuntabilitas dan transparansi; 5. efektivitas dan efisiensi; dan 6. profesionalitas.

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA 5

C. TUJUAN JPH

Penyelenggaraan JPH bertujuan: 1. memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan Produk Halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan Produk; dan 2. meningkatkan nilai tambah bagi Pelaku Usaha untuk memproduksi dan menjual Produk Halal;

6 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

D. RUANG LINGKUP UNDANG-UNDANG JPH

5.

6.

7.

8.

9.

Ruang lingkup Undang-Undang JPH meliputi: 1.

Penyelenggara JPH 2.

3.

4.

Bahan dan Proses Produk Halal Pelaku Usaha Tata Cara Memperoleh Sertifikat Halal Kerja Sama Internasional Pengawasan Peran Serta Masyarakat Ketentuan Pidana Ketentuan Peralihan 10. Ketentuan Penutup

7 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

E. SIFAT PENGATURAN SERTIFIKASI HALAL

   Sifat pengaturan sertifikasi halal adalah “wajib” (

mandatory

) bertahap dalam waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak UU JPH diundangkan.

Sebelum kewajiban bersertifikat halal diberlakukan, maka jenis-jenis produk yang wajib bersertifikat halal diatur secara bertahap melalui Peraturan Pemerintah.

Untuk produk asal hewan yang wajib bersertifikat halal sebagaimana telah diatur pada peraturan sebelumnya, maka sifat pengaturan sertifikasi halalnya adalah tetap “wajib” (

mandatory

) .

8 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

F. KELEMBAGAAN PENYELENGGARA JPH

1. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) adalah Badan yang dibentuk pemerintah untuk menyelenggarakan JPH.

2. BPJPH berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama. Usulan tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 11 UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

3. Ketentuan mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi Presiden.

BPJPH diatur dalam Peraturan

9 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

G. KEWENANGAN BPJPH

Dalam Penyelenggaraan JPH, Badan berwenang: a. merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH; b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH; c.

menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal dan Label Halal pada Produk; d. melakukan registrasi Sertifikat Halal pada Produk luar negeri; e. melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi Produk Halal; f.

melakukan akreditasi terhadap LPH; g. melakukan registrasi Auditor Halal; h. melakukan pengawasan terhadap JPH; i.

melakukan pembinaan Auditor Halal; j.

melakukan kerjasama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggaraan JPH.

10 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

H. PELAKSANAAN KEWENANGAN

Dalam melaksanakan kewenangannya, BPJPH bekerjasama dengan: a. Kementerian terkait; b. LPH; dan c. MUI.

dan/atau Lembaga

11 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

I. HUBUNGAN KOORDINASI ANTAR K/L Kementerian Koperasi dan UMKM:

Pembinaan dan Pengembangan UMKM

Kemendag:

Peredaran Barang dan Jasa

BPJPH Kemenag KAN &BSN:

Standar akreditasi dan sertifikasi

Badan POM:

Pemeriksaan dan Pengujian Produk Halal

Kemenperin:

Pembinaan Pelaku Usaha

Kementan:

Pengendalian Bahan Pangan dan Hewan

Kemenkeu:

Tarif dan Pengelolaan Keuangan BLU

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA 12

J. KERJA SAMA BPJPH DENGAN MUI

Kerja sama BPJPH dengan MUI dilakukan dalam bentuk: a. Sertifikasi Auditor Halal; b. Penetapan fatwa menghasilkan Keputusan Kehalalan Produk; dan halal yang Penetapan c. Akreditasi LPH.

13 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

K. OTORITAS FATWA MUI

MUI

(KOMISI FATWA) Menetapkan fatwa tentang status hukum sesuatu yang belum jelas/ada hukumnya Menetapkan Fatwa Halal atas produk yang dimintakan sertifikat halalnya kepada BPJPH. Sidang Fatwa Halal akan menghasilkan Penetapan Kehalalan Produk Dilakukan secara mandiri oleh MUI (Komisi Fatwa) melalui mekanisme Munas dan ditetapkan legalitasnya melalui Keputusan Menteri Agama

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

Dilakukan dalam Sidang Fatwa Halal yang mengikutsertakan pakar, unsur K/L, dan/atau instansi terkait. Penetapan Kehalalan Produk menjadi dasar Penerbitan Sertifikat Halal

14

L. KERJA SAMA BPJPH DENGAN LPH

 Kerja sama dilakukan BPJPH dalam bentuk dengan LPH pemeriksaan dan/atau pengujian Produk.

 Akreditasi LPH oleh BPJPH  Kerja sama lain yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah

15 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

M. LEMBAGA PEMERIKSA HALAL (LPH)

1.

2.

LPH terdiri dari LPH Pemerintah dan LPH Swasta; Untuk pendirian LPH Swasta, harus diajukan oleh lembaga keagamaan Islam berbadan hukum; 3.

LPH pemerintah dan swasta memiliki kesempatan yang sama dalam melakukan pemeriksaan dan pengujian produk; 4.

Syarat pendirian LPH: a. memiliki kantor sendiri dan perlengkapannya; b. memiliki akreditasi dari BPJPH; c. memiliki Auditor Halal minimal 3 (tiga) orang; dan d. memiliki laboratorium atau kesepakatan kerja sama dengan lembaga lain yang memiliki laboratorium.

16 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

N. AUDITOR HALAL

 Auditor Halal diangkat dan diberhentikan oleh LPH;  Persyaratan Auditor Halal: a. warga negara Indonesia; b. beragama Islam; c. minimal berpendidikan S1 di bidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri, biologi, atau farmasi; d. memahami dan memiliki wawasan luas mengenai kehalalan produk menurut syariat Islam; e. mendahulukan kepentingan umat di kepentingan pribadi dan/atau golongan; dan f. memperoleh sertifikat dari MUI.

atas

17 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

N. AUDITOR HALAL

 Tugas Auditor Halal adalah: a. memeriksa & mengkaji bahan yang digunakan; b. memeriksa & mengkaji proses pengolahan Produk; c. memeriksa dan mengkaji sistem penyembelihan; d. meneliti lokasi Produk; e. meneliti peralatan, ruang produksi, dan penyimpanan; f. memeriksa pendistribusian & penyajian Produk; g. memeriksa sistem jaminan halal Pelaku Usaha; dan h. melaporkan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kepada LPH.

18 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

O. LABEL HALAL

1.

2.

3.

4.

5.

Label Halal adalah tanda kehalalan suatu Produk.

BPJPH menetapkan bentuk Label Halal yang berlaku nasional.

Pelaku Usaha yang telah memperoleh Sertifikat Halal, wajib mencantumkan Label Halal pada kemasan Produk, bagian tertentu dari Produk, dan/atau tempat tertentu pada Produk.

Pencantuman Label Halal harus mudah dilihat, dibaca, tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak.

Ketentuan lebih lanjut tentang Label Halal diatur dalam Peraturan Menteri.

19 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

P. SERTIFIKAT HALAL

1. Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu Produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI; 2. Permohonan Sertifikat Halal diajukan Usaha secara tertulis kepada BPJPH; Pelaku 3. Pelaku Usaha yang telah memperoleh Sertifikat Halal wajib mencantumkan Label Halal pada produknya; 4. Sertifikat Halal berlaku selama 4 (empat) tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH, kecuali terdapat perubahan komposisi Bahan;

20 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

P. SERTIFIKAT HALAL

5. Pelaku Usaha wajib memperpanjang masa berlaku Sertifikat Halal yang telah habis, paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berakhir; 6. Kelengkapan dokumen permohonan Sertifikat Halal berupa data Pelaku Usaha, nama dan jenis Produk, daftar Produk dan bahan yang digunakan, dan proses pengolahan Produk; 7. Sertifikat Halal akan dipublikasikan oleh BPJPH.

diterbitkan dan

21 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

Q. PROSES SERTIFIKASI HALAL

1.

2.

Pelaku Usaha mengajukan permohonan secara tertulis kepada BPJPH yang dilengkapi dengan dokumen: data Pelaku Usaha, nama dan jenis Produk, daftar bahan Produk yang digunakan, dan proses pengolahan Produk.

LPH atas perintah BPJPH melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan Produk dalam waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak dokumen permohonan dinyatakan lengkap.

3.

Auditor Halal LPH melakukan pemeriksaan kehalalan Produk dan jika terdapat bahan yang diragukan kehalalannya, LPH melakukan pengujian di laboratorium.

4.

Hasil pemeriksaan dan/atau pengujian LPH dilaporkan ke BPJPH

22 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

Q. PROSES SERTIFIKASI HALAL

4.

5.

6.

7.

BPJPH menyampaikan laporan LPH kepada MUI untuk memperoleh penetapan kehalalan Produk melalui sidang Fatwa Halal.

MUI bersama dengan pakar, unsur K/L, dan/atau instansi terkait melakukan sidang fatwa halal guna menetapkan Keputusan Penetapan Halal Produk yang menjadi dasar penerbitan Sertifikat Halal.

Keputusan Penetapan Halal Produk dihasilkan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak MUI menerima berkas hasil pemeriksaan dan/atau pengujian dari BPJPH.

BPJPH menerbitkan Sertifikat Halal paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak Keputusan Penetapan Halal Produk diterima dari MUI.

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA 23

Q. PROSES SERTIFIKASI HALAL PELAKU USAHA PENDAFTARAN TIDAK PEMERIKSAAN ADMINISTRASI OK BERKAS DIKEMBALIKAN TIDAK MEMENUHI SYARAT ADM HALAL PENOLAKAN PEMBERIAN SERTIFIKAT PENERBITAN SERTIFIKAT HALAL OLEH BPJPH 7 Hari Kerja HALAL TIDAK MEMENUHI SYARAT HALAL PEMERIKSAAN OLEH AUDITOR HALAL LPH BPJPH 5 Hari Kerja PENGUJIAN OLEH LPH SIDANG FATWA HALAL (MUI,PAKAR, K/L, INSTANSI TERKAIT) 30 Hari Kerja 24 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

R. PEMBIAYAAN

1. Biaya sertifikasi halal dibebankan kepada Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal.

2. Biaya sertifikasi halal bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil dapat difasilitasi oleh pihak lain.

3. Pengelolaan keuangan BPJPH menggunakan pengelolaan keuangan badan layanan umum.

4. Ketentuan mengenai biaya sertifikasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.

halal

25 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

S. KERJA SAMA INTERNASIONAL

1. Pemerintah dapat melakukan kerja sama internasional dalam bidang JPH sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Kerja sama pengembangan dan/atau internasional JPH, pengakuan dapat penilaian Sertifikat Halal berbentuk kesesuaian, dengan lembaga halal luar negeri.

3. BPJPH meregistrasi sertifikat halal produk luar negeri yang telah disertifikasi oleh lembaga halal luar negeri yang telah bekerja sama dengan pemerintah.

26 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

T. PENGAWASAN

1. BPJPH meliputi: melakukan pengawasan a. LPH; b. masa berlaku Sertifikat Halal; terhadap JPH yang c. kehalalan Produk; d. pencantuman Label Halal; e. pencantuman keterangan tidak halal; f. pemisahan lokasi, tempat, dan alat penyembelihan, pengolahan, pendistribusian, penyimpanan, penjualan, Produk Halal dan tidak halal; serta pengemasan, penyajian antara g. keberadaan Penyelia Halal; dan/atau h. kegiatan lain yang berkaitan dengan JPH.

27 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

T. PENGAWASAN

2. BPJPH dan/atau kewenangan K/L pengawasan terkait JPH sendiri-sendiri atau bersama-sama; memiliki secara 3. Ketentuan lebih lanjut tentang pengawasan JPH yang dilakukan oleh BPJPH dan/atau K/L terkait Pemerintah.

diatur dalam Peraturan

28 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

U. PERAN SERTA MASYARAKAT

1.

Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan JPH, antara lain berupa: a. melakukan sosialisasi mengenai JPH; dan 2.

b. mengawasi Produk dan Produk Halal yang beredar.

Peran serta masyarakat tersebut dilakukan dalam bentuk pengaduan atau pelaporan ke BPJPH.

3.

BPJPH dapat memberikan penghargaan kepada masyarakat yang berperan serta dalam penyelenggaraan JPH.

4.

Ketentuan lebih lanjut tentang peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.

29 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

V. SANKSI DAN HUKUMAN

1.

2.

Pelaku Usaha yang tidak memisahkan lokasi, tempat, dan alat PPH dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; atau b. denda administratif.

Pelaku sebagai Usaha yang pemegang administratif berupa: tidak Sertifikat melaksanakan Halal kewajiban dikenai sanksi a. peringatan tertulis; b. denda administratif; atau c. pencabutan Sertifikat Halal.

30 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

V. SANKSI DAN HUKUMAN

3.

Pelaku Usaha yang memproduksi produk tidak halal dan tidak mencantumkan keterangan tidak halal pada produknya dikenai sanksi administratif berupa: 4.

a. teguran lisan; b. peringatan tertulis; atau c. denda administratif.

Pelaku Usaha pemegang Sertifikat Halal yang mencantumkan Label Halal tidak sesuai ketentuan yang berlaku dikenai sanksi administratif berupa: a. teguran lisan; b. peringatan tertulis; atau c. pencabutan Sertifikat Halal.

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA 31

V. SANKSI DAN HUKUMAN PIDANA

5. Pelaku Usaha yang tidak menjaga kehalalan Produk yang telah bersertifikat Halal dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.

2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

6. Auditor Halal yang terlibat dalam penyelenggaraan proses JPH namun tidak menjaga kerahasiaan formula dari Pelaku Usaha dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

32 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA B

3 4